Anda di halaman 1dari 13

USULAN PEMETAAN GEOLOGI KABUPATEN

DAERAH KEMAWI DAN SEKITARNYA,


KABUPATEN BANJARNEGARA,
PROPINSI JAWA TENGAH

NATASHA OLIVIA REFIKA K.


072.11.085

TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemetaan geologi merupakan salah satu metode untuk mempelajari keadaan
geologi dari suatu daerah selain mempelajarinya dari literatur-literatur yang ada.
Dalam pemetaan geologi dibahas mengenai kondisi geomorfologi, stratigrafi, struktur
geologi sehingga didapatkan hasil berupa kondisi geologi secara keseluruhan dan
rekomendasi berupa potensi-potensi dan daerah rawan bencana pada daerah penelitian.
1.2 Batasan Masalah
Daerah pemetaan terletak pada peta geologi regional lembar Banyumas, Jawa (S.
Asikin, A. Handoyo, B. Pristhisto. Dan S. Gafoer 1992). Kavling pemetaan meliputi
anggota breksi formasi halang, formasi halang, dan endapan-endapan kuarter berupa
aluvium dan endapan undak.
1.3 Rumusan Masalah
Mengetahui kondisi geomorfologi, geologi, susunan stratigrafi, dan struktur
geologi di daerah Kemawi dan sekitarnya, kabupaten Banjarnegara, propinsi Jawa
Tengah.
1.4 Maksud & Tujuan
Maksud dari pemetaan ini adalah untuk mengetahui kondisi suatu daerah dengan
membandingkan antara studi literature dengan kondisi sebenarnya di lapangan dari
aspek stratigrafi, geomorfologi, struktur geologi sehingga menghasilkan peta geologi
yang dapat dipertanggung jawabkan secara akademik.
Tujuan dari pemetaan ini adalah untuk menyusun sejarah geologi didaerah
pemetaan serta memberi rekomendasi potensi sumber daya alam dan bencana yang
dapat terjadi didaerah tersebut.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari pemetaan ini adalah untuk mengetahui kondisi geologi yang
mendekati kebenarannya secara langsung di lapangan sehingga dapat dihasilkan
rekomendasi potensi sumber daya alam dan bencana yang dapat terjadi pada daerah
penelitian.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Fisiografi

Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah oleh van Bemmelen, (1949) dibagi menjadi 6 zona
fisiografi, yaitu: Dataran Aluvial Jawa Utara, Gunungapi Kuarte, Antiklinorium Bogor Serayu Utara
Kendeng, Depresi Jawa Tengah, Pegunungan Serayu Selatan dan Pegunungan Selatan Jawa (Gambar 2.1).
- Dataran Aluvial Jawa Utara, mempunyai lebar maksimum 40 km kearah selatan. Semakin kea rah timur,
lebarnya menyempit hingga 20 km.
- Gunungapi Kuarter di Jawa Tengah antara lain G. Slamet, G. Dieng, G. Sundoro, G. Sumbing, G.
Ungaran, G. Merapi, G. Merbabu dan G Muria.
- Zona Serayu Utara memiliki lebar 30-50 km. Di selatan tegal, zona ini tertutupi oleh produk gunungapi
kwarter dari G. Slamet.Di bagian tengah ditutupi okeh produk volkanik kwarter G. Rogojembangan, G.
Ungaran dan G. Dieng. Zona ini menerus ke Jawa Barat menjadi Zona Bogor dengan antara keduannya
terletak di sekitar Prupuk, Bumiayu hingga Ajibarang, persis di sebelah barat G. Slamet, sedangkan kea
rah timur membentuk Zoa Kendeng. Zona Antiklinorium Bogor terletak di selatan Dataran Aluvial
Jakarta berupa Antiklinorium dari lapisan Neogen yang terlipat kuat dan terintrusi.Zona kendeng meliputi
daerah yang terbatasantara Gunung Ungaran hingga daerah sekitar Purwodadi dengan singkapan batuan
tertua berumur Oligosen-Miosen Bawah yang diwakili oleh Formasi Pelang.
- Zona Depresi Jawa Tengah menempati bagian tengah hingga selatan.Sebagian merupakan dataran pantai
dengan lebar 10-25 km. morfologi panati ini mencakup kontras dengan pantai selatan Jawa Barat dan
Jawa Timur yang relative lebih terjal.

