Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Program

peningkatan

penggunaan

ASI

menjadi

prioritas

karena

dampaknya yang luas terhadap status gizi dan kesehatan balita, dengan demikian
kesehatan anak sangat tergantung pada kesehatan ibu terutama masa kehamilan,
persalinan dan masa menyusui (Zainuddin, 2008 dalam Jafar, 2011).
Resolusi World Health Assembly (WHA) tahun 2001 menegaskan bahwa
tumbuh kembang anak secara optimal merupakan salah satu hak asasi anak.
Modal dasar pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak bayi dalam
kandungan dilanjutkan dengan pemberian air susu ibu (ASI) (Prawirohardjo,
2009). Salah satu hak asasi anak yang berkaitan dengan pemberian ASI adalah
hak untuk hidup dan mendapat makanan, bayi berhak mendapat makanan yang
berstandar emas dimana dimulai dari Inisiasi Menyusu Dini (IMD), pemberian
ASI Eksklusif, MP-ASI setelah bayi 6 bulan, dan ASI sampai bayi berusia 2 tahun
(Maryunani, 2012).
Salah satu tujuan Millenium Development Goals ( MDGs ) Indonesia
tahun 2015 menargetkan penurunan sebesar dua pertiga untuk angka kematian
bayi dan balita dalam kurun waktu 1990 2015. Oleh sebab itu, Indonesia
mempunyai komitmen untuk menurunkan angka kematian bayi dari 68/1.000 KH
menjadi 23/1.000 KH dan angka kematian balita dari 97/1.000 KH menjadi
32/1.000 KH pada tahun 2015. Untuk menghadapi tantangan dan target MDGs,

maka diperlukan adanya salah satu program yaitu program ASI Eksklusif (Sari,
2013).
Sebelum

tahun

2001,

World

Health

Organization

(WHO)

merekomendasikan untuk memberikan ASI Eksklusif selama 4-6 bulan. Namun


pada tahun 2001, setelah melakukan telaah artikel penelitian secara sistematik dan
berkonsultasi dengan para pakar, WHO merevisi rekomendasi ASI Eksklusif
tersebut dari 4-6 bulan menjadi 6 bulan. Hasil telaah artikel tersebut
menyimpulkan bahwa bayi yang disusui secara Eksklusif sampai 6 bulan
umumnya lebih sedikit menderita penyakit gastrointestinal, dan lebih sedikit
mengalami gangguan pertumbuhan (Fikawati & Syafiq, 2010).
Perkembangan terbaru tentang ASI Eksklusif terdapat di dalam UndangUndang Kesehatan RI No 36 tahun 2009 bahwa, setiap bayi berhak mendapatkan
ASI Eksklusif selama 6 (enam) bulan baik di tempat kerja maupun di sarana
umum. Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI
Eksklusif, akan mendapat sanksi hukuman denda atau kurungan penjara (Depkes,
2012).
ASI merupakan makanan pertama, utama, dan terbaik bagi bayi yang
bersifat alamiah. ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan bayi. Namun demikian ada suatu hal
yang sangat disayangkan, yakni rendahnya pemahaman ibu, keluarga, dan
masyarakat mengenai pentingnya ASI bayi. Akibatnya, program pemberian ASI
Ekslusif tidak berlangsung secara optimal (Prasetyo,2009). Nutrisi dalam ASI

mencakup hampir 200 unsur zat makanan. Unsur ini mencakup hidrat arang,
lemak, protein, vitamin, dan mineral dalam jumlah yang proporsional (Purwanti,
2004).
Pemberian ASI secara Ekslusif adalah pemberian ASI tanpa makanan
ataupun minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan.
Makanan atau minuman lain yang dimaksud misalnya seperti susu formula, jeruk,
madu, air teh, ataupun makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit,
bubur nasi dan tim. Bahkan air putih pun tidak diberikan dalam tahap ASI
Eksklusif ini (Kodrat,2010). Setiap tahunnya lebih dari 25.000 bayi Indonesia dan
1,3 juta bayi di seluruh dunia dapat diselamatkan dengan pemberian ASI
Eksklusif (Amiruddin, 2011).
Pemberian ASI Eksklusif secara baik sekitar enam bulan pertama
kelahiran akan berdampak sangat positif bagi tumbuh kembang bayi baik secara
fisik maupun emosional. Bayi akan tumbuh lebih sehat dengan sistem kekebalan
tubuh yang sempurna dari air susu ibu (ASI). Karena ASI mampu memberi
perlindungan yang sempurna bagi bayi yang baru lahir. Berdasarkan data WHO
tahun 2012, cakupan ASI Eksklusif masih rendah untuk negara berkembang dan
negara miskin termasuk Indonesia. Selain itu ASI juga meningkatkan Intelegensi
Quotient (IQ) dan Emotional Quotient (EQ) anak. Menyusui juga dapat
menciptakan ikatan psikologi dan kasih sayang yang kuat antara ibu dan bayi,
mencegah perdarahan setelah melahirkan, mempercepat mengecilnya rahim (Ida,
2009 dalam Arasta, 2010).

The United Childrens of Found (UNICEF) menyatakan, terdapat 30.000


kematian bayi di Indonesia dari 10 juta kematian anak balita di dunia setiap
tahunnya. UNICEF menyebutkan bukti ilmiah terbaru, yang juga dikeluarkan
Journal Paediatrics, bahwa bayi yang diberikan susu formula memiliki
kemungkinan untuk meninggal dunia pada bulan pertama kelahiran dan peluang
itu 25 kali lebih tinggi dibandingakan bayi yang disusui oleh ibunya secara
eklsklusif (Firmansjah, 2008 dalam Arasta, 2010).
Menurut UNICEF seorang anak yang diberikan ASI memiliki kesempatan
untuk bertahan hidup tiga kali lebih besar dibanding temannya yang tidak
mendapatkan ASI. Baru-baru ini sebuah analisa memperkirakan bahwa sebuah
intervensi, yaitu pemberian ASI selama 6 bulan dapat menyelamatkan 1,3 juta
jiwa di seluruh dunia termasuk 22% nyawa yang melayang setelah kelahiran
(Bunga, 2008).
Berdasarkan data Susenas tahun 2004-2008 cakupan pemberian ASI Ekslusif di
Indonesia berfluktuasi dan cenderung mengalami penurunan. Cakupan pemberian
ASI Eksklusif pada bayi 0-6 bulan turun dari 62,2% (2007) menjadi 56,2% tahun
2008, sedangkan pada bayi sampai 6 bulan turun dari 28,6% (2007) menjadi
24,3% (2008) (Minarto, 2011). Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
1997-2007 memperlihatkan terjadinya penurunan prevalensi ASI Eksklusif dari
40,2% pada tahun 1997 menjadi 39,5% dan 32% pada tahun 2003 dan 2007
(Fikawati & Syafiq, 2010).
Banyak faktor yang menyebabkan ibu tidak memberikan ASI Eksklusif
selama enam bulan. Berdasarkan hasil penelitian Judarwanto (2006), faktor-faktor

yang mempengaruhi kegagalan ASI adalah (32%) disebabkan kurangnya


pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif, ibu-ibu menghentikan pemberian ASI
karena produksi ASI kurang. Sebenarnya hal ini tidak disebabkan karena ibu tidak
memproduksi ASI yang cukup melainkan karena kurangnya pengetahuan ibu;
(28%) disebabkan oleh ibu bekerja sehingga ibu-ibu menghentikan pemberian
ASI Eksklusif karena harus kembali bekerja; (16%) disebabkan oleh gencarnya
promosi susu formula, dimana ibu-ibu menghentikan pemberian ASI karena
pengaruh iklan susu formula. Sedangkan lainnya (24%) disebabkan oleh faktor
sosial budaya yang meliputi nilai-nilai dan kebiasaan masyarakat yang
menghambat keberhasilan ibu dalam pemberian ASI Eksklusif, faktor dukungan
dari petugas kesehatan dimana kegagalan pemberian ASI Eksklusif disebabkan
kurangnya dukungan dari petugas kesehatan yang dianggap paling bertanggung
jawab dalam keberhasilan keberhasilan penggalakan ASI dan faktor dari keluarga
dimana banyak ibu yang gagal memberikan ASI Eksklusif karena orang tua,
nenek atau ibu mertua mendesak ibu untuk memberikan susu tambahan formula.
Hal ini juga didukung oleh pernyataan UNICEF yang menyebutkan bahwa
ketidaktahuan ibu tentang pentingnya ASI, cara menyusui dengan benar, serta
pemasaran yang dilancarkan secara agresif oleh para produsen susu formula,
merupakan faktor penghambat bagi terbentuknya kesadaran orang tua didalam
memberikan ASI Eksklusif (Aprillia, 2010)
Menurut data profil Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah tahun
2012 banyak faktor yang mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif pada bayi
meliputi sangat terbatasnya tenaga konselor ASI; belum maksimalnya kegiatan

edukasi, sosialisasi, advokasi, dan kampanye terkait pemberian ASI; masih


kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana KIEASI (Komunikasi Indikasi
Edukatif Air Susu Ibu); kebiasaan pemberian makanan tambahan; dan belum
optimalnya membina kelompok pendukung ASI.
Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti di Kecamatan Sarudik
didapat data bahwa rata-rata pendidikan ibu-ibu di Kecamatan Sarudik
berpendidikan SMU, budaya yang ada di Kecamatan Sarudik masih seringnya
bayi yang baru lahir langsung diberi madu, air gula dan susu formula karena
alasan biar tidak susah mengurus bayi pada saat ditinggalkan ketika ibu sudah
mulai bekerja dan peran petugas kesehatan yang kurang dimana baru saat ini
petugas lebih aktif memberikan informasi tentang ASI Eksklusif pada ibu yang
baru melahirkan.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah
bahwa cakupan ASI Eksklusif tahun 2012 sekitar 20,5 %, sedangkan salah satu
kecamatan yang ada di Kabupaten Tapanuli Tengah yaitu Kecamatan Sarudik,
dengan cakupan ASI Eksklusif tahun 2012 hanya berkisar 0,6 %. Data ini masih
jauh dari yang ditargetkan oleh Dinas kesehatan Propinsi Sumatera Utara yang
menargetkan cakupan ASI Eksklusif sebesar 60 % dan Pemerintah Indonesia yang
menargetkan Cakupan ASI Eksklusif sebesar 80 %.
Berdasarkan data- data diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang
Faktor- faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di
Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah.

1.2.

Pertanyaan Penelitian
Adapun pertanyaan penelitian dari masalah di atas adalah apa saja faktor-

faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan


Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah.

1.3.

Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum


Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor- faktor yang
mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik
Kabupaten Tapanuli Tengah.
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi faktor internal yang mempengaruhi rendahnya
cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli
Tengah.
2.

Mengidentifikasi faktor eksternal yang mempengaruhi rendahnya


cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli
Tengah.

3. Mengidentifikasi faktor yang paling mempengaruhi rendahnya


cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli
Tengah.

1.4.

Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Pelayanan Keperawatan


Sebagai informasi dan masukan bagi Dinas Kesehatan dan juga petugas
kesehatan agar melakukan sosialisasi dan promosi tentang pentingnya pemberian
ASI Eksklusif pada bayi selama enam bulan dan dapat menetapkan strategi yang
tepat untuk meningkatkan pemberian ASI Eksklusif berdasarkan faktor- faktor
yang diteliti.
1.4.2. Bagi Pendidikan Keperawatan
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi dan wawasan
sehingga nantinya bisa mengaplikasikan teori dengan praktek di lapangan tentang
pemberian ASI Eksklusif.
1.4.3. Bagi Peneliti Keperawatan
Penelitian ini dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya yang
berkaitan dengan faktor- faktor pemberian ASI untuk melihat kembali masingmasing faktor secara mendalam.

Anda mungkin juga menyukai