Anda di halaman 1dari 12

Teras

20 PERBEDAAN ANTARA MICROFINANCE DAN CONSUMER FINANCE


Penting untuk mengetahui perbedaan penanganan di Mikro dan di konsumer
sebagai dasar untuk melanjutkan ke arah diskusi selanjutnya.
Karena ane sudah lebih dari 10 tahun mondar mandir di consumer finance,
maka kurang lebih Maaf kata, kayaknya lho ada 20 perbedaan antara
microfinance dan consumerfinance.
Berikut ini di sampaikan perbedaaan antara kredit konsumen dan mikro :
1. TOP UP
Kredit di mikro tidak harus mmerllukan debitur baru untuk menambah bade
portfolio nya. Ini berbeda dengan kredit konsume ryang mana diharuskan
untuk menambah debitur baru untuk menambah baki debet. Jika ada
kejadian penambahan kredit limit di kredit nsumen, jumlahnya pun akan
sangat sedikit.
Contoh :
Jika pedagang kelontong tokobnya membaik omzet maka yg diperluadalah
melakukan topup penambahan krredit dan sales lama diperlukan untuk
memproses aplikasi. Sedangkan untuk kredit motor atau kredit kartu, utk
penambahan kredit, maka yg dilakukan adalah menjual motor terlebih
dahulu dan mengajukan kredit baru. Komposisi top up di kredit mikro dapat
mencapai angka 70% spt yg terjadi di salah satu bank
2. MAINTENANCE STYLE
Pengelolaan debitur mikro dilakukan dengan cara penddekatan yang
personal terihadap nasabah dan menghindari penanganan bergaya kolektor
yang dilakukan untuk kredit konsumsi.
Contoh:
Pengelolaan pedagang di pasar yang tidak sesuai untuk digunakan dengqn
menggunakan cara kekerasan atau hard collection.
3. PENYEBAB TUNGGAKAN/KREDIT MACET
Dalam pasar mikro, yang menjadi penyebab debitur menunggak atau
memburuknya tingkat kredit macet adlah kebanyakan dikarenakan kasus
pada saaa akuisisi dan ini cenderung berbeda dengan yang ada di konsumer
yang tidak terlalu memperhatikan apakah sblmnya ini merupakan kasus atau
bukan.

Pengalaman dan data yang ada membuktikan bahwa dari total hasil review
yang dilakukan maka terlihat bahwa presentsi debitur yang bermasalah
adalah sebagian besar krn pola akuisisi yang salah.
4. FOKUS PEMBENAHAN
Dalam kredit konsumen, yang menjadi fokus pembenqhan adalah fokus
dibagian Collection jika terdapat pemburukan kualitas portfolio. Hal ini
berbda dengan krdit mikro dimana yang menjadi fokus pembenahana adalah
justru juga di bagian akuisisi kredit.
Fokus pembenahan di kredit mikro di akuisisi adalah dikarenakan dengan
berbedanya segmen yang dimasuki antara segmen mikro dan segmen
konsumer.
Pertama, Segmen produktif memerlukan tempat produksi atau tempat usaha
yang menjadi tempat nasabah melakukan peningkatan omset sehingga
nasabah tidak akan berpindah usaha hanya karena ia tidak mampu
membayar. Jika ia melakukan hal ini maka ia otomatis akan kehilangan
pengahasilan. Oleh karena itu, jika ada nasabah yang ingin menunggak,
maka memang dari awal yang bersangkutan sudah amempunyai niat utk
melakukannya, sehingq jelas bahwa verifikasi di awal menjadi sangat
penting akhirnya problem yang harus menjadii pembenahan adalah pada
saat akuisisi.
Kedua, tipikal nasabah kredit mikro yang lebih cendrung merupakan segmen
kelas bawah dan sangat bawah bukanlah tipikal yang tidak ingin membayar
krn edukasi mereka yang rendah semakin kecil utk sempat memikirkan cara
yang sengaja untuk menunggak.
Ketiga, kepercqyaan akan niat baik membuat mereka percaya akan karma
akan perbuatan buruk dan akibatnua jika tidak membayar hutang sehingga
jika memang ada yang menunggak maka disebabkan sebagian besar adalah
memang karena sedari awal sudah berniat melakukan penyewengan kredit.
Hal ini bisa terdeteksi pada saaat credit processing
5. STRUKTUR ORGANISASI
Di konsumer, segregation of duty ketat diberlakukan dimana organisasi
antara unit yang menangani sales terpisah dengan unit yang menangani
collection, hal ini dikarenakan bahwa segment debitur, pola akusisi dan
prosees kredit memang memungkinkan untuk dilakukan hal tersebut.
Dengan penerapan organsiasi terpola demikian maka unit sales dapat secara
optimal fokus pada penjualan sedangkan unit yg memproses kredit
memastikqn bahwa aplikasinyang dihasilkan sesuai dengan kebijakan yang

ada. Unit collection memastikqn bahwa jika aplikasi tersebut sdh disetujui
dan kemudian menunggak maka debitur tetap dapat melakukan pembyaran.
Cara penetrasi pasar yang cendrung jual putus juga tidak memungkinkan
dibuat organisasi yang sama antara sales dan collection. Pada saat di
consumer finance, seorang sales dapat saja membuat appointment untuk
nantinya dicairkan tanpa harus berada dekat dengan dbitur, bahkan saat ini
banyak sekali penawaran lewat sms sehingga tentu relationship sangat
tidak diperlukan setelah ia menjadi nasabah bank. Jarak antara sales dan
debitur bisa saja sangat jauh dan ini tidak memungkin dibuat organisasi dan
pelaku yang sama antara sales dan collection. Management akan lebih
mengarahkan strategi zoning area collection dimana debitur setelah
dibooking akan dikelompokkan berdsarkan zone pengerjaan yang nantinya
akan ditangani oleh individu atau orang tertentu.
Kolektor tidak harus diskusi dengan penjual mengenai debitur yang akan
atau mulai macet. yang harus dilakukan adalah mem-penetrasi debitur
dengan berbagai cara sehingga pola strategi Collection harus efektif dan
efisien sehingga daripada itu maka bentuk organisasi yang cocok adalah
terpisah antara Collection dan Sales-nya
Berbeda dengan di Mikro, yang mana memerllukan relatioship yang harus
sangat-sangat baik untuk menjaga kualitas booking berikutnya menjadi lebih
baik dan juga pengelolaan akan dikembalikan ke unit. Seorang petugas bank
di mikro harus memiliki cara agar debitur
6. CARA PEMBAYARAN
Dipickup up utk mikro dan fokus di situ sedangkan konsumen lebih fokus ke
transfer dan atm. Hal ini terjadi karena beberapa hal :
a. debitur kredit mikro adalah debitur yang mudah untuk meninggalkan
tempat usahanya hanya untuk melakukan pembayaran ke bank . Waktu bagi
mereka sangat berharga dan kemudahan transaksi untuk dipickup lebih
penting daripada harus bank untuk membayarkan angsuran.
Debitur consumer finance bisa punya waktu untuk meninggalkan tempat
kerja karena ada jam waktu istirahat atau selepas pulang bekerja
b. Relatioship bagi kredit mikro sangatlah penting sehingga petugas bank
malah diwajibkan untuk mengunjungi nasabah setelah cair dengan harapan
untuk memastikan bahwa tidak terjadi sesuatu setelah kredit dicairkan, bisa
melakukan top-up atau melakukan referral nasabah lain karena konsep
mikro adalah kkomunitas, bukan individual basis seperti di consumer
finance.

Hal ini berbeda dengan debitur consumerfinance, yang ya.. mungkin saja
mereka juga lebih memilih untuk dipickup namun bank tidak akan repotrepot untuk menyediakan jasa pickcup harian.
c. Dengan pickup harian, maka noble purpose utk kredit mikro dapat
tercapai yaitu untuk meningkatkan tingkat taraf hidup dengan menyisihkan
sebagian uang debitur selain untuk angsuran juga untuk menabung.
Hal ini berbeda jauh sekali dengan kredi konsumsi dimana tidak ada noble
purpose untuk menabung karena penghasilan debiturnya juga mungkin
sudah dipotong untuk dpindahkan ke rekening khusus tabungan lain pada
saat gajian
7. ZONA KERJA
Zona kerja pegawai yang ada di mikro berbeda dengan zona kerja yang ada
di konsumer. Tidak diperlukan kedekatan pegawai dengan debitur.
Zona kerja kredit mikro tidak lebih tidak mengenal waktu dan hari. Debitur
kredit mikro lebih jauh heterogen daripada kredit konsumsi dalam kaitannya
dengan waktu kerja dan hari kerja untuk melakukan kunjungan menyapa
mereka. Mereka ada di pasar, di laut, di toko, di pinggir jalan, dan tempat
lainnya. Tempat dan waktu kerja itu wajib di catat karena pada saat dan di
mana itu sangat penting bagi petugas bank yang akan nantinya menjalankan
silaturahmi dengan debitur mikro.
Ini berbeda dengan pola kredit konsumsi, yang mungkin juga mengenal
tempat dan waktu tersebut, namun bukan dalam rangka silaturahmi karena
tiada perlu silaturahmi oleh petugas sales setelah cair, sehingga yang ada
adalah kunjungan dalam rangka penagihan angsuran
8. POLA REKRUITMEN
Karena zona kerja yang berbeda tersebut maka rekruitmen calon pegawai
mikro akan berbeda dengan rekruitmen untuk pegawai konsumen.
Pegawai mikro harus datang dari local hired staff yang memang nantinya
berguna untuk banyak hal :
a. Untuk memudahkan silaturahmi dengan penduduk sekitar
b. Untuk mengetahui kondisi potensi wilayah tempat kredit mikro tersebut
c. Untuk mengetahui kondisi psikologis wilayah

Salah satu kunci sukses dari kredit mikro dari BRI adalah bahwa pegawai
yang direkruit punya jarak tempuh tidak lebih dari 5 KM dari unit/cabang
mikronya.
Hal ini berbeda dengan untuk pegawai kredit konsumsi, yang tidak
memeerlukan local staff, bahkan penjualan pun dapat dilakukan via pasukan
telesales yang ada di satu tempat ataupun melalui sms blast atau dapat juga
melalui brosur yang letaknya jauh ataupun dapat melalui iklan di koran yang
tidak mengenal jarak, karena memang sistem penjualannya adalah jual
putus dan tidak diperlukan silaturhmi setelah kredit dicairkan. Dengan
demikian, local staff tidak mutlak diperlukan jika dibandingkan dengan local
staff untuk kredit mikro.
9. LOCAL KNOWLEDGE
Mikro lebih mementingkan local knowledge dan knowledge di sekeliling
nasabah sedangkan konsumer pun tidak masalah jika harus melakukan
penjualan lewat sms banking.
Local knowledge mempunyai peran sangat penting di Mikro, dibandingkan
dengan kredit konsumsi. Local knowledge yang diabaikan menjadikan
hubungan silaturahmi antara petugas bank dengan debitur dan
lingkungannya menjadi renggang sehingga potensi pertumbuhan kredit di
tempat itu lama kelamaan akan mati dengan sendirinya dan petugas pun
akan kesulitan untuk melakukan aktifitas penagihan nantinya pada saat
salah satu debitur apalagi kelompoknya mengalami masalah.
Ke-lokal-an itulah yang akan sangat butuh waktu untuk pesaing baru kredit
mikro untuk masuk ke dalam bisnis mikro karena kedekatan dan ke-lokal-an
petugas bank terhadap daerahnya adalah faktor penting kesuksesan kredit
mikro.
Hal ini berbeda dengan kredit konsumi. Contohnya adalah untuk kredit
automotif. Dalam kredit automotif, yang menjadi kunci sukses adalah
hubungan dan knowledge yang penting mengenai dealer otomotif yang ada
dan tidak peduli lingkungan di sekitar dealer itu seperti detailnya apa. Ini
berlaku juga untuk dealer elektronik atau channel lain di kredit konsumsi yg
tidak perlu mengandalkan local knowledge dalam menambah volume
pertumbuhan.
10. APPROVAL RATE
Approval rate di mikro jauh lebih tinggi daripada di konsumen. Hal ini karena
perbedaan proses kredit antara kredit mikro dan konsumer.

Proses kredit di mikro jauh lebih sederhana, cepat dan mudah karena
pesaing mikro juga menerapkan hal yang sama, sehingga pengukuran
proses dan approval ratenya pun lebih sederhana. Approval rate akan jauh
lebih tinggi karena semua proses dijalankan di unit/cabang mikro bukan di
sentralisasi. Waktu TAT proses juga lebih mudah krn dokumen bisa jadi
diproses lengkap terlebih dahulu baru dijalankan proses kredit. Dengan
konsep dijalankan terlebih dahulu tersebut maka tentunya approval rate
jauh lebih tinggi.
Ini berbeda dengan kredit konsumsi dimana proses kredit dilaksanakan di
tempat yang terpisah dengan unit bahkan sering terpisah kali adalah
tersentralisasi di wilayah tertentu dan pengukuran SLA dilakukan secara
lebih ketat karena akan mempengaruhi penjualan jika terjadi SLA yang tidak
sesuai dengan target. Approval rate nyapun dihitung dengan lebih detail
karena jelas ada proses start and end yang jauh lebih tegas sehingga
approval rate dapat dihitung.
11. PENEMPATAN ANALYST
Mikro tidak perlu analist yang disEntralisasi di region ataupun area tertentu,
karena dengan analyst yang ditempatkan di area tertentu maka analyst
terseBut akan kehlilangan local aknowleldge dan skill dari daerah yang
dianalisanya.
12. INTEGRITAS/NURANI
Walaupun dengan kriteria yang relatif jauh lebih longgar daripada kredit
konsumer, namun kredit mikro tetap dapat mempertahankana kualitas
sesuai dengan standar yang ada di industri pembiayaan mikro.
Dengan yield yg tinggi, di kisaran 1.5% s.d 2.5% perbulan atau 20% s.d
30% pertqhun maka NPL dapat dibuat lebih tiniggi
Kiat sederhana yang dilakukan oleh pimpinan bisnis mikro adalah
meningkatkan kesadaran akan esensi kredit mikro dengan fokus di level
pimpinan unit dan juga pentingnya hati nurani dalam memutus kredit mikro.
Kasus terkait penyimpangan kredit mikro dilakukan oleh pimpinan unit
sebagai aktor utama pelaku penyimkpangan tersebut, bukan staff di unit
ataupun petugas lapangan.
Ini sejalan dengan telaahan bahwa utk menjaga kualitas kredit mikro, maka
yanga harus dijaga adalah di proses aplikasi krdit yang hanya memakan
waktu makzimal 5 hari kerja namun bisa berimbas selama minimal 3 tahun
tenor ataupuntahunan jika kredit tersebut bermasalah.

13. SALES APPROACH


Konsumen adalah jual putus. Salesnya bisa jualan lewat SMS blast, lo.
14. DEBITUR = KOMUNITAS
Kredit mikro terikat erat dengan komunitas.
15. COLLECTION TYPE
Mengenal 3 tahap penagihan : soft, medium dan hard collecltion
Mikro juga kenal 3 tahap penagihan : maintenance, restru an penyelesaian
16. PRILAKU DEBITUR
Debigur mikro menunggu usahanya di rumah ataupun toko ataupun tempat
usahanya sedangkan debiturkonsumer lebih cenderung mempunyai
penghasilan tetap yang kerjanya tetap di kantor.
Prilaku dipagi hari berbeda antara debitur mikro dan debitur konsumer
sehingga akan mempengaruhi cara vereifikasi, danpengelolaan debitur.
17. PRILAKU BER-HANDPHONE
Orang mikro suka berganti nomor handphone
18. CARA SETOR
Cara setor debitur mikro adalah harian, 2-3 hari secara berkala dan
mingguan
20. FUNGSI SALES SEKALIGUS KOLEKTOR
Di consumer collecltion, seorang sales akan hanya berfungsi sbg penjual
tanpa perlu melakukan aktifitas maintenance atau pengelolaan ataupun
pembinaan terhadap nasabah yang sudah di lakuka booking.
Ini berbeda drngan yang ada di kredit mikro dimana seorang petugas sales
juga berfungsi sebagai pembina debitur. Pembinaan debitur dilakukan
dengan banyak cara dan metode.
Pembinaan ini juga nantinua berfungsi sebagai media atau pun channel
untuk melakukan penjagaan kolekeyibilitas dari debitur, prnambahan kredit
limit, ataupun referensi untuk mencari nasbah baru.
21.JENIS KREDIT
Secara defini, krewdit mikro berbeda dengan kredit konsumsi. Kredit mikro
lebih dekat dengan kredit produksi sdgkan kredit konsumen lebih dekat
dengan kredit konsumsi.

Penggunaan uang yang dicairkan oleh bank kepada debitur akan berbeda
antara segemen kredit mikro ataupun kredit konsumsi. Walaupun
Keterangan :
a. Selalu saja ada anomali ataupun kelompok kecil di masing-masing
variabel perebedaan namun yang dipakai dalam telaah ini adalah
kecendrungan atau fokus kebiasaan debitur di mikro atau konsumen

Tsivyka Says:
July 27, 2014 at 1:34 pm | Reply
Terima kasih Pak Dupi atas masukannya, ada yang mau saya tanyakan
tentang penjelasan diatas.
1. Top Up, (top up disini dipersempit limit lebih tinggi dari limit sebelumnya)
setuju banget pak untuk nasabah micro untuk peningkatan top up dari
portofolio yang ada bisa menembus angka 70% mungkin juga bisa lebih,
1.a. untuk nasabah yang mempunyai rasio kemampuan bayar masih sama
ketika pada saat ybs mengajukan kredit hingga waktu ybs termasuk debitur
yang bisa di top up (bukan refill ya pak) sedangkan dari sisi agunan nilainya
sama atau bisa di anggap lebih tinggi dari limit top up yang diajukan.
1.b untuk nasabah yang mempunyai rasio kemampuan bayar meningkat
lebih tinggi dari pada saat ybs mengajukan limit awal (cukup untuk limit top
up yang diharapkan, atau bahkan lebih) sedangkan dari sisi agunan nilai
agunan kurang bahkan kalau pun limit kembali ke semula nilai jaminan
menyusut dengan berjalannya waktu yang ada.
menurut kesimpulan bapak ? dilihat dari segi ketentuan yang ada dan dilihat
dari sisi bisnis, dan kesimpulan mana yang akan bapak ambil.
2. Penyebab NPL (saya ubah ya pak Penyebab Tunggakan)
bapak disini mejabarkan bahwa terjadinya gagalnya pembayaran angsuran
di karenakan akusisi yang salah, 100% saya setuju pak, yang saya mau
tanyakan ketika proses sudah dijalankan dengan keadaan yang sunguhsunguh sangat idealis berapa % tingkat resiko kegagalan dan pertumbuhan
portofolio bisnis yang ada, berdasarkan mikro dan konsumer ya pak

3.Collection Type
berdasarkan informasi yang bapak paparkan tahap penagihan mikro :
1.maintenance, 2.restru dan 3.penyelesaian
3.1. untuk maintenace setuju baget Relationships harus terbina disini.
3.2 untuk restru, tingkat resiko juga cukup aman, mengolah data base dan
kalkulasi berdasrkan keadaan debitur yang ada .
3.3 untuk penyelesaian nih pak cara bisa dipaparkan lebih dalam,apa disitu
termasuk dlm penagihan dengan type soft, medium atau hard, dan dilihat
dari sisi portfolio deb masih cukup besar di banding dengan limit awal yang
diterima deb. dan bila
3.3.1 nilai agunan tidak mengcover
3.3.2 nilai agunan mengcover, untuk ini hingga berapa lama waktu tersebut
bisa diselesaikan bila kita hitung berdasarkan bulan bila instansi tersebut
swasta ataupun plat merah,

Mohon penjelasan atas perhatiannya saya ucapakan Terima kasih Pak Dupi

dupi Says:
July 30, 2012 at 6:16 am | Reply
Terima kasih atas masukannya yg sgt berharga. Memang dmkn tujuan dari
situs ini dibentuk. Utk menjadi tempat silaturahmi dan saling memberi
masukan sehingga saling share dpt terjalin.

1. Top Up.
Ya, betul. Top up mrpkn ciri khas pembiayaan mikro yg membedakannya
dgn kredit konsumsi. Namun pelaksanaannya di lapangan dpt menjadi
bumerang utk mikro sendiri.

Asas utama adalah tetap mengacu pada kondisi kemampuan membayar


debitur yg konsisten, alias capacity. Kejelian melihat kondisi inilah yg
seharusnya segera diserap oleh tim pembuat kebijakan krn sebenarnya
kebijakan dibuat utk dilaksanakan nantinya, bukan dihindari.Kebijakan yg
mengharuskan debitur harus menjalani masa sekian bulan sebelum ditop-up
adalah salah satunya.

Kebijakan top-up dibuat utk beberapa hal :


A. Sebagai fungsi pengaman dari kebijakan yg diberikan dan menghindari
efek negatif dari implementasi di lapangan

B. Sebagai media sharing best practise dari satu tempat yg mempunyai


inisiatif bagus dan bisa diaplikasi di lapangan.

C. Sebagai media pengarah visi bisnis sesuai masa depan yg nantinya


mudah dan dpt diimplemtasi di lapangan nantinya.

Kebijakan mengenai top-up harus dibuat cukup fleksibel dgn memberikan


bermacam varian utk melakukan top-up dgn tetap menjaga kebijakan
berdasar pd hal-hal manajemen resiko yg baik.

Keadaan lapangan di mikro yang sangat heterogen dgn jangkauan yg sangat


jauh mewajibkan kebijakan yang sangat fleksibel. Ketidak fleksibelan dan
minimnya variasi top-up menjadi salah satu penyebab mengapa banyak topup yg dijalankan dgn cara yg krg benar. Tim lapangan hanya berfungsi
sebagai eksekutor. Utk mencari debitur, semakin lama, semakin sulit,
sehingga jika varian top-up sedikit, maka yg terjadi adalah top-up yg
dieksploitasi sehingga menjadi bumerang bagi bisnis mikro itu sendiri.

Tantangan terus ada ke depan dan sepertinya top-up dapat menjadi pisau
bermata dua jika tidak diatur secara prima.

2. Tingkat kegagalan
Tingkat kegagalan setiap segmen mempunyai pola masing-masing. Tingkat
kegagalan untuk segmen kredit produksi berbeda dengan konsumsi. Sedang
untuk segment mikro berbeda pula jika lembaga keuangan tersebut bermain
di limit s.d 100 juta atau jika limit produknya bisa s.d 500 juta.

Namun tingkat kegagalan tersebut dapat disimbolkan kan dan disebut


sebagai tingkat kredit macet atau bermasalah atau non performing loan
(NPL). Tingkat NPL setiap lembaga institusi bisa berbeda. Namun jika ditarik
angka umum, maka 2% dapat disebut sebagai angka yang wajar mengacu
pada bank perintis yang telah lama ada. Sedangkan untuk bank-bank baru,
angka tersebut bisa bervariasi. Untuk bank dengan pertumbuhan bisnis yang
tinggi, angka dibawah 3%-4% sudah cukup untuk menjaga tingkat resiko.

Angka tersebut sendiri bukan merupakan acuan karena setting angka NPL
tidak lepas kaitannya dengan berapa Credit Cost atau Cost of Credit yang
harus diatur dalam rencana keuangan bank atau lembaga keuangan
tersebut. Bisa saja angka 4-5% adalah angka yang wajar karena memang
rencana bisnis dan keuangan mikro bank bersangkutan memang
menghendaki demikian.

3. Collection
Melakukan penyelesaian dengan menggunakan agunan memang menarik.
Namun satu hal yang dapat menjadi acuan terkait agunan adalah bahwa
agunan adalah tools/alat namun bukan menjadi hambatan dan bukan pada
fokus utama.

Mari kita fokus bukan pada agunan namun fokus pada usaha kerja keras
debitur utk melunasi tunggakan. Dengan fokus pada debitur, maka agunan
hanya akan menjadi tools, bukan fokus utama. Jika setiap usaha
penyelesaian harus mengacu pada harga agunan, maka kita terjebak pada
agunan sebagai fokus.

Mungkin saja debitur tersebut mempunyai agunan yang tidak meng-cover


pelunasan. Namun debitur tersebut mempunyai itikad baik. Jadi yang perlu
dilakukan pertama kali adalah melakukan mapping terhadap kondisi debitur
kelolaan. Pastikan untuk menumbuhkan semangat menyelesaikan dari
setiap debitur.

Jika agunan tidak meng-cover maka perlu tambahan negosiasi dan bantuan
dari pihak debitur untuk menyelesaikan permasalah dan tunggakan secara
lunas. Jika agunan meng-cover, maka sedapat mungkin debitur
ditumbuhkan niat untuk melakukan penyelesaian atas kemauan sendiri,
tanpa melalui bantuan pihak lain apalagi balai lelang. Apalagi untuk bank
plat merah, lelang sulit utk dilakukan dengan berbagai prosedur dan
concern yang ada. Sehingga jelas bahwa fokusnya adalah bukan ke
agunan, namun ke arah itikad baik debitur

Anda mungkin juga menyukai