BAB I
PENDAHULIAN
1.1.
Latar Belakang
Pakan sangat penting untuk produksi, kelangsungan hidup, dan reproduksi
ternak. Tingkat penyediaan pakan di Indonesia terutama hijauan sekarang ini
semakin menurun jumlahnya. Salah satu penyebabnya adalah bertambahnya
jumlah penduduk sehingga banyak lahan yang seharusnya untuk penyediaan
hijauan tetapi digunakan sebagai pemukiman. Selain itu, musim juga dapat
mempengaruhi peneyediaan hijauan pakan. Hijauan yang ada di Indonesia hanya
tumbuh berlimpah saat musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau
produksinya turun sehingga kebutuhan hijauan ternak kurang terpenuhi.
Permasalahan tersebut dapat disiasati dengan memanfaatkan teknologi pengolahan
pakan.
Pengolahan
hijauan
pakan
bertujuan
untuk
memelihara
atau
1.2.
BAB II
MATERI DAN METODE
Praktikum Teknologi Pengolahan Pakan dengan materi silase rumput raja
dan amoniasi klobot jagung dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 4-25 Mei
2014 pukul 15.00-17.00 WIB dan materi fermentasi tepung ikan pada hari
Minggu 21-25 Mei 2014 pukul 13.00 WIB di Laboratorium Teknologi Pakan,
Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.
2.1. Materi
Materi yang digunakan dalam praktikum adalah alat berupa tempat untuk
silase (silo) yang terbuat dari plastik, tempat untuk amoniasi dan fermentasi yang
terbuat dari plastik, gunting untuk memotong, timbangan untuk menimbang bahan
pakan, nampan untuk tempat mencampur bahan, pH meter untuk mengukur pH
bahan pakan, gelas ukur untuk mengukur air yang ditambahkan kedalam bahan,
isolasi untuk membantu memadatkan bahan, grain moisture tester untuk
mengukur kadar air tepung ikan, kertas label dan spidol untuk menandai bahan
serta alat tulis untuk mencatat hasil praktikum. Bahan yang digunakan adalah
rumput raja yang dipotong-potong 5-10 cm, dedak padi, klobot jagung yang
dipotong-potong 5-10 cm, urea, tepung ikan, ragi tape dan air.
2.2. Metode
Metode yang digunakan dalam materi silase adalah dengan menyiapkan
rumput raja, kemudian memotong-motong dengan ukuran 5-10 cm. Setelah itu
menimbang rumput tersebut sebanyak 800 gram kemudian mengangin-anginkan
dan menimbangnya kembali. Menyiapkan tiga loyang dan menimbang rumput
masing-masing 100 gram untuk tiap loyang. Mencampur rumput dengan dedak
padi hingga homogen kemudian memasukkannya ke plastik dan memadatkannya
dengan bantuan isolasi hingga rapat. Memberi label I, II, dan III pada masingmasing plastik kemudian melakukan organoleptik meliputi warna, bau, tekstur dan
pH. Menyimpannya selama 21 hari dan melakukan pengamatan tiap minggunya
meliputi perubahan bau, tekstur, warna, ada tidaknya jamur, penggumpalan dan
pH.
Metode yang digunakan dalam materi amoniasi adalah dengan menyiapkan
klobot jagung dan memotongnya dengan ukuran 5-10 cm. Menimbang klobot
jagung yang telah dipotong sebanyak 800 gram kemudian mengangin-anginkan
klobot tersebut dan menimbangnya kembali. Menyiapkan tiga loyang dan
menimbang 100 gram klobot jagung untuk tiap loyangnya. Mencampur klobot
jagung dengan urea hingga homogen kemudian memasukkannya kedalam plastik
dan memadatkannya dengan isolasi hingga rapat. Memberi label pada masingmasing plastik I, II, dan III kemudian melakukan organoleptik meliputi warna,
bau, tekstur, dan pH. Menyimpannya selama 21 hari dan melakukan pengamatan
tiap minggunya meliputi perubahan bau, tekstur, warna, ada tidaknya jamur,
penggumpalan dan pH.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.
Silase
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, hasil pengamatan silase
Minggu 3
Seperti
hijauan segar
Hijau seperti
daun direbus
Asam
Tidak ada
Di tengah
5,40
Skor
8
9
7
9
5
5
3.1.1. Tekstur
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil bahwa silase rumput raja pada
minggu pertama sampai ketiga memiliki tekstur seperti hijauan segar. Silase
tersebut temasuk baik karena tekstur seperti bahan asalnya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Utomo (2013) yang menyatakan bahwa silase yang baik mempunyai
ciri-ciri tekstur yang masih tampak jelas mirip asalnya. Faktor yang
mempengaruhi tekstur yaitu jumlah karbohidrat yang mudah larut sebagai zat
aditif. Hal ini sesuai dengan pendapat Lado (2007) yang menyatakan bahwa
penambahan karbohidrat mudah larut menyebabkan tekstur menjadi padat.
3.1.2. Warna
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil bahwa silase rumput raja pada
minggu pertama sampai ketiga memilki warna hijau seperti daun direbus. Silase
yang baik yaitu berwana hijau seperti daun direbus. Perubahan warna yang
terjadi disebabkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi dalam tanaman
karena proses respirasi anaerobik. Hal ini sesuai pendapat Hidayat (2014) bahwa
perubahan warna yang terjadi pada tanaman yang mengalami proses ensilase
disebabkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi dalam tanaman karena
proses respirasi aerobik yang berlangsung selama persediaan oksigen masih
ada, sampai gula tanaman habis. Selain itu pendapat Sumarsih (2009) bahwa
Kualitas silase dapat ditentukan secara organoleptik maupun kimiawi, secara
organoleptik ciri-ciri silase yang baik tekstur tidak berubah, tidak menggumpal,
warna hijau seperti daun direbus, rasa dan bau asam, tetapi tidak terdapat asam
butirat, tidak berlendir dan tidak berjamur.
3.1.2. Bau
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil bahwa silase rumput raja pada
minggu pertama sampai ketiga memiliki bau asam. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa kualitas silase tersebut tergolong baik. Perubahan semakin asam
dikarenakan pH yang semakin rendah. Hal ini sesuai pendapat Hidayat (2014)
bahwa pola perubahan bau yang semakin asam tentu sejalan dengan pH silase
yang
semakin
10
Amoniasi
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, hasil pengamatan amoniasi
Minggu 0
Minggu 1
Minggu 2
Seperti
bahan asal
Kuning
kecoklatan
Seperti
bahan asal
Seperti bahan
asal
Coklat
kekuningan
Coklat tua
Minggu 3
Skor
Agak remah
Kuning
kecoklatan
Berbau
amoniak
menyengat
Berbau
amoniak
menyengat
Tidak ada
Bau
Khas
Jamur
Penggumpal
an
pH
Berbau
amoniak
tidak
menyengat
-
Di tepi
9,14
8,59
8,95
9,25
3.2.1. Tekstur
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil tekstur
amoniasi pada minggu ke-0 seperti bahan asal, minggu ke-1 seperti asal, minggu
ke-2 agak remah dan minggu ke-3 agak remah. Perubahan terkstur tersebut terjadi
karena adanya hidrolisis enzim urease yang mengakibatkan perenggangan ikatan
lignoselulosa dan linohemiselulosa. Kualitas amoniasi yang diperoleh dari hasil
pengamatan tergolong baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Zain (2009) yang
menyatakan amoniasi menyebabkan teksur menjadi lebih lunak dibandingkan
11
yang
remah. Andayani
(2008)
menambahkan
bahwa
amoniasi
menggunakan larutan urea akan membentuk amonia dengan bantuan enzim urease
yang berfungsi merenggangkan ikatan lignosellulosa dengan lignohemisellulosa.
3.2.2. Warna
Berdasarkan hasil praktikum pengamatan warna amoniasi klobot jagung
dengan penambahan urea diperoleh hasil bahwa amoniasi pada minggu ke-0
berwarna kuning kecoklatan, minggu ke-1 berwarna coklat tua, minggu ke-2
berwarna coklat kekuningan, dan minggu ke-3 berwarna kuning kecoklatan.
Perubahan warna tersebut akibat adanya penambahan ammonia pada klobot
jagung dan disimpan dalam keadaan anaerob, sehingga menyebabkan kadar CO 2
meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Reksohadiprodjo (2001) yang
menyatakan bahwa perubahan warna disebabkan meningkatnya CO2 sehingga
temperatur pemeraman meningkat. Rahardi (2009) yang menyatakan bahwa
manfaat dari amoniasi yaitu merubah warna dari kuning kecoklatan menjadi
coklat tua. Sumarsih dan Tampoebolon (2003) menambahkan bahwa ciri amoniasi
yang baik yaitu berwarna kecoklat-coklatan seperti bahan asal.
3.2.3. Bau
Berdasarkan hasil praktikum pengamatan bau amoniasi klobot jagung
dengan penambahan urea diperoleh hasil bahwa amoniasi pada minggu ke-0
12
berbau khas amonia, minggu ke-1 berbau amonia tidak menyengat, minggu ke-2
berbau amonia menyengat, dan pada minggu ke-3 berbau amonia menyengat.
Adanya perubahan bau tersebut disebabkan karena klobot jagung disimpan dalam
keadaan anaerob sehingga tidak ada pergantian udara di dalam silo yang membuat
suasana menjadi basa. Suasana basa mengakibatkan urea yang memiliki rumus
CO(NH2)2 yang diubah menjadi NH3 (amonia). Hal ini sesuai dengan pendapat
Sumarsih dan Tampoebolon (2003) yang menyatakan bahwa ciri amoniasi yang
baik yaitu bau yang khas amonia. Hanafi (2004) menambahkan bahwa urea
dengan rumus molekul CO(NH2)2 digunakan dalam ransum. CO (NH2)2 yang
digunakan terurai menjadi NH3 dan CO2. Dengan molekul air dan NH 3 akan
mengalami hidrolisis menjadi NH4+ dan OH. Bau amoniak menyengat pada
amoniasi disebabkan karena tingginya kadar urea yang dipakai saat proses
amoniasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Soejono (2000) yang menyatakan
bahwa kandungan urea pada proses amoniasi mempengaruhi tinggi rendahnya
kandungan amoniak, yang menimbulkan bau menyengat pada hasil amoniasi.
3.2.4. Jamur
Berdasarkan hasil praktikum pengamatan jamur pada klobot jagung
dengan penambahan urea diperoleh hasil bahwa pada klobot jagung amoniasi baik
pada pengamatan minggu ke-0 sampai minggu ke-3 menunjukkan bahwa tidak
terdapat jamur yang tumbuh pada klobot jagung amoniasi. Hal ini menunjukkan
bahwa pembuatan amoniasi klobot jagung tersebut berhasil dan berkualitas baik.
Pembuatan
amoniasi
tersebut
tidak
menghasilkan
jamur
karena
cara
13
14
3.3.
Fermentasi
15
Hari ke 4
Lembek
Skor
9
Coklat
Busuk dan
9
menyengat
Sedikit
5,84
5
6
3.3.1. Tekstur
Berdasarkan hasil pengamatan pada fermentasi tepung ikan bahwa tepung
ikan yang difermentasi menggunakan ragi tape pada hari pembuatan fermentasi
memiliki tekstur lembut, sedangkan hari pertama, kedua, ketiga dan keempat
mengalami perubahan tekstur menjadi lembek karena adanya aktivitas mikroba
yang menyebabkan perombakan enzim proteolitik yang dihasilkan selama
fermentasi sehingga terjadi perubahan struktur yang awalnya keras menjadi
sederhana (lunak). Faktor yang mempengaruhi fermentasi pada tepung ikan
adalah jenis starter, aktivitas mikroba, suhu, bahan pakan yang digunakan, jenis
spesies bakteri serta lama pemeraman. Hal ini sesuai pendapat Billah (2003)
bahwa fermentasi merupakan proses perombakan yang dilakukan mikroba secara
aerob maupun anaerob dari struktur keras secara fisik, kimia dan biologis
sehingga bahan dari struktur yang komplek menjadi sederhana, sehingga daya
cema temak menjadi lebih efisien. Hal ini ditambahkan oleh pendapat Arifan dan
16
Deddy (2011) bahwa aktivitas bakteri aerob maupun anaerob berlawanan dengan
bakteri patogen dan pembusuk, bakteri asam laktat menghasilkan asam laktat dan
asam cuka yang dapat menurunkan pH untuk menghambat bakteri yang tidak
diinginkan sehingga mengakibatkan tekstur lebih lembek serta mengubah sifat
bahan yang difermentasi. Rosida dan Susiloningsih (2007) menambahkan bahwa
semakin lama fermentasi, tekstur tepung ikan yang dihasilkan makin lembek
karena semakin banyak protein yang terhidrolisis.
3.3.2. Warna
Berdasarkan hasil pengamatan minggu pertama, kedua tidak terjadi
perubahan warna yakni coklat tua, pengamatan minggu ketiga terjadi perubahan
warna coklat kekuningan serta memiliki penilaian skor 6. Faktor-faktor yang
menyebabkan perubahan warna adalah lama pemeraman, bakteri asam laktat, dan
jenis starter. Hal ini mendekati pendapat Sulistiyanto, et al. (2009) bahwa tepung
ikan yang dibuat dengan pemeraman bau, agak busuk dengan warna hitam
kecoklatan. Hal ini ditambahkan oleh Afrianto and Liviawaty (2005) bahwa
temperatur yang optimum akan mempercepat pertumbuhan mikroba serta aktivitas
mikroba dapat melangsungkan metabolisme sehingga dapat menguraikan hasil
metabolisme terutama asam laktat yang dapat mengubah sifat bahan pakan
aslinya.
3.3.3. Bau
Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa bau fermentasi tepung ikan
pada minggu pertama amis khas tepung ikan sedangkan pada minggu ke dua
17
sampai ke empat berbau busuk dan menyengat. Skor yang diperoleh sebesar 9.
Kondisi bau tersebut akibat penambahan ragi yang menyebabkan aktifitas bakteri
asam laktat yang memecah karbohidrat menjadi asam laktat. Hal ini sesuai dengan
pendapat Pang et al. (2013) yang menyatakan bahwa bau tepung ikan adalah khas
ikan agak amis. Ditambahkan oleh pendapat Syahrul et al. (2009) bahwa
fermentasi juga mempengaruhi nilai aroma (bau), dimana semakin lama
penyimpanan maka nilai aroma semakin rendah yang menimbulkan aroma khas
fermentasi seperti aroma alkohol.
3.3.4. Jamur
Berdasarkan hasil praktikum bahwa fermentasi dengan tepung ikan pada
minggu keempat terdapat sedikit jamur. Terdapatnya sedikit jamur menunjukkan
proses fermentasi mengalami kerusakan karena tidak mengalami proses anaerob
yang maksimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Heruwati (2002) yang
menyatakan bahwa kerusakan mikrobiologis disebabkan oleh bakteri atau jamur
yang patogen pada suatu bahan. Ditambahkan pendapat Krisnan (2008) yang
menyatakan bahwa pemberian air untuk mengetahui seberapa jauh bahan tersebut
dapat mengalami kerusakan yang disebabkan jamur, khamir, bakteri, enzim dan
kerusakan kimia lainnya.
3.3.5. pH
Berdasarkan hasil praktikum bahwa pH pada hari pertama adalah 5,61;
pada hari kedua adalah 4,80; pada hari ketiga 5,73 dan pada hari keempat adalah
18
5,84. Skor yang diperoleh sebesar 6. Pada pH (derajat asam) minggu pertama ke
kedua mengalami penurunan dan minggu berikutnya mengalami kenaikkan
sampai minggu keempat dikarenakan jumlah bakteri asam laktat yang berbeda.
Derajat keasaman (pH) dapat mengukur tingkat asam atau basah suatu produk.
Hal ini sesuai dengan pendapat Syahrul (2009) yang menyatakan bahwa derajat
keasaman (pH) adalah suatu metode untuk mengetahui tingkat keasaman atau
kebasaan suatu produk. Proses fermentasi dengan penambahan ragi membuat pH
menjadi stabil. Hal ini sesuai dengan pendapat Ennouali et al. (2006) bahwa
adanya penambahan ragi pH akan menjadi stabil.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
19
4.1.
Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
silase rumput raja menunjukkan tekstur seperti hijauan segar, warna hijau seperti
daun direbus, suasana semakin asam, tidak berjamur dan terdapat penggumpalan
ditengah. Amoniasi klobot jagung menunjukkan bau amoniak menyengat, tekstur
agak remah, warna kuning kecoklatan, tidak terdapat jamur, terdapat sedikit
penggumpalan ditepi dan suasananya semakin basa. Hasil fermentasi tepung ikan
menunjukkan kualitas yang kurang baik karena berbau busuk dan menyengat,
tekstur lembek, warna coklat, tidak ada penggumpalan, tetapi terdapat sedikit
jamur. Faktor yang mempengaruhi kualitas pakan yang disilase, amoniasi dan
fermentasi diantaranya adalah kualitas bahan asal, lama penyimpanan, dan
kandungan yang ada dalam bahan pakan tersebut.
4.2.
Saran
Sebaiknya praktikan melakukan praktikum sesuai dengan prosedur yang
telah ditentukan, dan menggunakan alat yang lengkap agar hasil silase, amoniasi
dan fermentasi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E. dan E. Liviawaty, 2005. Pengawetan dan Pengolahan lkan, Cetakan
Pertama. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
20
Andayani, J. 2008. Evaluasi kecernaan in sacco beberapa pakan serat yang berasal
dari limbah pertanian dengan amoniasi. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu
Peternakan Vol.11(2) :88-92.
Andayani, J. 2009. Kecernaan in vitro komponen serat ransum ternak sapi yang
menggunakan kulit buah jagung amoniasi. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Peternakan, Agustus, Vol. XII (3)
Andayani, J. 2010. Evaluasi kecernaan in vitro bahan kering, bahan organik dan
protein kasar penggunaan kulit buah jagung amoniasi dalam ransum
ternak sapi. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan, 13 (5).
Andayani, J., A. Yani dan Akmal. 2005. Kecernaan bahan kering, bahan organik
dan NDF kulit buah jagung amoniasi secara in sacco. Laporan Penelitian,
Fakultas Peternakan Universitas Jambi, Jambi.
Antaribaba, M.A., N. K. Tero, B. T. Hariadi dan B. Santoso. 2009. Pengaruh taraf
inokulum bakteri asam laktat dari ekstrak rumput terfermentasi terhadap
kualitas fermentasi silase rumput raja. Jurusan Nutrisi dan Makanan
Ternak,Universitas Negeri Papua.
Arifan, F. dan Deddy Kurniawan Wikanta. 2013. Optimasi produksi ikan lemuru
(sardinella longiceps) tinggi asam lemak omega-3 dengan proses
fermentasi oleh bakteri asam laktat. Fakultas Teknik Universitas Wahid
Hasyim, Semarang.
Billah, M.2003. Pemanfaatan limbah ikan tuna melalui proses fermentasi anaerob
menggunakan bakteri ruminansia. Jurnal ilmiah Teknik Lingkungan Vol l
(1) : 48-57.
Ennouali M, Elmoualdi L, labioui H, Ouhsine M, and Elyachioui M. 2006.
Biotransformation of The Fish Waste By Fermentation. Laboratory of
microbial biotechnology, Faculty of the Sciences, University Ibn Tofail,
City of Kenitr, Morocco.
Hermanto. 2011. Sekilas Agribisnis Peternakan Indonesia. Konsep Pengembangan
Peternakan Menuju Perbaikan Ekonomi Rakyat Serta Meningkatkan
Gizi Generasi Mendatang Melalui Pasokan Protein Hewani Asal
Peternakan.
Heruwati Endang S., 2002. Pengolahan ikan secara tradisional: prospek dan
peluang pengembangan. pusat riset pengolahan produk dan sosial
ekonomi kelautan dan perikanan, Jl. K.S. Tubun Petamburan VI, Jakarta.
Jurnal Litbang Pertanian, 21(3).
21
22
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Kadar Air
Silase
23
= 800 gram
= 84,28%
84,28
Kadar air dalam bahan yang disilase = 100
x 800
= 674, 24 gram
Berat akhir rumput raja
= 680 gram
Bobot air
x 100
= 81,5 %
Lampiran 1. (Lanjutan)
Amoniasi
Berat awal klobot jagung
= 800 gram
x 100
24
= 50%
50
= 100
x 800
= 400 gram
Berat akhir klobot jagung
= 680 gram
x 100
= 41,17 %
( % KA hijauan x gram hijauan) + a
Gram Hijauan + a
100
40%
= 3,61 ml
x 100 %
25
70 % =
( 14% x 200 ) + a
x 100 %
200 +a
70 % =
28 + a
x 100 %
200 + a
0,7 (200 + a) = 28 + a
140 + 0,7 a
= 28 + a
112
= 0,3 a
= 373,3 gram
x 100%
26
Silase
Amoniasi
Fermentasi
27
28
Lampiran 3. (Lanjutan)
29
Lampiran 3. (Lanjutan)
Amoniasi
30
Lampiran 3. (Lanjutan)
31
Lampiran 3. (Lanjutan)
Fermentasi
32
Lampiran 3. (Lanjutan)