Anda di halaman 1dari 7

BAB 3

PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN
YANG BERLANDASKAN PADA
NILAI-NILAI LUHUR

Dalam sepuluh bulan terakhir, pembangunan kebudayaan terus


diupayakan untuk menjawab persoalan budaya bangsa yang
sesungguhnya memerlukan penyelesaian dalam periode jangka
menengah, bahkan jangka panjang. Pembangunan kebudayaan
diharapkan (1) menyumbangkan peran dalam meredakan ketegangan
antarkelompok masyarakat untuk memperkukuh NKRI; (2)
mengembangkan nilai budaya baru yang positif, produktif, semakin
memperkuat jati diri bangsa dan memantapkan budaya nasional; (3)
meningkatkan pelestarian, pemanfaatan, dan pengembangan kekayaan
budaya.

I.

Permasalahan yang Dihadapi

Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak akhir 1997 yang


selanjutnya melahirkan krisis ekonomi dan politik telah mendorong
lahirnya era baru, era reformasi/era perubahan. Perubahan yang sangat
cepat tidak diimbangi oleh kesiapan budaya bangsa sehingga krisis
tersebut tidak dapat diatasi dengan cepat. Krisis tersebut malah terjadi
bersamaan dengan menguatnya orientasi kelompok, etnik, dan agama
yang berpotensi menimbulkan disintegrasi bangsa. Gejala polarisasi/
fragmentasi tersebut menunjukkan adanya kelemahan kemampuan
bangsa dalam mengelola keragaman budaya.
Beberapa ketegangan antarkelompok masyarakat yang
menimbulkan konflik merupakan indikasi rendahnya saling percaya
dalam masyarakat. Rasa saling percaya yang melemah dapat
memunculkan sikap bermusuhan. Salah satu faktor penyebabnya
adalah belum terbangunnya cara berpikir positif dalam masyarakat.
Di samping itu, krisis yang terjadi makin diperparah dengan
munculnya krisis moral yang diakibatkan oleh kurangnya pemahaman,
lemahnya sikap, dan makin melunturnya etika dalam kehidupan
bermasyarakat dan berbangsa. Pada saat yang bersamaan, derasnya
arus globalisasi mengakibatkan makin menipisnya batas-batas negara,
terutama dalam konteks sosial budaya sehingga tidak ada budaya yang
steril dari pengaruh budaya global. Hal yang memprihatinkan adalah
masyarakat memiliki kecenderungan lebih cepat mengadopsi budaya
global yang negatif jika dibandingkan dengan budaya global yang
positif dan produktif. Tampak bahwa lemahnya sikap dan daya kritis
masyarakat mengakibatkan kurangnya kemampuan menyeleksi nilai
dan budaya global sehingga terjadi pengikisan nilai-nilai nasional
yang positif. Di sisi lain, globalisasi yang ditandai dengan pesatnya
kemajuan teknologi komunikasi dan informasi berpengaruh pada
dinamika sosial dan budaya masyarakat sehingga nilai-nilai solidaritas
sosial, kekeluargaan, keramahtamahan, dan rasa cinta tanah air yang
pernah dianggap sebagai kekuatan pemersatu dan ciri khas bangsa
Indonesia cenderung makin pudar bersamaan dengan menguatnya
nilai-nilai materialisme.

03 - 2

Dalam era otonomi daerah, pengelolaan kekayaan budaya


merupakan kewenangan pemerintah daerah. Kurangnya pemahaman,
apresiasi, dan komitmen pemerintah daerah di dalam pengelolaan
kekayaan budaya berdampak pada makin menurunnya kualitas
pengelolaan kekayaan budaya. Pengelolaan kekayaan budaya belum
sepenuhnya menerapkan prinsip tata pemerintahan yang baik (good
governance) sehingga kualitas layanannya kurang optimal.
Selain masalah pengelolaan kekayaan budaya yang berwujud
(tangible) tersebut, pengembangan kebudayaan juga menghadapi
masalah pengelolaan kekayaan budaya yang bersifat tidak berwujud
(intangible), antara lain, berkaitan dengan perfilman nasional baik
yang sifatnya komersial dan dokumenter. Sebagai bentuk kekayaan
nasional yang perlu mendapat perhatian, perfilman nasional terus
dilanda penurunan, baik dari sisi produksi maupun fungsinya, sebagai
benteng budaya. Kondisi perfilman Indonesia yang dinilai mengalami
mati suri membuat masyarakat hanya diwarnai oleh budaya asing,
tanpa memiliki pilihan film budaya sendiri. Hal itu diperburuk dengan
rendahnya apresiasi masyarakat terhadap film nasional dan kurangnya
penghargaan terhadap film hasil karya bangsa sendiri yang
menjadikan film nasional makin sulit mendapat tempat di hati
masyarakat. Festival Film Indonesia terakhir diselenggarakan pada
tahun 2004 setelah selama dua belas tahun tidak diselenggarakan.

II.

Langkah-Langkah Kebijakan dan Hasil-Hasil yang Dicapai

Untuk menjawab permasalahan tersebut, upaya pengembangan


kebudayaan diarahkan melalui kebijakan (1) mengembangkan budaya
kritis masyarakat secara konstruktif sehingga dapat menumbuhkan
kontrol sosial yang produktif; (2) mempercepat sosialisasi dan
kulturisasi etika kehidupan berbangsa; (3) mengembangkan minat
baca masyarakat dan mempercepat tumbuhnya budaya kewirausahaan
yang bersifat progresif dan berorientasi pada ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek); (4) mengembangkan dan memperkuat jati diri
bangsa, pengelolaan keragaman budaya, dan pengembangan berbagai
wujud ikatan kebangsaan.
03 - 3

Untuk meningkatkan kemampuan bangsa dalam mengelola


keragaman budaya dan untuk menciptakan keserasian hubungan, baik
antarunit sosial dan budaya maupun antara budaya lokal dan budaya
nasional, dalam bingkai keutuhan NKRI, maka kegiatan pokok yang
dilaksanakan antara lain, adalah (1) pelaksanaan promosi sikap
toleransi dan kooperasi; (2) pengembangan interaksi yang harmonis
antarkelompok
masyarakat
untuk
memperkuat
semangat
keindonesiaan; dan (3) pengembangan berbagai wujud ikatan
kebangsaan (keterikatan rasional dan emosional).
Dalam rangka memperkukuh NKRI, pembangunan kebudayaan
diarahkan untuk meningkatkan rasa saling percaya antarkelompok
masyarakat, antara lain, dengan membangun tradisi berpikir positif.
Langkah tersebut diawali dengan menggali nilai berpikir positif dari
budaya lokal. Nilai positif yang banyak dijumpai dalam khazanah
kearifan lokal diinventarisasi dalam buku Bunga Rampai Berpikir
Positif Suku-Suku Bangsa, dan Budaya Berpikir Positif. Langkah
berikutnya adalah sosialisasi dan internalisasi kepada semua unsur
masyarakat, terutama kepada kelompok strategis, seperti pelaku
budaya, pencipta lagu, dan pembuat film serta media massa.
Terkait dengan pembangunan perfilman, pemerintah berupaya
keras menghidupkan kembali perfilman nasional dan meningkatkan
perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan karya seni dan film.
Langkah ini dimaksudkan agar film Indonesia dapat menjadi tuan
rumah di negeri sendiri.
Hasil-hasil yang telah dicapai dalam upaya pengelolaan
keragaman budaya adalah (1) pelaksanaan kegiatan strategis dalam
rangka mengatasi persoalan bangsa melalui pendekatan budaya, antara
lain pengkajian terhadap temuan nilai-nilai budaya, khususnya yang
mencerminkan kebersamaan dan integrasi; (2) pelaksanaan antisipasi
terhadap konflik sosial di masa depan melalui kampanye hidup rukun
dan analisis tentang konsep masyarakat multikultural; (3) penyusunan
Pedoman Penulisan Sejarah Lokal yang akan menjadi acuan bagi
pemerintah daerah dalam menulis buku Sejarah Lokal/Daerah.
Penerbitan pedoman ini merangsang berbagai daerah dalam
memperlihatkan keragaman sejarah masyarakat yang dapat menjadi
03 - 4

perekat bangsa dalam bingkai NKRI; dan (4) penyelenggaraan


kunjungan situs-situs sejarah, penulisan, dan diskusi dengan tema
Lawatan Sejarah: Merajut Simpul-Simpul Perekat Bangsa baik di
tingkat lokal dan nasional.
Rangkaian
kegiatan
berikutnya
dilaksanakan
untuk
memperkukuh jati diri dan ketahanan budaya nasional sehingga
mampu berperan sebagai filter terhadap penetrasi budaya global. Filter
tersebut dalam arti mampu menangkal penetrasi budaya asing yang
bernilai negatif dan mampu memfasilitasi teradopsinya budaya asing
yang bernilai positif dan produktif. Kegiatan yang dimaksud, antara
lain, adalah (1) pelaksanaan revitalisasi dan reaktualisasi nilai-nilai
tradisional yang bernilai luhur; (2) penyelenggaraan sosialisasi dan
reaktualisasi Etika Kehidupan Berbangsa; (3) pengembangan kegiatan
budaya kewirausahaan yang progresif dan berbasis ilmu pengetahuan
dan teknologi; (4) pengembangan industri budaya untuk
perkembangan ekonomi; (5) penyusunan dan revisi peraturan
perundang-undangan di bidang kebudayaan dan perpustakaan; (6)
pengembangan minat dan budaya baca masyarakat.
Hasil-hasil yang telah dicapai dalam upaya untuk
mengembangkan nilai budaya adalah (1) penerbitan pedoman Etika
Kehidupan Berbangsa: Rumusan dan Program Aksi yang merupakan
penjelasan operasional dari TAP MPR-RI No. VI/2001 tentang Etika
Kehidupan Berbangsa sebagai tanggapan terhadap situasi krisis moral
dan etika saat ini; (2) sosialisasi pedoman Etika Kehidupan
Berbangsa: Rumusan dan Program Aksi di berbagai daerah yang
mencakup etika sosial budaya, etika politik dan pemerintahan, etika
ekonomi dan bisnis, etika hukum yang berkeadilan, dan etika
keilmuan; (3) penyusunan draft Inpres tentang Kebijakan
Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata yang akan menjadi
panduan langkah terpadu oleh sektor yang terkait: (4) penganugerahan
penghargaan kebudayaan untuk mendorong partisipasi aktif pelaku
dan pemerhati dalam pengembangan kebudayaan nasional; (5)
penulisan naskah Sejarah Indonesia Jilid VIII yang dilengkapi
dengan berbagai temuan baru dalam bidang sejarah hasil penulisan
tesis dan disertasi yang komprehensif; dan (6) penyelenggaraan
Musyawarah Kerja Nasional Sejarah untuk membahas berbagai aspek
03 - 5

muatan kesejarahan dalam kurikulum pendidikan, (7) pengkajian


nilai-nilai budaya, (8) pengenalan nilai-nilai budaya dalam rangka
Nation and Character Building, (9) penyiapan berbagai kegiatan
untuk memperingati 100 Tahun Kebangkitan Nasional pada tahun
2008 dengan nama kegiatan Satu Abad Indonesia Bangkit.
Selanjutnya, untuk meningkatkan apresiasi terhadap aset
budaya, termasuk seni dan film, dan meningkatkan sistem
pengelolaan, termasuk sistem pembiayaannya, agar aset budaya dapat
berfungsi optimal sebagai sarana edukasi, rekreasi, dan
pengembangan kebudayaan, dilakukan serangkaian kegiatan (1)
pembinaan dan sosialisasi untuk meningkatkan apresiasi dan
komitmen pada pelestarian aset budaya; (2) pengembangan peran serta
masyarakat dan swasta dalam pemeliharaan aset budaya; (3)
pengembangan sistem informasi dan pangkalan data bidang
kebudayaan dan perpustakaan; (4) peningkatan sumber daya manusia
pengelola aset budaya; (5) peningkatan kapasitas kelembagaan
melalui pembenahan sistem manajerial lembaga-lembaga yang
mengelola aset budaya; (6) pengembangan perfilman nasional yang
berbasis budaya bangsa.
Hasil yang telah dicapai dalam upaya pengelolaan kekayaan
budaya adalah (1) penetapan Tana Toraja, Jatiluwih, Pakeran, dan
Pura Taman Ayun dalam daftar nominasi Warisan Dunia (UNESCO
World Heritage List); (2) pembangunan gedung B Museum Nasional
Tahap 1 telah memasuki tahap penyelesaian pembangunan dan
diharapkan Pembangunan Museum Nasional Tahap 2 ini akan segera
diresmikan pada tahun 2005; (3) penyelenggaraan Art Summit
Indonesia IV yang merupakan festival internasional di bidang seni
kontemporer dan Indonesia Performing Art Mart 2005; (4)
penyelenggaraan pentas seni multimedia Megalitikum Kuantum
yang merupakan perpaduan dari latar belakang budaya dan jenis
musik; dan (5) pementasan opera I La Galigo yang merupakan
inspirasi dari naskah kuno beraksara Bugis dari Sulawesi Selatan,
Sureq Galigo, di panggung seni paling bergengsi di dunia: Lincoln
Center, dan di Gedung Asia Society, New York; (6) penyelenggaraan
Festival Film Indonesia 2004 yang merupakan sarana untuk
memberikan penghargaaan tertinggi bagi insan perfilman setelah
03 - 6

terhenti lebih dari 12 tahun; (7) penyiapan RUU Perfilman sebagai


pengganti UU Perfilman No. 8/1992 dan PP No. 7/1994 tentang
Penyensoran; (8) partisipasi dan mendapat penghargaan dalam
Festival Film Asia Osians Cinefan Ke-7 di New Delhi, India; (9)
melakukan kerja sama perfilman dengan pertukaran film dan
melakukan produksi bersama (joint production) dengan India; dan
(10) transkripsi, transliterasi, dan alih media naskah kuno.

III.

Tindak Lanjut yang Diperlukan

Untuk mengatasi permasalahan yang masih akan dihadapi di


masa mendatang, tindak lanjut yang diperlukan dalam pembangunan
kebudayaan adalah (1) penguatan nilai-nilai budaya dalam
memantapkan ketahanan budaya bangsa; (2) aktualisasi nilai moral
sebagai perwujudan nilai luhur bangsa dalam memperkuat etika
pergaulan sosial melalui pemasyarakatan dan internalisasi pedoman
etika kehidupan berbangsa; (3) revitalisasi dan reaktualisasi budaya
lokal yang bernilai luhur sehingga mampu menjadi rujukan identitas
lokal dan nasional yang konstruktif bagi pembangunan watak dan jati
diri bangsa; (4) pelaksanaan transformasi budaya melalui adopsi dan
adaptasi nilai-nilai baru yang positif untuk memperkaya dan
memperkukuh khazanah budaya bangsa. (5) pelaksanaan dialog
antarbudaya yang terbuka dan demokratis sehingga terjadi
kesepahaman yang akan memperkukuh NKRI; (6) pengembangan
pendidikan multikultural untuk meningkatkan toleransi dalam
masyarakat sehingga perbedaan dapat disikapi secara arif dan positif;
(7) pelestarian dan pengembangan ruang publik sebagai modal sosial
untuk memperkuat interaksi dan komunikasi antarmasyarakat; (8)
pengembangan sistem informasi dan database bidang kebudayaan
yang mampu memberikan gambaran peta pembangunan kebudayaan;
(9) peningkatan sinergi lintas pelaku pembangunan kebudayaan dalam
pengelolaan kekayaan budaya; (10) penyusunan sistem dan
mekanisme yang lebih komprehensif tentang kerja sama penelitian
dengan pihak asing untuk mencegah berulangnya kasus temuan fosil
manusia Flores; (11) transkipsi dan transliterasi naskah-naskah kuno
melalui upaya pemetaan dan penetapan skala prioritas.
03 - 7

Anda mungkin juga menyukai