- Pegunungan Selatan Jawa memamnjang di sepanjang pantai pantai selatan Jawa membentuk morfologi
pantai yang terjal.Namun di Jawa Tengah, zona ini terputus oleh Depresi Jawa Tengah.
- Pegunungan Serayu Selatan terletak di antara Zona Depresi Jawa Tengah yang membentuk kubah dan
pegunungan.Di bagian barat dari Pegunungan Serayu Selatan yang berarah barat-timur dicirikan oleh
bentuk anticlinorium yang berakhir di timur pada suatu singkapan batuan tertua terbesar di Pulau Jawa,
yaitu daerah Luk Ulo, Kebumen.
Berdasarkan pembagian zona ini, daerah kegiatan Pemetaan Geologi termasuk kedalam Pegunungan
Serayu Selatan.

.1

Kondisi Geomorfologi
Penamaan satuan geomorfologi daerah pemetaan berdasarkan atas parameter deskriptif, litologi,
dan proses genetik baik secara endogen maupun eksogen yang terjadi didaerah pemetaan tersebut.
Pembahasan geomorfologi bermaksud untuk mengelompokkan bentang alam secara sistematis
berdasarkan kenampakan bentuk-betuk relief di lapangan, kemiringan lereng, beda tinggi serta
variasi litologi, pola aliran sungai, genetik sungai dan struktur geologi yang mengontrolnya.
Secara umum geomorfologi daerah pemetaan memperlihatkan perbukitan dan
bergelombang.Namun pengklasifikasian bentang alam ini, dilakukan dengan mengacu pada parameterparameter relief yang disusun oleh Van Zuidam (1983) (Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Klasifikasi relief Van Zuidam , 1983


KELERENGAN

SATUAN RELIEF

02%

Datar

37%

Miring landai

8 13 %

Bergelombang miring

14 20 %

Pebukitan bergelombang

21 55 %

Pebukitan tersayat tajam

56 140 %

Pegunungan tersayat tajam

> 140 %

Pegunungan tersayat curam

Berdasarkan genesanya (Hidartan dan Handaya , 1994), bentukan bentang alam dibedakan
berdasarkan dominasi gaya-gaya yang bekerja selama pembentukannya, terdiri atas bentukan bentang
alam asal endogen dan eksogen. Bentukan bentang alam asal endogen : (a) Bentuk Asal Struktural yaitu
bentuk lahan struktural terbentuk karena adanya proses endogen atau proses tektonik yang berupa
pengangkatan, perlipatan dan patahan. Gaya tektonik ini bersifat konstruktif (membangun) dan pada
awalnya hampir semua bentuk lahan di roman muka bumi ini dibentuk oleh kontrol struktural dan (b)
Bentuk Lahan Asal Volkanik adalah bentukan lahan yang terjadi karena pengaruh aktifitas volkanik
berupa kepundan, kerucut semburan, medan lava, medan lahar dan sebagainya yang umumnya berada
pada wilayah gunung api. Sedangkan bentang alam asal eksogen terdiri atas ; (a) Bentuk asal fluvial
adalah bentuk lahan yang berkaitan erat dengan aktifitas sungai dan air permukaan yang berupa
pengikisan pengangkutan, dan penimbunan pada daerah rendah seperti lembah dan daratan alluvial ; (b)
Bentuk asal marine , aktifitas marine yang utama adalah abrasi, sedimentasi, pasang surut dan pertemuan
terumbu karang. Bentuk lahan yang dihasilkan oleh aktifitas marine berada di kawasan pesisir yang
melapar sejajar garis pantai; (c) Bentuk Lahan Asal Pelarutan (Karst), adalah bentuk lahan karst
dihasilkan oleh proses solusi / pelarutan pada batuan yang mudah larut. Mempunyai karakteristik relief
dan drainase yang khas, yang disebabkan oleh tingkat pelarutan batuan yang tinggi; (d) Bentuk Lahan
Asal Aeolian (Angin), adalah bentukan ini dipengaruhi oleh udara dan angin yang dapat membentuk
medan yang khas dan berbeda bentuknya dari daerah lain. Endapan angin terbentuk oleh pengikisan,
pengangkatan, dan pengendapan material lepas oleh angin yang umumnya dibedakan menjadi gumuk
pasir dan endapan debu (loess); (e) Bentuk Lahan Asal Glasial, adalah bentuk yang dihasilkan oleh
aktivitas gletser, tidak berkembang didaerah tropis kecuali sedikit di puncak Gunung Jaya Wijaya di
Indonesia ; (f) Bentuk Asal Denudasional, adalah proses denudasional (penelanjangan) merupakan
kesatuan dari proses pelapukan, pegerakan tanah, erosi dan kemudian diakhiri dengan proses
pengendapan.
Secara umum relief daerah pemetaan ini adalah datar di utara daerah pemetaan, selebihnya
bergelombang miring, perbukitan bergelombang dan perbukitan tersayat tajam.

