Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Trauma pada struktur anatomi maxillofacial sangat membutuhkan
perahatian khusus. Hal ini dikarenakan muka mendukung beberapa
fungsi tubuh yang vital,seperti melihat, mendengar, membau,
bernafas, makan,berbicara.Regio maxillofacial dibagi menjadi 3 bagian
:
Upper face :
fraktur (patah tulang) mencngkup os frontal dan sinus frontal
Midface :
Upper part, terdiriatas os nasal, os zygomaticus, os ethmoid,bagian
os axilla yang tidak ada gigi nya. Pada bagian ini terjadi fraktur os
maxilla tipe Le Fort II dan Le Fort II, yang mencangkup fraktur pada
os
nasal,
komplek
nasoethmoidal
atau
kompleks
Zygomaticomaxillari dan dinding orbital
Lower midface :
trdiri dari alveolus maxilla, gigi, dan terjadi frkatur maxilla tipe Le
Fort I
Lower face :
Terdiri dari mandibula
Dewan Riset Nasional melaporkan bahwa "Cedera mungkin
adalah-diakui utama masalah kesehatan paling bawah yang dihadapi
bangsa saat ini.. Studi cedera yang tak tertandingi menyajikan
peluang untuk mengurangi morbiditas dan untuk merealisasikan
penghematan signifikan dalam keuangan dan manusia baik
istilah" American Medical Association Panduan untuk Evaluasi tingkat
permanen Penurunan penurunan permanen ke sistem visual pada
sama tingkat hampir penurunan nilai mengenai "seluruh manusia"
("kerugian total visi dalam satu mata setara dengan% Penurunan 25
dari Visual System dan 24% Penurunan Manusia Utuh ").
Data dari Pusat Nasional untuk Statistik Kesehatan 'Health
Interview Survey, yang dilakukan pada tahun 1977, diperkirakan
bahwa hampir 2,4 juta cedera mata terjadi di Amerika Serikat setiap
tahunnya. Laporan ini menghitung bahwa hampir satu juta orang
Amerika memiliki visual penurunan yang signifikan permanen karena
cedera, dengan lebih dari 75% dari orang-orang yang monocularly
buta. cedera mata adalah penyebab utama kebutaan bermata di
Amerika Serikat, dan kedua setelah katarak sebagai penyebab paling
umum dari gangguan penglihatan. USEIR memperkirakan bahwa
500.000 tahun kehilangan penglihatan terjadi setiap tahun di Amerika

Serikat. Cedera adalah penyebab utama untuk berhubungan


perawatan rumah sakit-mata.
Sebuah tinjauan dari 10 berdasarkan populasi, penelitian lintassectional pada trauma mata di negara-negara nonindustrialized
menunjukkan estimasi prevalensi kebutaan karena cedera mata dari 0
sampai 75 per 100.000 orang. Bilateral visi rugi per 100.000 orang
diperkirakan dalam kisaran 30 sampai 137, dengan gangguan
penglihatan unilateral antara 0 dan 490.
"Di India, kejadian tahunan adalah 9,75 cedera mata parah per
1.000 orang dewasa. prevalensi ini lebih tinggi di daerah pedesaan
(4,5%) daripada di daerah perkotaan (3,97%), "kata Sundaram
Natarajan, MD, wakil presiden pada mata Trauma Masyarakat India.
Disfungsi penciuman dapat timbul dari berbagai penyebab dan
sangat dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Sekitar 2 juta
orang
Amerika
mengalami
beberapa
jenis
disfungsi
penciuman. Penelitian
telah
menunjukkan
bahwa
disfungsi
penciuman mempengaruhi setidaknya 1% penduduk di bawah usia 65
tahun, dan lebih dari 50% dari populasi lebih dari 65 tahun. Indera
penciuman menentukan rasa makanan dan minuman dan juga
berfungsi sebagai sistem peringatan dini untuk mendeteksi bahaya
lingkungan, seperti makanan basi, buruk dapat mempengaruhi
preferensi makanan, asupan makanan dan nafsu makan. Salah
satunya trauma hidung . Meskipun fraktur hidung adalah patah tulang
wajah yang paling umum, mereka sering tidak diketahui oleh dokter
dan pasien.Pasien dengan hidung patah tulang biasanya hadir dengan
beberapa
kombinasi
deformitas,
nyeri,
perdarahan,
edema,
ecchymosis, ketidakstabilan, dan kertak, namun, fitur tersebut tidak
mungkin ada atau mungkin sementara.
B. Masalah
1. Apakah konsep medik pada laserasi wajah?
2. Bagaimana konsep keperawatan pada laserasi wajah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep medik pada laserasi wajah.
2. Untuk mengetahui konsep keperawatan pada laserasi wajah.
D. Manfaat
1. Agar dapat mengetahui konsep medik pada laserasi wajah.
2. Agar dapat mengetatahui konsep keperawatan pada laserasi wajah.

BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Kedaruratan mata adalah sikap keadaan yang mengancam
tajam penglihatan seseorang berupa penurunan tajam penglihatan
sampai terjadinya kebutaan.
2. Klasifikasi
Berdasarkan konsep penanganan masalah gawat darurat
maka kedaruratan mata dapat dikelompokkan menjadi beberapa
keadaan :
a. Sight threatening condition
Dalam situasi ini mata akan mengalami kebutaan atau cacat
yang menetap dengan penurunan penglihatan yang berat dalam
waktu beberapa detik sampai beberapa menit saja bila tidak
segera mendapatkan pertolongan yang tepat. Cedera mata akibat
bahan kimia basa (alkali) termasuk dalam keadaan ini. Oklusi
arteria sentralis retina merupakan keadaan bukan trauma yang
termasuk dalam kelompok ini.
b. Mayor condition
Dalam situasi ini pertolongan harus diberikan tetapi dengan
batasan waktu yang lebih longgar, dapat beberapa jam sampai
beberapa hari. Bila pertolongan tidak diberikan maka penderita
akan mengalami hal yang sama seperti disebutkan pada sight
threatening condition.
c. Monitor condition
Situasi ini tidak akan menimbulkan kebutaan meskipun
mungkin menimbulkan suatu penderitaan subyektif pada pasien
bila terabaikan pasien mungkin dapat masuk kedalam keadaan
mayor condition.
3. Etiologi
Kedaruratan mata dapat terjadi karena dua hal :
a. Tidak ada hubungannya denga trauma mata, misalnya :
1) Glaukoma akuta
3

2) Oklusi arteria sentralis retina


b. Disebabkan trauma
Ada 2 macam trauma yang dapat mempengaruhi mata, yaitu:
1) Trauma langsung terhadap mata
2) Trauma tidak langsung, dengan akibat pada mata, misalnya
trauma kepala dengan kebutaan mendadak dan trauma dada
dengan akibat kelainan pada retina
Pembagian sebab-sebab trauma langsung terhadap mata adalah
sbb:
a. Trauma mekanik
1) Trauma tajam
Biasanya mengenai struktur diluar bola mata (tulang orbita
dan kelopak mata) dan
mengenai bola mata (ruptura
konjungtifa, ruptura kornea).
2) Trauma tumpul
Fraktura dasar orbita ditandai enoftalmus. Dapat terjadi
kebutaan pasca trauma tumpul pada orbita. Hematoma
palpebra biasanya dibatasi oleh rima orbita, selalu dipikirkan
cedera pada sinus paranasal.
3) Trauma ledakan/ tembakan
Ada 3 hal yang terjadi, yaitu :
a) Tekanan udara yang berubah
b) Korpus alineum yang dilontarkan kearah mata yang dapat
bersifat mekanik maupun zat kimia tertentu
c) Perubahan suhu/ termis
b. Trauma non mekanik
1) Trauma kimia
Dibedakan menjadi 2, trauma oleh zat yang bersifat asam dan
trauma yang bersifat basa.
2) Trauma termik
Trauma ini disebabkan seperti panas, umpamanya percikan besi
cair, diperlukan sama seperti trauma kimia
3) Trauma radiasi
Trauma radiasi disebabkan oleh inframerah dan ultraviolet
4. Patofisiologi
Gaya yang menyebabkan cidera dapat dibedakan jadi 2, yaitu
high impact atau low impact. Keduanya dibedakan apakah lebih
besar atau lebih kecil dari 50 kali gaya gravitasi. Setiap region pada
wajah membutuhkan gaya tertentu hingga menyebabkan kerusakan
dan masing masing region berbeda beda. Margo Supraorbital,
maxilla, dan mandibula (bagian syimphisis dan angulus) dan frontal
membutuhkan gaya yang high impact agar bias mengalami
kerusakan. Sedangkan os zygoma dan os nasal dapat mngalami
kerusakan hanya dengan terkena gaya yang low impact.
5. Manifestasi Klinis
a. Trauma mekanik
1) Trauma tumpul
4

a) Hematoma kelopak
Hematoma kelopak merupakan kelainan yang sering terlihat
pada trauma tumpul kelopak. Bila perdarahan terletak lebih
dalam dan mengenai kedua kelopak dan berbentuk seperti
kacamata hitam yang sedang dipakai, maka keadaan ini
disebut hematoma kacamata. Hematoma kacamata terjadi
akibat pecahnya arteri oftalmika yang merupakan tanda
fraktur basis kranii.
b) Edema konjungtiva
Edema konjungtiva yang berat dapat dapat mengakibatkan
palpebra tidak menutup sehingga bertambah rangsangan
terhadap konjungtiva.
c) Hamatoma subkonjungtiva
Bila perdarahan ini terjadi akibat trauma tumpul maka perlu
dipastikan tidak terdapat robekan dibawah jaringan
konjungtiva atau sklera. Pemeriksaan funduscopy perlu
dilakukan pada setiap penderita dengan pendarahan
subkonjungtiva akibat trauma tumpul.
d) Edema kornea
Edema
kornea
dapat
memberikan
keluhan
berupa
penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu
atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh
dengan uji plasedo yang positif.
e) Erosi kornea
Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi
merusak kornea yang mempunyai serat sensibel yang
banyak, mata berair fotopobia dan penglihatan akan
terganggu oleh media yang keruh. Pada kornea akan terlihat
adanya defek epitel kornea yang bila diberi fuorosein akan
berwarna hitam.
f) Erosi kornea rekuren
Erosi kornea rekuren biasanya terjadi akibat cedera yang
merusak membrane basal atau tukak metaherpatik. Epitel
akan sukar menutup dikarenakan terjadinya pelepasan
membrane basal epitel kornea sebagai tempat duduknya sel
basal epitel kornea.
g) Iridoplegia
Pasien akan sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi
dan merasakan silau karena gangguan pertukaran masuknya
cahaya kepupil. Pupil terlihat tidak sama besar atau anisokor
dan bentuk pupil dapat menjadi reguler. Pupil biasanya tidak
beraksi terhadap sinar.
h) Hifema
Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan
blefospasme. Peglihatan pasien akan sangat menurun dan
5

bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul dibagai


bawah bilik mata depan dan memenuhi seluruh ruang bilik
mata depan. Zat besi didalam bola mata dapat menimbulkan
siderosis bulbi yang bila didiamkan ftisis bulbi dan kebutaan.
i) Iridosiklitis
Pada mata akan terlihat mata merah, akibat adanya darah
yang berada didalam bilik mata depan makan akan terdapat
suar dan pupil mata yang mengecil yang mengakibatkan
visus menurun.sebaiknya pada mata diukur tekanan bola
mata untuk persiapan memriksa fundus dengan midtriatika.
j) Subluksasi lensa
Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang,
gambaran pada iris berupa iridodonesis. Akibat pegangan
lensa pada zonula tidak adekuat maka lensa akan menjadi
cembung dan mata akan membuat iris mendorong kedepan
sehingga bisa mengakibatkan terjadinya glukoma sekunder.
k) Luksasi lensa anteior
Pasien akan megeluh penglihatan menurun mendadak.
Muncul gejala gejala glaukoma kongestik akut yang
disebabkan karena lensa terletak dibilik mata depan yang
mengakibatkan terjadinya gangguan pengaliran keluar cairan
bilik mata. Terdapat injeksi siliar yang berat, edema kornea,
lensa didalam bilik mata depan. Iris terdorong kebelakang
dengan pupil yang lebar.
l) Luksasi lensa anteior
Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang
pandangnya karena lensa menggaggu kampus. Mata
menunjukkan gejala afakiah, bilik mata depan dalam dan iris
tremulans.
m) Edema retina
Edema retina akan memberikan warna retinal lebih abu-abu
akibat sukarnya melihat jaringan koroit melalui retina yang
sembab. Pada edema retina akibat trauma tumpul
mengakibatkan edema makula sehingga tidak terdapat
cherry red spot.penglihatan pasien akan menurun.
n) Ablasi retina
Pada pasien akan terdapat keluhan ketajam penglihatan
menurun, terlihat adanya slaput yang seperti tabir pada
pandanganya. Pada pemeriksaan fundus skopi akan terlihat
retina berwarna abu-abu dengan pembuluh darah yang
terangkat dan berkelok-kelok.
o) Ruptur koroid
Ruptur biasanya terletak pada polus posterior bola mata dan
melingkari konsentris disekitar papil saraf optik, biasanya
6

terjadi perdarahan sub retina akibat dari ruptur koroid. Bila


ruptur korid terletak atau mengenai daerah makula lutea
maka akan terjadi penurunan ketajama penglihatan.
p) Avulsi saraf optik
Penderita akan mengalami penurunan tajam penglihatan
yang sangat drastis dan dapat terjadi kebutaan.
2) Trauma tajam/tembus
Bila trauma yang disebabkan benda tajam atau benda asing
lainya masuk kedalam bola mata akan mengakibatkan
tanda-tanda bola mata tembus sepert:
a) Tajam penglihatan yang menurun
b) Tekana bola mata yang rendah
c) Bidik mata dangkal
d) Bentuk dan letak pupil yang berubah
e) Terlihat adanya ruptur pada kornea atau sklera
f) Terdapat jaringan yang prolaps, seperti cairan mata, iris,
lensa,badan kaca/ retina
g) Konjuntivitis kemotis
b. Trauma fisiska
1) Trauma sinar infra merah
Seseorang yang sering terpejan dengan sinar ini dapat terkena
keratitis superfisial, katarak kortikal anterior posteriaor dan
koagulasi pada koroid. Biasanya terjadi penurunan tajam
penglihatan, penglihatan kabur dan mata tersa panas.
2) Trauma sinar ultra violet
Biasanya pasien akan memberikan keluhan 4-6 jam post
trauma, pasien akan mersa mata sangat sakit, tersa seperti ada
pasir, fotofobia, blefarospasme dan konjuntiva kemotik. Pupil
akan terlihat meosis.
3) Trauma sinar ionisasi dan sianr X
Sianar ionisasi dan sinar x dapat mengakibatkan kerusakan
pada kornea yang dapat bersifat permanan. Katarak akibat
pemecahan sel epitel yang tidak normal dan rusaknya retina
dengan gambaran dilatasi kapiler, perdarahan, mikroaneuris
mata dan eksudat. Atrofil sel goblet pada konjungiva juga dapat
terjadi dan mengganggu fungsi air mata
c. Taruma kimia
1) Taruma asam
Pasien akan merasakan mata tersa pedih, seperti kering, sperti
ada pasir dan ketejaman mata biasanya menurun.
2) Trauma basah
Pasien akan mersakan mata terasa pedih seperti kering, seperti
ada pasir dan ketajaman mata biasanya menurun. Pengujian
dengan kertas laknus saat pertama kali datang adalah
menunjukkan suasana alkalis.
6. Pemeriksaan Penunjang
7

a. Pemeriksaan lapang panjang


b. Pemeriksaan oftalmoskopi untuk melihat mata
c. Pemeriksaan neurologi/ syaraf-syaraf pada mata
7. Penatalaksanaan
a. Trauma oftalmik
Jangan lakukan penekanan, bila ada kecurigaan adanya
laserasi, cedera tembus, ruptur bola mata, penekanan dapat
diakibatkan ekstrusi isi intraokule dan kerusakan yang tidak dapat
diperbaiki,letakkan ibu jari dan jari telunjuk pada atas dan bawah
orbita jikarobekan kelopak mata.
b. Cedera bola mata
Hindari manipulasi mata sampai saat perdarahan, pasang
balutan ringan (tanpa tekanan) dan perisai logam yang bersandar
pada tulang orbita diplester kedahi dan pipi, jaga jarak bola mata
minimal, pembalutan bilateral, antibiotik, analgesik, anti tetanus
dll, kolaborasi bila ruptur bola mata sudah teratasi periksakan
struktur lain dapat dilakukan, penjahitan jika Laserasi kelopak
mata.
c. Benda asing
Benda asing tidak menembus dibawah kelopak mata
atas, sehingga memungkinkan kelopak mata bawah menyapu
benda asing untuk keluar dan angkat kelopak mata atas keatas
kelopak mata bawah , hati-hati jangan sentuh kornea selanjutnya
Lakukan irigasi rujuk, tutup mata, jika benda asing gagal keluar .
Irigasi benda asing supervisial kornea ,pembedahan. Benda asing
tertanam alat berujung tumpul hindari gunakan aplikator
beraujung kapas karena dapat bergesek epitel terlalu banyak lalu
ambil benda asing.
d. Abrasi kornea
Mengimobilisasi kelopak mata, beri balut tekan mata .
Kolaborasi pemberian antibiotik, anastesi, dll. Jika terlambat
penyembuhan maka monitor efeki anastesi penyembuhan tanpa
jaringan parut (24 s/d 48 jam). Untuk abrasi ekstensif berlapisan
bagian bawah tidak terkena 24 jam lakukan. Pembalutan sebelah
dan monitor epitelisasi dan penyembuhan.
e. Luka bakar kimia
Irigasi segera dengan air bersih atau larutan NaCl, Cuci
mata dibawah aliran air keran kemudian mengejap-ngejapkan
mata dan memasukkan mata kekemudian dalam air kemudian
bilas terus selama 20 mnt atau sampai bersih dan kolaborasi
kemudian balut mata bilateral.
f. Ruptur bola mata
Jangan buat bahaya atau cedera lain pasang perisai tapi
hindari manipulasi gunakan spekulum mata saat pemeriksaan
8

mata, tekanan vertikal bukan kedepan dan Jangan beri tetes mata
dan tutup dan lindungi bola mata.
g. Trauma tumpul
Kompres es, istirahatkan jika kontusio orbita dilakukan
bedah kamera pada posisi tegak, dan isrirahatkan mata.
Kolaborasikan Hifema anterior penurunan dosis pada anemia sel
sabit dan penggunaan obat anti koagulan,waspadai.
Penatalaksanaan
definitif
berdasarkan
indikasi
dan
kontraindikasi. Indikasinya adalah :
1. Pengembalian
fungsi
struktur/organ
di
muka
(penglihatan,oklusi,dsb).
2. Pengembalian penampakan (fungsi estetik)
3. Indikasi didasari pada indikasi medik (ilmiah) ataupun
nonmedik (atas keinginan pasien).
Secara relatif terdapat beberapa kontraindikasi, di
antaranya : kondisi serebral/cedera kepala, cedera tulang
belakang
yang
terjadi
dan
membahayakan
kehidupan
penderitanya, terutama bila dilakukan korektif/operatif untuk
memperbaiki kerusakan akibat trauma muka.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Integritas ego
Gejala
: Takut terhadap hasul/penampilan.
Tanda : Peningkatan ketengangan, rangsangan simpatis.
Makanan/cairan
Tanda : Kesalahan posisi, edema wajah.
Neurosensorik
Gejala
: Perubahan penglihatan, contoh penglihatan ganda
(diplopia).
Tanda : Gerakan mata tak sama, kehilangan penglihatan perifer.
Nyeri/Kenyamanan
Gejala
: Ketidaknyamanan/nyeri wajah.
Tanda : Melindungi area yang sakit.
Keamanan
Gejala
: Trauma deformitas.
kerangka, struktur kartilago dan
(kemerahan, laserasi, edema)

Adanya

cedera tulang
jaringan lunak

Pemeriksaan fisik :
Inspeksi :
a. Inspeksi palpebra lebih teliti bagi memar/ laserasi
9

b. Periksa mata bagi cedera


c. Periksa kornea bagi laserasi/ kekeruhan
d. Inspeksi iris
e. Lihat kedalam pupil
f. Periksa konjungtiva dan sklera dalam tiap kuadran
2. Diagnosa
Pre operatif
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen ceder fisik : kecelakaan
b. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan
kehilangan lapang pandang.
c. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait
penyakit
d. Resiko perdarahan ditandai dengan trauma
Post operatif
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik : pembedahan
b. Gangguan persepsi sensori penglihatan behubungan dengan
kehilangan lapang pandang
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit, cedera
d. Ganggua rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait
penyakit
3. Intervensi
4.
No.
Diagnosa
1. Nyeri akut
b.d
agen
cedera fisik
:
kecelakaan

Pre operatif
Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24 jam, nteri
akut
dapat
teratasi
dengan kriteria hasil :
1. Mampu
mengontrol
nyeri (tahu penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan teknik
non farmakologi untuk
mengurangi
nyeri,
mencari bantuan)
2. Melaporkan
bahwa
nyeri
berkurang
dengan menggunakan
manajemen nyeri
3. Mampu
mengenali
nyeri
(skala,
intensitas,
frekuensi
dan tanda nyeri)
4. Menyatakan
rasa
nyaman setelah nyeri
10

Intervensi
Pain Management :
1. Lakukan
pengkajain
nyeri
secara
komprehensif termasuk
lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi,
kualitas
dan
faktor
respitasi.
2. Observasi
reaksi
nonverbal
dari
ketidaknyamanan.
3. Gunakan
teknik
komunikasi
terapeutik
untuk
mengetahui
pengalaman nyeri klien.
4. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi.
5. Kolaborasikan
dengan
dokek jika ada keluhan
dan tindakan nyeri yang
tidak berhasil.

2.

berkurang.
Gangguan
Setelah
dilakukan
persepsi
tindakan
keperawatan
sensori
selama
3x24
jam,
penglihatan gangguan
persepsi
b.d
sensori
penglihatan
kehilangan dapat teratasi dengan
lapang
kriteria hasil :
pandang
1. Berpartisipasi dalam
program pengobatan
2. Mempertahankan
lapang
ketajaman
penglihatan
tanpa
kehilangan
lebih
lanjut

3.

Gangguan
rasa
nyaman b.d
gejala
terkait
penyakit

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama
3x24
jam,
gangguan rasa nyaman
dapat teratasi dengan
kriteria hasil :
1. Kualitas
tidur
dan
istirahat adekuat
2. Status
kenyamanan
meningkat

4.

Resiko
perdarahan
ditandai
dengan
trauma

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3x24 jam, resiko
perdarahan dapat teratsi
dengan kriteri hasil :
1. Kehilangan
darah
yang terlihat
2. TTV
dalam
batas
normal

1. Kaji
derajat/tipe
kehilangan pengihatan.
2. Bantu
klien
mengekspresikan
persaan
tentang
kehilangan/kemungkina
n
kehilangan
penglihatan.
3. Lakukan tindakan untuk
membantu
klien
menangani
keterbatasan
penglihatan.
4. Kolaborasi
pemberian
obat
sesuai
dengan
indikasi.
Anxiety Reduction :
1. Gunakan
pendekatan
yang menyenangkan
2. Beritahu keluarga klien
untuk menemani klien
3. Bantu
klien
untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan,
persepsi
4. Kolaborasi
pemberian
obat
Bleeding Precautions :
1. Monitor ketat tandatanda perdarahan
2. Catat nilai Hb dan HT
sebelum dan sesudah
terjadinya perdarahan
3. Pertahankan bed rest
selama
perdarahan
aktif.
4. Kolaborasi
dalam
pemberian
produk
darah

Post Operatif
No.
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
1.
Nyeri akut Setelah
dilakukan Pain Management :
b.d
agen tindakan
keperawatan 1. Lakukan
pengkajain
11

cedera fisik
:
pembedaha
n

2.

selama 3x24 jam, nyeri


akut
dapat
teratasi
dengan kriteria hasil :
1. Mampu
mengontrol
nyeri (tahu penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan teknik
non farmakologi untuk
mengurangi
nyeri,
mencari bantuan)
2. Melaporkan
bahwa
nyeri
berkurang
dengan menggunakan
manajemen nyeri
3. Mampu
mengenali
nyeri
(skala,
intensitas,
frekuensi
dan tanda nyeri)
4. Menyatakan
rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang.

Gangguan
Setelah
dilakukan
persepsi
tindakan
keperawatan
sensori
selama
3x24
jam,
penglihatan gangguan
persepsi
b.d
sensori
penglihatan
kehilangan dapat teratasi dengan
lapang
kriteria hasil :
pandang
1. Berpartisipasi dalam
program pengobatan
2. Mempertahankan
lapang
ketajaman
penglihatan
tanpa
kehilangan
lebih
lanjut

12

nyeri
secara
komprehensif termasuk
lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi,
kualitas
dan
faktor
respitasi.
2. Kaji
kulture
yang
mempengaruhi respon
nyeri
3. Gunakan
teknik
komunikasi terapeutik
untuk
mengetahui
pengalaman
nyeri
klien.
4. Kontrol
lingkungan
yang
dapat
mempengaruhi
nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan
dan
kebisingan.
5. Evaluasi pengalaman
nyeri masa lampau.
6. Tingkatkan istirahat.
7. Kolaborasikan dengan
dokek jika ada keluhan
dan
tindakan
nyeri
yang tidak berhasil.
1. Kaji
derajat/tipe
kehilangan
pengihatan.
2. Bantu
klien
mengekspresikan
persaan
tentang
kehilangan/kemungkin
an
kehilangan
penglihatan.
3. Lakukan
tindakan
untuk membantu klien
menangani
keterbatasan
penglihatan.
4. Kolaborasi pemberian
obat sesuai dengan
indikasi.

3.

Gangguan
citra tubuh
b.d
penyakit,
cedera

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
3x24 jam, gangguan
citra
tubuh
dapat
teratasi dengan kriteri
hasil :
1. Mampu
mengidentifikasi
kekuatan personal
2. Mendeskripsikan
secara
faktual
perubahan
fungsi
tubuh
3. Mempertahankan
interaksi sosial

Body
Image
Enhancement:
1. Kaji secara verbal dan
non
verbal
respon
klien
terhadap
tubuhnya
2. Monitor
frekuensi
mengkritik tubuhnya
3. Dorong
klien
mengungkapkan
perasaannya
4. Jelaskan
tentang
pengobatan, kemajuan
dan
prognosis
penyakit

4.

Ganggua
rasa
nyaman b.d
gejala
terkait
penyakit

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama
3x24
jam,
gangguan rasa nyaman
dapat teratasi dengan
kriteria hasil :
1. Status
lingkungan
yang nyaman
2. Respon
terhadap
pengobatan
3. Keinginan unuk hidup
4. Mengontrol nyeri

Anxiety Reduction :
1. Identifikasi
tingkat
kecemasan
2. Bantu klien mengenal
situasi
yang
menimbulkan
kecemasan
3. Jelaskan
semua
prosedur dan apa yag
dirasakan
selama
prosedur
4. Gunakan pendekatan
yang menenangkan
5. Temani klien untuk
memberikan
keamanan
dan
mengurangi ketakutan
6. Kolaborasi pemberian
obat.

13

Anda mungkin juga menyukai