Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI HIDROKOLOID DAN PRODUK EMULSI


UJI KELARUTAN

DOSEN PEMBIMBING :
Dr. Ir. LAVLINESIA, MSi
ASISTEN DOSEN :
RUDI NATA
DISUSUN OLEH :
SYELVI DELISTIANINGRUM
D1C012049

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2015

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................

DAFTAR ISI ..............................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................
1.2 Tujuan Praktikum ...................................................................................

1
1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian Kelarutan..............................................................................

2.2 Bahan (Sampel) Uji Kelarutan...............................................................

BAB III METODOLOGI


1

Waktu dan Tempat .................................................................................

Alat dan Bahan .......................................................................................

Prosedur Kerja ........................................................................................

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


1

Hasil .........................................................................................................

Pembahasan ............................................................................................ 12

BAB V KESIMPULAN ............................................................................................. 15


DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 16

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Larutan merupakan suatu campuran homogen antara 2 zat dari molekul,
atom ataupun ion dimana zat yang dimaksud disini adalah zat padat, minyak larut
dalam air.
Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut
dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan, dan untuk
jumlah yang lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut. Adapun
kelarutan didefenisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut
dalam larutan jeuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefenisikan
sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi
molekuler homogen.
Hidrokloid adalah suatu polimer larut dalam air, mampu membentuk koloid
dan mampu mengentalkan larutan atau membentuk gel dari larutan tersebut. Secara
bertahap istilah hidrokoloid yang merupakan kependekan dari koloid hidrofilik ini
menggantikan istilah gum karena dinilai istilah gum tersebut terlalu luas artinya.
Gum adalah molekul dengan bobot molekul tinggi bersifak hidrofilik atau
hidrofobik, biasanya bersifat koloid dan dalam bahan pengembang yang sesuai
dapat berbentuk gel, larutan maupun suspensi kental pada konsentrasi yang sangat
rendah.
1.2 Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui waktu daya larut dari karagenan,
gum xanthan, gum arab dan dekstrin dengan menggunakan perlakuan aquadest tanpa
pemanasan, suhu 50C dan suhu 100C.

BAB II
TNJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kelarutan


Kelarutan didefenisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat
terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif
didefenisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk
dispersi molekuler homogen. Larutan dinyatakan dalam mili liter pelarut yang
dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam
500 ml air. Kelarutan dapat pula dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan
persen (Genaro, 1990).
Faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah

pH,

temperatur, jenis pelarut, bentuk dan ukuran partikel, konstanta dielektrik pelarut,
adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks ion sejenis dan lainlain (Delvina, 2011).
2.2 Bahan (Sampel) Uji Kelarutan
a) Karagenan
Karagenan

yaitu

suatu

senyawa

hidrokoloid

yang

merupakan

polisakarida rantai panjang yang diekstraksi dari rumput laut jenis-jenis


karaginofit, seperti Eucheuma sp., Chondrus sp., Hypnea sp., dan Gigartina sp.
Polisakarida tersebut disusun dari sejumlah unit galaktosa dengan ikatan -(1,3)D-galaktosa dan -(1,4)-3,6 anhidro-D-galaktosa secara bergantian, baik
mengandung ester sulfat atau tanpa sulfat pada karagenan tersebut
(Anggadiredja, dkk., 2010).
Sifat-sifat karagenan meliputi kelarutan, viskositas, dan pembentukan
gel. Kelarutan karagenan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
tipe karagenan, temperatur, pH, kehadiran jenis ion tandingan, dan zat-zat