2.2

Kondisi Geologi
Menurut peta geologi regional lembar Banyumas (S. Asikin, A. Handoyo, B.
Pristhisto. Dan S. Gafoer 1992), daerah pemetaan meliputi 4 formasi, yaitu anggota
breksi formasi halang, formasi halang, aluvium dan endapan undak.
Anggota breksi formasi halang disusun oleh breksi dengan komponen andesit,
basal dan batugamping dengan masa dasar batupasir tufan kasar beserta sisipan
batupasir dan lava basal berumur akhir miosen.
Formasi halang terdiri dari perselingan batupasir, batulempung, napan dan tuf
dengan sisipan breksi yang dipengaruhi oleh arus turbid dan pelengseran bawah air
laut berumur akhir miosen pliosen.
Dan endapan kuarter berupa aluvium terdiri dari lempung, lanau, pasir, kerikil dan
kerakal berumur holosen atau recent. Dan endapan undak terdiri atas pasir, kerikil dan
kerakal yang agak mampat dan merupakan endapan tua dari Kali Serayu berumur
plistosen.

2.3

Kondisi Stratigrafi
Menurut kolom stratigrafi pada peta geologi regional lembar Banyumas (S.
Asikin, A. Handoyo, B. Pristhisto. Dan S. Gafoer 1992), penyusunan umur dari
formasi-formasi yang ada pada daerah penelitian yaitu anggota breksi formasi halang
dan formasi halang merupakan formasi tertua pada daerah pemetaan, keduanya
terendapkan bersama sehingga pada awal miosen akhir anggota breksi formasi halang
selesai terendapkan, dan formasi halang terus mengendap sampai awal pliosen. Terjadi
ketidak selarasan sehingga diendapkan endapan undak pada umur plistosen,

dilanjutkan dengan endapan termuda pada daerah pemetaan yaitu aluvium dengan
umur holosen.
2.4

Kondisi Struktur Geologi


Proses tektonik yang terjadi di sebagian besar Pulau Jawa dipengaruhi oleh
pergerakan Lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Lempeng Mikro
Sunda. Berdasarkan penelitian lapangan, foto udara dan citra satelit, Pulau Jawa
memiliki tiga arah pelurusan struktur yang utama. Tiga arah kelurusan itu adalah Pola
Meratus, Pola Sunda dan Pola Jawa.
Pola dengan arah timur laut barat daya disebut sebagai Pola Meratus, yang
merupakan pola struktur dominan di Pulau Jawa (Pulunggono dan Martodjodjo, 1994).
Pola ini diperkirakan terbentuk sekitar 53-80 juta tahun yang lalu. Pola Meratus ini
berumur Kapur Akhir sampai Eosen Awal.
Pola struktur dengan arah utara-selatan disebut sebagai Pola Sunda. Pola ini
diwakili oleh sesar yang membatasi Cekungan Asri, Cekungan Sunda dan Cekungan
Arjuna. Pola Sunda terbentuk sekitar 32 53 juta tahun yang lalu. Pola Sunda ini
berumur Eosen Awal Oligosen Awal.
Pola struktur dengan arah barat timur disebut sebagai Pola Jawa. Pola Jawa ini
diwakili oleh sesar baribis dan sesar sesar dalam Zona Bogor yang berupa sesar naik
(Van Bemmelen, 1949).
2.4.1

Struktur Geologi Jawa Tengah


Struktur geologi Jawa Tengah mengacu kepada Asikin (1974).
Seperti umumnya perkembangan tektonik di Jawa, evolusi tektonik di
Jawa Tengah juga dapat dibagi tiga, yaitu Tektonik Akhir Paleogen,
Tektonik intra Neogen dan Tektonik Akhir Neogen. Tektonik akhir
Paleogen seperti di tempat tempat lain hampir di seluruh Daratan Sunda
(Lempeng Mikro Sunda), dicirikan oleh pembentukan sesar sesar
regangan yang menghasilkan tinggian dan depresi. Berdasarkan data
seismik dimana dapat diamati dengan jelas adanya gejala gejala
ketidakselarasan, maka diyakini bahwa pada akhir Paleogen hampir
sebagian besar daerah mengalami pengangkatan dan muncul dipermukaan
dan mengalami pengikisan yang kuat.
Dari data gaya berat, pola struktur Jawa Tengah memperlihatkan
adanya 3 (tiga) arah utama, yaitu : baratlaut tenggara di dekat

perbatasan dengan Jawa Barat, timurlaut baratdaya di selatan sekitar G.


