Anda di halaman 1dari 4

Dasar-dasar Absorpsi

Absorpsi adalah suatu proses pemisahan suatu komponen fluida dari campurannya
dengan menggunakan solven atau fluida lain. Absorpsi dapat dilakukan pada fluida yang
relatif berkonsentrasi rendah maupun yang bersifat konsentrat. Prinsip operasi ini adalah
memanfaatkan besarnya difusivitas molekul-molekul gas pada larutan tertentu. Dengan
demikian bahan yang memiliki koefisien partisi hukum Henry rendah sangat disukai dalam
operasi ini.
Tujuan dari operasi ini umumnya adalah untuk memisahkan gas tertentu dari
campurannya. Biasanya campuran gas tersebut terdiri dari gas inert dan gas yang terlarut
dalam cairan. Cairan yang digunakan juga umumnya tidak mudah menguap dan larut dalam
gas. Sebagai contoh yang umum dipakai adalah absorpsi amonia dari campuran udara-amonia
oleh air. Setelah absorpsi terjadi, campuran gas akan di-recovery dengan cara distilasi.
Peristiwa absorpsi adalah salah satu peristiwa perpindahan massa yang besar
peranannya dalam proses industri. Operasi ini dikendalikan oleh laju difusi dan kontak antara
dua fasa. Operasi ini dapat terjadi secara fisika maupun kimia. Contoh dari absorpsi fisika
antara lain sistem amonia-udara-air dan aseton-udara-air. Sedangkan contoh dari absorpsi
kimia adalah NOx-udara-air, dimana NOx akan bereaksi dengan air membentuk HNO3.
Peralatan yang digunakan dalam operasi absorpsi mirip dengan yang digunakan dalam
operasi distilasi. Namun demikian terdapat beberapa perbedaan menonjol pada kedua operasi
tersebut, yaitu sebagai berikut:

Umpan pada absorpsi masuk dari bagian bawah kolom, sedangkan pada distilasi
umpan masuk dari bagian tengah kolom.
Pada absorpsi cairan solven masuk dari bagian atas kolom di bawah titik didih,
sedangkan pada distilasi cairan solven masuk bersama-sama dari bagian tengah kolom.
Pada absorpsi difusi dari gas ke cairan bersifat irreversible, sedangkan pada distilasi
difusi yang terjadi adalah equimolar counter diffusion.
Rasio laju alir cair terhadap gas pada absorpsi lebih besar dibandingkan pada distilasi.

Jenis Menara Absorpsi


a. Sieve Tray
Bentuknya mirip dengan peralatan distilasi. Pada Sieve Tray, uap menggelembung ke
atas melewati lubang-lubang sederhana berdiameter 3-12 mm melalui cairan yang mengalir.
Luas penguapan atau lubang-lubang ini biasanya sekitar 5-15% luas tray. Dengan mengatur
energi kinetik dari gas dan uap yang mengalir, maka dapat diupayakan agar cairan tidak
mengalir melaui lubang-lubang tersebut. Kedalaman cairan pada tray dapat dipertahankan
dengan limpasan (overflow) pada tanggul (outlet weir).

b. Valve Tray
Valve Tray adalah modifikasi dari Sieve Tray dengan penambahan katup-katup untuk
mencegah kebocoran atau mengalirnya cairan ke bawah pada saat tekanan uap rendah.
Dengan demikian alat ini menjadi sedikit lebih mahal daripada Sieve Tray, yaitu sekitar 20%.
Namun demikian alat ini memiliki kelebihan yaitu rentang operasi laju alir yang lebih lebar
ketimbang Sieve Tray.
c. Spray Tower
Jenis ini tidak banyak digunakan karena efisiensinya yang rendah.
d. Bubble Cap Tray
Jenis ini telah digunakan sejak lebih dari seratus tahun lalu, namun penggunaannya
mulai digantikan oleh jenis Valve Tray sejak tahun 1950. Alasan utama berkurangnya
penggunaan Bubble Cap Tray adalah alasan ekonomis, dimana desain alatnya yang lebih
rumit sehingga biayanya menjadi lebih mahal. Jenis ini digunakan jika diameter kolomnya
sangat besar.
e. Packed Bed
Jenis ini adalah yang paling banyak diterapkan pada menara absorpsi. Packed Column
lebih banyak digunakan mengingat luas kontaknya dengan gas. Packed Bed berfungsi mirip
dengan media filter, dimana gas dan cairan akan tertahan dan berkontak lebih lama dalam
kolom sehingga operasi absorpsi akan lebih optimal.
Beragam jenis packing telah dikembangkan untuk memperluas daerah dan efisiensi
kontak gas-cairan. Ukuran packing yang umum digunakan adalah 3-75 mm. Bahan yang
digunakan dipiluh berdasarkan sifat inert terhadap komponen gas maupun cairan solven dan
pertimbangan ekonomis, antara lain tanah liat, porselin, grafit dan plastik. Packing yang baik
biasanya memenuhi 60-90% dari volume kolom.
Pemilihan Solven
Pemilihan solven umumnya dilakukan sesuai dengan tujuan absorpsi, antara lain:

Jika tujuan utama adalah untuk menghasilkan larutan yang spesifik, maka solven
ditentukan berdasarkan sifat dari produk.
Jika tujuan utama adalah untuk menghilangkan kandungan tertentu dari gas, maka ada
banyak pilihan yang mungkin. Misalnya air, dimana merupakan solven yang paling
murah dan sangat kuat untuk senyawa polar.

Terdapat beberapa hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan solven, yaitu:
a. Kelarutan Gas
Kelarutan gas harus tinggi sehingga meningkatkan laju absorpsi dan menurunka
kuantitas solven yang diperlukan. Umumnya solven yang memiliki sifat yang sama dengan
bahan terlarut akan lebih mudah dilarutkan. Jika gas larut dengan baik ddalam fraksi mol
yang sama pada beberapa jenis solven, maka dipilih solven yang memiliki berat molekul
paling kecil agar didapatkan fraksi mol gas terlarut yang lebih besar. Jika terjadi reaksi kimia
dalam operasi absorpsi maka umumnya kelarutan akan sangat besar. Namun bila solven akan
di-recovery maka reaksi tersebut harus reversible. Sebagai contoh, etanol amina dapat
digunakan untuk mengabsorpsi hidrogen sulfida dari campuran gas karena sulfida tersebut
sangat mudah diserap pada suhu rendah dan dapat dengan mudah dilucut pada suhu tinggi.
Sebaliknya, soda kostik tidak digunakan dalam kasus ini karena walaupun sangat mudah
menyerap sulfida tapi tidak dapat dilucuti dengan operasi stripping.
b. Volatilitas
Pelarut harus memiliki tekanan uap yang rendah, karena jika gas yang meninggalkan
kolom absorpsi jenuh terhadap pelarut maka akan ada banyak solven yang terbuang. Jika
diperlukan dapat digunakan cairan pelarut kedua yang volatilitasnya lebih rendah untuk
menangkap porsi gas yang teruapkan. Aplikasi ini umumnya digunakan pada kilang minyak
dimana terdapat menara absorpsi hidrokarbon yang menggunakan pelarut hidrokarbon yang
cukup volatil dan di bagian atas digunakan minyak nonvolatil untuk me-recovery pelarut
utama. Demikian juga halnya dengan hidrogen sulfida yang diabsorpsi dengan natrium
fenolat lalu pelarutnya di-recovery dengan air.
c. Korosivitas
Solven yang korosif dapat merusak kolom.
d. Harga
Penggunaan solven yang mahal dan tidak mudah di-recovery akan meningkatkan
biaya operasi kolom.
e. Ketersediaan
Ketersediaan pelarut di dalam negeri akan sangat mempengaruhi stabilitas harga
pelarut dan biaya operasi secara keseluruhan.
f. Viskositas

Viskositas pelarut yang rendah amat disukai karena akan terjadi laju absorpsi yang
tinggi, meningkatkan karakter flooding dalam kolom, jatuh-tekan yang kecil dan sifat
perpindahan panas yang baik.
g. Lain-lain
Sebaiknya pelarut tidak memiliki sifat racun, mudah terbakar, stabil secara kimiawi
dan memiliki titik beku yang rendah.
Aplikasi Absorpsi pada Industri
Saat ini dunia dihadapkan pada permasalahan lingkungan yang cukup besar
yang tingginya kandungan gas pencemar sebagai dampak dari kegiatan industri. gas
pencemar tersebut antara lain SO2, CO2 dan H2S. Teknologi absorpsi dapat digunakan untuk
mengurangi bahaya lingkungan yang ditimbulkan. Contohnya adalah absorpsi pengotor Co2
dari gas alam dengan menggunakan absorben metil dietanol amina (MDEA) yang telah
ditambahkan aktivator (aMDEA).

Anda mungkin juga menyukai