Anda di halaman 1dari 35

TUGAS KELOMPOK

STANDAR PROFESI DOKTER DI BIDANG


KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

Oleh
Kelompok UNEJ 1

BAB I
PENDAHULUAN

Peranan dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat


sering dihadapkan pada kenyataan bahwa bantuan mereka juga diperlukan oleh
kalangan penegak hukum dalam memeriksa korban maupun memberikan
keterangan untuk kepentingan hukum dan peradilan. Diperlukan bantuan dokter
untuk memastikan sebab, cara, dan waktu kematian pada peristiwa kematian tidak
wajar karena pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan atau kematian yang
mencurigakan. Pada korban yang tidak dikenal diperlukan pemeriksaan untuk
mengetahui identitasnya. Begitu pula pada korban penganiayaan, pemerkosaan,
pengguguran kandungan dan peracunan diperlukan pemeriksaan oleh dokter untuk
menjelaskan peristiwa yang terjadi secara medis. Hasil pemeriksaan dan laporan
tertulis akan digunakan sebagai petunjuk atau pedoman dan alat bukti dalam
menyidik, menuntut dan mengadili perkara pidana maupun perdata. Pada tahap
penyidikan dipergunakan sebagai alat bukti dan petunjuk oleh para penyidik dan
di sidang pengadilan dipergunakan oleh jaksa, hakim dan pembela sebagai alat
bukti yang sah.1
Praktik kedokteran bukanlah suatu pekerjaan yang dapat dilakukan oleh siapa
saja, melainkan hanya boleh dilakukan oleh kelompok profesional kedokteran
tertentu yang memiliki kompetensi yang memenuhi standar tertentu, diberi
kewenangan oleh institusi yang berwenang di bidang itu dan bekerja sesuai
dengan standar dan profesionalisme yang ditetapkan oleh organisasi profesinya.
Secara teoritis-konseptual, antara masyarakat profesi dengan masyarakat umum
terjadi suatu kontrak (mengacu kepada doktrin social-contract), yang memberi

masyarakat profesi hak untuk melakukan self-regulating (otonomi profesi) dengan


kewajiban memberikan jaminan bahwa profesional yang berpraktek hanyalah
profesional yang kompeten dan yang melaksanakan praktek profesinya sesuai
dengan standar. Sikap profesionalisme adalah sikap yang bertanggungjawab,
dalam arti sikap dan perilaku yang akuntabel kepada masyarakat, baik masyarakat
profesi maupun masyarakat luas (termasuk klien). Beberapa ciri profesionalisme
tersebut merupakan ciri profesi itu sendiri, seperti kompetensi dan kewenangan
yang selalu sesuai dengan tempat dan waktu, sikap yang etis sesuai dengan etika
profesinya, bekerja sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh profesinya, dan
khusus untuk profesi kesehatan ditambah dengan sikap altruis (rela berkorban).
Uraian dari ciri-ciri tersebutlah yang kiranya harus dapat dihayati dan diamalkan
agar profesionalisme tersebut dapat terwujud.2
Profesi dokter mempunyai tugas lain yang tidak kalah penting dari sekedar
memberikan pelayanan medis klinis kepada masyarakat,

yaitu memberikan

bantuan terhadap penegakan hukum dan keadilan (medical for law). Seperti juga
hak kehidupan, kesehatan, kesembuhan maka keadilan dan perlindungan hukum
merupakan hak asasi manusia yang wajib dipenuhi dan dilindungi oleh negara.
Salah satu cabang ilmu kedokteran yang begitu akrab dengan permasalahan
penegakan hukum dan keadilan adalah ilmu kedokteran forensik. Penegakan
hukum di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran kedokteran forensik. Hal ini
tampak dari berbagai macam bantuan yang dapat diberikan oleh kedokteran
forensik dalam mengungkap suatu tindak pelanggaran hukum. Kata Forensik
berasal dari Forum yang berarti pasar. Pada zaman Romawi kuno pasar
digunakan sebagai tempat pengadilan. Dari istilah ini kemudian berkembang
pengertian bahwa ilmu kedokteran forensik merupakan cabang ilmu kedokteran
yang mempergunakan ilmu pengetahuan dan teknologinya untuk membantu
penegakan hukum dan keadilan.3

Di negara yang berlandaskan hukum, maka sudah selayaknya jika hukum di


jadikan supremasi, dimana setiap orang di harapkan tunduk dan patuh terhadap
hukum tersebut. Hal ini terjadi bila tersedia perangkat hukum yang mengatur
seluruh sektor kehidupan, diantaranya adalah sektor kesejahteraan rakyat. Salah
satu dari bagian sektor kesejahteraan yaitu kesehatan, maka di sini di perlukan
perangkat hukum kesehatan guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Dalam
upaya mewujudkan masyarakat sejahtera khususnya melalui hukum kesehatan,
dokter merupakan salah satu faktor penting yang harus di soroti bersama. Karena
dalam praktik kedokteran kesalahan dokter dalam menjalankan tugas dapat
mengakibatkan sesuatu yang fatal.4
Peranan dari kedokteran forensik dalam penyelesaian perkara pidana di
Pengadilan adalah membantu hakim dalam menemukan dan membuktikan unsurunsur yang di dakwakan dalam pasal yang diajukan oleh penuntut. Serta
memberikan gambaran bagi hakim mengenai hubungan kausalitas antara korban
dan pelaku kejahatan dengan mengetahui laporan dalam visum et repertum.
Disamping itu, diperoleh hasil bahwa dalam setiap praktek persidangan yang
memerlukan keterangan dari kedokteran forensik, tidak pernah menghadirkan ahli
dalam bidang ini untuk diajukan di sidang pengadilan sebagai alat bukti saksi.
Implikasi teoritis persoalan ini adalah bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan
suatu perkara yang memerlukan keterangan dokter forensik, hanya memerlukan
keterangan yang berupa visum et repertum tanpa perlu menghadirkan dokter yang
bersangkutan di sidang pengadilan. Sedangkan implikasi praktisnya bahwa hal ini
dapat dijadikan pertimbangan bagi hakim dalam menangani perkara yang
memerlukan peran dari kedokteran forensik.5

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1

Definisi
Ada beberapa pengertiaan yang dikemukakan oleh ahli kedokteran forensik,

diantaranya Sidney Smith mendefinisikan Forensic medicine may be defined as


the body of medical and paramedical scientific knowledge which may services in
the adminitration of the law, yang maksudnya ilmu kedokteran forensik
merupakan kumpulan ilmu pengetahuan medis yang menunjang pelaksanaan
penegakan hukum. Prof.Dr.Amri Amir,Sp.F (2007) mendefinisikan Ilmu
Kedokteran Forensik sebagai penggunaan pengetahuan dan keterampilan di
bidang kedokteran untuk kepentingan hukum dan peradilan.1
Prof.Dr.Budi Sampurna,Sp.F (2009) mendefinisikan Ilmu Kedokteran
Forensik adalah salah satu cabang spesialistik ilmu kedokteran yang
memanfaatkan ilmu kedokteran untuk membantu penegakan hukum, keadilan dan
memecahkan masalah-masalah di bidang hukum.6
Dokter adalah dokter lulusan pendidikan kedokteran baik di dalam maupun di
luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Institusi Pendidikan (Profesi Dokter) adalah
institusi yang melaksanakan pendidikan profesi dokter baik dalam bentuk
fakultas, jurusan atau program studi yang merupakan pendidikan universitas
(academic entity).
Profesi Kedokteran adalah suatu pekerjaan kedokteran yang dilaksanakan
berdasarkan suatu keilmuan dan kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan
yang berjenjang, serta kode etik yang bersifat melayani masyarakat sesuai UU No.
29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.7
Standar Profesi Dokter adalah standar keilmuan dan keterampilan minimal
yang harus dikuasai dokter dalam menjalankan praktek kedokteran. Standar

Kompetensi adalah kualifikasi yang mencakup sikap, pengetahuan, dan


keterampilan (PP 19/2005).7
Berdasarkan definisi-definisi diatas standar profesi dokter di bidang
kedokteran forensik dapat kita definisikan sebagai standar keilmuan dan
keterampilan minimal yang harus dikuasai seorang dokter dalam mengunakan
ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran untuk membantu penegakan hukum,
keadilan, dan memecahkan masalah-masalah hukum.

2.2

Lingkup Pelayanan
Pelayanan di bidang Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal dalam

beberapa kasus masih diperlukan disiplin ilmu lain. Di bidang kesehatan bantuan
tersebut dapat mencakup Patologi Forensik, Psikiatri Forensik, Toksikologi
Forensik, Antopologi Forensik, Odontologi Forensik dan Radiologi Forensik
yaitu. Jurusan Biologi yang dekat dengan ilmu kedokteran yaiu Entomologi
Forensik yang dalam dua decade ini menunjukkan peranan yang meningkat.
Patologi forensik adalah pengetahuan tentang pemeriksaan kelainan pada jaringan
tubuh oleh karena kekerasan atau mati tiba-tiba untuk kepentingan pengadilan.
Psikiatri Forensik tentang pembuktian adanya kelainan jiwa pada tersangka.
Toksikologi Forensik adalah peristiwa keracunan yang berhubungan dengan
peristiwa pidana. Radiologi Forensik yang sudah lama berperan adalah cabang
ilmu kedokteran yang sudah banyak membantu dalam pemeriksaan korban dan
jaringan tubuh menggunakan pengetahuan dan teknologi radiologi. Odontologi
forensik penggunaan pengetahuan ilmu kedokteran gigi untuk kepentingan hukum
dan peradilan terutama dalam identifikasi. Entomologi Forensik adalah
pengetahuan tentang serangga yang berguna untuk masalah forensik. 1

Peranan ahli (expert) termasuk dokter dalam bidang Kedokteran Forensik adalah

dalam rangka membuka tabir suatu peristiwa yang dapat menjawab 7 pertanyaan :
Apa yang terjadi (what)
Siapa yang terlibat (who)
Di mana terjadi (where)
Kapan terjadi (when)
Bagaimana terjadinya (how)
Dengan apa melakukannya (with what)
Kenapa terjadi peristiwa tersebut (why)
Makin banyak tabir yang dibuka oleh ahli, makin terang peristiwa yang
terjadi, sehingga akan memudahkan para penyidik dan yudex facti memutuskan
perkara secara adil dan diterima mereka yang berperkara.1
Kedokteran forensik sebenarnya suatu ilmu yang dimiliki oleh setiap dokter
karena tanpa terkecuali semua dokter pernah mendapatkan pengetahuan ilmu
kedokteran forensik diwaktu perkuliahan. Jadi sebenarnya tidak ada alasan bagi
dokter untuk tidak memberikan bantuan dalam penegakan hukum dan keadilan.
Satu lagi yang harus diingat bahwa dokter juga dapat menerima sanksi bila tidak
memberikan bantuan tersebut seperti tercantum dalam pasal 224 Kitab Undangundang Hukum Pidana (KUHP): Barang siapa yang dipanggil menurut undangundang menjadi saksi ahli atau juru bahasa dengan sengaja atau tidak menjalankan
suatu kewajiban menurut undang-undang yang harus dijalankannya dalam
kedudukan tersebut di atas, dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman
penjara selama-lamanya 9 bulan dan untuk perkara lain dihukum dengan hukuman
selama-lamanya 6 bulan.3
Menurut Prof.Dr.Budi Permana,Sp.F pelayanan di bidang forensik mencakup
kriminalistik yaitu pusat laboratorium Polri dan laboratorium lain, kedokteran
forensik cs yaitu termasuk pelayanan di rumah sakit, fakultas kedokteran negeri,
Ladokpol, Polri, Patologi forensik, Forensik klinik yang mencakup penganiayaan

fisik, kekerasan seksual, peracunanan, fitness to: be derained, be interviewed,


stand trial, competence. Prinsip kerja kedokteran forensik berdasarkan sumpah
dokter, etika, dan standar kebebasan profesi yang mempertimbangkan aspek
obyektifitas ilmiah, impartial, komprehensif, menyeluruh dan sesuai prosedural.6
Tugas pokok seorang dokter dalam bidang forensik adalah membantu
pembuktian

melalui

pembuktian

ilmiah

termasuk

dokumentasi

informasi/prosedur, dokumentasi fakta, dokumentasi temuan, analisis dan


kesimpulan, presentasi (sertifikasi).
Dinilai menurut waktu penyelidikan hingga persidangan dokter mempunyai peran
sebagai berikut:
1. Masa Penyelidikan
Pemeriksaan di TKP dan analisis data yang ditemukan
2. Masa Penyidikan
Pembuatan visum et repertum dan BAP saksi ahli
3. Masa Persidangan
Dokter berperan dalam memberikan keterangan ahli, sebagai saksi ahli
pemeriksa , menjelaskan visum et repertum, menjelaskan kaitan temuan
VeR dengan temuan ilmiah alat bukti sah lainnya. Dokter juga berperan
menjelaskan segala sesuatu yang belum jelas dari sisi ilmiah.

2.3 Peran Profesional Kedokteran Forensik


Peran profesi kedokteran forensik berkaitan dengan kepentingan peradilan
dengan melibatkan pengetahuan patologi forensik dan patologi klinik. Profesi
kedokteran forensik bisa juga mencakup ruang lingkup bukan peradilan yaitu
berperan dalam identifikasi, keterangan medis, uji keayahan, dan pemeriksaan
barang bukti lainnya.6

Pendekatan kedokteran forensik selain menjadi ahli klinik medikalisasi dan

terapi, ilmu forensik juga berperan dalam hal non-terapi , yaitu pembuktian. Ilmu
forensik sangat komprehensif mencakup psikososial, yuridis. Akan tetapi forensik
juga tidak bisa dikatakan hukum karena forensik tidak menentukan suata peristiwa
disebut pembunuhan, perkosaan atau mengatakan siapa pelaku. Forensik hanya
memberi petunjuk cara kematian atau pidana atau petunjuk siapa pelaku.6
Ilmu kedokteran forensik mengutamakan prinsip dasar etika kedokteran
meliputi: prinsip tidak merugikan (non maleficence), prinsip berbuat baik
(beneficence), prinsip menghormati otonomi pasien (autonomy), dan prinsip
keadilan (justice). Prinsip tidak merugikan (non maleficence), merupakan prinsip
dasar menurut tradisi Hipocrates, primum non nocere. Jika kita tidak bisa berbuat
baik kepada seseorang, paling tidak kita tidak merugikan orang itu. Dalam bidang
medis, seringkali kita menghadapi situasi dimana tindakan medis yang dilakukan,
baik untuk diagnosis atau terapi, menimbulkan efek yang tidak menyenangkan.7
Prinsip berbuat baik (beneficence), merupakan segi positif dari prinsip non
maleficence. Prinsip menghormati otonomi pasien (autonomy), merupakan suatu
kebebasan bertindak dimana seseorang mengambil keputusan sesuai dengan
rencana yang ditentukannya sendiri. Di sini terdapat 2 unsur yaitu : kemampuan
untuk mengambil keputusan tentang suatu rencana tertentu dan kemampuan
mewujudkan rencananya menjadi kenyataan. Dalam hubungan dokter-pasien ada
otonomi klinik atau kebebasan professional dari dokter dan kebebasan terapetik
yang merupakan hak pasien untuk menentukan yang terbaik bagi dirinya, setelah
mendapatkan informasi selengkap-lengkapnya. Prinsip keadilan (justice), berupa
perlakuan yang sama untuk orang-orang dalam situasi yang sama, artinya
menekankan persamaan dan kebutuhan, bukannya kekayaan dan kedudukan
sosial.7
2.4 Prosedur Medikolegal
Prosedur medikolegal adalah tata cara atau prosedur penatalaksanaan dan

berbagai aspek yang berkaitan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum.


Secara garis besar prosedur medikolegal mengacu kepada peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia, dan pada beberapa bidang juga mengacu
kepada sumpah dokter dan etika kedokteran.2
Ruang lingkup prosedur medikolegal adalah pengadaan visum et repertum,
pemberian keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan pemberian
keterangan ahli di dalam persidangan, kaitan visum et repertum dengan rahasia
kedokteran, penerbitan surat kematian dan surat keterangan medik, pemeriksaan
kedokteran terhadap tersangka (psikiatri forensik), dan kompetensi pasien untuk
menghadapi pemeriksaan penyidik.2

Dasar Pengadaan Visum et Repertum1,2,6


Pasal 133 KUHAP
1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban
baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan
tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan
luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3. Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah
sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat
tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap
jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

Menurut pasal 133 KUHAP permintaan visum et repertum merupakan wewenang


penyidik, resmi dan harus tertulis, visum et repertum dilakukan terhadap korban
bukan tersangka dan ada indikasi dugaan akibat peristiwa pidana. Bila

pemeriksaan terhadap mayat maka permintaan visum disertai identitas label pada
bagian badan mayat, harus jelas pemeriksaan yang diminta, dan visum tersebut
ditujukan kepada ahli kedokteran forensik atau kepada dokter di rumah sakit.

Sanksi Hukum bila Menolak1,2

Pasal 216 KUHP


Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang
dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi
sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yag diberi kuasa
untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan
sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna
menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara selama empat bulan dua
minggu atau denda paling banyak Sembilan Ribu Rupiah.

Pemeriksaan Mayat untuk Peradilan1,2

Pasal 222 KUHP

Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan


pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara palling
lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Empat Ribu Lima Ratus
Rupiah.

Permintaan Sebagai Saksi Ahli1,2

Pasal 179 (1) KUHAP

Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.

Pasal 224 KUHP


Barangsiapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undangundang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang
yang harus dipenuhinya, diancam dalam perkara pidana dengan penjara paling
lama Sembilan Bulan.

Pembuatan Visum et Repertum bagi tersangka ( VeR Psikiatris)2


Pasal 120 KUHAP
(1)

Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli

atau orang yang memiliki keahlian khusus.

Pasal 180 KUHAP


(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di
sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan saksi ahli dan
dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.

Pasal 53 UU Kesehatan
(3) Tenaga kesehatan untuk kepentingan pembuktian dapat melakukan tindakan
medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan
yang bersangkutan.

Keterangan Ahli1,2

Pasal 1 Butir 28 KUHAP


Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan seorang yang memiliki

keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara
pidana guna kepentingan pemeriksaan. (pengertian keterangan ahli saecara umum)
Agar dapat diajukan ke sidang pengadilan sebagai upaya pembuktian, keterangan
ahli harus dikemas dalam betuk alat bukti sah.

Alat Bukti Sah1


Pasal 183 KUHAP
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindakan pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya.

