Karya Tulis Ilmiah: Dolanan Jawa Terhadap Skor Insomnia Lansia Pasca
Karya Tulis Ilmiah: Dolanan Jawa Terhadap Skor Insomnia Lansia Pasca
Disusun oleh
MONIKA TATYANA YUSUF
20100310057
ii
Dosen pembimbing
Dosen penguji
Mengetahui
Kaprodi Pendidikan Dokter FKIK
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
iii
NIM
: 20100310057
Program Studi
: Pendidikan Dokter
Fakultas
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar
benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah
ini.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan karya tulis ilmiah ini hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahirabilalamin puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat Nya sehingga penulis mampu menyusun dan
menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul Efektifitas Dance/Movement
Therapy dengan Lagu Dolanan Jawa Terhadap Skor Insomnia Lansia Pasca
Bencana. Penulis pada kesempatan ini ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1.
2.
3.
4.
5.
dr. H. Kusbaryanto, M.Kes., selaku dosen penguji seminar KTI. Terimakasih atas
saran dan masukan yang bermanfaat bagi KTI penulis.
6.
7.
8.
9.
Adik angkatan 2011 Dika Rizki Ardiana yang senantiasa membantu penelitian
Penulis
vi
vii
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Kabupaten Sleman yaitu 75,6 tahun melebihi usia harapan hidup nasional
yaitu 71 tahun (Kesra,2012).Menurut data Badan Pusat Statistik RI SUSENAS 2009 jumlah penduduk lansia di Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY) adalah yang tertinggi dengan persentase 14,02% diikuti Jawa Tengah
10,99%, Jawa Timur 10,92%, dan Bali 10,79%.
Menurut Undang-Undang tentang Kesejahteraan Lansia Nomor 13
Tahun 1998 pasal 1, lanjut usia (lansia) adalah seorang yang telah mencapai
usia 60 tahun ke atas. Proses menua merupakan suatu proses fisiologi yang
akan terjadi pada setiap manusia. Menurut Setiati, dkk., (2010) proses menua
adalah proses yang mengubah seseorang dewasa sehat menjadi seseorang
yang frail (lemah, rentan) dengan berkurangnya sebagian besar cadangan
sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit
dan kematian secara eksposensial.
Beberapa perubahan baik fisik dan psikologis terjadi pada lansia
diantaranya terjadi perubahan secara fisiologis pada sistem kardiovaskular,
gastrointestinal, hormonal, dan lain-lain yang memengaruhi terjadinya
penurunan kondisi fungsi organ, aktifitas fisik, dan hubungan sosial. Faktorfaktor tersebut dapat membawa lansia rentan terhadap beberapa masalah
penuaan (aging problem) terutama gangguan jiwa yaitu penurunan fungsi
kognitif, depresi, kecemasan dan insomnia (Deary, et al., 2009).
Salah satu yang banyak ditemukan pada lansia adalah insomnia.
Walaupun insomnia dapat dialami oleh kategori semua umur, namun beberapa
penelitian menunjukkan bahwa masalah tersebut sangat rawan terjadi pada
lansia. Hal ini dibuktikan bahwa pada lansia terjadi peningkatan prevalensi
terhadap insomnia, khususnya insomnia primer (Roepke, et al., 2010).
Insomnia adalah keluhan tidur yang sering dialami oleh kebanyakan
lansia dicirikan dengan kesulitan untuk memulai dan mempertahankan tidur
diikuti dengan berkurangnya fungsi seseorang itu dalam melakukan kegiatan
sehari-hari. Insomnia memiliki beberapa subtipe diantaranya sulit untuk
memulai tidur, mempertahankan tidur sepanjang malam, terbangun tiba-tiba
pada dini hari lalu sulit untuk kembali tidur, dan sulit tidur karena kondisi
maladaptif dari seseorang terhadap lingkungannya (Israel, et al., 2009).
Berdasarkan sebuah studi pada tahun 2010 dengan partisipan sebanyak
lebih dari 9000 lansia yang berumur lebih dari 65 tahun, 42% diantaranya
mengalami kesulitan untuk memulai dan mempertahankan tidur. Setelah
dilakukan penilaian lebih lanjut 3 tahun kemudian, sebanyak 15% lansia yang
sebelumnya tidak mengeluhkan adanya gangguan tidur menjadi mengalami
gangguan tidur. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan
kejadian gangguan tidur pada lansia sekitar 5% per tahunnya. Hal ini tentunya
akan mengurangi kualitas hidup lansia (Roepke, et al., 2010). Menurut Amir
(2011) setiap tahun diperkirakan sekitar 20-50% orang dewasa melaporkan
adanya gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang
serius, prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67%.
Terkadang insomnia ini berkaitan dengan penyakit penyerta (organik)
dan gangguan mental. Banyak lansia dengan penyakit organik seperti arthritis,
kanker, nokturia, gagal jantung kongestif, obstruksi paru-paru kronik
Arti :
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan
dalam
pasangan
tersebut tidak memiliki kegiatan. Hal ini membuat kualitas hidup lansia pasca
bencana menjadi tidak baik dengan berbagai macam masalah yang dialami.
Untuk meningkatkan kualitas hidup lansia pasca bencana, maka dapat
dilakukan upaya preventif yang dapat mencegah gangguan jiwa pada lansia.
Menurut Roepke, et al., (2010) salah satu gangguan jiwa pada lansia yang
banyak prevalensinya adalah insomnia. Jika pada uraian di atas disebutkan
bahwa lansia yang tidak mengalami bencana saja mempunyai persentase
sekitar 42% -50% untuk mengalami insomnia maka lansia pasca bencana
dapat mempunyai kerentanan yang lebih besar untuk mengalami insomnia.
Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai terapi yang efektif
untuk insomnia baik secara farmakologik dan non-farmakologik. Secara
farmakologik, dapat dilakukan terapi dengan benzodiazepine (Flurazepam,
Quazepam, Midazolam, Triazolam dll) atau benzodiazepine receptor agonist
seperti (Zaleplon, Zopiclone, dan Zolpidem) (Montgomery, et al., 2006).
Sedangkan non-farmakologik telah dilakukan penelitian mengenai
intervensi aktivitas fisik mulai dari yang berintensitas sedang (moderate)
hingga aerobik, edukasi higiene tidur, terapi relaksasi untuk meningkatkan
kualitas tidur lansia. Dalam beberapa penelitian tersebut menunjukkan hasil
bahwa terapi non farmakologik mempunyai efikasi yang sama dengan terapi
farmakologik dan lebih memberikan manfaat bagi kesehatan sehingga banyak
direkomendasikan bagi pasien insomnia. Terlebih lagi terapi farmakologik
banyak mempunyai efek samping yang merugikan apalagi bagi lansia bila
digunakan dalam jangka waktu yang lama atau adanya diskontinuitas secara
tiba-tiba dari obat tersebut (Ramakhrisnan, et al., 2007).
Terapi non farmakologik bagi pasien insomnia yang paling sering
digunakan adalah edukasi hygiene tidur dan aktifitas fisik sedang
(Ramakhrisnan, et al., 2007). Salah satu aktifitas fisik sedang yang dapat
dilakukan sebagai alternatif adalah menari atau yang dikenal dengan
Dance/Movement Therapy.
Menurut American Dance Therapy Association, Dance/Movement
Therapy adalah suatu psikoterapeutik yang menggunakan gerakan sebagai
integrasi fisik dan emosional dan merupakan salah satu aktifitas fisik sedang
yang bersifat holistik. Dance/Movement Therapy dipilih karena selain
memberikan kontribusi terhadap kesehatan secara fisik, juga dapat
menggabungkan dengan aspek kombinasi emosi, stimulasi sensori, koordinasi
motorik dan musik, juga menciptakan keakraban dalam hubungan sosial
sesama individu (Harris, et al., 2007;Bremer Zoe, 2007;Williams et al., 2008).
