Topik
: GAP KOMUNIKASI
Kelompok
:D
Tanggal Diskusi
: 7 April 2015
Pembimbing
Penyusun :
No
Nama
NIM
DeaSyarafina P.W.
Lisa Rosullia
AfrizalErviyansyah
Anita Firdausi
M. Egiarta Bimarahmanda
Sugandi Mastia Anugrah
Nafilah Karimah
Bilqis Inas Nur Hanifah
Santri Khumairo Jelita
Bhetari Dwitya Dhinugrahini
Ni Putu Clara Pita Loka
Mariera Anisa
Hazimi Bin Ismail
Natasya Radityarini
021411131034
021411131035
021411131036
021411131037
021411131038
021411131039
021411131040
021411131041
021411131042
021411131043
021411131044
021411133017
021411133019
021411133020
.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Dari beberapa pendapat dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan
bahwa pengertian konsep diri adalah cara pandang secara menyeluruh tentang dirinya,
yang meliputi kemampuan yang dimiliki, perasaan yang dialami, kondisi fisik dirinya
maupun lingkungan terdekatnya
Memiliki konsep diri yang negatif dapat mengakibatkan seseorang selalu memiliki
pikiran negatif terhadap orang lain. Konsep diri negatif sangat merugikan bagi
pemiliknya, karena dapat mengurangi open area terhadap orang lain di ingkungannya.
dalam Hafied Cangara (1998:20) Komunikasi didefinisikan sebagai proses di mana suatu
ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk
merubah tingkah laku mereka. Sedangkan menurut Arni Muhammad (2005:5)
Komunikasi dedefinisikan sebagai Pertukaran pesan verbal maupun non verbal antara si
pengirim dengan si penerima pesan untuk mengubah tingkah laku.
Dapat disimpulkan bahwa komunikasi sebagai suatu proses pengiriman dan
penyampaian pesan baik berupa verbal maupun non verbal oleh seseorang kepada orang
lain untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun
tidak langsung melalui media. Komunikasi yang baik harus disertai dengan adanya
jalinan pengertian antara kedua belah pihak (pengirim dan penerima), sehingga yang
dikomunikasikan dapat dimengerti dan dilaksanakan.
2.2.1 Psikologi Komunikasi
Komunikasi dan Psikologi adalah bidang yang saling berkaitan satu sama lain,
terlebih sama-sama melibatkan manusia. Komunikasi adalah kegiatan bertukar informasi
yang dilakukan oleh manusia untuk mengubah pendapat atau perilaku manusia lainnya.
boleh
ditujukan
untuk
memberikan
informasi,
menghibur,
atau
disimpulkan
bahwa
komunikasi
interpersonal
merupakan
proses
penyampaian informasi, pikiran dan sikap tertentu antara dua orang atau lebih yang
terjadi pergantian pesan baik sebagai komunikan maupun komunikator dengan tujuan
untuk mencapai saling pengertian, mengenai masalah yang akan dibicarakan yang
akhirnya diharapkan terjadi perubahan perilaku.
Melakukan komunikasi interpersonal dengan baik akan menghasilkan umpan
balik yang baik pula. Komunikasi interpersonal diperlukan untuk mengatur tata krama
pergaulan antar manusia, sebab dengan melakukan komunikasi interpersonal dengan baik
akan memberikan pengaruh langsung pada struktur seseorang dalam kehidupannya
(Cangara, 2006). Komunikasi interpersonal dalam keluarga sangat penting karena dengan
adanya komunikasi interpersonal antar sesama anggota keluarga maka akan tercipta
hubungan yang harmonis dan dapat diketahui apa yang diinginkan dan yang tidak
diinginkan oleh salah satu anggota keluarga. Yang dimaksud dengan komunikasi
interpersonal dalam keluarga yaitu hubungan timbal balik antara anggota keluarga untuk
berbagi berbagai hal dan makna dalam keluarga. Tujuan dari komunikasi interpersonal
dalam keluarga yaitu untuk mengetahui dunia luar, untuk mengubah sikap dan prilaku.
Oleh karena itu dengan melakukan komunikasi interpersonal yang baik diharapkan
perkembangan pemahaman moral akan berjalan baik pada seorang remaja. (Widjaya,
2000).
tetapi sebaliknya harus dapat mengetahui perasaan, kesukaan, nilai, sikap dan
perilaku orang lain.
3. Perilaku Sportif
Komunikasi interpersonal akan efektif bila dalam diri seseorang ada perilaku
sportif, artinya seseorang dalam menghadapi suatu masalah tidak bersikap
bertahan (defensif).
BAB 3
KERANGKA KONSEP
GAP KOMUNIKASI
FAKTOR
PASIEN:
- Kebutuhan
- Ekspektasi
CARA MENGATASI
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Penyebab Gap Komunikasi
Komunikasi yang baik antara dokter dan pasien sangat diperlukan karena
komunikasi merupakan salah satu kunci keberhasilan dokter dalam upaya pelayanan
medis. Jika komunikasi yang terjalin antara dokter dan pasien tidak terjalin dengan baik,
maka dapat menimbulkan kendala maupun perselisihan dalam upaya penanganan medis.
Dalam hal ini komunikasi yang dilakukan oleh dokter dan pasien tidak hanya
komunikasi secara verbal dengan cara lisan maupun tulisan, tetapi juga mencakup
komunikasi non verbal dengan ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan sebagainya. Seorang
dokter yang memiliki kemampuan komunikasi baik akan mudah dalam menciptakan
hubungan interpersonal dengan pasien, dapat menggali informasi yang dibutuhkan
secara tepat dari pasien, berkaitan dengan rencana perawatan medis yang akan dilakukan
maupun dalam pengambilan suatu keputusan medis.
Efektifitas komuniksi yang baik antara kedua belah pihak akan berdampak pada
kesehatan yang lebih baik, kenyamanan, kepuasan pada pasien, dan penurunan resiko
malpraktik, serta perselisihan atau sengketa yang terjadi antara dokter dan pasien. Salah
satu anggota Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), dr. Khie Chen yang
dikutip (Dianne Berry, 2007:27) mengemukakan bahwa terjadinya sengketa medis lebih
sering disebabkan kesenjangan persepsi antara dokter dan pasien. Pada sisi lain, pasien
dan keluarga merasa kurang puas dengan proses atau hasil pengobatan yang dilakukan,
sedangkan pada sisi lain, dokter dan pihak rumah sakit merasa sudah melakukan
pengobatan secara optimal. Sengketa medis ini terjadi karena adanya perbedaan persepsi
antara dokter dan pasien mengenai penyakit, adanya ekspektasi yang berlebihan dari
pasien terhadap dokter, adanya perbedaan bahasa, makna pesan, dokter dengan pasien,
dan atau ketidaksiapan dokter untuk menjalin komunikasi yang empatik.
Kemampuan dokter untuk menciptakan hubungan interpersonal yang baik
dengan pasien dapat menimbulkan kedekatan dengan pasien. Ketika kedekatan itu
terjalin dan pasien merasa nyaman maka akan timbul rasa kepercayaan dari pasien
sehingga pasien akan terbuka untuk menyampaikan informasi mengenai dirinya secara
tepat untuk menunjang dokter dalam melakukan rencana perawatan medis kepada
pasien. Kepercayaan pasien kepada dokter adalah hal yang sangat penting. Tingkat
kepercayaan dan keyakinan pasien kepada dokter akan meningkat dengan signifikan jika
dokter menciptakan komunikasi yang baik. Seorang pasien biasanya akan sembuh
setelah berobat kepada dokter jika tiga hal berikut ini terpenuhi, yaitu: dokter cukup
pintar (memiliki pengetahuan) dan berpengalaman untuk mendiagnosis serta mengobati
penyakitnya, semua harapan pasien atas penyembuhan penyakitnya (expectation values)
dapat terpenuhi, dan pasien memiliki kepercayaan bahwa dokter yang mengobatinya
mempunyai kemampuan untuk menyembuhkannya (Hartono, 2006). Sering pula pasien
belum pernah bertemu dengan dokter, namun ia sudah percaya bahwa dokter yang
menangani pasti akan menyembuhkannya. Kepercayaan tersebut dapat timbul karena
dokter tersebut dikenal memiliki track record yang baik dalam menangani pasien,
berperilaku baik, dan dapat melakukan komunikasi yang baik kepada pasien sehingga
menimbulkan rasa percaya pasien untuk menyerahkan sepenuhnya kepada dokter.
Permasalahan yang terjadi pada topik diskusi ini adalah timbulnya gap komunikasi
antara dokter dengan pasien. Berdasarkan hasil diskusi kelompok kami, gap komunikasi
yang timbul disebabkan karena kurangnya rasa kepercayaan antara dokter dengan pasien.
Dalam hal ini dokter kurang dapat menciptakan hubungan interpersonal yang baik
dengan pasien sehingga tidak terjadi kedekatan antara dokter dan pasien yang
menyebabkan timbulnya rasa kurang percaya. Untuk menciptkan hubungan interpersonal
yang baik, dokter harus dapat menyesuaikan dan memahami karakteristik pasien, dalam
kasus ini pasien yang ditangani adalah wanita muda berusia 25 tahun dengan keluhan
gigi anteriornya yang patah.
Hubungan interpersonal yang baik dapat dicapai dengan melakukan komunikasi
yang baik dengan pasien. Komunikasi ini mencakup komunikasi verbal dan non verbal
untuk menimbulkan kepercayaan pada pasien bahwa tindakan yang dilakukan dokter
adalah tindakan yang terbaik. Dokter harus dapat memberikan informasi secara lengkap
dengan bahasa yang mudah dimengerti pasien, jika perlu penyampaian informasi
ditunjang dengan gadget atau media lain sehingga dapat dengan mudah diterima pasien
dan pasien dapat percaya. Ketika informasi yang dijelaskan oleh dokter tersampaikan
dengan baik kepada pasien maka akan menimbulkan rasa kepercayaan pasien kepada
dokter untuk menyerahkan sepenuhnya kepada dokter dalam menangani masalahnya.
Dokter harus benar-benar menyampaikan informasi secara lengkap misalnya dokter
dari
asas
hukum
perjanjian
berfungsi
sebaga
pemenuhan
asas
perjanjian sudah terjadi. Kedua belah pihak sudah terikat sejak tercapainya
kesepakatan, untuk memenuhi kewajiban yang timbul dari perjanjian tersebut dan
memperoleh hak haknya sesuai dengan perjanjian atau menurut ketentuan hukum
yang berlaku.
Bahder Johan (Hukum Kesehatan, Pertanggungjawaban Dokter, 2005:11)
mengemukakan Objek dari perjanjian ini adalah berupa upaya atau terapi untuk
penyembuhan pasien. Menurut hukum, objek dalam perjanjian dalam trasaksi
terapeutik bukan kesmbuhan pasien, melainkan mencari upaya yang tepat untuk
kesembuhan pasien. Sementara itu Adami Chazawi (Malpraktik Kedokteran,
2007:44) mengemukakan Kontrak terapeutik antara dokter-pasien bukan termasuk
perjanjian resultaats karena objek perjanjian bukan hasil pelayanan medis oleh
dokter, tetapi tingkah laku atau perlakuan pelayanan medis yang dilakukan oleh
dokter. Perikatan hukum dokter-pasien oleh pakar hukum dimasukkan dalam jenis
perikatan yang disebut inspanningsverbintenis yaitu suatu perikatan dimana dokter
menjanjikan suatu upaya atau usaha yang terbaik sesuai dengan bidang keahliannya
untuk melakukan serangkaian tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk
penyembuhan dan pemulihan kesehatan pasien.Ukuran upaya yang terbaik dalam
hubungan ini adalah sesuai dengan standar profesi, standar prosedur operasional,
kebutuhan medis pasien, dan standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.
4.2.2
komunikasi yang tidak dapat dihindari dalam kegiatan kesehatan atau klinikal. Pasien
datang merobat menyampaikan keluhannya, didengar, dan ditanggapi oleh dokter sebagai
respon dari keluhan tersebut. Seorang pasien yang datang berobat memiliki harapan akan
kesembuhan penyakitnya, sedangkan seorang dokter mempunyai kewajiban memberikan
pengobatan sebaik mungkin.
Salah satu anggota Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), dr.
Khie Chen yang dikutip (Dianne Berry, 2007:27) mengemukakan bahwa terjadinya
sengketa medis lebih sering disebabkan kesenjangan persepsi antara dokter dan pasien.
Pada sisi lain, pasien dan keluarga merasa kurang puas dengan proses atau hasil
pengobatan yang dilakukan, sedangkan pada sisi lain, dokter dan pihak rumah sakit
merasa sudah melakukan pengobatan secara optimal. Sengketa medis ini terjadi karena
adanya perbedaan persepsi antara dokter dan pasien mengenai penyakit, adanya
ekspektasi yang berlebihan dari pasien terhadap dokter, adanya perbedaan bahasa,
makna pesan, dokter dengan pasien, dan atau ketidaksiapan dokter untuk menjalin
komunikasi yang empatik.
dan puas dengan pelayanan yang diberikan oleh dokter. sekali lagi, komunikasi
memegang peranan yang penting dalam menentukan skap pasien dalam menerima
diagnosis, bersedia dengan disiplin mematuhi anjuran perawatan yang diberikan oleh
dokter dan menentukan sikap pasien pada kunjungan selanjutnya. Lebih jauh, dokter
perlu memiliki ketrampilan dalam berkomunikasi agar diperoleh keterangan
selengkap-lengkapnya dari pasien mengenai keluhannya sehingga dapat dengan tepat
memilih pengobatan atau perawatan yang sesuai dan dengan demikian malpraktek
pun dapat dihindari.
Gaya bahasa yang digunakan dokter gigi dapat diterima oleh pasien dan dokter gigi
harus menjadi pendengar yang efektif
Dalam komunikasi efektif antara dokter gigi dengan pasien, dibagi menjadi
dua tahap. Pertama, tahap mengumpulkan informasi yang didalamnya terdapat proses
anamnesis. Kedua, tahap penyampaian informasi. Tanpa penggalian informasi yang
akurat, dokter gigi dapat terjerumus ke dalam tahap penyampaian informasi (termasuk
nasihat, sugesti atau motivasi dan konseling) secara prematur. Akibatnya pasien tidak
melakukan sesuai anjuran dokter.
Dalam tahapan pertama, sebagai dokter gigi harus menjadi pendengar yang
efektif. Karena pada tahapan ini dokter gigi dapat memperoleh informasi dari pasien
maupun keluarga pasien yang berguna sebagai anamnesis. Juga tidak boleh dilakukan
interupsi pada saat pasien menceritakan penyakitnya. Lalu dengan adanya dokter gigi
sebagai pendengar efektif, pasien akan merasa nyaman untuk bercerita. Sehingga
timbulah kepercayaan dari pasien terhadap dokter gigi tersebut. Dan terciptalah
komunikasi yang baik antara dokter gigi dengan pasien.
Sedangkan tahapan yang kedua, sebagai dokter gigi harus bisa menyampaikan
solusi dari informasi yang baru saja diinfokan oleh pasien. Ada 6 hal yang penting
dalam penyampaian informasi ke pasien, yaitu:
1
Membangun kerja sama yang baik antara dokter gigi dengan pasien
Membangun kerja sama antara dokter dengan pasien, sehingga dapat bersamasama dokter mencari alternatif untuk mengatasi permasalahannya. Kerja sama yang
baik akan melahirkan kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak. Dengan
menjalin kerja sama yang baik akan meminimalkan hasil perawatan yang buruk atau
yang tidak diinginkan pasien. Hasil perawatan yang tidak sesuai dengan kehendak
pasien akan menurunkan nilai dari dokter gigi tersebut. Oleh karena itu, dokter gigi
harus dapat menjalin kerja sama yang baik dengan pasien.
Kerja sama yang baik dapat dijalin dengan melibatkan pasien dalam
pengambilan keputusan mengenai tindakan yang akan diperbuat dalam rangka
pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan. Dengan memberlakukan informed consent
sebagai bentuk kerja sama yang baik antara dokter gigi dengan pasien yaitu
persetujuan individu (pasien) terhadap pelaksanaan suatu tindakan, seperti operasi
atau prosedur diagnostik invasif, berdasarkan pemberitahuan lengkap tentang risiko,
manfaat, alternatif, dan akibat penolakan. Pada kasus ini, setelah dokter gigi
memberikan penjelasan bahwa pasien harus melakukan serangkaian perawatan
terlebih dahulu dan membutuhkan waktu yang cukup lama, dan pasien mendesak
untuk segera dilakukan tindakan tanpa perawatan terlebih dahulu, sebaiknya dokter
gigi tersebut membuat informed consent sebelum melakukan tindakan penumpatan
gigi anterior dari pasien, agar dikemudian hari tidak mendapat komplein sepihak dari
pasien tersebut.
Tidak hanya dengan informed consent, kerja sama yang baik pada kasus ini
yang seharusnya dilakukan dokter gigi tersebut adalah dengan menyinergiskan
kompetensi dokter gigi dengan kebutuhan pasien. Usaha penyinergisannya yaitu
dengan menggunakan tumpatan sementara pada gigi anterior pasien. Dengan
tumpatan sementara itu, pasien akan sedikit lebih puas dibanding dengan proses
perawatan terlebih dahulu yang memakan waktu, karena gigi anterior yang dibiarkan
dengan kondisi patah dalam waktu yang lama cukup menganggu rasa kepercayaan
dirinya di hadapan sosial di usia mudanya sekarang. Pengambilan tindakan dengan
tumpatan sementara juga meminimalkan hasil perawatan yang buruk, karena dengan
tumpatan sementara pasien terpenuhi kebutuhan estetiknya dan pasien akan kembali
untuk melakukan perawatan yang seharusnya dilakukan, sehingga hasil akhir
perawatan dari tumpatan permanennya akan lebih tepat.
Kerja sama yang baik juga dapat dijalin oleh dokter gigi dengan menyarankan
dan mengingatkan pasien tentang kontrol yang harus dijalani. Hal tersebut dilakukan
untuk memonitori dan mengecek tumpatan pada gigi anterior pasien secara berkala.
Pelaksanaan
BAB 5
PENUTUP
4.4 Simpulan
Dalam kasus ini, gap komunikasi terjadi karena pendekatan interpersonal yang
kurang baik sehingga menyebabkan kurang terbentuk kepercayaan antara pasien dan
dokter. Selain itu, kebutuhan yang mendesak dan ekspektasi pesien yang terlalu tinggi
juga menjadi faktor lain terbentuknya gap komunikasi. Hal ini dapat diatasi dengan cara
membina hubungan interpersonal dan kerjasama yang baik sehingga dapat timbul
kepercayaan diantara kedua belah pihak.
4.5 Saran
Dari paparan di atas, penulis memberikan saran bahwa menjadi seorang dokter gigi
seharusnya:
1.
2.
3.
4.
5.
DAFTAR PUSTAKA
Cangara, H. (2006). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Clemes, H., Bean, R. 2001. Membangkitkan Harga Diri Anak. Alih bahasa: Anton Adiwiyoto. Jakarta:
Mitra Utama.
Dianne Berry. 2007. Health Communication: Theory and Practice. McGraw-Hill Education, New
York, NY
Gunawan, Adi W. (2005). Konsep diri positif:Kunci keberhasilan hidup. (http:/www.tempakul.com)
Hartono Andri. 2006. Sembuhkarena, iman, harapandankasih. Kaninus.Yogyakarta. Pp. 37
Murwani, Arita. (2008). Pengantar konsep dasar keperawatan. Yogyakarta : Fitramaya.
Rink, Judith E. (1985). Teaching Physical Education for Learning. ST. Louis: Times Mirror/Mosby.
Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawataan. Jakarta : EGC
Widjaja. (2000). Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta : Rineka Cipta.