Muria, dan barat timur yang umumnya berupa perlipatan.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1

Lokasi Penelitian
Lokasi daerah pemetaan berada pada daerah daerah Kemawi dan sekitarnya,

kabupaten Banjarnegara, propinsi Jawa Tengah.


Secara geografis daerah pemetaan termasuk kedalam lembar peta Wangon daerah

penelitian terletak pada : 07o 30 00 07o 32 43 LS dan 109o 20 55,9 109o 24


12,4 BT. Daerah penelitian mempunyai luas 30 km2 dengan bentuk persegi panjang

3.2

Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah penelitian secara
deskriptif dengan cara studi literatur, interpretasi peta topografi, peta geologi regional
dan peta bakor untuk penentuan basecamp dan lintasan; observasi dan analisa data
lapangan dan analisa data laboratorium.

Tahap ini terdiri dari 4 kegiatan, antara lain :


1. Studi Literatur mengenai daerah pemetaan dari peneliti peneliti terdahulu.
2. Perencanaan lintasan lokasi pengamatan yang efisien dan efektif untuk seorang geologi yang
bekerja di lapangan seperti melakukan observasi di lapangan, tectonic section, dan MS dengan
pertimbangan sebagai berikut :
Lintasan searah dip
Diutamakan lintasan yang melewati sungai atau jalan dan memotong seluruh formasi
yang terdapat di daerah pemetaan.
Perencanaan lintasan harus mempertimbangkan faktor resiko keselamatan.
3. Analisis peta topografi, digunakan untuk prediksi awal indikasi adanya struktur geologi dan
variasi geologi yang dijumpai di daerah pemetaan.
4. Persiapan Perlengkapan dan Pemilihan Base Camp
Perlengkapan yang dibutuhkan antara lain :
Peta Topografi 1 : 12.500
Kompas Geologi
Buku Lapangan & Alat Tulis
Kantong Contoh Batuan
Plastik Peta
Larutan HCL 10%
Loupe
Palu Geologi
Kamera Digital
Komparator Batuan
GPS
Protaktor

3.2.1

Tahap Penelitian Lapangan


Hal hal yang perlu dilakukan di lapangan adalah sebagai berikut :

Menentukan lokasi pengamatan dan plotting pada peta topografi.


Pengamatan dan pengukuran singkapan batuan serta pengambilan contoh batuan untuk

analisis laboratorium.
Pengukuran struktur geologi.
Pencatatan data observasi dalam buku lapangan.
Pengambilan foto geomorfologi dan singkapan batuan.
Pembuatan penampang tektonik.

BAB IV
WAKTU DAN PELAKSANAAN PENELITIAN
4.1

Waktu
Waktu pelaksanaan kegiatan pemetaan dimulai dari tanggal 7 Agustus 2014 8
September 2014 di daerah Kemawi dan sekitarnya, kabupaten Banjarnegara, propinsi
Jawa Tengah.

4.2

Rencana Kerja
Tahapan pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan dari awal sampai akhir
adalah sebagai berikut, :
1) Tahap persiapan dan studi pustaka
Pada tahapan ini dilakukan interpretasi awal berupa interpretasi
peta geologi regional, topografi dan peta bakor, serta studi literatur
dari berbagai sumber. Juga mempersiapkan peralatan dan
perlengkapan untuk pemetaan geologi.
2) Pemetaan geologi
Merupakan tahap untuk melakukan pengumpulan data primer
dengan cara plot data seperti lokasi pengamatan, pengambilan datadata struktur, batuan, tectonic section dan measuring section.
3) Analisa data
Pada tahap ini dilakukan analisa data baik secara langsung di
lapangan, maupun di laboratorium, seperti analisa sayatan tipis
petrografi, identifikasi fosil, dan analisis struktur geologi.

4) Penyusunan laporan dan kolokium

Tahap ini merupakan tahapan akhir dari penelitian dengan


melakukan pembuatan laporan dari hasil analisa data yang didapatkan,
dilanjutkan dengan kolokium, yaitu presentasi hasil dari penelitian
yang sudah dilakukan.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai