Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis,
dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Pada masyarakat
umum,sering juga disebut dengan istilah radang usus buntu. Akan tetapi, istilah
usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat,
karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum (caecum).
Sedangkan apendiks atau yang sering disebut juga dengan umbai cacing
adalah organ tambahan pada usus buntu. Umbai cacing atau dalam bahasa
Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah ujung buntu tabung
yang menyambung dengan caecum.
B. ANATOMI
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Apendiks
merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya kirakira 10cm (kisaran 3-15cm) dan pada orang dewasa umbai cacing berukuran
sekitar 10 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap yaitu berpangkal di
sekum, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda-beda, yaitu di retrocaecal atau
di pinggang (pelvis) yang pasti tetap terletak di peritoneum.
Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal dan melebar pada
bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek dan melebar dipersambungan dengan
sekum. Selama anak-anak, pertumbuhannya biasanya berotasi ke dalam
retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal. Pada apendiks terdapat 3 tanea
coli yang menyatu dipersambungan caecum dan bisa berguna dalam
menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks terbanyak
adalah Retrocaecal (74%) lalu menyusul Pelvic (21%), Patileal(5%),
Paracaecal (2%), subcaecal(1,5%) dan preleal (1%).
Apendiks dialiri darah oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari
bagian bawah arteri ileocolica. Arteri apendiks termasuk arteri akhir atau

ujung. Apendiks memiliki lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendiks


menuju ke nodus limfe ileocaecal.
C. KLASIFIKASI APENDISITIS
Klasifikasi Apendisitis ada 2, yaitu :
1. Apendisitis Akut, dibagi atas :
a. Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan
timbul striktur lokal.
b. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
Appendisitis akut dalam 48 jam dapat menjadi :
a. Sembuh
b. Kronik
c. Perforasi
d. Infiltrat
2. Apendisitis Kronis, dibagi atas :
a. Apendisitis kronis fokalis atau parsial, yaitu setelah sembuh akan
timbul striktur lokal.
b. Apendisitis kronis obliteritiva, yaitu appendiks miring dimana
biasanya ditemukan pada usia tua.

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENYEBAB
Kita sering mengasumsikan bahwa apendisitis berkaitan dengan makan
biji cabai. Hal ini tidak sepenuhnya salah. Namun yang mendasari terjadinya
apendisitis adalah adanya sumbatan pada saluran apendiks. Yang menjadi
penyebab tersering terjadinya sumbatan tersebut adalah fekalit. Fekalit
terbentuk dari feses yang terperangkap di dalam saluran apendiks. Selain
fekalit, yang dapat menyebabkan terjadinya sumbatan adalah cacing atau benda
asing yang tertelan. Beberapa penelitian menunjukkan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat terhadap timbulnya apendisitis. Kebiasaan makan
makanan rendah serat dapat mengakibatkan kesulitan dalam buang air besar,
sehingga akan meningkatkan tekanan di dalam rongga usus yang pada akhirnya
akan menyebabkan sumbatan pada saluran apendiks.
Selain penyebab di atas apendisitis ini pada umumnya karena infeksi
bakteri atau kuman. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli
dan streptococcus. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah
ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. Histolytica.
Berbagai hal berperan sebagai faktor penyebab terjadinya apendisitis.
Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini
biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit),
hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, striktur, benda asing dalam tubuh,
dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan. Apendisitis
merupakan salah satu penyakit patologis.
Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar
ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks
menghasilkan

mukus

(lendir)

setiap

harinya.

Terjadinya

obstruksi

menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi

terhambat. Makin lama mukus makin bertambah banyak dan kemudian


terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen. Namun, karena keterbatasan
elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan timbulnya
edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar
umbilikus.
Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus
meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang
timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga
menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan
terjadi infark dinding apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks
yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis berada dalam
keadaan perforasi.
Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi
proses peradangan ini. Caranya adalah dengan menutup apendiks dengan
omentum, dan usus halus, sehingga terbentuk massa periapendikuler yang
secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di dalamnya dapat terjadi
nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Namun, jika
tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan
menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
B. GEJALA
Gejala utama terjadinya apendisitis adalah adanya nyeri perut. Nyeri perut
yang klasik pada apendisitis adalah nyeri yang dimulai dari ulu hati, lalu
setelah 4-6 jam akan dirasakan berpindah ke daerah perut kanan bawah (sesuai
lokasi apendiks). Namun pada beberapa keadaan tertentu (bentuk apendiks
yang lainnya), nyeri dapat dirasakan di daerah lain (sesuai posisi apendiks).

Ujung apendiks yang panjang dapat berada pada daerah perut kiri bawah,
punggung, atau di bawah pusar. Anoreksia (penurunan nafsu makan) biasanya
selalu menyertai apendisitis. Mual dan muntah dapat terjadi, tetapi gejala ini
tidak menonjol atau berlangsung cukup lama, kebanyakan pasien hanya
muntah satu atau dua kali. Dapat juga dirasakan keinginan untuk buang air
besar atau buang angin. Demam juga dapat timbul, tetapi biasanya kenaikan
suhu tubuh yang terjadi tidak lebih dari 1 0 C (37,8 38,8 0 C). Jika terjadi
peningkatan suhu yang melebihi 38,8 0 C. Maka kemungkinan besar sudah
terjadi peradangan yang lebih luas di daerah perut (peritonitis). Pada bayi dan
anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang
tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri
tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila apendiks pecah, nyeri dan demam bisa
menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.
Ada beberapa hal yang penting dalam gejala penyakit apendisitis yaitu:
1. Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu
kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Nyeri berhubungan dengan
anatomi ureter yang berdekatan dengan apendiks oleh inflamasi.
2. Muntah dan mual oleh karena nyeri viseral. Nutrisi kurang dan volume
cairan yang kurang dari kebutuhan juga berpengaruh dengan terjadinya
mual dan muntah.
3. Suhu tubuh meningkat dan nadi cepat (karena kuman yang menetap di
dinding usus).
4. Rasa sakit hilang timbul
5. Diare atau konstipasi
6. Tungkai kanan tidak dapat atau terasa sakit jika diluruskan
7. Perut kembung

8. Hasil pemeriksaan leukosit meningkat 10.000 - 12.000 /ui dan 13.000/ui


bila sudah terjadi perforasi
9. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita
nampak sakit, menghindarkan pergerakan.
Selain gejala tersebut masih ada beberapa gejala lain yang dapat timbul
sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak
apendiks ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut.
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum
(terlindung oleh sekum). Tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas
dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut
kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan,
bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya
kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis

a. Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan


timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis
meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan
berulang-ulang (diare).
b. Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih,
dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya
dindingnya.
Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit
dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada
waktunya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut
beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas.
1. Pada anak-anak
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali
anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian
akan

terjadi

muntah-muntah

dan
6

anak

menjadi

lemah.

Karena

ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis diketahui setelah perforasi.


Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi
perforasi.
2. Pada orang tua berusia lanjut
Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh
penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.
3. Pada wanita
Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang
gejalanya serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses
ovulasi, menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya.
Pada wanita hamil dengan usia kehamilan trimester, gejala apendisitis
berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa
yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan
lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan
tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.
C. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi, pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal
swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi
perut.
b. Palpasi, pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa
nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan
perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada
penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan
bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan
di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan
bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).
c. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator, pemeriksaan ini juga
dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas
dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi
panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha
kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas
7

mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan


pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi
panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak
dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil,
maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan
pada apendisitis pelvika.
d. Pemeriksaan colok dubur, pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis,
untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika
saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan
apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini
merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium, terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein
reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah
leukosit antara 10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas
b.

75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.


Radiologi, terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat
yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan
CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta
perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya
pelebaran sekum.

D. DIAGNOSIS
Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis
klinis apendisitis masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan
diagnosis lebih sering terjadi ada perempuan dibanding laki-laki. Hal ini dapat
disadari mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering
mengalami gangguan yang mirip apendisitis. Keluhan itu berasal dari genitalia
interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik

lain.Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis meragukan,


sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan
setiap 1-2 jam. Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi dan
laparoskopi bisa meningkatkan akurasi diagnosis pada kasus yang meragukan.
Bila dari hasil diagnosis positif apendisitis akut, maka tindakan yang
paling tepat adalah segera dilakukan apendektomi. Apendektomi dapat
dilakukan dalam dua cara, yaitu cara terbuka dan cara laparoskopi. Apabila
apendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa periapendikuler, maka
tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah pemberian/terapi antibiotik
kombinasi terhadap penderita. Antibiotik ini merupakan antibiotik yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob. Setelah gejala membaik, yaitu sekitar 6-8
minggu, barulah apendektomi dapat dilakukan. Jika gejala berlanjut, yang
ditandai dengan terbentuknya abses, maka dianjurkan melakukan drainase dan
sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan apendisektomi. Namun, apabila
ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan pemeriksaan klinis serta
pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses setelah
dilakukan terapi antibiotik, maka dapat dipertimbangkan untuk membatalkan
tindakan bedah.

E. PENATALAKSANAAN/PENGOBATAN
Penatalaksanaan standar untuk apendisitis adalah operasi. Pernah dicoba
pengobatan

dengan

antibiotik,

walaupun

sembuh

namun

tingkat

kekambuhannya mencapai 35 %. Pembedahan dapat dilakukan secara terbuka


atau semi-tertutup (laparoskopi). Setelah dilakukan pembedahan atau
apendektomi, harus diberikan antibiotika selama 7 10 hari.
Pembedahan segera dilakukan, untuk mencegah terjadinya ruptur (pecah),
terbentuknya abses atau peradangan pada selaput rongga perut (peritonitis).

Pada hampir 15% pembedahan apendiks, apendiksnya ditemukan normal.


Tetapi penundaan pembedahan sampai ditemukan penyebab nyeri perutnya,
dapat berakibat fatal. Apendiks yang terinfeksi bisa pecah dalam waktu kurang
dari 24 jam setelah gejalanya timbul. Bahkan meskipun apendisitis bukan
penyebabnya, apendiks tetap diangkat. Lalu dokter bedah akan memeriksa
perut dan mencoba menentukan penyebab nyeri yang sebenarnya.
Pembedahan yang segera dilakukan bisa mengurangi angka kematian pada
apendisitis. Penderita dapat pulang dari rumah sakit dalam waktu 2-3 hari dan
penyembuhan biasanya cepat dan sempurna. Apendiks yang pecah,
prognosisnya lebih serius. 50 tahun yang lalu, kasus yang ruptur sering
berakhir fatal. Dengan pemberian antibiotik, angka kematian mendekati nol.
F. KOMPLIKASI
Pada kebanyakan kasus, peradangan dan infeksi apendiks mungkin
didahului oleh adanya penyumbatan di dalam apendiks. Bila peradangan
berlanjut tanpa pengobatan, apendiks bisa pecah. Apendiks yang pecah bisa
menyebabkan :
1. Perforasi dengan pembentukan abses.
2. Peritonitis generalisata, masuknya kuman usus ke dalam perut,
menyebabkan peritonitis, yang bisa berakibat fatal.
3. Masuknya kuman ke dalam pembuluh darah (septikemia), yang bisa
berakibat fatal.
4. Pada wanita, indung telur dan salurannya bisa terinfeksi dan menyebabkan
penyumbatan pada saluran indung telur yang bisa menyebabkan
kemandulan.
5. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang terjadi.
BAB III
10

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis,
dan bukan peradangan usus buntu. apendiks atau yang sering disebut juga
dengan umbai cacing adalah organ tambahan pada usus buntu. fungsi apendiks
adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi
immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh).
Apendisitis ada 2 macam, yaitu apendisitis akut dan apendisitis kronis.
Yang mendasari terjadinya apendisitis adalah adanya sumbatan pada saluran
apendiks. Selain penyebab di atas apendisitis ini pada umumnya karena infeksi
bakteri atau kuman. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli
dan streptococcus. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah
ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. Histolytica.
Ada beberapa hal yang penting dalam gejala penyakit apendisitis, yaitu
nyeri, muntah dan mual, suhu tubuh meningkat, nadi cepat, sasa sakit hilang
timbul, diare atau konstipasi, tungkai kanan tidak dapat atau terasa sakit jika
diluruskan, perut kembung, hasil leukosit meningkat. Gejala lain adalah badan
lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan
pergerakan.
Pemeriksaan apendisitis dapat dilakukan melalui pemeriksaan fisik yaitu
inspeksi, palpasi, pemeriksaan uji psoas dan uji obturator , pemeriksaan colok

dubur. Selain pemeriksaan fisik juga dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu


pemeriksaan laboratorium dan radiologi.
Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi ada perempuan dibanding lakilaki. Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama yang masih
muda sering mengalami gangguan yang mirip apendisitis. Bila dari hasil
11

diagnosis positif apendisitis akut, maka tindakan yang paling tepat adalah
segera dilakukan apendektomi. Pembedahan segera dilakukan, untuk mencegah
terjadinya ruptur (pecah), terbentuknya abses atau peradangan pada selaput
rongga perut (peritonitis). Setelah dilakukan pembedahan, harus diberikan
antibiotika selama 7 10 hari.
Pada komplikasi apendiks yang pecah bisa menyebabkan, perforasi,
peritonitis, septikemia, pada wanita terjadi penyumbatan pada saluran indung
telur yang bisa menyebabkan kemandulan serta terjadi pieloflebitis dan abses
hati, tapi jarang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA
Anita, Tengku, S.Ked. 2008. http://www.wordpress.com/tanya_jawab_apendicitis
(diunduh tanggal 28 Maret 2010 pkl. 09.11).
12

Anonim.http://www.wikipedia_bahasa_Indonesia_ensiklopedia_bebas/apendisitis.
html (diunduh tanggal 28 Maret 2010 pkl. 08.20).
Anonim. http://www.wordpress.com/askep_apendisitis (diunduh tanggal 28 Maret
2010 pkl 09.25).
Anonim. http://www.medicastore.com/apendisitis (diunduh tanggal 28 Maret 2010
pkl. 09.36).
Erik,
Prabowo.

2009.

http://www.bedah.info/bedah_digestif/usus_buntu_

_apendiks_tercipta_bagi_ahli_bedah/ (diunduh tangal 28 Maret 2010 pkl


10.05).
Guyton, Arthur C. 1996. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit.
Jakarta:EGC (Penerbit Buku Kedokteran).
Soleman, Sani Rachman. 2009. http://www.apendicitis_welcome_to_Sani_
Rachman's_house/Appendicitis_Akut_dan_Appendicitis_Infiltrat.html
(diunduh tanggal 28 Maret 2010 pkl. 08.48).
Syamsuri, Istamar. 2004. Biologi Jilid 2A Untuk SMA kelas XI. Jakarta:Erlangga.

LAMPIRAN

13

14

15

PEMBAHASAN UMUM

Pendahuluan
Appendicitis adalah peradangan dari appendiks vermivormis dan
merupakan kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering
ditemukan. Dapat terjadi pada semua umur, hanya jarang dilaporkan
pada anak berusia kurang dari 1 tahun. Insiden tertinggi pada usia 2030 tahun terjadi pada laki-laki dan perempuan sama banyak.

Anatomi dan Fisiologi


Appendiks merupakan organ berbentuk tabung dengan panjang
kurang lebih 10 cm (3-15 cm), berpangkal di caecum dan merupakan
pertemuan ketiga taenia coli. Letak appendiks dapat bermacammacam,

yaitu:

iliacal,

retrocaecal

intraperitoneal

(65%)

atau

retroperitoneal dan antecaecal, pelvical.


Appendiks dipersarafi oleh persarafan parasimpatis yang berasal
dari cabang N. Vagus dan persarafan simpatis yang berasal dari N.
Thoracalis X. Perdarahan appendiks berasal dari A. Appendicularis yang
merupakan arteri tanpa kolateral, sehingga jika arteri ini tersumbat,
appendiks akan mengalami ganggren.
Appendiks menghasilkan lendir sebanyak 1-2 ml per hari. Lendir
ini normalnya dicurahkan ke dalam lumen lalu mengalir ke dalam
caecum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampakya
berperan dalam terjadinya appendicitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut
Associated Lymphoid Tissue) di sepanjang saluran cerna termasuk

16

appendiks adalah IgA, yang berfungsi sebagai pelindung terhadap


infeksi.

Etiologi

Sumbatan lumen appendiks.

Hiperplasia jaringan limfe.

Fekolith.

Benda asing, misalnya cacing Askaris.

Tumor.

Erosi mukosa appendiks, misalnya oleh E. Hystolitica.

Kebasaan makan makanan yang rendah serat.

Striktur karena fibrosis akibat perdangan sebelumnya.

PEMBAGIAN APPENDICITIS:
1. Appendicitis acuta tanpa perforasi (Simple Appendicitis Acuta).
2. Appendicitis acuta dengan perforasi:

Lokal peritonitis.

Abses.

Pritonitis umum.

3. Appendicitis kronika.

PATOFISIOLGI dan GEJALA KLINIS


Simple Appendicitis Acuta terdiri dari dua macam yaitu Non
Obstruktif dan obstruktif.
Simple appendicitis acuta non obstruktif:
17

Biasanya yang mula-mula terserang oleh bakteri adalah mukosa


(Catarrhal Appendicitis) menyebar keluar dinding appendix
menjadi udem dan pembuluh darah vasodilatasi (merah) hemoragik
infarks nekrosis kecil-kecil (ganggren) ulkus kecil-kecil serosa
terkena (serosa appendiks = serosa peritoneum) memberikan reaksi
untuk mengeluarkan fibrin eksudat yang putih omentum begerak
menuju appendix untuk melokalisir/radang (LOCALIZED PERITONITIS).
Jika sembuh, jaringan appendix diganti dengan jaringan ikat sehingga
dapat

menimbulkan

obstruksi.

Ini

akan

menimbulkan

CHRONIC

APPENDICITIS atau APPENDICITICIS ACUTA lagi.


Gejala-gejala:
Pada awalnya mengeluh tidak enak disekitar epigastrium umbilicus dan
sering disertai dengan enek, anorexia, malaise dan muntah (VISCERAL
PAIN).
Nyeri menjalar ke kanan bawah disertai rasa sakit yang jelas. Rasa
sakit di kanan bawah disebabkan karena infeksi sudah menerobos
peritonium visceral, kemudian peritonium parietale (PARIETAL PAIN =
nyeri karena terkena peritonium parietale). Jika appendix RETROCAECAL/PELVINAL maka gejala-gejala parietal pain terlambat.

Simple appendicitis acuta obstruktif:


Terjadi jika ada obstruksi, misalnya fekalit, pembelokan atau desakan
dari

luar.

Obstruktif

memproduksi

mucous

di

lumen

appendix

tekanan

intra

tetapi
luminal

appendix

tetap

meningkat

vaskularisasi dinding appendix terganggu (mula-mula sistim vena


terganggu karena tekanannya lebih rendah) vena membengkak
memperburuk sirkulasi sistem arteri terganggu dinding mati
gangren bakteri keluar PERITONITIS.

18

Meso Appendix adalah bagian yang paling mudah terkena karena


bagian ini paling sedikit mendapat pendarahan.

Jika infeksi sangat hebat dapat terjadi PERFORASI (FULMINATING) dan


akhirnya timbul PERITONITIS GENERALISATA. Ini disebut APPENDICITIS
TIPE FULMINATING.

KALAU TERJADI PERFORASI DAPAT MENYEBABKAN:


1. Localized Peritonitis.
Kalau terlokalisir sempurna menjadi appendicitis infiltrat. Kalau
tidak terlokalisir sempurna menjadi appendicitis abses.
2. Generalized Peritonitis.
Gejala appendicitis acuta dengan peritonitis lokal:
Terjadi perforasi tetapi tubuh masih bisa melokalisir sehingga timbul
peritonitis lokal/abses.
Gejala-gejala lebih jelas, yaitu: pasien tampak toksis/lebih sakit, nadi
cepat, panas meningkat, nafas mulai berbau, lidah kotor.

Gejala appendicitis acuta dengan peritonitis generalisata:


Pasien tampak payah, sakit berat (toksis), perforasi menjalar ke
seluruh abdomen, perut nyeri dan tegang di seluruh abdomen
walaupun punctum maximum mungkin di sebelah kanan, nyeri dan
febris tinggi, keadaan umum jelek. Karena fungsiolaesa maka fungsi
usus terhenti (tidak berkontraksi) sehingga terjadi pembentukkan gas
perut kembung paralitik ileus muntah-muntah (regurgitasi)

19

APPENDICITIS KRONIS
Gejala klinis:
1. Reccurent/Interval Appendicitis:

Penyakit sudah berulang ulang dan ada interval bebas.

Biasanya

pada

anamnesa

ada

appendicitis

acuta

kemudian sembuh, setelah beberapa lama kumat lagi tapi lebih


ringan.

Gejala utama dari kumat I dan kumat II dst adalah gejala


DYSPEPSI (diare, mual-mual, enek, tidak enak makan).

Pemeriksaan klinis: Nyeri di titik Mc Burney tapi tidak ada


defans.

2. Reccurent Appendicular Colic:

Ada obstruksi pada lumen appendixnya.

Gejala utama: kolik, tetapi tidak ada panas. Kolik


disekitar umbilicus/ ke arah lateral/ epigastrium.

Pemeriksaan fisik: Nyeri tekan di Appendix

DIAGNOSA APPENDICITIS ACUTA:


Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi) dan pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan penunjang lainnya adalah USG. Untuk appendicitis kronis
dapat dilakukan apendikogram.

DIAGNOSA BANDING APPENDICITIS ACUTA:

20

Gastroenteritis, urolitiasis pielum/ureter kanan, cholecystitis acuta,


perforasi ulcus pepticum, diverticulum meckeli, demam dengue,
limfadenitis mesenterica.
Pada wanita: ruptured ovarian follicle, torsi kista ovarium kanan,
salphyngitis/adnexitis,

kehamilan

ektopik

terganggu

(KET),

endometriosis.

Terapi
Tindakan yang paling tepat dan terbaik bila diagnosis klinis sudah jelas
adalah appendektomi, yag bisa dilakukan secara terbuka maupun
dengan laparoskopi. Indikasi untuk appendektomi adalah appendicitis
acutam appendicitis infiltrat dlam stadium tenang, appendicitis kronis
dan appendicitis perforata.

Prognosa
Dengan diagnosis dan pembedahan yang cepat, tingkat mortalitas dan
morbiditas penyakit ini sangat kecil. Angka kematian lebih tinggi pada
anak dan orang tua. Apabila appendiks tidak diangkat, dapat terjadi
serangan berulang.

21

Daftar Pustaka

1. Sjamsuhidayat

R, Wim de Jong: Usus halus, Apendiks, Kolon dan

Anorektum, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi : 865-875, 1997

2. McILRATH

D. C: Kelainan Bedah Apendiks Vermiformis dan

Divertikulum Meckel, Buku Ajar Bedah D.C. Sabiston, Bag 2:1-12,


1994

3. Way

L. W: Appendix, Current Surgical Diagnosis & Treatment, ed

2: 668-673, 2003

4. Appendectomy available from : http://www.emedicine.com/

22

23

Anda mungkin juga menyukai