PENDAHULUAN
Luka bakar adalah kerusakan jaringan permukaan tubuh disebabkan oleh
panas pada suhu tinggi yang menimbulkan reaksi pada seluruh sistem
metabolisme. Sengatan listrik (electric shock) atau yang lebih dikenal dengan
kesentrum adalah sebuah fenomena dalam kehidupan. Secara sederhana kesetrum
dapat dikatakan sebagai suatu proses terjadinya arus listrik dari luar ke tubuh.
Sengatan listrik dapat terjadi karena kontak dari tubuh manusia dengan sumber
tegangan yang cukup tinggi sehingga dapat menimbulkan arus melalui otot atau
rambut. Ketika tersengat lsitrik, terdapat beda potensial (arus dari potensial tinggi
ke rendah) sehingga muncul tegangan listrik antara tubuh dan lingkungan kita.
Taruma akibat sengatan listrik adalah kerusakan yang disebabkan oleh adanya
aliran arus listrik yang melewati tubuh manusia dan membakar jaringan ataupun
menyebabkan terganggunya fungsi organ dalam. Arus listrik yang mengalir
kedalam tubuh manusia akan menghasilkan pans yang dapat membakar dan
menghancurkan jaringan tubuh. Tanda dan gejalanya meliputi luka bakar pada
kulit, kerusakan organ dalam dan jaringan lainnya, aritmia, serta gagal nafas.
Kejadian kecelakaan karena sengatan arus listrik pada manusia lebih sering
dikarenakan arus bolak-balik (AC) dibandingkan arus searah (DC). Manusia lebih
sensitif 4-6 kali terhadap arus AC dibandingkan arus DC. Arus DC menyebabkan
satu kontraksi otot, sedangkan arus AC menyebabkan kontaksi otot yang kontinu
dapat mencapai 40-110 kali/detik, sehingga menyebabkan luka yang lebih parah.
Dalam terjadinya luka akibat arus listrik ada beberapa faktor yang mempengaruhi
antara lain yaitu : intensitas, voltase, tahanan, arah arus, waktu, jenis kelamin,
berat badan dan kondisi sekitar.
Angka kejadian sengatan listrik sebagian besar terjadi pada anak-anak kurang
dari 6 tahun dan sisanya pada dewasa. Sengatan listrik yang terjadi pada anakanak biasanya terjadi saat berada di rumah. Anak-anak mempunyai predisposisi
untuk terjadinya luka akibat sengatan listrik yang bersumber dari tegangan
rendah, seperti kabel listrik karena keterbatasan mobilitas anak. Sedangkan
dewasa luka sengatan listrik biasanya bersumber dari tengangan tinggi yang dapat
menyebabkan kematian. Pasien yang dapat bertahan setelah mengalami sengatan
listrik sekitar 3% dari 100.000 pasien. Di Amerika 1200 orang meninggal dunia
karena tersengat listrik tiap tahunnya. Sengatan listrik pada anak biasanya terjadi
di rumah, sedangkan pada orang dewasa lebih sering dikarenakan kecelakaan
kerja.
Pada luka sengatan listrik termasuk kompetensi 3A dimana mampu
mendiagnosis, melakukan penanganan awal dan merujuk pada kasus gawat
darurat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Luka bakar merupakan kerusakan jaringan atau kehilangan jaringan yang
diakibatkan sumber panas ataupun suhu dingin yang tinggi, sumber listrik,
bahan kimiawi, cahaya, radiasi dan friksi. Jenis luka dapat beraneka ragam
dan memiliki penanganan yang berbeda tergantung jenis jaringan yang terkena
luka bakar, tingkat keparahan, dan komplikasi yang terjadi akibat luka
tersebut. Luka bakar dapat merusak jaringan otot, tulang, pembuluh darah dan
jaringan epidermal yang mengakibatkan kerusakan yang berada di tempat
yang lebih dalam dari akhir sistem persarafan.
2.2 Anatomi dan Fungsi Kulit
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai fungsi
sebagai pelindung tubuh dan berbagai trauma ataupun masuknya bakteri,
kulit juga mempunyai fungsi utama reseptor yaitu untuk mengindera suhu,
perasaan nyeri, sentuhan ringan dan tekanan, pada bagian stratum korneum
mempunyai kemampuan menyerap air sehingga dengan demikian mencegah
kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dan mempertahankan
kelembaban dalam jaringan subkutan.
Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil
metabolisme makanan yang memproduksi energi, panas ini akan hilang
melalui kulit, selain itu kulit yang terpapar sinar ultraviolet dapat mengubah
substansi yang diperlukan untuk mensintesis vitamin D. kulit tersusun atas 3
lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan.
1. Lapisan epidermis, terdiri atas:
a. Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti
selnya sudah mati dan mengandung keratin, suatu protein fibrosa tidak
larut yang membentuk barier terluar kulit dan mempunyai kapasitas untuk
mengusir patogen dan mencegah kehilangan cairan berlebihan dari tubuh.
b. Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat pada telapak
tangan dan telapak kaki.
c. Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi seperti
kumparan, sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan
permukaan kulit.
d. Stratum spinosum/stratum akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan
yang paling tebal dan terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya terdiri dari sel
yang bentuknya poligonal (banyak sudut dan mempunyai tanduk).
e. Stratum basal/germinatum. Disebut stratum basal karena sel-selnya
terletak di bagian basal/basis, stratum basal menggantikan sel-sel yang di
atasnya dan merupakan sel-sel induk.
2. Lapisan dermis terbagi menjadi dua yaitu:
a. Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris)
Lapisan ini berada langsung di bawah epidermis dan tersusun dari sel-sel
fibroblas yang menghasilkan salah satu bentuk kolagen.
b. Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis).
Lapisan ini terletak di bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi
kolagen. Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut
saraf, kelenjar keringat serta sebasea dan akar rambut.
3. Jaringan subkutan atau hypodermis
Merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini terutamanya
adalah jaringan adipose yang memberikan bantalan antara lapisan kulit
dan struktur internal seperti otot dan tu lang. Jaringan subkutan dan
jumlah deposit lemak merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu
tubuh.
2.3 Etiologi
Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, yaitu:
a. Luka bakar suhu tinggi(Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat Luka
bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald) ,jilatan api
ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau
kontak dengan objek-objek panas lainnya(logam panas, dan lain-lain).
pada umumnya. Dapat berupa kulit yang terbakar, kerusakan organ internal dan
jaringan. Mempengaruhi jantung berupa arrhythmias, dan berhentinya pernapasan.
Luka elektrik ringan dapat ditimbulkan peralatan dirumah misalnya menyentuh
peralatan yang dialiri arus listrik sering dialami secara kebetulan dalam rumah.
Untuk memahami cedera listrik, diperlukan pemahaman-pemahaman tertentu
listrik dasar.
Arus searah (DC) adalah Arus dalam arah yang konstan. Baterai, misalnya,
memberikan energy langsung saat itu juga. arus searah tegangan tinggi digunakan
sebagai alat untuk transmisi sebagian besar tenaga listrik. Alternating current
(AC) adalah arus listrik yang membalikkan arahnya secara teratur. Setiap interval
gerak maju-mundur disebut siklus. Gelombang sirkuit listrik AC adalah
gelombang sinus, karena gelombang ini menghasilkan energy dalam transmisi
paling efisien , tetapi, pada saat yang sama, juga lebih berbahaya daripada DC.
Volt adalah satuan gaya gerak listrik atau tekanan yang menyebabkan arus
mengalir. Sengatan listrik yang kebanyakan berasal dari sumber tegangan yang
konstan, yaitu yang voltasenya tidak berubah dari waktu ke waktu.
Panas yang dihasilkan dalam bahan akibat arus ditentukan oleh kekuatan
listrik yang masuk. Watt adalah unit tenaga listrik yang disampaikan ketika arus 1
ampere melalui 1 ohm selama 1 detik. Power adalah sama dengan tegangan
dikalikan dengan arus (P = VxI). Energi didefinisikan dalam istilah sebuah watt
kedua. Satu watt-kedua adalah sama dengan 1 joule. Satu watt daya yang
disampaikan selama 1 detik menghasilkan 0,24 kalori panas.
2.6 Patofisiologi
Urutan tahanan jaringan dimulai dari yang paling rendah adalah saraf,
pembuluh darah, otot, kulit, tendon, dan tulang. Jaringan yang tahannya tinggi
akan lebih banyak dialiri arus listrik sehingga akan menerima panas leboh banyak.
Karena epidermisnya lebih tebal, telapak tangan dan kaki mempunyai tahanan
listrik lebih tinggi sehingga luka bakar yang terjadi akibat arus listrik di daerah ini
juga lebih berat.
Kelancaran arus masuk tubuh juga berkembang pada basah atau keringnya
kulit yang kontak dengan arus. Bila kulit basah atau lembab, arus akan mudah
sekali masuk. Ditempat masuk arus listrik, tampak luka bakar dengan kulit yang
lebih rendah dari sekelilingnya, dan terdapat juga luka bakar yang serupa di
tempat loncatan arus keluar.
Panas yang timbul pada pembuluh darah akan merusak tunika intima sehingga
terjadi thrombosis yang timbul pelan-pelan. Hal ini menerangkan mengapa
kematian jaringan pada luka bakar listrik seakan-akan progresif dan banyak
kerusakan jaringan baru terjadi kemudian. Ekstrimitas yang semula tampak vital,
mungkin setelah beberapa hari menunjukan nekrosis otot sistemik. Beberapa jam
setelah kecelakaan listrik dapat terjadi sindrom kompartmen karena udem dan
thrombosis. Pada kecelakan tersengat arus listrik didaerah kepala, penderita dapat
pingsan lama dan mengalami henti nafas.
dapat
menyebabkan luka bakar. Luka bakar ini timbul dapat akibat dari bunga api listrik
yang suhunya dapat mencapai 2.500 derajat celcius. Tegangan lebih dari 500 volt
merupakan
risiko
tinggi
terhadap
keselamatan
jiwa. Arus
bolak-balik
Electrical arc : biasa disebut arus pendek. Bunga api yang terpancar antara
objek listrik yang memeiliki potensi berbeda ketika bersentuhan langsung.
kontak dengan api langsung yang berasal dari pakaian yang terbakar
Flash : ketika panas dari electrical arc bersentuhan langsung dengan tubuh,
akan menyebabkan luka bakar. Namun pada flash, arus tidak masuk
kedalam tubuh.
10
Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka bakar,
Pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses intravena
yang adekuat harus ada, terutama pada bagian ekstremitas yang tidak terkena
luka bakar. Adanya luka bakar diberikan cairan resusitasi karena adanya
akumulasi cairan edema tidak hanya pada jaringan yang terbakar, tetapi juga
seluruh tubuh. Telah diselidiki bahwa penyebab permeabilitas cairan ini adalah
karena keluarnya sitokin dan beberapa mediator, yang menyebabkan disfungsi
dari sel, kebocoran kapiler. Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk
menjaga dan mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema.
Kehilangan cairan terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka dan
akumulasi maksimum edema adalah pada 24 jam pertama setelah luka bakar.
Prinsip dari pemberian cairan pertama kali adalah pemberian garam
ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel
tubuh. Pemberian cairan paling popular adalah dengan Ringer laktat untuk 48
jam setelah terkena luka bakar. Output urin yang adekuat adalah 0.5 sampai
1.5mL/kgBB/jam.
a. Formula yang terkenal untuk resusitasi cairan adalah formula Parkland :
24 jam pertama.Cairan Ringer laktat : 4ml/kgBB/%luka bakar
b.
berikutnya.
Cara lain adalah cara Evans :
l. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumlah NaCl / 24
jam
2. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg =jumah plasma / 24
jam
3. 2000 cc Dextrose 5% / 24 jam (untuk mengganti cairan yang hilang
akibat penguapan) Separuh dari jumlah cairan 1+2+3 diberikan dalam 8
jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari
11
kedua diberikan setengah jumlah cairan pada hari pertama. Dan hari
ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
c. Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan
rumus Baxter yaitu :
% x BB x 4 cc
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan
elektrolit yaitu larutan RL karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua
diberikan setengah cairan hari pertama. Contoh : seorang dewasa dengan
BB 50 kg dan luka bakar seluas 20 % permukaan kulit akan diberikan 50 x
20 % x 4 cc = 4000 cc yang diberikan hari pertama dan 2000 cc pada hari
kedua.
d. Kebutuhan kalori pasien dewasa dengan menggunakan formula Curreri,
adalah
25 kcal/kgBB/hari ditambah denga 40 kcal/% luka bakar/hari.
Petunjuk perubahan cairan:
12
bicara,
perubahan
bentuk
mandibular
dan
gangguan
pembentukan gigi.
13
BAB III
LAPORAN KASUS
I.
II.
Identitas pasien
1. Nama
: I Ketut Dekil
2. Umur
: 65
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Alamat
: Semaon, Payangan, Gianyar
5. Suku bangsa : Bali, Indonesia
6. Agama
: Hindu
7. Status
: Menikah
8. No RM
: 507639
9. Tanggal MRS : 22 November 2014
Anamnesis
Keluhan Utama: Nyeri pada badan
Pasien mengeluhkan nyeri pada badan setelah tersengat listrik
tegangan tinggi 1 jam SMRS dirumahnya. Pasien awalnya ingin tes
tegangan di rumahnya dengan menggunakan alat, namun alat
diperkirakan rusak dan akhirnya pasien kesetrum listrik. Pasien
memegang alat dengan menggunakan tangan kanan dan melakukan tes
dengan melakukan alat dan pasien kesetrum hingga pasien terjatuh.
Saat itu pasien tersadar hingga dibawa kerumah sakit. Pasien
merasakan sangat kesakitan sapanjang waktu. Riwayat pingsan
disangkal.
Riwayat penyakit sekarang: pasien langsung dibawa ke RSUD
Sanjiwani untuk mendapatkan penanganan.
Riwayat penyakit terdahulu: sebelumnya pasien menderita hipertensi
dan kencing manis yang sama sama di ketahui sejak 4 bulan yang lalu.
Saat itu pasien kontrol ke puskesmas dan didiagnosa diabetes militus
dan hipertensi. Riwayat alergi makanan atau obat obatan disangkal
pasien
Riwayat penyakit keluarga: di kelrga tidak ada yang mengalami
keluhan serupa. Riwayat penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes
dan penyakit jantung disangkal.
14
Pemeriksaan fisik
1. Primary survey:
A. Clear
B. Spontan (Respirasi Rate: 18x/menit)
C. Stabil (TD: 140/100, Nadi: 76x/menit)
D. Alert
2. Secondary survey:
GCS : E4V5M6
Berat badan : 55 kg
Status General :
Kepala: normocephali
Mata : konjungtiva pucat (-/-) Rp +/+ bulat isokor 3mm
Thoraks : pergerakan dada simetris
Cor: S1 S2 tunggal reguler, murmur (-)
Pulmo : ves +/+, Rh -/-, Wh -/Abdomen : sesuai status lokalis
Ekstremitas : hangat dikeempat ekstremitas, sesuai status
lokalis
Status Lokasli region dermal:
I: Combutio (+) regio thorax dextra, abdomen dextra, antebrachii
dextra, kruris dextra, genetalia, Bula (+), hiperemis (+),
P: Neri tekan (+)
Status lokalis regio parietal Sinistra
I: luka terawatt dengan jahitan dengan panjang 3cm.
P: Nyeri takan (+)
Presentase
IV.
V.
:0%
: 9%
: 2,5 %
:0%
:9%
:0%
: 0,5 % +
: 21 %
Assesment:
Combutio e.c electric injury grade IIa, 21% + Hipertensi stage 1 + DM
tipe 2
Planing:
15
VI.
256
GDA: 718
SGOT 1244, SGPT 1055, Bun 52, SC 1,1
Natrium 132, Kalium 3,8, Clorida 98
UL: warna kuning, PH 7,0, Protein (+)1, Glukosa (+)4, Keton (+)3,
Darah (+)4, Leukosit (+)2, sedimen : Eritrosit penuh, leukosit 5-10,
VII.
epitel 4-8.
Diagnosis
Combutio e.c electric injury grade IIa, 21% + Hipertensi stage 1 + DM
tipe 2
VIII. Planing:
1. IVFD RL 40 tpm
2. Rawat luka debridemen
3. Cefoporazone 2x1
4. Ketorolax 3x1
5. Humalog 12-12-12
6. Lavemir 0-0-12
7. Neurobion 1x1
8. Hepatofolek 3x1
16
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien laki-laki berusia 65 tahun datang dengan keluhan Pasien mengeluhkan
nyeri pada badan setelah tersengat listrik tegangan tinggi 1 jam SMRS
dirumahnya. Saat itu pasien tersadar hingga dibawa kerumah sakit. Pasien
merasakan sangat kesakitan sapanjang waktu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
didaerah kepala dan leher 0 %, chest 9%, ekstrimitas atas kanan 2,5% Ext. Ext.
bawah kanan 9 %, Perineum 0,5%. Dari etiologi yang didapat luka bakar pada
kasus ini oleh karena
menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena api, dan ledakan. Aliran listrik
menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah.
kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga
menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan berada jauh dari
lokasi kontak, baik kontak dengn sumber arus maupun grown. Sengatan listrik
diklasifikasikan sebagai tegangan tinggi (> 1000 volt) atau tegangan rendah
(<1000 volt). Sebagai aturan umum, tegangan tinggi dikaitkan dengan morbiditas
dan kematian yang lebih besar, meskipun cedera fatal dapat terjadi pada tegangan
rendah. Pada pasien ini di katakana terkena serangan listrik tegangan rendah
<1000 volt.
Pasien diketahui terkena arus bolak balik (AC) yaitu kabel listrik. AC secara
substansial lebih berbahaya daripada DC. Kontak dengan AC dapat menyebabkan
kontraksi otot yang berakhir pada tetani otot. Otot dada tetani melibatkan
17
masuk melewati
tubuh, menyebabkan
panas
menyebabkan
electrothermal burns. Luka jenis biasanya terdapat titik kontak sumber dan titik
arus keluar.
Penanganan pada pasien ini yaitu terlebih dahulu memutus arus listrik
harus karena penderita mengandung muatan listrik selama masih terhubung
dengan sumber arus. Kemudian kalau perlu dilakukan resususitasi jantung paru.
Cairan parenteral harus diberikan dan umumnya diperlukan cairan yang lebih
banyak dari yang diperkirakan karena kerusakan sering jauh lebih luas. Kadang
luka bakar dikulit luar tampak ringan, tetapi kerusakan jaringan ternyata lebih
dalam. Pada pasien ini sudah diterapi cairan dengan pemantauan diuresis.
Kalau banyak terjadi kerusakan otot, urin akan berwarna gelap karena
mengandung banyak mioglobin, penderita ini perlu diberi manitol dengan dosis
awal 25 gr, disusul dosis rumat 12,5 gr/jam. Bila keadaan ini disertai udem otak,
manitol dapat ditingkatkan sampai enam kali lipat untuk memperbaiki filtrasi
ginjal dan mencegah gagal ginjal. Selain itu, dapat diberikan diuretic dan
kortikosteroid. Pada pasien ini tidak didapatkan kencing berwarna hitam
18
Pada luka bakar yang dalam dan berat, perlu pemberisihan jaringan mati
secara bertahap karena tidak semua jaringan mati jelas tampak pada hari pertama.
Bila luka pada ekstrimitas, mungkin perlu fasiotomi pada hari pertama untuk
mencegah sindrom kompartemen. Selanjutnya dilakukan skingrafting atau
rekonstruksi. Pada pasien ini dilakukan perawatan luka setiap hari dan dilakukan
pengangkatan jaringan mati.
Pada pasien electric injury dilakukan pemeriksaan EKG untuk mengetahui
apakah terdapat ganguang dari jantung atau tidak dan pada pasien ini tidak
ditemukan kelainan pada pemeriksaan EKG. Selain itu pasien juga dilakukan
pemeriksaan faal ginjal dan hati untuk mengetahui adanya kerusakan dari hati dan
ginjal. Pada pasien ini ditemukan kerusakan hati dengan pemeriksaan SGOT
(1244), SGPT (1055) dan ditemukan peningkatan SGOT dan SGPT. Kemudian
pada pasien ini diberikan hepatoprotector. Pada paemeriksaan faal ginjal tidak
didapatkan kelainan yaitu Bun (52), SC (1,1).
Saat ini pada pasien tidak didapatkan komplikasi seperti Kardiovaskular,
Neurologis, Vaskular, Pulmonal, Renal/metabolic, Gastrointestinal, Muskular,
Skeletal, Optalmologi, Pendengaran dan Oral burns.
19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Pada kasus ini didapatkan pasien dengan electric injuri dengan luas
luka bakar 21%. Di lakukan primary survey melihat ABCD dan secondary
survey. Selain itu diberikan obat simptomatik. Dilakukan pemeriksaan
penunjang berupa EKG dalam batas normal, Faal hati yang ditemukan
peningkatan SGOT dan SGPT, dan pada faal ginjal dalam batas normal.
Prognosis pada pasien ini baik karena sudah dilakukan perawatan luka
untuk mengurangi risiko infeksi dan resusitasi cairan.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Greenhalgh, MD, FACS, 2007. Burn Resuscitation. Journal of Burn Care
& Research
2. Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi 3. EGC. Jakarta. p 66-88
3. Wang P, Hsu H, Fu Pin Kuei, 2008. Delayed Reversible Motor
Neuronopathy. Division of Neurology, Department of Internal Medicine,
Taichung Veterans General Hospital, Taichung, and National Yang-Ming
University School of Medicine, Taipei, Taiwan, R.O.C
4. Alharbi1 A, et al, 2012. World Journal Of Emergency Surgery
5. Arnoldo B, et al, 2006. MD Journal of Burn Care & Research. Practice
Guidelines for the Management of Electrical Injuries
6. Gowri S, et al, 2012. Epidemiology and Outcome of Burn Injuries.
Original Research Paper
7. Koumbourlis A.C, MD, MPH, 2002. Electrical injuries. Crit Care Med
Vol. 30, No. 11
8. Management of burns in the community Wounds UK, 2009, Vol 5, No 2
9. Guidelines for the Operation of Burn Centers Resources for Optimal Care
of the Injured Patient. 2006
10. Management of Burns. WHO Surgical Care at the District Hospital 2003
11. Pham T.N, et al. 2008. Burn Shock Resuscitation. American Burn
Association Practice Guidelines,
12. Alvarado B. A, et al. 2008. Burn resuscitation. Journal of Burn Care &
Research Volume 29.
21