Dance/Movement Therapy dihipotesiskan dapat meningkatkan kualitas
tidur lansia dengan berdasarkan kepada teori bahwa aktivitas fisik sedang
seperti berjalan, bersepeda dapat memberikan efek termogenik, meningkatkan
serotonin dan imunitas, serta mengurangi kecemasan dan depresi (Giselle, et
al., 2012). Aktifitas fisik dengan intensitas sedang yang dilakukan seperti
berjalan, bersepeda dapat dianalogikan pada kegiatan menari (dancing).
Kattenstroth, et al., (2010) menyebutkan bahwa menari termasuk salah satu
aktifitas fisik (exercise) yang mengkombinasikan emosi, koordinasi antara
motorik dan musik, stimulasi sensorik, dan dapat memperkaya interaksi sosial
dan interaksi seorang individu dengan lingkungan sekitarnya.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal, kegiatan menari bagi lansia
ini dilakukan secara teratur dengan jadwal yang telah ditentukan. Sedangkan
untuk memudahkan lansia beradaptasi dengan tarian yang baru dipelajarinya,
maka digunakan iringan musik lagu daerah setempat dengan maksud
menyesuaikan latar belakang budaya lansia pasca bencana tersebut.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan lagu dolanan jawa seperti
Gundul-Gundul Pacul, Suwe Ora Jamu, Menthok-Menthok, Padhang Bulan,
Tul Jaenak, dll. Sedangkan gerakan yang ditarikan adalah gerakan-gerakan
sederhana meliputi pemanasan (warming up), latihan kaki dan tangan (hand
and foot exercise), gerakan untuk koordinasi tangan dan kaki, menari
berkelompok (group dance) yang mudah diikuti oleh lansia serta tidak
membahayakan (Heiberger, et al., 2011).
Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui efektifitas
Dance/Movement Therapy dengan lagu dolanan jawa terhadap penurunan
skor insomnia yang dialami oleh lansia pasca bencana sebagai salah satu
alternatif intervensi preventif maupun terapi non farmakologik insomnia bagi
B.
10
C.
Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Menganalisis efektifitas Dance/Movement Therapy dengan lagu dolanan
jawa terhadap penurunan skor insomnia pada lansia di Dukuh Petung dan
Dukuh Jambu, Desa Kepuharjo, Cangkringan, Sleman Yogyakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis skor insomnia lansia pasca bencana sebelum dan sesudah
dilakukan kegiatan Dance/Movement Therapy dengan lagu dolanan
jawa pada responden kelompok perlakuan.
b. Menganalisis skor insomnia awal dan akhir lansia pasca bencana pada
responden kelompok kontrol.
c. Menganalisis perbedaan skor insomnia awal dan akhir lansia pasca
11
D.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Teoritis
a. Bagi Ilmu Kedokteran Jiwa
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan dokter
dalam melaksanakan intervensi di masyarakat khususnya dalam hal
penanganan kepada lansia dengan insomnia baik yang mengalami
pasca bencana atau tidak.
b. Bagi Institusi Kesehatan
Penelitian ini dapat memberikan masukan dan pertimbangan dalam hal
terapi non-farmakologi bagi lansia yang mengalami insomnia.
2. Praktis
a. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan wawasan sehingga dapat memberikan
pelayanan dan perawatan kepada lansia pasca bencana.
b. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk melakukan
penelitian-penelitian selanjutnya terkait insomnia.
c. Bagi Lanjut Usia Pasca Bencana
Penelitian ini diharapkan dapat dilakukan secara mandiri oleh lansia
pasca bencana atau oleh care givers lansia, sehingga diharapkan
memberikan
hiburan
kepada
lansia,
meningkatkan
hubungan
12
mengalami
insomnia
dengan
menyediakan
modul
Keaslian Penelitian
Berikut telah dilakukan beberapa penelitian mengenai terapi non farmakologi
bagi insomnia dan mengenai Dance/Movement Therapy :
1. Giselle S. Passos et al., (2010) dengan judul Effect of Acute Physical
Exercise on Patient with Chronic Primary Insomnia. Tujuan dari
penelitian ini adalah menilai efek dari latihan fisik akut dari intensitas
sedang hingga intensitas yang tinggi terhadap insomnia kronik primer dan
kecemasan sebelum tidur. Subyek dalam penelitian ini adalah 48 pasien
insomnia berusia antara 36-48 tahun. Skor insomnia dinilai dari
polysomnograph, sedangkan skor kecemasan sebelum tidur dinilai dengan
STAI
Questionnaire-State
Scale
(State
Trait
Anxiety
Inventory).
13
terapi
perbedaannya
non
adalah
farmakologi
pada
bagi
intervensi,
insomnia.
instrumen,
Sedangkan
dan
subyek
dalam
aerobic
exercise,
penulis
analogkan
dengan
14
15
berolahraga pada masa mudanya memiliki nilai yang lebih tinggi dalam
test di segala aspek yaitu fungsi kognitif, sensorik, dan motorik.
Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilaksanakan
adalah sama-sama bertujuan untuk menilai efektifitas dance therapy bagi
lansia. Sedangkan perbedaannya terletak pada variabel tergantung
mengenai efek yang diukur pada lansia yaitu fungsi kognitif, sensorik, dan
motorik sedangkan pada penelitian yang akan dilaksanakan adalah skor
insomnia.
4.
16
adanya penurunan pada Scores for Psychological Distress (SCL 90-R) dan
terdapat kenaikan dari serotonin dan dopamine serta stabilisasi dari sistem
saraf simpatis. Persamaan yang terdapat pada penelitian ini adalah samasama menggunakan intervensi Dance/Movement Therapy. Sedangkan
perbedaannya terletak pada subjek penelitian tersebut adalah remaja
sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan adalah lansia pasca bencana
dan perbedaan variabel dependent (tergantung) pada penelitian tersebut
adalah depresi sedangkan pada penelitian yang akan dilaksanakan adalah
insomnia. Penulis memiliki asumsi bahwa antara depresi dan insomnia
dapat saling berhubungan karena insomnia termasuk dalam salah satu
gejala dari depresi.
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Landasan Teori
1.
Lanjut Usia
a. Pengertian Lansia
Menurut UU Kesehatan No.23 Tahun 1992, manusia lanjut usia
adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan
biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial. Kejadian ini pasti akan dialami
oleh setiap manusia yang berusia panjang dan tidak dapat dihindari.
Sedangkan menurut BAB I pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No.13
Tahun 1998 tentang Kesejahteraaan Lanjut Usia, bahwa lansia adalah
seseorang yang telah berusia 60 tahun ke atas atau lebih (Maryam,
2008).
b. Batasan Lanjut Usia
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) meliputi :
a) Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 59 tahun.
b) Lanjut usia (elderly) yaitu seseorang yang berusia antara 60-74
tahun.
c) Lanjut usia tua (old) yaitu seseorang yang berusia antara 75-90
tahun.
d) Usia sangat tua (very old) yaitu seseorang yang berusia di atas 90
18
fase dalam kehidupan yakni anak, dewasa, dan tua. Menua adalah
suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti diri dan mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Terdapat beberapa istilah yang digunakan oleh gerontologis
ketika membicarakan proses menua :
a) Aging (bertambahnya umur) yaitu menunjukkan efek waktu;suatu
proses perubahan; biasanya bertahap dan spontan;
b) Senescence (menjadi tua) yaitu hilangnya kemampuan sel untuk
membelah dan berkembang (dan seiring waktu akan menyebabkan
kematian);
c) Homeostenosis yaitu penyempitan / berkurangnya cadangan
homeostatis yang terjadi selama penuaan pada setiap sistem organ.
(Setiati, dkk., 2010)
Saat terjadi proses menua, manusia secara progresif akan
kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menumpuk makin
banyak distorsi metabolik dan struktural yang disebut sebagai penyakit
degeneratif (seperti hipertensi, aterosklerosis, diabetes mellitus, dan
kanker) yang akan menyebabkan lansia menghadapi akhir hidup
dengan episode terminal yang dramatik seperti stroke, infark miokard,
b.
19
20
dan
pembentukan
ROS
di
mitokondria
saling
21
penyakit neurodegeneratif.