terlarut lainnya. Gugus hidroksil dan sulfat pada karagenan bersifat hidrofilik,
sedangkan gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa lebih hidrofobik. Lamda karagenan
mudah larut pada semua kondisi karena tanpa unit 3,6-anhidro-D-galaktosa dan
mengandung gugus sulfat yang tinggi. Karagenan jenis iota bersifat lebih
hidrofilik karena adanya gugus 2-sulfat dapat menetralkan 3,6-anhidro-Dgalaktosa yang kurang hidrofilik. Karagenan jenis kappa kurang hidrofilik
karena lebih banyak memiliki gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa (Towle 1973).
Karagenan larut dalam air dan membutuhkan panas supaya mencapai
kondisi kelarutan yang sempurna. Suhu yang dibutuhkan agar karagenan larut
adalah 50-80C (tergantung pada kation pembentuk gel nya). Kehadiran kation
logam seperti potassium, kalsium, kalium dan amonium akan menyebabkan
karagenan membentuk gel yang kaku dan termoreversible, baik pada suhu panas
atau dingin (Dwiyati Pujimulyani, 2009).
Karakteristik daya larut karagenan juga dipengaruhi oleh bentuk garam
dari gugus ester sulfatnya. Jenis sodium umumnya lebih mudah larut, sementara
jenis potasium lebih sukar larut. Hal ini menyebabkan kappa karagenan dalam
bentuk garam potasium lebih sulit larut dalam air dingin dan diperlukan panas
untuk mengubahnya menjadi larutan, sedangkan dalam bentuk garam sodium
lebih mudah larut. Lamda karagenan larut dalam air dan tidak tergantung jenis
garamnya (cPKelco ApS 2004 diacu dalam Syamsuar 2006).
Suryaningrum (1988) menyatakan bahwa karagenan dapat membentuk
gel secara reversibel artinya dapat membentuk gel pada saat pendinginan dan
kembali cair pada saat dipanaskan. Pembentukan gel disebabkan karena
terbentuknya struktur heliks rangkap yang tidak terjadi pada suhu tinggi. Daya
kelarutan karagenan pada berbagai media dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Daya kelarutan karagenan pada berbagai media pelarut.

Sumber: Indriani dan Sumarsih, 1991


b) Gum Xanthan
Gum xanthan adalah polisakarida dengan bobot molekul tinggi hasil
fermentasi karbohidrat oleh xanthomonas campestris yang dimurnikan,
dikeringkan dan digiling untuk pemanfaatannya lebih lanjut (Petit dalam
glicksman, 1980).
Bahan baku yang diperlukan untuk pembuatan gum secara microbial
(gum xanthan) terdiri dari D-glukosa, sukrosa dan beberapa bentuk karbohidrat
yang dapat digunakan sebagai substrat dan tergantung dari tingkat hasil yang
diinginkan. Protein dan nitrogen inorganic adalah sumber nutrient tambahan
yang sangta penting untuk efisiensi produksi gum xanthan, fosfat dan
magnesium juga dibutuhkan serta mineral. (Mc Nelly dan King dalam Whistler
dan Be Miller, 1973).
Sifat-sifat Gum Xanthan yaitu kekentalan (viskositas), kekenyalan
(pseudoplastik), pengaruh suhu pada kekentalan, kekompakan (compatibility),
kestabilan pada panas, pengaruh enzim dan oksidan
Karakteristik Gum Xanthan :

Larut dalam air dingin

Larutan dengan aliran yang sangat pseudoplastik. Pseudoplastik yaitu


kemampuan mengubah viskositas nyata karena adanya laju geser. Jika laju
geser meningkat, viskositas berkurang dan sebaliknya.

Viskositasnya sangat stabil pada berbagai pH dan temperatur

Polisakarida tahan terhadap degradasi enzimatik

Menunjukan interaksi yang sesuai dengan galactomannans guar gum, locust


bean gum (LBG) dan glucomannan konjac mannan.

Pada konsentrasi tinggi wujud lunak, elastis, thermal reversible > terbentuk
dengan locust bean gum dan konjac mannan

c) Gum Arab
Gum arab dihasilkan dari getah bermacam-macam pohon Acasia sp. di
Sudan dan Senegal. Gum arab pada dasarnya merupakan serangkaian satuansatuan D-galaktosa, L-arabinosa, asam D-galakturonat dan L-ramnosa. Berat
molekulnya antara 250.000-1.000.000. Gum arab jauh lebih mudah larut dalam
air dibanding hidrokoloid lainnya. Pada olahan pangan yang banyak
mengandung gula, gum arab digunakan untuk mendorong pembentukan emulsi
lemak yang mantap dan mencegah kristalisasi gula (Tranggono dkk,1991). Gum
arab dimurnikan melalui proses pengendapan dengan menggunakan etanol dan
diikuti proses elektrodialisis (Stephen and Churms, 1995).
Gum arab stabil dalam larutan asam. pH alami gum dari Acasia Senegal
ini berkisar 3,9-4,9 yang berasal dari residu asam glukoronik. Emulsifikasi dari
gum arab berhubungan dengan kandungan nitrogennya (protein). Gum arab
dapat meningkatkan stabilitas dengan peningkatan viskositas. Jenis pengental ini
juga tahan panas pada proses yang menggunakan panas namun lebih baik jika
panasnya dikontrol untuk mempersingkat waktu pemanasan, mengingat gum
arab dapat terdegradasi secara perlahan-lahan dan kekurangan efisiensi
emulsifikasi dan viskositas (Imeson, 1999).
d) Dekstrin
Dekstrin adalah golongan karbohidrat dengan berat molekul tinggi yang
merupakan modifikasi pati dengan asam. Dekstrin mudah larut dalam air, lebih
cepat terdispersi, tidak kental serta lebih stabil daripada pati. Fungsi dekstrin

yaitu sebagai pembawa bahan pangan yang aktif seperti bahan flavor dan
pewarna yang memerlukan sifat mudah larut air dan bahan pengisi (filler) karena
dapat

meningkatkan

berat

produk

dalam

bentuk

bubuk

(Ribut

dan

Kumalaningsih, 2004).
Dekstrin merupakan hasil hidrolisis pati yang tidak sempurna. Proses ini
juga melibatkan alkali dan oksidator. Pengurangan panjang rantai tersebut akan
menyebabkan perubahan sifat dimana pati yang tidak mudah larut dalam air
diubah menjadi dekstrin yang mudah larut. Dekstrin bersifat sangat larut dalam
air panas atau dingin, dengan viskositas yang relatif rendah. Sifat tersebut akan
mempermudah penggunaan dekstrin bila dipakai dalam konsentrasi yang cukup
tinggi ( Lineback dan Inlett,1982).
Maltodekstrin merupakan larutan yang terkonsentrasi dari sakarida yang
diperoleh dari pati pati yang ada atau yang diperoleh dari hidrolisa pati dengan
penambahan asam maupun enzim. Kebanyakan produk ini ada dalam bentuk
kering dan hampir tak terasa (Blanchard and Katz, 1995). Maltodekstrin pada
dasarnya merupakan senyawa hidrolisis pati yang tidak sempurna, terdiri dari
campuran gula gula dalam bentuk sederhana (mono dan disakarida dalam
jumlah kecil, oligosakarida dengan jumlah relatif tinggi serta sejumlah kecil
oligosakarida berantai panjang (Anonymous, 2002). Nilai DE (Derajat
pemecahan pati menjadi glukosa) maltodekstrin berkisar antara 3 20 (Hui,
1992).
Maltodekstrin sangat baik digunakan sebagai bahan pengisi untuk
meningkatkan volume dalam sistem pangan. Umumnya, maltodekstrin
digunakan dalam campuran bubuk kering, makanan ringan, produk produk
roti, permen, keju, pangan beku, dan saos karena kemudahannya membentuk
dispersi kelarutan cepat, higroskopis rendah, meningkatkan volume dan sebagai
pengikat. Maltodekstrin juga dapat digunakan dalam produk produk susu
(Whistler and Miller, 1999). Menurut Hui (1992), maltodekstrin dapat
digunakan pada makanan karena memiliki sifat sifat tertentu. Sifat sifat yang
dimiliki maltodekstrin antara lain maltodekstrin mengalami proses dispersi yang
cepat, memiliki daya larut yang tinggi, mampu membentuk film, memiliki sifat

higroskopis yang rendah, mampu membentuk body, sifat browning rendah,


mampu menghambat kristalisasi dan memiliki daya ikat yang kuat.

BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 05 Mei 2015, pukul
15.00 s/d selesai. Bertempat di Laboratorium Pengolahan, Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Jambi (Pondok Meja).
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu, neraca , tabung reaksi (4
buah), Gelas ukur 50 ml, gelas piala 600 ml, thermometer, kaca arloji, sudip,
kompor, panci, stopwatch dan alat tulis. Dan bahan yang digunakan yaitu,
karagenan. Gum xanthan, gum arab, maltodekstrin, aquadest, kertas label dan tisu.
3.3 Prosedur Kerja
Disiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan
Ditimbang bahan (sampel) sebanyak 0,5
gram menggunakan neraca

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi

Perlakuan :
I.

Tanpa
pemanasan

II.

Suhu 50C

III.

Suhu
100C

Diberi label

Ditambahkan aquadest sebanyak 50 ml

Diaduk menggunakan sudip hingga larut

Dihitung waktu mulai dari pengadukan


hingga sampel larut dan diamati

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Data hasil dari praktikum Uji Kelarutan adalah sebagai berikut :
Tabel 1.1 Waktu bahan (sampel) larut
Ke

Perlakuan

l
I
II
III

(Aquadest)
Tanpa Pemanasan
Pemanasan Suhu 50C
Pemanasan Suhu 100C

Karagenan
0642
0945
1505

Tabel 2.1 Hasil pengamatan bahan (sampel)

Waktu Bahan (Sampel) Larut


Gum Xanthan
Gum Arab
1507
0326
1144
0144
1331
0118

Maltodekstrin
0128
0114
0141

Ke

Perlakuan

(Aquadest)

II

III

Tanpa Pemanasan

Pemanasan Suhu 50C

Hasil Pengamatan
Gum Xanthan
Gum Arab

Karagenan

Maltodekstrin

Larut

Gel

Larut

Larut

Keruh

Putih keruh

Keruh

Jernih

Gel

Banyak gelembung

Encer

Ada ion
Encer
Larut

Larut

Gel

Larut

Keruh kekuningan

Putih keruh

Bening

Jernih

Sedikit kental
Larut

Gel sangat kental

kekuningan
Larut

Larut

Keruh

Putih keruh

Bening

Jernih

Pemanasan Suhu 100C

Agak kental

kekuningan

Tabel 2.1 Gambar hasil pengamatan bahan (sampel)


Ke

Perlakuan

(Aquadest)

Tanpa Pemanasan

II

Pemanasan Suhu 50C

III

Pemanasan Suhu 100C

Karagenan

Gambar Pengamatan
Gum
Gum
Xanthan

Arab

Maltodekstrin

4.2 Pembahasan
Dari hasil praktikum uji kelarutan yang telah dilakukan dengan
menggunakan 4 macam sampel yaitu : karagenan, gum xanthan, gum arab dan
maltodekstrin menggunakan aquadest dengan perlakuan tanpa pemanasan, suhu
50C, suhu 100C.
a. Karagenan.
Didapatkan hasil uji kelarutan bahwa semakin tinggi suhu aquadest yang
digunakan maka daya larut pada karagenan semakin rendah sehingga waktu yang
dibutuhkan juga akan semakin lama. Sedangkan pada hasil pengamatan terhadap
sampel berwarna keruh dan semakin rendah suhu aqudest maka sampel akan
semakin kuat membentuk gel. Hal ini dikarenakan karakteristik daya larut
karagenan dipengaruhi oleh garam dari gugus ester sulfatnya. Jenis sodium
umumnya lebih mudah larut, sementara jenis potasium lebih sukar larut. Hal ini
menyebabkan karagenan dalam bentuk garam potasium lebih sulit larut dalam air
dingin dan diperlukan panas untuk mengubahnya menjadi larutan, sedangkan dalam
bentuk garam sodium lebih mudah larut (cPKelco ApS 2004 diacu dalam Syamsuar
2006).
Karagenan larut dalam air dan membutuhkan panas supaya mencapai
kondisi kelarutan yang sempurna. Suhu yang dibutuhkan agar karagenan larut
adalah 50-80C (tergantung pada kation pembentuk gel nya). Kehadiran kation
logam seperti potassium, kalsium, kalium dan amonium akan menyebabkan
karagenan membentuk gel yang kaku dan termoreversible, baik pada suhu panas
atau dingin (Dwiyati Pujimulyani, 2009).
b. Gum Xanthan
Pada uji kelarutan menggunakan sampel gum xanthan mempunyai daya
larut yang rendah dikarenakan lamanya waktu pengadukan gum xanthan untuk
larut. Hal ini dikarenakan karakteristik sifat gum xanthan yang lebih mudah larut
dalam air dingin sehingga waktu pengadukan gum xanthan cukup lama karena pada
praktikum ini menggunakan aquadest dengan perlakuan tanpa pemanasan,

pemanasan suhu 50C, dan pemanasan suhu 100C. Sedangkan pada hasil
pengamatan terhadap sampel berwarna putih keruh dan semakin tinggi suhu
aqudest maka visikositas sampel gel yang terbentuk akan semakin tinggi. Gum
xanthan memiliki sifat hidrofilik yang kuat, jika air secara langsung ditambahkan
dan pengadukan dengan kecepatan rendah karena lapisan luar dalam gum xanthan
membengkak (micell), akan menaikkan kelembaban dan memasuki lapisan dalam
sekaligus menyebar sehingga gum tersebut dapat larut.
c. Gum Arab
Pada uji kelarutan menggunakan sampel gum arab semakin tinggi suhu
aquadest yang digunakan maka akan semakin cepat pula waktu yang dibutuhkan
untuk larut. Hal ini sesuai yang dituliskan oleh (Imeson, 1999) bahwa Jenis
pengental ini juga tahan panas pada proses yang menggunakan panas namun lebih
baik jika panasnya dikontrol untuk mempersingkat waktu pemanasan, mengingat
gum arab dapat terdegradasi secara perlahan-lahan dan kekurangan efisiensi
emulsifikasi dan viskositas. Sedangkan pada hasil pengamatan terhadap sampel
semakin tinggi suhu aquadet yang ditambahkan maka warna larutan akan semakin
jernih atau bening.
d. Maltodekstrin
Pada uji kelarutan menggunakan sampel maltodekstrin dengan perlakuan
pemanasan menggunkan suhu 50C memiliki waktu lebih cepat larut diikuti oleh
perlakuan tanpa pemanasan dan pemanasan dengan suhu 100C. Hal ini
dikarenakan maltodekstrin memliki sifat-sifat yaitu mengalami proses dispersi yang
cepat, memiliki daya larut yang tinggi, mampu membentuk film, memiliki sifat
higroskopis yang rendah, mampu membentuk body, sifat browning rendah, mampu
menghambat kristalisasi dan memiliki daya ikat yang kuat. Sedangkan pada hasil
pengamatan terhadap sampel pada pelakuan aquadest tanpa pemanasan terdapat
ion-ion pada larutan.
Menurut Hui (1992), maltodekstrin dapat digunakan pada makanan karena
memiliki sifat sifat tertentu. Sifat sifat yang dimiliki maltodekstrin antara lain
maltodekstrin mengalami proses dispersi yang cepat, memiliki daya larut yang

tinggi, mampu membentuk film, memiliki sifat higroskopis yang rendah, mampu
membentuk body, sifat browning rendah, mampu menghambat kristalisasi dan
memiliki daya ikat yang kuat.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum Uji Kelarutan yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa uji kelarutan yang terbaik yaitu dengan pelakuan aquadest
menggunakan pemanasan dengan suhu 50C pada sampel gum xanthan, gum arab
dan dekstrin. Sedangkan pada sampel karagenan dengan perlakuan tanpa
pemanasan menghasilkan waktu kelarutan yang tepat. Sedangkan pada hasil
pengamatan terhadap sampel karagenan berwarna keruh dan semakin rendah suhu
aqudest maka sampel akan semakin kuat membentuk gel, pada sampel gum xanthan
sampel berwarna putih keruh dan semakin tinggi suhu aqudest maka visikositas
sampel gel yang terbentuk akan semakin tinggi, pada sampel semakin tinggi suhu
aquadet yang ditambahkan maka warna larutan akan semakin jernih atau bening,
dan pada sampel pada pelakuan aquadest tanpa pemanasan terdapat ion-ion pada
larutan.

DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja, Jana T. dkk. 2010. Rumput Laut. Jakarta: Penebar Swadaya.


Anonymous. 2002. Maltodekstrin. http://www.encyclopedia.com. [8 Oktober 2009]
Blanchard, P. H. dan Katz, F. R. 1995. Starch Hydrolysates in Food Polysaccharides and
Their Aplication. New York: Marcel Dekker, Inc.
Hui, Y.H., 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. Jhon Wiley and Sons
Inc. New York
cPKelco ApS,. 2004. Denmark. http:/www.cpkelco.com. diakses : 23 Maret 2014.
Delvina, (2011),Pengaruh penambahan surfaktan (tween 80) terhadap kelarutan
asamsalisilat,http://delvina-vina.blogspot.com/2011/10/pengaruhpenambahan-surfaktan-tween80.html,16 desember 2012.
Genaro, R. A. 1990. Remingtons Pharmaceutical Science. 18th ed. Macle Printing
Company, Easton-Pennsilva, USA.
Glicksman, M and R.E. Schatchat. 1959. Gum Arabic. In Whistler, R.L and J.N Be
Miller. Industrial Gums : Polysaccharides and Their Derivatives. Academic
Press. New York.
Imeson, A., 1999. Thickening and Gelling Agent for Food. Aspen Publisher Inc, New
York.
Indriani dan Sumarsih. (1991). Budidaya Pengolahan dan Pemasaran Rumput Laut.
Cetakan pertama. Jakarta: Swadaya. Halaman 1, 8.
Lineback, D.F and G.E. Inlett. 1982. Food Carbohydrates. The AVI Publishing Co. West
Port.
Pujimulyani, Dwiyati. 2009. Teknologi Pengolahan Sayur-sayuran dan Buah-buahan,
Yogyakarta : Graha Ilmu.

Ribut, S. dan S. Kumalaningsih, 2004. Pembuatan bubuk sari buah sirsak dari bahan
baku pasta dengan metode foam-mat drying. Kajian Suhu Pengeringan,
Konsentrasi

Dekstrin

dan

Lama

Penyimpanan

Bahan

Baku

Pasta.

http://www.pustaka-deptan.go.id., [3 April 2011].


Suryaningrum, T.D. 1988. Kajian Sifat-sifat Mutu Komoditi Rumput Laut Budidaya
Jenis Eucheuma cottoni dan Eucheua spinosum. Fakultas Pasca Sarjana IPB.
Bogor.
Stephen, A.M. and S.C. Churms, 1995. Food Polysaccarides and Their Applications.
Marcell Dekker, Inc, New York.
Towle, G.A. 1973. Carrageenan. In Industrial Gums. R.L. Wistler and Be. Miller. S.N.
(eds) Academic Press. London.
Tranggono, S., Haryadi, Suparmo, A. Murdiati, S. Sudarmadji, K. Rahayu, S. Naruki,
dan M. Astuti, 1991. Bahan Tambahan Makanan (Food Additive). PAU Pangan
dan Gizi UGM, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai