Irigasi
Irigasi secara umum didefinisikan sebagai penggunaan air pada tanaman
untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman.
Meskipun demikian, suatu definisi yang lebih umum dan termasuk sebagai irigasi
adalah penggunaan air pada tanah untuk setiap jumlah delapan kegunaan berikut :
1. Menambah air ke dalam tanah untuk menyediakan cairan yang diperlukan
untuk pertumbuhan tanaman
2. Untuk menyediakan jaminan panen pada saat musim kemarau yang
pendek
3. Untuk mendinginkan tanah dan atmosfir, sehingga menimbulkan
lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanaman
4. Untuk mengurangi bahaya pembekuan
5. Untuk mencuci atau mengurangi garam dalam tanah
6. Untuk mengurangi bahaya erosi tanah
7. Untuk melunakkan pembajakan dan penggumpalan tanah
8. Untuk memperlambat pembentukan tunas dengan pendinginan karena
penguapan
(Hansen, dkk., 1992).
Dalam rangka pembangunan pertanian yang berkelanjutan, maka
pengelolaan lahan harus menerapkan suatu teknologi yang berwawasan
konservasi. Suatu teknologi pengelolaan lahan yang dapat mewujudkan
pembangunan pertanian berkelanjutan yang memiliki ciri-ciri seperti : pertanian
yang dapat meningkatkan pendapatan petani, komoditi yang diusahakan sesuai
dengan keadaan fisik lahan dan dapat diterima oleh pasar, tidak mengakibatkan
degradasi lahan karena laju erosi kecil, dan teknologi tersebut dapat diterapkan
oleh masyarakat (Sinukaban, 1994).
Irigasi mikro dapat menjadi pilihan untuk meningkatkan produktivitas
lahan kering. Sistem irigasi ini hanya mengaplikasikan air di sekitar perakaran
tanaman. Ada beberapa jenis irigasi mikro, yaitu irigasi tetes (drip irrigation),
microspray, dan mini-sprinkler. Masing-masing jenis irigasi tersebut dapat
dibedakan berdasarkan tipe outlet atau pengeluaran air yang digunakan, yaitu :
(1) irigasi tetes, meneteskan air melalui pipa berlubang dengan diameter kecil atau
sangat kecil, (2) micro-spray, mencurahkan air di sekitar perakaran dengan
diameter pembasahan 1-4 m, dan (3) mini-sprinkler, mencurahkan air di sekitar
perakaran dengan diameter pembasahan hingga 10 m (Anonim, 2008).
Irigasi Tetes
Irigasi tetes merupakan cara pemberian air dengan jalan meneteskan air
melalui pipa-pipa secara setempat di sekitar tanaman atau sepanjang larikan
tanaman. Disini hanya sebagian dari daerah perakaran yang terbasahi tetapi
seluruh air yang ditambahkan dapat diserap cepat pada keadaan kelembapan tanah
rendah. Jadi keuntungan cara ini adalah penggunaan air irigasi yang sangat efisien
(Nasution, dkk., 1986).
Irigasi tetes pertama kali diterapkan di Jerman pada tahun 1869 dengan
menggunakan pipa yang terbuat dari tanah liat. Di Amerika, metode irigasi ini
berkembang mulai tahun 1913 dengan menggunakan pipa berperforasi. Pada
tahun 1940-an irigasi tetes banyak digunakan di rumah-rumah kaca di Inggris.
Sedangkan kelemahan atau kekurangan dari metoda irigasi tetes adalah sebagai
berikut :
a. Memerlukan perawatan yang intensif
b. Penumpukan garam
c. Membatasi pertumbuhan tanaman
d. Keterbatasan biaya dan teknik
(Prastowo, 2003)
Irigasi tetes dapat dibedakan atas dua jenis yaitu irigasi tetes dengan
pompa dan irigasi tetes dengan gaya gravitasi. Irigasi tetes dengan pompa yaitu
irigasi tetes dengan sistem penyaluran air diatur pompa. Irigasi tetes pompa ini
umumnya memiliki alat dan perlengkapan yang lebih mahal daripada irigasi
sistem gravitasi. Irigasi sistem gravitasi yaitu irigasi yang menggunakan gaya
gravitasi dalam penyaluran air dari sumber. Irigasi ini biasanya terdiri dari unit
pompa air untuk penyediaan air, tangki penampungan untuk menampung air dari
pompa, jaringan pipa dengan diameter yang kecil dan pengeluaran air yang
disebut pemancar emiter yang mengeluarkan air hanya beberapa liter per jam
(Hansen, dkk., 1992).
Sistem irigasi tetes tidak harus selalu menggunakan pompa untuk
mengalirkan air ke setiap tanaman. Ada cara yang lebih simpel yaitu dengan
memanfaatkan gaya gravitasi bumi. Cara ini cocok untuk sumber air yang lebih
tinggi dari kebun. Bahkan tinggi sumber air 1 m pun memungkinkan. Sistem
gravitasi bisa lebih menghemat biaya, petani tidak perlu membeli pompa untuk
mengalirkan air ke seluruh kebun. Instalasi irigasi tetes sistem gravitasi
memerlukan tangki sebagai penampung air, menara penopang tangki, kran,
saringan (filter), pipa PVC, sambungan pipa, dan pipa tetes (drip line) tempat air
menetes ke setiap akar tanaman. Kapasitas tangki yang lebih besar tentunya akan
menghasilkan tekanan lebih besar pula sehingga tetesan semakin cepat. Namun
hal itu tergantung pada keperluan, untuk skala hobi kapasitas tangki bisa 100 liter,
200 liter, atau 300 liter. Namun untuk kebun hidroponik kapasitas penampung air
bisa lebih besar, 2.000 liter misalnya. Yang lebih sederhana bisa memanfaatkan
ember yang digantung setinggi 1 m. Akibat beda ketinggian ini, air akan mengalir
dari tangki melalui pipa PVC, dari pipa PVC air kemudian mengalir ke drip lines
yang memiliki lubang-lubang untuk meneteskan air ke setiap tanaman. Pengaturan
waktu penyiraman dilakukan dengan cara membuka-tutup kran. Kran sebaiknya
dilengkapi dengan filter agar kotoran tidak masuk ke dalam pipa (Suhaya, 2008).
Dengan teknologi irigasi tetes, tanaman tidak harus berbunga pada musim
hujan sehingga bakal buah terselamatkan. Teknologi ini juga bisa menyehatkan
tanaman sepanjang tahun dan tidak membutuhkan bendungan besar tapi cukup
dengan bendungan kecil atau waduk. Irigasi tetes memasang perangkatnya persis
seperti infus pada tubuh manusia. Selang emiter disambungkan dengan selang
tabung yang diikatkan di batang. Setelah tersambung, tabung kemudian diisi
avron (nutrisi) yang sudah dicampur air (perbandingan campuran, 1 liter air dan
1,25 cc avron). Maka nutrisi tersebut akan langsung dikonsumsi tanaman lewat
tetesan yang keluar dari tabung emiter sebanyak 0,03 digit per detik, interval
pemberiannya 5-7 hari sekali. Selama setahun pemberian nutrisi ini terhitung 18
hingga 22 kali dan nutrisi atau jumlah makanan yang diberikan sudah cukup bagi
pertumbuhan tanaman tersebut (Hamzah, 2006).
air
untuk
irigasi
permukaan
(leb)
bisa
mencapai
Menurut Prastowo (2003) pipa utama umumnya terbuat dari pipa polyvinychloride
(PVC), galvanized steel atau besi cor dan berdiameter antara 7,5 25 cm. Pipa
utama dapat dipasang di atas atau di bawah permukaan tanah. Pipa pembagi (submain, manifold) dilengkapi dengan filter kedua yang lebih halus (80 100 m),
katup selenoid, regulator tekanan, pengukur tekanan dan katup pembuang. Pipa
pembagi terbuat dari pipa PVC atau pipa HDPE
Emiter
Emiter merupakan alat pengeluaran air yang disebut pemancar. Emiter
mengeluarkan dengan cara meneteskan air langsung ke tanah ke dekat tanaman.
Emiter mengeluarkan air hanya beberapa liter per jam. Dari emiter air keluar
menyebar secara menyamping dan tegak oleh gaya kapiler tanah yang diperbesar
pada arah gerakan vertikal oleh gravitasi. Daerah yang dibasahi emiter tergantung
pada jenis tanah, kelembaban tanah, permeabilitas tanah. Emiter harus
menghasilkan aliran yang relatif kecil dan menghasilkan debit yang mendekati
konstan. Penampang aliran perlu relatif kecil dan menghasilkan debit yang
mendekati konstan. Penampang aliran perlu relatif lebar untuk mengurangi
tersumbatnya emiter (Hansen, dkk., 1992).
Tekanan
Menurut Erizal (2003) keseragaman pemberian air ditentukan berdasarkan
variasi debit yang dihasilkan emiter. Karena debit merupakan fungsi dari tekanan
operasi, maka variasi tekanan operasi merupakan faktor keseragaman aliran. Oleh
karena tekanan berpengaruh pada debit emiter maka semakin besar tinggi air
tangki penampungan akan semakin tinggi pula tekanan. Sehingga debit akan
semakin besar.
Jumlah Emiter
Emiter merupakan alat pemancar air, emiter digunakan tergantung dari
jarak tanam. Namun di beberapa pertanian hidroponik emiter umumnya hanya
satu per polybag. Untuk tanaman buah 1-2 buah per pohon dengan operasi
pemberian air 12 jam/hari (Prihmantoro dan Yovita, 2000).
Debit
Debit adalah banyaknya volume air yang mengalir per satuan waktu. Pada
irigasi tetes debit yang diberikan hanya beberapa liter per jam. Debit untuk irigasi
tetes tergantung dari jenis tanah dan tanaman. Debit irigasi tetes yang umum
digunakan 4 l/jam namun ada beberapa pengelolaan pertanian menggunakan debit
2; 6; 8 l/jam. Penggunaan debit berdasarkan jarak tanam dan waktu operasi
(Keller dan Bliesner, 1990).
Debit air keluaran emiter rata-rata adalah volume dari keseluruhan air
yang tertampung dari semua emiter per satuan waktu dan jumlah emiter yang ada.
Debit air keluar emiter rata-rata (Qa) dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :
Qa =
G
. (1)
Ta.Np
dimana:
Qa
Ta
Np
(Sapei, 2003).
Pemberian air dalam jumlah yang kecil kemungkinan tidak akan dapat
terserap oleh tanah dan tanaman, namun pemberian air dalam jumlah yang besar
akan menimbulkan genangan dan aliran permukaan. Pemberian air pada irigasi
tetes erat kaitannya dengan debit, hanya saja pada irigasi tetes debit relatif kecil
per detiknya (James, dkk., 1982).
Menurut Prihmantoro dan Yovita (2000) frekuensi pemberian air
dilakukan 6-9 kali sehari tergantung kondisi cuaca. Pemberian air dilakukan
antara 07.00-16.00 WIB dengan selang waktu sekitar 1 jam. Jumlah air yang
diberikan disesuaikan dengan fase pertumbuhan tanaman dan kondisi tanah.
Keseragaman Irigasi
Menurut Sapei (2003), keseragaman aplikasi air merupakan salah satu
faktor penentu efisiensi irigasi yang dihitung dengan persamaan koefisiensi
keseragaman
irigasi
(CU/Coefficient
Uniformity)
dengan
menggunakan
persamaan Christiansen :
xi x
Cu = 1001
Dimana :
Cu
xi
xi x
Hidroponik
Hidroponik berasal dari kata Yunani yaitu hydro yang berarti air dan
ponos yang artinya daya. Jadi hidroponik berarti budidaya tanaman yang
memanfaatkan air dan tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam atau
soilles. Pemilihan jenis tanaman yang akan dibudidayakan untuk skala usaha
komersial harus diperhatikan. Tidak hanya air yang digunakan sebagai media
pengganti tanah tapi juga media lain yang dapat menjadi media tanam. Contoh
batu/kerikil, pasir, sekam, silikat, busa, serabut kelapa dan masih banyak lagi
media
tanam
yang
dapat
digunakan
sebagai
media
pengganti
tanah
Media Tanam
Media tanam adalah media yang digunakan untuk menumbuhkan
tanaman/bahan tanaman, tempat akar atau bakal akar akan tumbuh dan
berkembang. Disamping itu media tanam juga digunakan tanaman sebagai tempat
berpegangnya akar, agar tajuk tanaman dapat tegak kokoh berdiri di atas media
tersebut dan sebagai sarana untuk menghidupi tanaman. Tanaman mendapatkan
makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangannya dengan cara
menyerap unsur-unsur hara yang terkandung di dalam media tanam. Media
tumbuh tanpa tanah mempunyai banyak keuntungan dibandingkan media tanah
yaitu kualitasnya tidak bervariasi, bobot lebih ringan, tidak mengandung
inokulum penyakit, dan lebih bersih (Wuryaningsih, 2008).
Sekam bakar atau arang sekam adalah sekam/kulit padi yang dibakar
dengan teknik sedemikian rupa, sehingga menghasilkan sekam yang menjadi
arang. Sekam bakar yang baik adalah sekam yang sudah terbakar, tetapi tidak
terlalu hancur. Sifat sekam bakar yang porous dan mampu menyimpan air, hampir
mirip dengan cacahan pakis. Untuk itu saat ini banyak pekebun dan hobiis yang
mengalihkan penggunaan cacahan pakis menjadi sekam bakar. Sekam bakar juga
mampu memegang tanaman dengan baik. Relatif mudah ditemui, serta harga
juga relatif lebih murah (Emigarden, 2008).
Arang sekam mempunyai karakteristik ringan (berat jenis 0,2 kg/l), kasar
sehingga sirkulasi udara tinggi, kapasitas menahan air tinggi, berwarna hitam
sehingga dapat mengabsorbsi sinar matahari dengan efektif. Rongganya banyak
sehingga akan baik aerasi dan drainasenya, sedangkan akar akan mudah bergerak
diantara butiran arang sekam tersebut. Arang sekam telah steril, karena saat
pembuatannya telah mendapat panas yang tinggi dari proses pembakaran sehingga
tidak memerlukan desinfeksi dengan kemikalia apapun, mempunyai daya melapuk
lambat dan dianggap dapat bertahan kira-kira satu tahun sehingga dapat
digunakan beberapa kali penyetekan. Berdasarkan observasi media yang sama
dapat digunakan 4-5 kali penyetekan. Analisis Japanese Society for Examining
Fertilizer and Fodders komposisi arang sekam paling banyak mengandung
senyawa SiO2 = 52 %, C = 31 %; Fe2O3; K2O; MgO; CaO; MnO dan Cu dalam
jumlah yang sangat kecil, juga mengandung bahan-bahan organik. Sedangkan
menurut analisa Suyekti (1993) arang sekam mengandung N 0,32 %, P 0,15 %, K
0,31 %, Ca 0,96 %, Fe 180 ppm, Mn 80,4 ppm, Zn 14,10 ppm dan pH 6,8
(Wuryaningsih, 2008).
Mentimun
Mentimun atau ketimun atau timun (Cucumis sativus L.) merupakan salah
satu jenis sayuran dari keluarga labu-labuan (Cucurbitaceae) yang sudah populer
di seluruh dunia. Menurut sejarahnya mentimun berasal dari benua Asia.
Beberapa sumber literatur menyebutkan daerah asal mentimun adalah Asia Utara,
tetapi sebagian lagi menduga berasal dari Asia Selatan. Di Indonesia tanaman
mentimun banyak ditanam di dataran rendah. Pada tahun 1991, luas areal panen
mentimun nasional mencapai 55.792 hektar dengan produksi 268.201 ton
(Rukmana, 1994).
Pada tahun 2006 luas areal panen mentimun nasional mencapai 55,792 ha
dengan produksi 268,201 ton. Luas areal panen komoditi mentimun di Sumatera
Utara pada tahun 2006 sebesar 3,591 ha dengan produksi rata-rata 125,06 kw/ha
(BPS, 2006).
tanaman
mentimun
dalam
tatanama
tumbuhan,
diklasifikasikan ke dalam :
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Sub divisio
: Angiospermae
Class
: Dicotyledonae
Ordo
: Cucurbitales
Family
: Cucurbitaceae
Genus
: Cucumis
Species
: Cucumis sativus L.
(Rukmana, 1994).
Mentimun termasuk tanaman semusim (annual) yang bersifat menjalar
atau memanjat dengan perantaraan pemegang yang berbentuk pilin (spiral).
Batangnya basah, berbulu serta berbuku-buku. Panjang atau tinggi tanaman dapat
mencapai 50 cm 250 cm, bercabang dan bersulur yang tumbuh di sisi tangkai
daun (Rukmana, 1994).
Daun mentimun berbentuk bulat dengan ujung daun runcing berganda dan
bergerigi, berbulu halus, memiliki tulang daun menyirip dan bercabang-cabang,
kedudukan daun tegap. Mentimun berdaun tunggal, bentuk, ukuran dan
kedalaman lekuk daun mentimun bervariasi (Cahyono, 2003).
Perakaran mentimun memiliki akar tunggang dan bulu-bulu akar, tetapi
daya tembusnya relatif dangkal, pada kedalaman 30-60 cm. Oleh karena itu,
tanaman mentimun termasuk peka terhadap kekurangan dan kelebihan air
(Rukmana, 1994).
Pertumbuhan dan pearkembangan tanaman sangat dipengaruhi oleh
keadaan air dalam jaringan tanaman. Jika kandungan air dalam jaringan tanaman
cukup, maka semua proses yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman akan berjalan sebagaimana mestinya. Jika kandungan air
dalam jaringan tanaman kurang, maka semua proses yang berperan dalam
pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan terganggu, akibatnya tanaman
akan layu dan mati (Alwi, dkk., 2006).
Peranan suplai unsur hara untuk tanaman menunjukkan manfaat yang
sangat besar dalam meningkatkan pertumbuhan, hasil, dan kualitas hasil
mentimun. Jenis pupuk yang digunakan dapat berupa pupuk organik dan
anorganik. Pupuk organik yang berupa pupuk kandang biasanya diberikan pada
saat pengolahan lahan. Sementara pupuk anorganik yang berupa pupuk buatan
diberikan sebagai pupuk susulan (Sumpena, 2007).