Perubahan Fisiologi pada Lansia
Proses menua diiringi oleh beberapa perubahan fisiologis pada
lansia yang mencakup beberapa sistem dalam tubuh manusia. Menurut
Nugroho (2008), perubahan akibat proses menua terdiri dari ;
1) Perubahan Fisik atau Fisiologi
a) Sel
Jumlah sel menurun, ukuran sel besar, cairan tubuh berkurang,
perbaikan sel terganggu, berat otak berkurang.
b) Sistem Persarafan
Sel saraf otak lambat dalam bereaksi, hubungan persarafan,
memori dan ketahanan terhadap suhu menurun.
c) Sistem Pendengaran
Penurunan pendengaran, membran timpani atrofi, terjadi
penggumpalan serumen, tinnitus serta mengalami vertigo.
d) Sistem Penglihatan
22
23
k) Sistem Endokrin
Penurunan hormone
estrogen,
progesterone,
testoteron,
24
25
26
3) Fase ketiga terjadi beberapa bulan sampai satu tahun pasca bencana.
Fase ini ditandai dengan rasa tidak puas dan kemarahan ketika
harapan untuk mendapatkan pertolongan dan pemulihan secara
emosional maupun lingkungan tidak terpenuhi. Rasa kebersamaan
menurun dan masing-masing anggota masyarakat fokus pada
kebutuhan sendiri. Gangguan jiwa yang dapat dialami
adalah
27
Perangsangan pada
28
dapat
29
30
masuk,
NSC
segera
31
badan, kortisol, dan GH sehingga orang terbangun. Jika malam tiba, NSC
merangsang pengeluaran hormone melatonin sehingga orang mengantuk
dan tidur. Melatonin adalah hormon yang diproduksi oleh glandula pineal
(bagian kecil di otak tengah). Saat hari mulai gelap, melatonin
dikeluarkan dalam darah dan akan memengaruhi terjadinya relaksasi
serta penurunan temperature badan dan kortisol. Kadar melatonin dalam
darah mulai meningkat pada jam 9 malam dan terus meningkat sepanjang
malam lalu menghilang pada jam 9 pagi (Rahayu, 2009).
e. Perubahan Pola Tidur pada Lansia
Seiring dengan bertambahnya usia terdapat berbagai keluhan
mengenai sulit untuk memulai tidur dan mempertahankan tidur.
Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan lansia mengalami
perubahan tidur diantaranya adalah karena proses menua secara
fisiologik, perubahan irama sirkadian, kondisi medis dengan penyakit
tertentu, peningkatan konsumsi suatu obat-obatan, gangguan psikiatri
seperti depresi, insomnia, kecemasan, serta perubahan lingkungan dan
gaya hidup (Roepke et al.,2010).
Secara fisiologik memang terdapat perubahan jam kebutuhan
tidur pada usia lanjut dibandingkan dengan usia muda. Pada usia 12
tahun kebutuhan tidur adalah sembilan jam, usia 20 tahun kebutuhan
tidur berkurang menjadi delapan jam, usia 40 tahun menjadi tujuh jam,
dan bertambahnya usia menjadi 60 dan 80 tahun masing-masing
kebutuhan tidur menjadi enam setengah jam (Prayitno, 2002).
32
Terdapat perubahan durasi dan pola tidur pada lansia, pada lansia
terjadi peningkatan durasi pada stadium 1 yaitu stadium transisi antara
keadaan terjaga menuju keadaan tidur, normalnya waktu yang
dibutuhkan adalah 3 -5 menit pada stadium 1 namun pada lansia dapat
memanjang dari waktu normal. Dengan adanya disrupsi pada stadium 1
ini, maka akan berakibat pada disrupsi stadium-stadium tidur yang
lainnya, seperti terjadinya penurunan pada stadium 3 dan 4, dimana
stadium ini merupakan stadium tidur yang dalam (Roepke et al., 2010).
Selain itu fase REM dapat terjadi lebih awal dan juga terjadi
peningkatan durasi. Fase REM adalah fase dimana seseorang mengalami
mimpi. Sehingga pada lansia yang mengalami peningkatan durasi REM
biasanya akan sering bermimpi di setiap tidurnya dan terkadang
bermimpi buruk (Prayitno, 2002 ; Roepke et al 2010).
Berikut adalah tabel perubahan pola tidur pada lanjut usia yang
diambil dari laporan subjektif lansia yang tinggal di rumah atau panti
wreda. 15-75 % dari mereka mengeluhkan ketidakpuasan dari segi
kualitas dan lamanya waktu tidur.
Perubahan Pola Tidur Lansia (Prayitno, 2002)
Pola Tidur
Lamanya di tempat tidur
Total waktu tidur
Ancang-ancang tidur (sleep latency)
Terjaga setelah dimulai waktu tidur
Tidur singkat pada siang hari
Efisiensi Tidur
Laporan Subjektif
Meningkat
Menurun
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Menurun
33
Hasil Polisomnografik
Stadium 1
Stadium 2
Stadium 3
Stadium 4
Meningkat
Bervariasi (umumnya menurun)
Menurun
Menurun
Kualitas
Menurun
NREM
REM
34
35
36
37
38
5. Faktor Medikasi
Penggunaan obat pada lansia semakin meningkat seiring
bertambahnya usia karena bertambahnya sakit yang diderita.
Terkadang ketidakwaspadaan seorang dokter dalam memberikan
obat kepada lansia juga memberikan kontribusi gangguan tidur atau
insomnia terhadap lansia (Wolkove, et al., 2007).
Obat-obatan seperti penyakit kronis dan gangguan jiwa sering
memberikan dampak insomnia diantaranya adalah stimulant sistem
saraf pusat (modafinil, methylphenidate), antihipertensi (-blockers,
-blockers), obat gangguan pernafasan seperti bronchodilator
(theophyline, albuterol, dekongestan (pseudoephedrines), diuretik,
hormone (corticosteroids, hormone tyroid), obat psikotropik (SSRIs,
MAO inhibitors), sehingga perlu disarankan untuk penggunaan obat
yang bersifat stimulan atau diuretik sebaiknya digunakan saat siang
hari, sedangkan obat yang bersifat sedative dikonsumsi sebelum
waktu tidur (Wolkove, et al., 2007;Israel, et al., 2009).
d. Dampak Insomnia
Terdapat berbagai dampak yang tidak baik bagi individu yang
menderita insomnia. Individu yang sering terbangun pada malam hari
atau sulit untuk memulai tidur dapat mengalami EDS (excessive day
sleep) pada saat melakukan aktivitas sehari-hari (Neikurg, et al., 2009).
Individu dengan EDS dapat secara tiba-tiba tertidur pada saat sedang
menonton televisi, saat berbicara, menyetir, bahkan saat mengerjakan
39
et al., 2009).
Penatalaksanaan Insomnia
Tujuan yang diharapkan dari terapi untuk insomnia adalah
meningkatkan kuantitas dan kualitas tidur, kewaspadaan dan konsentrasi
individu dalam kegiatan sehari-hari, serta meminimalkan efek buruk
dari obat (Ramakhrisnan, et al., 2007). Pada dasarnya terdapat 2 macam
penatalaksanaan untuk insomnia, yaitu terapi farmakologik dan non
farmakologik. Beberapa studi terbaru mengatakan bahwa terapi non
farmakologi
sebaiknya
dipakai
sebagai
lini
pertama
dari
40
cara
menegangkan
menghindari
hal-hal
yang
dapat
41
doxylamine)
(Ramakhrisnan,
et
al.,
sering
menimbulkan
toleransi,
minggu
ketergantungan,
42
al., 2007).
Pengukuran Skor Insomnia
Pengukuran skor insomnia
dapat
dilakukan
dengan
43
Therapy
adalah
suatu
psikoterapeutik
yang
44
45
46
c.
47
4.
Sebagai
Sarana
Meningkatkan
Fungsi
Kognitif
Sebuah studi oleh Kattenstroth, et al., (2010) pernah dilakukan
terhadap lansia berusia 65-84 tahun, bahwa lansia yang pada masa
mudanya memiliki riwayat berolahraga dan rutin menari memiliki skor
fungsi kognitif yang lebih tinggi dibandingkan yang jarang berolahraga
dan menari pada masa mudanya. Menari dapat menjadi sarana untuk
meningkatkan fungsi kognitif karena menari menjadi suatu aktifitas
fisik yang holistik. Pada saat menari seorang individu melakukan
48
Efek Termogenik
Salah satu penyebab insomnia pada seseorang adalah
49
suhu
untuk
tubuh
pusat
melakukan
sehingga
pendinginan
akan
merangsang
sebagai
bentuk
50
4.
(5HT).
Memberikan Efek Antidepresan
Obat antidepresan selain bekerja pada sistem saraf pusat juga
bekerja sebagai muscle relaxant sehingga memberi efek penurunan
pada fase REM. Dan latihan akut juga telah dibuktikan dapat
mengurangi fase REM sehingga dapat memberikan efek antidepresan.
51
52
gerakan
2)
53
54
B.
Kerangka Konsep
Dukungan Keluarga
Dance/Movement
Therapy dengan Lagu
Dolanan Jawa
Efek termogenik
Menurunkan ansietas
Skor insomnia
lansia pasca bencana
Menaikkan serotonin
Efek antidepressan
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel antara
: Variabel pengganggu
: Arah hubungan
C.
Hipotesis
Dance/Movement Therapy dengan lagu dolanan jawa efektif dalam
menurunkan skor insomnia pada lansia pasca bencana.
55
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian Quasy Experiment
dengan rancangan pretest-posttest with control group design, yaitu rancangan
untuk mencari hubungan sebab akibat dengan melibatkan 2 kelompok, yaitu
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (Nursalam, 2008).
Kelompok
Pre-test
Intervensi
Post-test
R1
O1
O2
R2
O3
O4
Keterangan :
R1
= kelompok perlakuan.
R2
= kelompok kontrol.
X
= diberikan perlakuan.
= tidak diberikan perlakuan.
O1
= skor insomnia lansia kelompok perlakuan sebelum dilakukan
O2
D.
1.
2.
56
N=
Keterangan :
Z
N=
57
N=
N=
58
E.
F.
level
59
menyeluruh (tidak hanya mengambil unsur aktifitas fisik namun juga sebagai
sarana rekreasi dan membangun hubungan interpersonal). Terapi ini
dilakukan dengan durasi selama 60 menit dilakukan sekali dalam seminggu
dengan 4 sesi pertemuan. Dance/Movement Therapy ini menggunakan
iringan lagu dolanan jawa dengan maksud disesuaikan dengan latar belakang
budaya lansia setempat sehingga mudah beradaptasi dan lebih menyatu
dengan lagu iringan tersebut saat menari. Lagu dolanan jawa yang
digunakan iringan adalah Cublak-Cublak Suweng, Dondong Opo Salak,
c)
atau
mempertahankan
tidur
atau
ketidakmampuan
untuk
Instrumen Penelitian
5. Kuesioner Data Diri Responden
Kuesioner data diri responden sebagai data dasar atau data primer
mengenai keadaan responden meliputi ; nama, alamat, jenis kelamin, usia,
60
Rating Scale.
7.
61
H.
( Pre-Test)
Tidak dilakukan
intervensi pada kelompok
kontrol
Penilaian skor insomnia
dengan KSPBJ IRS
( Post-Test)
( Post-Test)
Analisis data skor insomnia pre dan post test
(HASIL)
G. Uji Validitas dan Reabilitas
Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dari KSPBJ (Kelompok
Studi Psikologi Jakarta) Insomnia Rating Scale yang telah baku. Kuesioner ini
telah diuji validitas dan reabilitas dengan hasil yang tinggi, baik antar psikiater
dengan psikiater (r = 0,95) maupun antar psikiater dengn dokter non psikiater (r =
0,94) sehingga kuesioner ini dapat menilai insomnia secara subyektif dengan hasil
penilaian yang objektif (Suryo, 2003 cit Noviani, 2009).
Uji validitas modul tertulis dan video CD Dance/Movement Therapy
dengan lagu dolanan jawa telah divalidasi oleh pakar. Modul tertulis dan video CD
62
berisi langkah-langkah gerakan yang terdiri dari tiga tahap gerakan yaitu Step I, II,
dan III (modul terlampir).
H. Metode Analisa Data
Data yang diperoleh dari penilaian skor insomnia dengan menggunakan
KSPBJ Insomnia Rating Scale dari kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
sebelum dan sesudah dilakukan intervensi Dance/Movement Therapy diuji dengan
analisis univarat dan bivariat
a) Analisis Univarat
Uji distribusi normalitas data dengan menggunakan uji SaphiroWilk untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal atau tidak. Dipilih uji
Shapiro-Wilk karena sampel berjumlah 50. Data terdistribusi normal apabila
p>0,05. Analisis data karakteristik responden dinyatakan dengan frekuensi
dan
persentase
karakteristik
demografi
subjek,
sehingga
gambaran
63
lembar
persetujuan
(informed
consent)
untuk
64
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
8. Gambaran Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di hunian tetap Dusun Petung dan Dusun
Jambu, Kelurahan Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman,
Yogyakarta. Hunian tetap merupakan bangunan tetap bantuan dari pemerintah
bagi warga di lereng Gunung Merapi yang tempat tinggalnya terkena bencana
erupsi. Hunian tetap ini telah dihuni oleh warga sejak Agustus 2012.
Kelurahan atau Desa Kepuharjo terdiri dari 8 dusun yaitu Dusun
Kaliadem, Jambu, Petung, Kopeng, Batur, Pagerjurang, Kepuh, dan Manggong.
Keseluruhan jumlah penduduk Kelurahan Kepuharjo adalah 2817 jiwa dengan
902 kepala keluarga, 1384 pria, 1433 wanita dan 408 diantaranya adalah lansia.
Dari 8 dusun tersebut, yang menjadi tempat penelitian kami adalah Dusun
Petung dan Dusun Jambu. Dusun Petung berjumlah 102 kepala keluarga
dengan 36 lansia. Dusun Jambu berjumlah 102 kepala keluarga dengan 31
lansia.
Desa Kepuharjo dilalui Sungai Gendol di sebelah timur. Setiap musim
penghujan pasir dan batu dari puncak Merapi terbawa oleh banjir menuju ke
sungai ini. Dengan kondisi demikian pemerintah Desa Kepuharjo bekerja sama
dengan relawan sekitar untuk memberikan peringatan dini ketika datang banjir
terutama kepada penambang dan warga yang beraktifitas di sekitar Sungai
Gendol.
65
66
Karakteristik
1. Usia
60-74 tahun
75-90 tahun
2. Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
3. Pendidikan
Tidak Sekolah
SD
SMP
SMEA
P value
17
10
63,0
37,0
19
6
76,0
24,0
0
27
0
100,0
5
20
20,0
80,0
0,05
17
9
0
1
63,0
33,3
0
37
17
8
0
0
68,0
32,0
0
0
0,612
0,309
67
4. Pekerjaan
Tidak bekerja
Petani
Pedagang
5. Status
Pernikahan
Menikah
Cerai meninggal
6. Tinggal
Bersama
Keluarga
Sendiri
7. Status Penyakit
Sehat
Punya Sakit
11
15
1
40,7
55,6
3,7
1
22
2
4,0
88,0
8,0
10
17
37,0
63,0
10
15
40,0
60,0
20
7
74,1
25,9
16
9
64,0
36,0
0,432
18
9
66,7
33,3
15
10
60
40
0,618
0,007
0,826
68
adalah 71,8% dan yang kedua adalah tidak bekerja dengan persentase rata-rata
kedua kelompok 22,35%. Status pernikahan kedua kelompok responden
sebagian besar adalah cerai meninggal dengan rata-rata persentase kedua
kelompok 61,5%.
Mengenai status tinggal bersama, kedua kelompok responden sebagian
besar tinggal bersama keluarga dengan rata-rata persentase kedua kelompok
sebesar 69,05%. Berdasarkan status sakit kedua kelompok responden sebagian
besar memiliki status sehat dengan persentase rata-rata kedua kelompok adalah
63,35%. Sedangkan untuk status sakit persentase rata-rata kedua kelompok
adalah 36,65%.
Uji homogenitas pada tabel diatas menunjukan bahwa karakteristik
responden kelompok perlakuan dan kelompok kontrol didapatkan nilai p>0,05.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa karakteristik responden pada kedua
kelompok tidak ada perbedaan yang bermakna atau homogen pada semua poin
karakteristik responden kecuali pada karakteristik pekerjaan didapatkan nilai
p=0,007 yang berarti terdapat perbedaan atau tidak homogen.
69
Normal
Ringan
Sedang
Pre test
N
13
48,1
27
100,0
25,9
7
Berat
Total
Post-test
27
25,9
100,0
27
100,0
70
Normal
Ringan
Pre test
Post-test
36,0
24,0
14
56,0
20,0
25
100,0
10
Sedang
Berat
Total
25
40,0
24,0
100,0
71
Sig
P Value
0,255
-0,896
0,375
Mean
Sig.
72
Post-test
Posttest
(2-tailed)
Perlakuan
3,85
0,000
Kontrol
9,60
Sumber : Data primer diolah
Uji beda skor post-test insomnia antara kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol dilakukan untuk melihat perbedaan dari skor post-test
insomnia antara kelompok perlakuan yang setelah diberikan intervensi Dance
Movement Therapy selama 1 bulan dengan 4 kali pertemuan dengan skor
insomnia kelompok kontrol. Dari hasil uji beda Mann Whitney Test
didapatkan mean skor post-test insomnia tertinggi adalah pada kelompok
kontrol sedangkan pada kelompok perlakuan mengalami penurunan. Nilai
signifikansi yaitu 0,000 (p<0,05). menunjukkan perbedaan bermakna antara
skor post-test insomnia kelompok perlakuan setelah diberikan intervensi
Dance/Movement Therapy dengan kelompok kontrol.
73
Tabel 6. Hasil Analisa Perbedaan Rerata Skor Pre-test dan Post-test Insomnia
Responden Lansia Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
Hasil Analisis Wilcoxon Signed Rank Test
Kelompok
Keterangan
MeanSD
Perlakuan
Pre test
Post test
27
27
8,854,8
3,851,4
Kontrol
Pre test
Post test
25
25
9,923,8
9,603,1
Sig.
(2tailed)
0,000
0,657
74
awal dan akhir pada kelompok kontrol. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
tidak terjadi penurunan skor insomnia pada responden kelompok kontrol.
Tabel 7. Hasil Uji Beda Independent Sample T-Test Selisih Skor Insomnia
Pre-test dan Post-test pada Responden Lansia Kelompok Perlakuan
dan Kelompok Kontrol ( n=52, Maret-Mei, 2013)
Selisih Skor
Mean
F
Sig
T
P Value
Pretest &
Selisih
Posttest
skor
Perlakuan
4,92
0,001
0,970
3,386
0,001
Kontrol
0,80
Sumber : Data primer diolah
Uji beda selisih skor insomnia pre-test dan post-test antara kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol dilakukan untuk melihat apakah terdapat
perbedaan dari selisih skor insomnia antara kelompok perlakuan yang setelah
diberikan intervensi Dance Movement Therapy selama 1 bulan dengan 4 kali
pertemuan dengan skor insomnia kelompok kontrol.
Tabel 7 menunjukkan bahwa dari uji beda menggunakan Independent
Sample T-Test didapatkan mean selisih skor pre-test dan post-test insomnia
tertinggi adalah pada kelompok perlakuan yang menunjukkan bahwa terdapat
penurunan sekitar 5 skor insomnia pada kelompok perlakuan. Nilai signifikansi
yaitu 0,001 (p<0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
bermakna pada selisih skor pre-test dan post-test antara kelompok perlakuan
setelah diberikan intervensi Dance/Movement Therapy dengan kelompok
kontrol.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden
75
76
77
atau
stress
(Tjepkema,2005).
Karakteristik
yang
responden
akhirnya
selanjutnya
berdampak
pada
adalah
pekerjaan.
insomnia
Dalam
78
79
80
81
82
kader-kader lansia yang terdiri dari warga dusun tersebut, sehingga kesehatan
secara fisik dan psikologis lansia dapat meningkat dan menjadi lebih baik.
Walaupun mayoritas responden kelompok perlakuan dan kontrol
memiliki derajat insomnia normal dan ringan, namun ada juga sebagian lansia
dari kedua kelompok ini yang memiliki derajat insomnia sedang dengan skor
13 dan 14. Insomnia yang diderita oleh lansia ini dapat terjadi karena
beberapa faktor diantaranya adalah faktor usia atau degeneratif, seperti terlihat
dalam gambaran karakteristik bahwa seluruh responden berusia >65 tahun
dan berkorelasi dengan penurunan produksi hormone melatonin, estrogen
sehingga menyebabkan gangguan irama sirkadian tidur (Roepke, et al., 2010).
Kemudian karena usia yang sudah lanjut maka rawan untuk memiliki
berbagai penyakit seperti pada tabel karakteristik responden yaitu hipertensi,
osteoarthritis, rheumatoid arthritis. Penyakit yang diderita seperti penyakit
kardiovaskular,
penyakit-penyakit
yang
menimbulkan
nyeri
kronis
pada
pembahasan
karakteristik
responden
juga
dapat
83
84
meningkatkan
kegembiraan
serotonin,
seperti
menurunkan
yang
diharapkan
kecemasan,
peneliti
dan
untuk
85
86
87
peneliti dengan gerakan yang relatif mudah diikuti dan iringan lagu dolanan
jawa dapat memberikan unsur humor sembari mengingat masa lampau saat
para lansia masih kanak-kanak. Upaya tersebut selain memberikan hubungan
interpersonal yang akrab antar sesama lansia dan instruktur, juga
meningkatkan kepatuhan lansia untuk mengikuti terapi DMT yang diberikan.
Penurunan skor insomnia lansia yang signifikan pada kelompok
perlakuan ini tidak hanya semata-mata dihasilkan dari terapi DMT yang
diberikan. Posyandu lansia yang rutin diadakan, dukungan sosial dari warga
sekitar, kader lansia, dan keluarga yang baik di Dusun Petung ini seperti yang
telah dibahas pada pembahasan karakteristik responden juga memberikan
kontribusi terhadap penurunan skor insomnia lansia.
Selanjutnya hasil uji beda Wilcoxon Signed Rank Test pada tabel 6
menunjukkan selisih mean skor pre-test dan post-test kelompok kontrol
adalah 0,32 dengan nilai signifikansi 0,657. Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan atau tidak
bermakna antara skor pre-test dan post-test kelompok kontrol.
Penurunan skor insomnia yang tidak bermakna dari pre-test menuju
post-test pada kelompok kontrol karena memang pada kelompok kontrol ini
tidak diberikan intervensi apapun. Hasil skor insomnia dari para lansia
responden kelompok kontrol ini murni bergantung dari adanya perubahan dan
baik atau tidaknya faktor-faktor yang dapat menimbulkan dan menurunkan
gejala insomnia.
Faktor-faktor yang dimaksud seperti yang telah dibahas pada
pembahasan karakteristik responden adalah faktor sosiodemografi diantaranya
88
dapat
menyeimbangkan
atau
mengontrol
faktor-faktor
yang
89
90
juga didukung oleh hasil dari uji beda Independent Sample T-Test pada tabel 7
untuk melihat perbedaan selisih skor insomnia pre-test dan post-test antara
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa mean selisih skor pre-test dan
post-test insomnia tertinggi adalah pada kelompok perlakuan dengan nilai
signifikansi yaitu 0,001. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
bermakna atau signifikan pada selisih skor pre-test dan post-test antara
kelompok perlakuan setelah diberikan intervensi Dance Movement Therapy
dengan kelompok kontrol.
Selisih yang tinggi antara skor pre-test dan post-test skor insomnia ini
menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. Keadaan ini didapatkan dari
hasil post-test dimana kelompok perlakuan telah mendapatkan intervensi
mengenai gangguan tidur yaitu Dance Movement Therapy selama 1 bulan
dengan 4x pertemuan berturut-turut. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terapi
yang diberikan dapat memberikan hasil yang sesuai dengan hipotesis bahwa
Dance Movement Therapy dapat menurunkan skor insomnia pada lansia yang
mengalami gangguan tidur.
Mekanisme mengenai Dance Movement Therapy dapat menurunkan
insomnia telah dibahas pada paragraf-paragraf sebelumnya diantaranya
Dance/Movement Therapy dapat menjadi bentuk aktifitas fisik atau olahraga
bagi penderita insomnia. Dalam sebuah studi tentang terapi non farmakologi
bagi insomnia, disebutkan bahwa aktifitas fisik seperti latihan aerobik dengan
91
desain
quasy
experimental
dengan
92
93
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan
bahwa;
1. Dance/Movement Therapy dengan lagu dolanan jawa efektif terhadap penurunan
skor insomnia lansia pasca bencana.
2. Terjadi penurunan skor insomnia pada kelompok perlakuan setelah dilakukan
intervensi Dance/Movement Therapy dengan lagu dolanan jawa.
3. Terdapat penurunan atau perbedaan yang bermakna antara skor insomnia
sebelum dan sesudah dilakukan intervensi Dance/Movement Therapy dengan
lagu dolanan jawa pada responden kelompok perlakuan, dengan selisih mean
skor insomnia pre-test dan post-test kelompok perlakuan sebesar 5,00 dengan
nilai signifikansi 0,000 (p<0,05).
4. Tidak ada penurunan atau perbedaan skor insomnia yang signifikan pada
responden kelompok kontrol sebelum dan sesudah pengukuran dengan KSPBJ
IRS.
5.Melakukan Dance/Movement Therapy dengan lagu dolanan jawa dengan
pertemuan sekali dalam seminggu selama 1 bulan berturut-turut dengan durasi
60 menit dapat menurunkan skor insomnia lansia di Dusun Petung,
Desa/Kelurahan Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta.
B. Saran
1. Bagi Ilmu Kedokteran Jiwa
94
Penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan sebagai salah satu alternatif terapi
non farmakologi yang mudah dan aman bagi pasien yang mengalami gangguan
tidur terutama pada lansia.
2. Bagi Lansia
Memberikan masukan dalam pemberian terapi non farmakologi yang mudah
dan murah dalam menangani masalah gangguan tidurnya.
3. Bagi Puskesmas Wilayah Kepuharjo
Dance/Movement Therapy dengan lagu dolanan jawa ini dapat dijadikan acuan
untuk penanganan lansia yang mengalami gangguan tidur di wilayah kerja
puskesmas tersebut dengan menggerakkan para kader lansia yang telah ada.
4. Bagi Kader Lansia Desa Kepuharjo
Dance/Movement Therapy dengan lagu dolanan jawa ini selain dapat menjadi
terapi non farmakologi terhadap gangguan tidur juga dapat dijadikan program
kegiatan rutin yang menyehatkan untuk para lansia.
5. Bagi Peneliti Selanjutnya
Perlu dilakukan penelitian perbandingan efektifitas antara Dance/Movement
Therapy dengan terapi non farmakologi bagi insomnia yang lain seperti terapi
relaksasi otot progresif, pemberian terapi musik, senam lansia, cognitivebehaviour therapy terhadap skor insomnia atau derajat insomnia dengan
dilakukan dalam waktu yang lebih lama dari penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
American Dance Therapy Association . Dance / Movement Therapy. Diakses 4 April
2013, dari http://www.adta.org
Amir, N. (2011). Gangguan Tidur pada Lanjut Usia Diagnosis dan Penatalaksanaan.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/157_09GangguanTidurpdLansia.pdf/157_
09Gangguan/ tidurpdLansia.html diakses pada 12 Januari 2013.
Ardiyanti, D. (2003). Makna Teks Lagu Dolanan Jawa. Skripsi. Semarang: Jurusan
Bahasa dan Sastra Indonesia FBS UNNES.
95
Jakarta:
96
97
98
99
Stanley, M. & Beare, P.G. (2006) Buku Ajar Keperawatan Gerontik (2nd ed). Jakarta:
EGC.
Suyanto, Dwi Harjo. (2011). Korelasi Dukungan Sosial dengan Depresi pada
Survivor yang Tinggal di Rumah Hunian Sementara Desa Umbulharjo
Kecamatan Cangkringan Pasca Bencana Letusan Gunung Merapi Tahun 2010.
Tesis PPDS , Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran UGM,
Yogyakarta.
Tamher dan Noorkasiani. (2009). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Tao Xiang-Yu, MD, PhD., Xin Ma, PhD.(2008).The Prevalence of Insomnia, Its
Sosiodemographic and Clinical Correlates, and Treatment in Urban and Rural
Regions of Beijing, China: A General Population Based Survey. Beijing
Andang Hospital, Xicheng District, Beijing, China.
Tjepkema, Michael.(2005).Insomnia. Analytical Studies and Reports. Health Reports
Volume 17 Number 1.
Wolrd Health Organization. (2012). Definition of an older or elderly person.
Williams, K. & Susan K.(2008). Exploring Interventions to Reduce Cognitive
Decline in Aging. J Psychosoc Nurs Ment Health Serv.National Institute of
Healty 2010 May ; 48(5): 4251.
Wolkove N.,Osama E., Marc B., Mark P.(2007). Sleep Disorders Commonly Found in
Older People : Review. Canadian Medical Association or Its Licensors (176)9.
100
Usia
Jenis Kelamin
(......................)
101
NO RESPONDEN
:
DUSUN : ..
KELOMPOK :..
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Alamat
Pendidikan
Pekerjaan
: Sebelum Bencana :
Sesudah Bencana :
Status
mati *)
Jumlah anak
Kehilangan
: Harta
Keluarga :
Ternak
Penyakit Fisik
102
Nama
Umur
Jenis Kelamin
:L/P
Kelompok Responden
Petunjuk pengisian
Berilah tanda ( ) pada kotak atau nilai (score) yang anda pilih
Pertanyaan
1. Berapa jam jumlah tidur yang anda perlukan dalam sehari ?
0 : lebih dari 6 jam 30 menit ( > 6,5 jam )
1 : antara 5 jam 30 menit 6 jam 29 menit ( 5,5 jam 6,5 jam )
2 : antara 4 jam 30 menit 5 jam 29 menit ( 4,5 jam 5,5 jam )
3 : kurang dari 4 jam 30 menit ( < 4,5 jam )
2. Apakah anda bermimpi pada saat tidur ?
0 : tidak bermimpi
1 : kadang-kadang
2 : sering
3 : mimpi buruk
3. Bagaimana kualitas tidur atau perasaan anda setelah bangun tidur ?
0 : lelap, sulit untuk terbangun
1 : tidur nyenyak tetapi sulit terbangun
2 : tidur nyenyak tetapi mudah terbangun
3 : tidur tidak nyenyak dan mudah dibangunkan
4. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk memulai tidur ?
0 : kurang dari 5 menit ( < 5 menit )
1 : antara 6 29 menit
2 : antara 30 60 menit
3 : lebih dari 60 menit ( > 60 menit )
103
104
105
106
Orientasi :
a. Salam Perkenalan
1. Dibuka dengan salam dan bacaan Basmalah
2. Menjelaskan tujuan, tata tertib pelaksanaan kegiatan DMT
3. Mengisi daftar hadir
4. Menilai kondisi terakhir skor insomnia dan depresi dari peserta dengan
menggunakan kuesioner penilaian insomnia dan depresi sebagai pre test.
b. Kontrak
1. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu DMT untuk lansia
2. Menjelaskan jadwal kegiatan di setiap pertemuan sebelum memulai kegiatan
3. Menjelaskan tata tertib pelaksanaan kegiatan menari pada pertemuan pertama,
tata tertib berlaku untuk setiap pertemuan yaitu :
a) Setiap pertemuan peserta diwajibkan untuk mengisi daftar hadir.
b) Lama tiap sesi adalah 60 menit
c) Jika ada peserta yang akan meninggalkan kegiatan sebelum kegiatan selesai,
dimohon untuk memberi tahu instruktur.
Implementasi :
Durasi kegiatan 60 menit
Terdiri dari 3 tahapan yaitu :
1. Tahap Pertama atau Step I ( Mild Intensity ) durasi 20 menit
Dengan menggunakan iringan lagu :
a. Cublak-cublak suweng
b. Dondong opo salak
c. Gundul-gundul pacul
d. Jamuran
2. Tahap Kedua atau Step II ( Moderate Intensity ) durasi 20 menit
Dengan menggunakan iringan lagu :
a. Kodok Ngorek
b. Sluku-sluku batok
c. Tul jaenak
d. Mentok-mentok
3. Tahap Ketiga atau Step III ( Mild Intensity ) durasi 20 menit
Dengan menggunakan iringnan lagu :
a. Padang bulan
b. Suwe ora jamu
Dance/Movement Therapy ini dilakukan dengan durasi 60 menit setiap satu
kali seminggu selama 4 sesi / 4 kali dalam sebulan dan dengan rincian gerakan STEP
1 STEP 3 setiap pertemuan sebagai berikut :
Gerakan Tarian :
A. STEP I ( 20 MENIT )
1. Lagu Cublak- Cublak Suweng
107
Jenis gerakan
: Gerakan Pembuka / welcoming
Intro : Melenggangkan tangan (kombinasi kedua tangan di atas) dan kaki berjalan
di tempat
Lagu :
a. Merapatkan kedua tangan dan ayunkan kedua tangan diikuti gerakan
kepala kekanan dan kekiri kaki berjalan ditempat ( 8 X )
b. Mengayunkan tangan keatas dan kebawah secara bergantian diikuti
gerakan kepala dan mengangkat kaki secara beriringan.
2. Lagu Dondong Opo Salak
Jenis gerakan
: Pemanasan / warming up
Intro : Melenggangkan tangan (kombinasi kedua tangan di atas) dan kaki berjalan
di tempat
Lagu :
a. Jalan ditempat, mengayunkan pundak ke depan dan belakang.
b. Jalan ke samping kanan dan kiri dua langkah kemudian tangan diayunkan
membentuk lingkaran.
c. Tangan berkacak pinggang, kaki diayunkankan ke kanan dan kiri
3. Lagu Gundul-Gundul Pacul
Jenis gerakan
: Latihan kaki dan tangan / foot and hand exercise
Intro : Melenggangkan tangan (kombinasi kedua tangan di atas) dan kaki berjalan
di tempat
Lagu :
a. Melangkahkan kaki ke depan dan belakang secara bersilangan sedangkan
tangan berada di kepala.
b. Melangkahkan kaki ke depan kanan dan kiri diikuti gerakan tangan
membuka dan menutup
4. Lagu Jamuran
Jenis gerakan
: Latihan kaki dan tangan / foot and hand exercise
Intro : Melenggangkan tangan (kombinasi kedua tangan di atas) dan kaki berjalan
di tempat
Lagu :
a. Menekukkan tangan ke atas dan bawah diikuti kaki berjalan ke kanan dan
kiri masing masing dua langkah ( tangan bisa dikombinasi dangan
gerakan mengayun/ tangan berputar ).
b. Goyangkan pinggul kanan kiri diikuti dengan kaki yang digerakan ke
kanan dan kiri.
B. STEP 2 ( 20 MENIT )
1. Lagu Kodhok Ngorek
Jenis gerakan
: Koordinasi kaki dan tangan / foot and hand coordination
Intro : Melenggangkan tangan ( kombinasi kedua tangan di atas ) dan kaki berjalan
di tempat
Lagu :
108
109
110
c. Gerakan tangan seperti menebas dimulai dengan tangan kiri menuju kea
rah kanan kemudian bergantian dimulai dengan tangan kanan menuju
kea rah kiri kaki diam di tempat hanya pinggul ikut di putar ke kanan
dan kiri dan tumit diangkat ulangi gerakan tersebut sampai hitungan ke
-8
d. Posisikan kedua tangan di depan dada anda gerak-kan tangan anda naik
turun secara bergantian (seperti bertapa) diikuti gerakan tumit kaki yang
diangkat bergantian ulangi gerakan hingga hitungan ke -8
e. Ulangi gerakan a d hingga lagu selesai.
2. Lagu Suwe Ora Jamu
Jenis gerakan
: Menari berkelompok / group dance
Intro : Semua lansia membuat lingkaran besar dengan bergandeng tangan
Lagu :
a. Semua lansia berjalan ke depan menuju ke tengah berteriak HAI sambil
mengangkat tangan kemudian berjalan mundur menyebar dan berteriak
HAI sambil mengangkat tangan ( lakukan sebanyak 4x )
b. Semua lansia bergandeng tangan kaki saling diayunkan ke kanan depan
dan kiri depan secara bergantian ( ulangi sebanyak 8x )
c. Gerakan Hawaiian pergelangan tangan diayunkan ke kanan dan kiri
bergantian kaki dilangkahkan ke kanan dan kiri.
d. Ulangi gerakan a - c hingga lagu selesai
Terminasi :
1. Melakukan kontrak untuk pertemuan berikutnya dengan peserta.
2. Mengucapkan hamdalah bersama-sama dan salam setiap selesai kegiatan.
3. Di akhir rangkaian kegiatan menari untuk lansia selama 4x pertemuan, dilakukan
post test untuk menilai kondisi terakhir dari skor insomnia dan depresi peserta
dengan menggunakan kuesioner penilaian insomnia dan depresi.
111
112
Wanita
Percent
27
100.0
Valid Percent
100.0
Cumulative
Percent
100.0
Umur
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
60-74
17
63.0
63.0
63.0
75-90
10
37.0
37.0
100.0
Total
27
100.0
100.0
Pekerjaan
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
11
40.7
40.7
40.7
Petani
15
55.6
55.6
96.3
3.7
3.7
100.0
27
100.0
100.0
Pedagang
Total
Pendidikan
Frequency
Valid Tidak sekolah
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
17
63.0
63.0
63.0
SD
33.3
33.3
96.3
SMEA
3.7
3.7
100.0
27
100.0
100.0
Total
113
Status Menikah
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Menikah
10
37.0
37.0
37.0
cerai meninggal
17
63.0
63.0
100.0
Total
27
100.0
100.0
Keluarga
Sendiri
Total
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
20
74.1
74.1
74.1
25.9
25.9
100.0
27
100.0
100.0
Status Kesehatan
Frequency
Valid
Sehat
Punya sakit
Total
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
18
66.7
66.7
66.7
33.3
33.3
100.0
27
100.0
100.0
114
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
60-74
19
76.0
76.0
76.0
75-90
24.0
24.0
100.0
Total
25
100.0
100.0
Jenis Kelamin
Frequency
Valid
Percent
laki-laki
Valid Percent
Cumulative
Percent
20.0
20.0
20.0
perempuan
20
80.0
80.0
100.0
Total
25
100.0
100.0
Pendidikan
Frequency
Valid
tidak sekolah
SD
Total
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
17
68.0
68.0
68.0
32.0
32.0
100.0
25
100.0
100.0
Pekerjaan
Frequency
Valid
Petani
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
22
88.0
88.0
88.0
Dagang
8.0
8.0
96.0
Tidak bekerja
4.0
4.0
100.0
25
100.0
100.0
Total
115
Status Menikah
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
menikah
10
40.0
40.0
40.0
cerai meninggal
15
60.0
60.0
100.0
Total
25
100.0
100.0
Frequency
Valid
sendiri
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
36.0
36.0
36.0
keluarga
16
64.0
64.0
100.0
Total
25
100.0
100.0
Status Kesehatan
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
sehat
15
60.0
60.0
60.0
Punya
sakit
10
40.0
40.0
100.0
Total
25
100.0
100.0
116
Count
% within Kelompok
75-90
Total
19
36
63.0%
76.0%
69.2%
10
16
37.0%
24.0%
30.8%
27
25
52
100.0%
100.0%
100.0%
Count
% within Kelompok
Total
17
Count
% within Kelompok
kontrol
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity
Correctionb
Likelihood Ratio
Df
1.036a
.309
.514
.473
1.045
.307
.376
Linear-by-Linear
Association
1.016
N of Valid Casesb
52
.314
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
7,69.
b. Computed only for a 2x2
table
.237
117
2. JENIS KELAMIN
laki-laki
Count
.0%
20.0%
9.6%
27
20
47
100.0%
80.0%
90.4%
27
25
52
100.0%
100.0%
100.0%
Count
% within Kelompok
Total
Count
% within Kelompok
Total
% within Kelompok
perempuan
kontrol
Chi-Square Tests
Value
df
Pearson Chi-Square
5.974a
.015
Continuity Correctionb
3.895
.048
Likelihood Ratio
7.901
.005
.020
Linear-by-Linear
Association
5.860
N of Valid Casesb
52
.020
.015
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,40.
b. Computed only for a 2x2 table
3. PENDIDIKAN
118
SMEA
17
17
34
63.0%
68.0%
65.4%
17
33.3%
32.0%
32.7%
3.7%
.0%
1.9%
27
25
52
100.0%
100.0%
100.0%
Count
% within
Kelompok
Count
% within
Kelompok
Total
Count
% within
Kelompok
Total
Chi-Square Tests
Value
df
Pearson Chi-Square
.983a
.612
Likelihood Ratio
1.368
.505
Linear-by-Linear
Association
.560
.454
N of Valid Cases
52
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is ,48.
119
4. PEKERJAAN
Pekerjaan * Kelompok Crosstabulation
Kelompok
perlakuan
Pekerjaan
pedagang
Total
12
40.7%
4.0%
23.1%
15
22
37
55.6%
88.0%
71.2%
3.7%
8.0%
5.8%
27
25
52
100.0%
100.0%
100.0%
Count
% within
Kelompok
Count
% within
Kelompok
Total
11
Count
% within
Kelompok
kontrol
Chi-Square Tests
Value
df
Pearson Chi-Square
9.929a
.007
Likelihood Ratio
11.347
.003
8.294
.004
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
52
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
1,44.
120
5. STATUS PERNIKAHAN
Count
% within
Kelompok
Cerai
meninggal
10
10
20
37.0%
40.0%
38.5%
17
15
32
63.0%
60.0%
61.5%
27
25
52
100.0%
100.0%
100.0%
Count
% within
Kelompok
Total
Count
% within
Kelompok
Total
Chi-Square Tests
Value
df
Pearson Chi-Square
.048a
.826
Continuity Correctionb
.000
1.000
Likelihood Ratio
.048
.826
1.000
Linear-by-Linear
Association
.047
N of Valid Casesb
52
.526
.828
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,62.
b. Computed only for a 2x2 table
121
keluarga
Count
16
36
74.1%
64.0%
69.2%
16
25.9%
36.0%
30.8%
27
25
52
100.0%
100.0%
100.0%
Count
% within Kelompok
Total
Count
% within Kelompok
Total
20
% within Kelompok
sendiri
kontrol
Chi-Square Tests
Value
Asymp. Sig.
(2-sided)
df
Pearson Chi-Square
.618a
.432
Continuity Correctionb
.236
.627
Likelihood Ratio
.619
.431
Exact Sig.
(2-sided)
.551
Linear-by-Linear
Association
.607
N of Valid Casesb
52
.314
.436
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,69.
b. Computed only for a 2x2 table
122
7. STATUS KESEHATAN
Count
% within
Kelompok
Total
15
33
66.7%
60.0%
63.5%
10
19
33.3%
40.0%
36.5%
27
25
52
100.0%
100.0%
100.0%
Count
% within
Kelompok
Total
18
kontrol
Chi-Square Tests
Value
df
Pearson Chi-Square
.618a
.432
Continuity Correctionb
.236
.627
Likelihood Ratio
.619
.431
.551
Linear-by-Linear
Association
.607
N of Valid Casesb
52
.436
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
7,69.
b. Computed only for a 2x2 table
.314
123
124
Cumulative
Percent
Valid Normal
13
48.1
48.1
48.1
Ringan
25.9
25.9
74.1
Sedang
25.9
25.9
100.0
27
100.0
100.0
Total
DerajatInsomniaPosttest
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Valid Normal
27
100.0
100.0
100.0
36.0
36.0
36.0
Ringan
10
40.0
40.0
76.0
Sedang
24.0
24.0
100.0
25
100.0
100.0
Total
DerajatInsomniaPosttest
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Normal
24.0
24.0
24.0
Ringan
14
56.0
56.0
80.0
Sedang
20.0
20.0
100.0
25
100.0
100.0
Total
125
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
Inter
.098
27
.200*
.948
27
.193
Non
Inter
.172
25
.055
.914
25
.038
Mean
Perlakuan
27
8.8519
4.71253
.90693
Kontrol
25
9.9200
3.79605
.75921
F
PRETEST Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
1.324
Sig.
.255
df
tailed)
Mean
Error
Differenc Differenc
e
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
Upper
-.896
50
1.32742
-.903
49.091
1.30858
126
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
INTER
.224
27
.001
.886
27
.006
NON INTER
.184
25
.029
.874
25
.005
INTER
27
15.56
420.00
NON INTER
25
38.32
958.00
Total
52
Test Statisticsa
INTER_VS_N
ON
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2tailed)
a. Grouping Variable: KODE
42.000
420.000
-5.459
.000
127
Pretest
Statistic
Mean
8.8519
6.9876
Post
.90693
10.7161
5% Trimmed Mean
8.7942
Median
9.0000
Variance
22.208
Std. Deviation
Std. Error
4.71253
Minimum
2.00
Maximum
17.00
Range
15.00
Interquartile Range
8.00
Skewness
.126
.448
Kurtosis
-1.104
.872
Mean
3.8519
.25987
3.3177
5% Trimmed Mean
3.8354
Median
4.0000
Variance
1.823
Std. Deviation
4.3860
1.35032
Minimum
2.00
Maximum
6.00
Range
4.00
Interquartile Range
2.00
Skewness
.391
.448
Kurtosis
-.997
.872
128
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Statistic
Pre-Post
Perlakuan
df
Shapiro-Wilk
Sig.
.218
54
Statistic
.000
.851
df
Sig.
54
.000
11.74
246.50
Positive Ranks
1b
6.50
6.50
Ties
5c
Total
27
-3.901a
.000
129
Pretest
Statistic
Mean
9.9200
8.3531
5% Trimmed Mean
Post
9.9111
11.0000
Variance
14.410
3.79605
Minimum
4.00
Maximum
16.00
Range
12.00
Interquartile Range
.75921
11.4869
Median
Std. Deviation
Std. Error
7.00
Skewness
-.241
.464
Kurtosis
-1.176
.902
Mean
9.6000
.62716
8.3056
5% Trimmed Mean
Median
Variance
Std. Deviation
10.8944
9.6111
10.0000
9.833
3.13581
Minimum
5.00
Maximum
14.00
Range
9.00
Interquartile Range
4.00
Skewness
-.213
.464
Kurtosis
-.880
.902
130
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Statistic
KONTROL
df
Shapiro-Wilk
Sig.
.156
50
Statistic
.004
.924
df
Sig.
50
.003
11.73
152.50
10b
12.35
123.50
Ties
2c
Total
25
Test Statisticsb
POST - PRE
Z
Asymp. Sig. (2tailed)
a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
-.444a
.657
131
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
INTER
.094
27
.200*
.969
27
.574
NON INTER
.097
25
.200*
.955
25
.318
F
SELISIH
PRETEST
POSTTEST
PRLKUAN
KONTROL
Equal
variances .001
assumed
Equal
variances
not
assumed
Sig.
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
Upper
1.67825
6.57361
1.67535
6.57650
.970 3.386
df
Sig.
Std.
(2Mean
Error
tailed Differen Differe
)
ce
nce