Pasal 184 KUHAP


Alat bukti yang sah adalah:
(a) keterangan saksi, (b) keterangan ahli, (c) Surat, (d) petunjuk, (e) keterangan
terdakwa

Keterangan ahli diberikan secara lisan2


Pasal 186
keterangan ahli adalah apa yang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Penjelasan Pasal 186
Keterangan ahli dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh
penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan
dibuat dengan mengingat sumpah di waktu menerima jabatan atau pekerjaan
(BAP saksi ahli).

Keterangan ahli diberikan secara tertulis2

Pasal 187 KUHAP


Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah
jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah: (c) surat keterangan dari seorang
ahli yang memuat pendapat bedasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau
suatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya.

2.5 Pengertian Standar Kompetensi Dokter 8


Menurut SK Mendiknas No. 045/U/2002 kompetensi adalah seperangkat
tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat
untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di
bidang pekerjaan tertentu.

Elemen-elemen kompetensi terdiri dari :


a. Landasan kepribadian
b. Penguasaan ilmu dan keterampilan
c. Kemampuan berkarya
d. Sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu
dan keterampilan yang dikuasai
e. Pemahaman kaidah berkehidupan masyarakat sesuai dengan keahlian dalam
berkarya.
Epstein and Hundert (2002) memberikan definisi sebagai berikut :
Professional competence is the habitual and judicious use of communication,
knowledge, technical skills, clinical reasoning, emotions, values, and reflection in
daily practice to improve the health of the individual patient and community.
Carraccio, et.al. (2002) menyimpulkan bahwa : Competency is a complex set
of behaviorsbehaviours built on the components of knowledge, skills, attitude and
competence as personal ability.
Dari beberapa pengertian di atas, tampak bahwa pengertian kompetensi

dokter lebih luas dari tujuan instruksional yang dibagi menjadi tiga ranah
pendidikan, yaitu pengetahuan, psikomotor dan afektif.
Dengan dikuasainya standar kompetensi oleh seorang profesi dokter, maka
yang bersangkutan akan mampu :

mengerjakan tugas atau pekerjaan profesinya

mengorganisasikan tugasnya agar pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan

Segera tanggap dan tahu apa yang harus dilakukan bilamana terjadi
sesuatu yang berbeda dengan rencana semula

Menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah di


bidang profesinya

Melaksanakan tugas dengan kondisi berbeda

Dengan telah ditetapkannya keluaran dari program dokter di Indonesia


berupa standar kompetensi, maka kurikulum program studi pendidikan
dokter perlu disesuaikan. Model kurikulum yang sesuai adalah kurikulum
berbasis kompetensi. Artinya pengembangan kurikulum berangkat dari
kompetensi yang harus dicapai mahasiswa.

2.6

Penjabaran Kompetensi Dokter di bidang Kedokteran Forensik

1. Area Komunikasi efektif 8


Kompetensi Inti

Seorang dokter dituntut mampu menggali dan bertukar informasi secara


verbal dan non verbal dengan pasien (korban hidup) pada semua usia, anggota
keluarga (pada korban meninggal), masyarakat, kolega dan profesi lain.

Komunikasi antara dokter dan korban/pasien atau dengan keluarganya harus


dilakukan seefektif mungkin oleh dokter agar pasien atau keluarga pasien bersedia
dilakukan pemeriksaan walaupun secara hukum untuk pemeriksaan forensik
dokter tidak perlu izin keluarga melainkan kewajiban penyidik untuk
memberitahu korban atau keluarga korban (meninggal). Hal ini sesuai pasal 134
KUHAP. 1

Pasal 134 KUHAP


1. Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat
tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu
kepada keluarga korban.
2. Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menjelaskan dengan sejelasjelasnya tentang maksud dan tujuan dilakukan pembedahan tersebut.
3. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau
pihak yang perlu diberi tahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang.
Ditinjau dari area komunikasi efektif di bidang kedokteran forensik,seorang
lulusan dokter harus mampu:

1. Berkomunikasi efektif dengan Korban atau dengan keluarga korban


Berkomunikasi dengan korban serta anggota keluarganya, dengan cara
memberi penjelasan apa tujuan dilakukan pemeriksaan, cara dan prosedur
pemeriksaan, kemungkinan timbulnya rasa tidak nyaman saat dokter melakukan
pemeriksaan, dan informasi lainnya sesuai etika klinis.
Bersambung rasa dengan korban dan keluarganya, seorang dokter saat
melakukan pemeriksaan forensik harus menunjukkan rasa simpati dengan
kejadian yang meninpa korban, menunjukkan rasa empati dan dapat dipercaya.
Memberikan situasi yang nyaman bagi korban dengan menjaga privasi

pasien,
Aktif dan mendengarkan dengan penuh perhatian dan memberi waktu yang cukup
pada pasien untuk menyampaikan keluhannya dan menggali permasalahan pasien
serta kronologis kejadiaan.

2. Berkomunikasi dengan sejawat


Memberi informasi yang tepat kepada sejawat tentang kondisi pasien baik
secara lisan, tertulis, atau elektronik pada saat yang diperlukan demi kepentingan
pasien maupun ilmu kedokteran.
Menulis surat rujukan dan laporan penanganan pasien dengan benar, demi
kepentingan pasien maupun ilmu kedokteran. Seorang dokter umum harus
merujuk korban apabila apa yang dimintakan penyidik bukan kompetensi dokter
umum. Misalnya, identifikasi tulang, identifikasi gigi (odontologi), pemeriksaan
DNA, dan lain-lain.
Melakukan presentasi laporan kasus secara efektif dan jelas, demi
kepentingan pasien maupun ilmu kedokteran.

3. Berkomunikasi dengan masyarakat


Menggunakan bahasa yang dipahami oleh masyarakat, menggali masalah
kronologis kejadian menurut persepsi masyarakat.
Menggunakan teknik komunikasi langsung yang efektif agar masyarakat
memahami bahwa pemeriksaan forensik demi penegakan keadilan sebagai hak
asasi manusia.
Melibatkan tokoh masyarakat dalam mempromosikan kesehatan secara
professional.
4. Berkomunikasi dengan profesi lain
Mendengarkan dengan penuh perhatian, dan memberi waktu cukup kepada
profesi lain untuk menyampaikan pendapatnya. Memberi informasi yang tepat

waktu dan sesuai kondisi yang sebenarnya ke perusahaan jasa asuransi kesehatan
untuk pemprosesan klaim demi kepentingan hukum.
Memberikan informasi yang relevan kepada penegak hukum atau sebagai
saksi ahli di pengadilan (jika diperlukan), termasuk pembuatan visum et repertum
atas permintaan penyidik, pemeriksaan korban mati mendadak, tanda-tanda
kematiaan dan lain sebagainya.
Melakukan negosiasi dengan pihak terkait dalam rangka pemecahan masalah
yang harus dipecahkan secara hukum.

2. Area Keterampilan Klinis


2.1.

Kompetensi Inti
Seorang dokter umum harus mampu melakukan prosedur pemeriksaan

forensik

klinis

sesuai

masalah,

kebutuhan

korban

dan

sesuai

kewenangannya,.Kaitannya dengan kedokteran forensik adalah seorang dokter


umum harus mampu:

Memeriksa dan membuat Visum et Repertum korban luka karena


kecelakaan lalu lintas.

Memeriksa dan membuat Visum et Repertum luka karena penganiayaan.

Memeriksa dan membuat Visum et Repertum Kekerasan dalam rumah


tangga (KDRT).

Melakukan pemeriksaan luar korban meninggal. Pemeriksaan luar


meliputi pemeriksaan label, benda di samping mayat, pakaian, ciri
identitas fisik, ciri tanatologis, perlukaan dan patah tulang.

Dokter berperan dalam memberikan keterangan ahli, sebagai saksi ahli

pemeriksa , menjelaskan visum et repertum, menjelaskan kaitan temuan


VeR dengan temuan ilmiah alat bukti sah lainnya. Dokter juga berperan
menjelaskan segala sesuatu yang belum jelas dari sisi ilmiah. (Pasal 224
KUHP)
Hukum dengan tegas memberikan wewenang utama pemeriksaan forensik
kepada dokter forensik. Namum, karena ketidaktersediaan dokter forensik hukum
memberi peluang kepada dokter (umum dan spesialis apasaja) sebagai pemeriksa,
hal ini merujuk pada pasal 133 KUHAP.
Kurikulum pendidikan profesi dokter mengharuskan seorang dokter umum
pada waktu pendidikan harus mempelajari patologi forensik dan forensik klinik,
maka dokter umum berwenang melakukan pemeriksaan forensik.3,7

2.2 Keterampilan Dokter di Bidang Forensik


Menurut Standar Kompetensi Dokter keterampilan adalah kegiatan mental
dan atau fisik yang terorganisasi serta memiliki bagian-bagian kegiatan yang
saling bergantung dari awal hingga akhir. Dalam melaksanakan praktik dokter di
bidang forensik, lulusan dokter perlu menguasai keterampilan klinis yang akan
digunakan dalam mendiagnosis, menjawab permintaan Visum et Repertum,
maupun menjelaskan suatu perkara hukum menurut keahliannya di bidang
kedokteran. Keterampilan ini perlu dilatihkan sejak awal pendidikan dokter secara
berkesinambungan hingga akhir pendidikan dokter.

Berikut ini pembagian tingkat kemampuan menurut Piramid Miller8 :

Tingkat kemampuan 1
Mengetahui dan Menjelaskan
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini,

sehingga dapat menjelaskan kepada teman sejawat, pasien maupun klien


tentang konsep, teori, prinsip maupun indikasi, serta cara melakukan,
komplikasi yang timbul, dan sebagainya. Contoh keterampilan ini adalah
Pemeriksaan DNA untuk identifikasi.

Tingkat kemampuan 2
Pernah Melihat atau pernah didemonstrasikan
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini
(baik konsep, teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi,
dan sebagainya). Selain itu, selama pendidikan pernah melihat atau pernah
didemonstrasikan keterampilan ini.

Contohnya autopsi, exhumasi,

identifikasi tulang dan gigi.

Tingkat kemampuan 3
Pernah melakukan atau pernah menerapkan di bawah supervisi
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini
(baik konsep, teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan,
komplikasi, dan sebagainya). Selama pendidikan pernah melihat atau
pernah didemonstrasikan keterampilan ini, dan pernah menerapkan
keterampilan ini beberapa kali di bawah supervisi. Contohnya:
Pemeriksaan luar Jenazah, termasuk label mayat, sebab-sebab kematian,
tanatologi,menentukan lama kematian dan lain sebgainya.

Tingkat kemampuan 4
Mampu melakukan secara mandiri
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini

(baik konsep, teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan,


komplikasi, dan sebagainya). Selama pendidikan pernah melihat atau
pernah didemonstrasikan ketrampilan ini, dan pernah menerapkan
keterampilan ini beberapa kali di bawah supervisi serta memiliki
pengalaman untuk menggunakan dan menerapkan keterampilan ini dalam
konteks praktik dokter secara mandiri. Contohnya dokter harus mampu
memeriksa korban hidup dan membuat Visum et Repertum korban
kecelakaan lalu lintas penganiyaan, kekerasan dalam rumah tangga, dan
lain sebagainya.

3. Area Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran

3.1

Kompetensi Inti

Dokter umum harus mampu mengidentifikasi, menjelaskan dan merancang


penyelesaian masalah kesehatan dan hukum secara ilmiah menurut ilmu
kedokteran kesehatan mutakhir untuk mendapat hasil yang optimum dan dalam
upaya maksimal menghadirkan keadilan seobyektif mungkin.

3.2

Kemampuan lulusan dokter


Ditinjau dari segi landasan ilmiah seorang dokter dituntut mampu:

Menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu biomedik, klinik,


perilaku, dan ilmu kesehatan masyarakat sesuai dengan pelayanan
kesehatan tingkat primer prinsip-prinsip ilmu kedokteran dasar yang
berhubungan dengan terjadinya masalah hukum sesuai pandangan ilmu
kesehatan, beserta patogenesis dan patofisiologinya.

Menjelaskan kaitan masalah hukum dan temuan pemeriksaan forensik

baik secara molecular maupun selular melalui pemahaman mekanisme


normal dalam tubuh.

Menjelaskan faktor-faktor non biologis yang berpengaruh terhadap


masalah hukum dan kesehatan.

Menjelaskan berbagai pilihan yang mungkin dilakukan dalam jenis


pemeriksaan forensik.

Menjelaskan secara rasional dan ilmiah dalam menentukan kaitan temuan


pemeriksaan forensik dengan kasus yang diusut penyidik baik peran
dokter sebagai ahli, atau melakukan pemeriksaan dan memberi keterangan
tertulis.

4. Area Pengelolaan Masalah Kedokteran dan Hukum

Kompetensi Inti
Dokter harus mampu mengelola masalah-masalah yang sering ditemukan
dalam ilmu kedokteran forensik secara komprehensif, holistik, berkesinambungan,
koordinatif, dan kolaboratif dalam konteks memberikan pelayanan bantuan
hukum terbaik kepada masyarakat.

Dilihat dari segi pengelolaan masalah kedokteran dan hukum maka lulusan dokter
diharapkan mampu:

Menginterpretasi data klinis dan temuan hasil pemeriksaan forensik untuk


merumuskannya menjadi bukti sah penegakan hukum.
Menjelaskan penyebab, patogenesis, patofisiologi, dan perubahanperubahan klinis yang didapatkan dari korban suatu pelanggaran hukum.

Mengidentifikasi berbagai pilihan pengelolaan korban sesuai kondisi


korban atau penanganan lanjutan terhadap korban.
Melakukan konsultasi mengenai korban bila diperlukan, contohnya pada
pemeriksaan korban pemerkosaan bisa meminta konsultasi dokter ahli
kandungan.
Merujuk ke sejawat lain sesuai dengan Standar Pelayanan Medis yang
berlaku, tanpa atau sesudah pemeriksaan.
Mengidentifikasi keluarga, lingkungan sosial sebagai faktor yang
berpengaruh terhadap terjadinya penyakit serta sebagai faktor yang
mungkin berpengaruh terhadap perubahan kondisi korban.
Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan
kesadaran hukum dan memotivasi masyarakat agar tidak keberatan
dilakukan pemeriksaan forensik pada diri maupun keluarganya demi
penegakan hukum dan keadilan.
Mengenali keterkaitan yang kompleks antara faktor psikologis, kultur,
sosial, ekonomi, kebijakan, dan faktor lingkungan yang berpengaruh pada
suatu masalah kesehatan yang melibatkan korban dalam masalah hukum.
Mengelola sumber daya manusia dan sarana prasarana secara efektif dan
efisien dalam pelayanan kesehatan primer dengan pendekatan kedokteran
forensik.
10. Menjalankan fungsi managerial (berperan sebagai pemimpin, pemberi
informasi, dan pengambil keputusan) dalam upaya memberikan pelayanan
terbaik dalam masalah hukum.

5. Area Pengelolaan Informasi

Kompetensi Inti

Dokter harus mampu mengakses, mengelola, menilai secara kritis kesahihan dan
kemamputerapan informasi untuk menjelaskan dan menyelesaikan masalah, atau
mengambil keputusan dalam kaitan dengan pelayanan kesehatan di bidang
kedokteran forensik di tingkat primer.

Berdasarkan tinjauan pengelolaan informasi maka lulusan dokter harus mampu:

Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk membantu penegakan


diagnosis, sebab perubahan kondisi tubuh korban, sebab-seban kematian, tindakan
pencegahan dan promosi hukum kesehatan, serta penjagaan, dan pemantauan
status korban.
Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (internet) dengan baik.
Menggunakan data dan bukti pengkajian ilmiah untuk menilai relevansi dan
validitas data-data forensik dengan masalah hukum.
Menerapkan metode riset dan statistik untuk menilai kesahihan informasi ilmiah.
Menerapkan keterampilan dasar pengelolaan informasi untuk menghimpun data
relevan menjadi arsip pribadi.
Menerapkan keterampilan dasar dalam menilai data untuk melakukan validasi
informasi ilmiah secara sistematik.
Meningkatkan kemampuan secara terus menerus dalam merangkum dan
menyimpan arsip .
Memahami manfaat dan keterbatasan teknologi informasi.
Menerapkan prinsip teori teknologi informasi dan komunikasi untuk membantu
penggunaannya, dengan memperhatikan secara khusus potensi untuk berkembang
dan keterbatasannya.
10. Memanfaatkan informasi kesehatan dan menemukan database dalam praktik
kedokteran secara efisien.

11. Menjawab pertanyaan yang terkait dengan praktik kedokteran dan peranannya
dalam penegakan hukum dengan menganalisis arsipnya dan rekam medis untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di bidang kedokteran forensik.

6. Area Mawas Diri dan Pengembangan Diri

Kompetensi Inti

Dokter harus melakukan praktik kedokteran dengan penuh kesadaran atas


kemampuan dan keterbatasannya, mengatasi masalah emosional, personal,
kesehatan, dan kesejahteraan yang dapat mempengaruhi kemampuan profesinya.
Dokter harus belajar sepanjang hayat dan mampu merencanakan, menerapkan dan
memantau perkembangan profesi secara berkesinambungan.
Berdasarkan kompetensi area mawas diri dan pengembangan diri, maka
lulusan dokter harus mampu:

Menerapkan prinsip mawas diri, menilai kemampuan dan keterbatasan diri


berkaitan dengan praktik kedokterannya dan berkonsultasi bila diperlukan.

Mengenali dan mengatasi masalah emosional, personal dan masalah yang


berkaitan dengan kesehatannya yang dapat mempengaruhi kemampuan
profesinya

Menyesuaikan diri dengan tekanan yang dialami selama pendidikan dan


praktik kedokteran.

Menyadari peran hubungan interpersonal dalam lingkungan profesi dan

pribadi.

Mendengarkan secara akurat dan bereaksi sewajarnya atas kritik yang


membangun dari pasien/korban, keluarga korban, sejawat, instruktur, dan
masyarakat.

Mengenali nilai dan keyakinan diri yang sesuai dengan praktik kedokteran.

Mempraktikkan belajar sepanjang hayat.

Mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan yang baru.

Berperan aktif dalam Program Pendidikan dan Pelatihan Kedokteran


Berkelanjutan (PPPKB) dan pengalaman belajar lainnya.

Menunjukkan sikap kritis terhadap praktik kedokteran berbasis bukti


(Evidence-Based Medicine).

Mengambil keputusan apakah akan memanfaatkan informasi atau evidence


untuk penanganan korban dan justifikasi alasan keputusan yang diambil
secara literatur kedokteran.

Menyadari kinerja professionalitas diri dan mengidentifikasi kebutuhan


belajarnya.

Mengidentifikasi kesenjangan dari ilmu pengetahuan yang sudah ada dan


mengembangkannya menjadi pertanyaan penelitian yang tepat,

Merancang, mengimplementasikan penelitian untuk menemukan jawaban


dari pertanyaan penelitian.

Menuliskan hasil penelitian sesuai dengan kaidah artikel ilmiah.

Membuat presentasi ilmiah dari hasil penelitiannya.

7. Area Etika, Moral, Medikolegal dan Profesionalisme serta Keselamatan Pasien


Kompetensi Inti
Di dalam praktik kedokteran seorang dokter mempunyai kewajiban antara
lain:
1. Berperilaku professional dan mendukung kebijakan kesehatan.
2. Bermoral dan beretika serta memahami isu-isu etik maupun aspek
medikolegal dalam praktik kedokteran.
3. Menerapkan program keselamatan pasien/korban.

4. Ditinjau dari segi etika, moral, medikolegal, dan Professionalisme serta


keselamatan pasien/korban seorang lulusan Dokter diharapkan mampu:
Memiliki Sikap profesional
Menunjukkan sikap yang sesuai dengan Kode Etik Dokter Indonesia.
Menjaga kerahasiaan dan kepercayaan pasien.
Menunjukkan kepercayaan dan saling menghormati dalam hubungan
dokter pasien.
Menunjukkan rasa empati dengan pendekatan yang menyeluruh.
Mempertimbangkan masalah pembiayaan dan hambatan lain dalam
memberikan pelayanan kesehatan serta dampaknya.
Mempertimbangkan aspek etis dalam penanganan pasien sesuai standar
profesi.
Mengenal alternatif dalam menghadapi pilihan etik yang sulit.
Menganalisis secara sistematik dan mempertahankan pilihan etik dalam
pemeriksaan/pengobatan setiap individu pasien/korban.

Berperilaku profesional dalam bekerja sama


Menghormati setiap orang tanpa membedakan status social.
Menunjukkan pengakuan bahwa tiap individu mempunyai kontribusi dan
peran yang berharga, tanpa memandang status sosial.
Berperan serta dalam kegiatan yang memerlukan kerja sama dengan para
petugas kesehatan lainnya.
Mengenali dan berusaha menjadi penengah ketika terjadi konflik.
Memberikan tanggapan secara konstruktif terhadap masukan dari orang
lain.
Mempertimbangkan aspek etis dan moral dalam hubungan dengan
petugas kesehatan lain, serta bertindak secara professional.
Mengenali dan bertindak sewajarnya saat kolega melakukan suatu
tindakan yang tidak professional.
Berperan sebagai anggota Tim Pelayanan Kesehatan yang Profesional
dalam masalah pasien dan menerapkan nilai-nilai profesionalisme
Bekerja dalam berbagai tim pelayanan kesehatan secara efektif
Menghargai peran dan pendapat berbagai profesi kesehatan
Berperan sebagai manager baik dalam praktik pribadi maupun dalam
sistem pelayanan kesehatan.
Menyadari profesi medis yang mempunyai peran di masyarakat dan
dapat melakukan suatu perubahan.
Mampu mengatasi perilaku yang tidak profesional dari anggota tim
pelayanan kesehatan lain.
Melakukan praktik kedokteran dalam masyarakat multikultural di
Indonesia.
Menghargai perbedaan karakter individu, gaya hidup, dan budaya dari
pasien dan sejawat.
Memahami heterogenitas persepsi yang berkaitan dengan usia, gender,

orientasi seksual, etnis, kecacatan dan status sosial ekonomi.

Aspek Medikolegal dalam praktik kedokteran Forensik


Dokter diwajibkan memahami dan menerima tanggung jawab hukum berkaitan
dengan :

Hak asasi manusia

Penyalahgunaan tindakan fisik dan seksual

Kode Etik Kedokteran Indonesia

Pembuatan surat keterangan sehat, sakit, Visum et Repertum atau surat


kematian.

Proses di pengadilan, dokter berperan memberikan keterangan ahli,


sebagai saksi ahli pemeriksa, menjelaskan visum et repertum, menjelaskan
kaitan temuan VeR dengan temuan ilmiah alat bukti sah lainnya. Dokter
juga berperan menjelaskan segala sesuatu yang belum jelas dari sisi
ilmiah.

Memahami UU RI No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Memahami peran Konsil Kedokteran Indonesia sebagai badan yang


mengatur praktik kedokteran.

Menentukan, menyatakan dan menganalisis segi etika dalam kebijakan


kesehatan.

Kompetensi Dokter Spesialis Forensik.9

Sebagai tambahan, seorang dokter umum juga perlu mengetahui kompetensi


dokter spesialis forensik. Hal ini dimaksudkan agar sistem rujukan dalam bidang
forensik berjalan sesuai standar profesi.
Menurut Buku Panduan Pelaksanaan Program P2KB untuk Dokter Spesialis
Forensik, seorang Dokter Spesialis Forensik setelah menyelesaikan pendidikan
diharapkan memiliki kompetensi sebagai berikut :

Kompetensi I
Menerapkan etika profesi Dokter Spesialis Forensik dan mematuhi
prosedur medikolegal dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab
sebagai Dokter Spesialis Forensik.

Kompetensi II
Menegakkan diagnosis kedokteran Forensik dan medi-kolegal pada korban
hidup maupun mati, menatalak-sana kasus sesuai dengan aspek sosioyuridis dan medikolegal, serta mengkomunikasikan ekspertise yang
dihasilkan kepada pihak yang berwenang, termasuk membuat sertifikasi
forensik sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku

Kompetensi III
Merancang, mengelola, dan mengawasi kegiatan unit kedokteran forensik
dan perawatan jenasah di sebuah institusi pelayanan kesehatan.

Kompetensi IV
Berperan aktif dalam tim kerja penanganan kasus forensik dan dalam tim
etiko medikolegal RS.

Kompetensi V
Berperan sebagai pengajar dan pembimbing dalam bidang Forensik, etik
dan medikolegal sesuai dengan ketentuan perundang2an yang berlaku.

Kompetensi VI
Berperan aktif dalam mengembangkan ilmu kedokteran khususnya dalam

bidang Forensik, etika dan medikolegal melalui penulisan karya ilmiah


yang dipresentasikan atau dipublikasikan dari hasil penelitian.

Ditinjau dari standar profesi, seorang dokter Spesialis Forensik mempunyai


kompetensi yaitu sebagai berikut:

Mampu melakukan pemeriksaan jenazah atau bagian dari jenazah dan


menginterpretasikannya untuk kepentingan identifikasi.

Mampu

melakukan

penggalian

kuburan

tunggal

dan

melakukan

pemeriksaan jenazah di dalamnya untuk kepentingan peradilan.

Mampu melakukan pemeriksaan kasus medikolegal.

Mampu melakukan pemeriksaan korban jenazah di tempat kejadian


perkara dan membuat laporannya.

Mampu melakukan penilaian tentang perkiraan saat kematian berdasarkan


tanda tanatologis pada jenazah.

Mampu melakukan penggalian kuburan korban pelanggaran HAM.

Mampu melakukan pengawetan jenazah.

Mampu melakukan pemeriksaan laboratorium forensic rutin dan trace


evidances.

Mampu melakukan pemeriksaan jenazah korban kekerasan secara lengkap


serta menyimpulkan penyebab kematiannya.

Mampu melakukan pemeriksaan jenazah mati mendadak secara lengkap

serta menyimpulkan penyebab kematiannya.

Mampu melakukan pemeriksaan korban hidup yang mengalami kekerasan


fisik dan kekerasan seksual.

Mampu

melakukan

pemeriksaan

laboratorium

forensik

untuk

membuktikan adanya persetubuhan dan atau kekerasan.

Mampu membuat laporan hasil pemeriksaan jenazah dan korban hidup


dalam bentuk visum et repertum jenazah.

Mampu melakukan pemeriksaan terhadap tersangka pelaku kejahatan


dalam rangka penentuan kelayakannya untuk diperiksa atau ditahan.

BAB III
PENUTUP

Ilmu Kedokteran forensik adalah suatu cabang ilmu kedokteran yang


mempergunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran untuk kepentingan
penegakan hukum dan keadilan. Sasarannya adalah Korban luka, keracunan atau
mati karena tindak pidana (Pasal 133 KUHAP).
Medikolegal adalah suatu cabang ilmu kedokteran yang mempelajari aspekaspek hukum tindakan kedokteran untuk kepentingan pelayanan kesehatan.
Medikolegal adalah kejadian, masalah, kasus medis atau non medis yang dapat
berpotensi menjadi masalah hukum, dalam bentuk kasus pidana atau perdata.
Standar profesi dokter di bidang kedokteran forensik dapat kita definisikan
sebagai standar keilmuan dan keterampilan minimal yang harus dikuasai seorang
dokter dalam mengunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran untuk
membantu penegakan hukum, keadilan, dan memecahkan masalah-masalah
hukum.
Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal harus dipelajari dan diketahui
dengan baik oleh semua dokter karena hal ini diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan di Indonesia, antara lain Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP). Pasal 133 ayat 1 KUHAP dinyatakan bahwa: Dalam hal
penyidik untuk kepentingan peradilan menangani korban baik luka, keracunan
ataupun mati karena tindak pidana, ia berwenang mengajukan keterangan ahli
kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya. Selain itu, dokter
juga harus mengingat bahwa ia dapat menerima sanksi bila tidak memberikan
bantuan tersebut seperti tercantum dalam pasal 224 Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP): Barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang menjadi
saksi ahli atau juru bahasa dengan sengaja atau tidak menjalankan suatu

kewajiban menurut undang-undang yang harus dijalankannya dalam kedudukan


tersebut di atas, dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selamalamanya 9 bulan dan untuk perkara lain dihukum dengan hukuman selamalamanya 6 bulan.
Pelayanan kesehatan di rumah sakit terhadap publik bukan hanya
menyembuhkan namun mencakup pelayanan untuk kepentingan hukum
(Kedokteran Forensik, Medikolegal, Bio-Etik, Human Right). Dengan adanya
Profesi kedokteran forensik dan medikolegal dapat mensosialisasi aspek-aspek
hukum dalam pelayanan kesehatan sehingga pelayanan buruk, malpraktik dan
tuntutan pasien dapat dihindari.
Peran dokter umum dalam pelayanan kedokteran forensik diberi wewenang
oleh undang-undang yaitu tercantum dalam pasal 133 KUHAP. Sesuai standar
pendidikan profesi dokter, dokter umum selama pendidikan sudah mempelajari
forensik klinik dan patologi forensik, maka dokter umum berwenang memberikan
pelayanan forensik berupa pemeriksaan korban hidup karena kecelakaan lalu
lintas, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kasus penganiayaan, dan
pemeriksaan luar korban meninggal meliputi pemeriksaan label, benda di samping
mayat, pakaian, ciri identitas fisik, ciri tanatologis, perlukaan dan patah tulang.
Peranan dokter forensik adalah pengemban tugas criminal justicia system,
pemberi keterangan ahli dan akta medikolegal, manajer SMF Kedokteran forensik
dan pemulasaraan jenazah, konsultan medikolegal, health law.
Apapun masalah hukum dan keadilan yang dihadapi masyarakat sepanjang
menyangkut kedokteran adalah koridor pelayanan kedokteran forensik dan
medikolegal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Amir,Amri.2007.Ilmu

Kedokteran

Forensik.Medan:Bagian

Ilmu

Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran USU.


2. Sampurna,Budi.2009.Malpraktek Kedokteran Pemahaman Dari Segi
Kedokteran dan Hukum.www.freewebs.com
3. Suryadi,Taufik.2009.Pengantar

Ilmu

Kedokteran

Forensik

dan

Medikolegal Buku Penuntun Kepaniteraan Klinik Kedokteran Forensik


dan Medikolegal.Banda Aceh: FK Unsyiah/RSUDZA.
4. Mulyo,R Cahyono Adi.2006.Perananan Dokter dalam Proses Penegakan
Hukum Kesehatan.Universitas Negeri Semarang.
5. Aji,Jati Pulung.2008.Peranan Dokter Forensik dalam Praktek Peradilan
Perkara Pidana.Purworejo.
6. Sampurna,Budi.2009.Kedokteran Forensik Ilmu dan Profesi.Universitas
Indonesia.
7. Konsil

Kedokteran

Indonesia.2006.Standar

Pendidikan

Profesi

Dokter.Jakarta.
8. Konsil Kedokteran Indonesia.2006.Standar Kompetensi Dokter.Jakarta.
9. Perhimpunan Dokter Spesialis Forensik Indonesia.2008.Buku Panduan
Pelaksanaan Program P2KB untuk Dokter Spesialis Forensik.Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai