Anda di halaman 1dari 8

STEP 5 :

1. Bagaimana mekanisme penyembuhan penyakit infeksi ?


2. Bagaimana mekanisme demam, menggigil, mual dan muntah ?
3. Jelaskan mengenai penyakit infeksi dan non-infeksi ?
STEP 6 :
Belajar mandiri.
STEP 7 :
1. Mekanisme penyembuhan penyakit infeksi.
Penyembuhan penyakit infeksi sebenarnya terkait dengan kemampuan respon imun
untuk meneliminasi patogen dari dalam tubuh.
a) Imunologi bakteri
Imunitas Alamiah terhadap Bakteri Ekstraselular
Respons imun alamiah terhadap bakteri ekstraselular terutama melalui mekanisme
fagositosis oleh neutrofil, monosit serta makrofag jaringan. Resistensi bakteri
terhadap fagositosis dan penghancuran dalam makrofag menunjukkan virulensi
bakteri. Aktivasi komplemen tanpa adanya antibodi juga memegang peranan penting
dalam eliminasi bakteri ekstraselular. Lipopolisakarida (LPS) dalam dinding bakteri
gram negatif dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif tanpa adanya antibodi.
Salah satu hasil aktivasi komplemen ini yaitu C3b mempunyai efek opsonisasi bakteri
serta meningkatkan fagositosis. Selain itu terjadi lisis bakteri melalui membrane
attack complex (MAC) serta beberapa hasil sampingan aktivasi komplemen dapat
menimbulkan respons inflamasi melalui pengumpulan (recruitment) serta aktivasi
leukosit. Endotoksin yang merupakan LPS merangsang produksi sitokin oleh
makrofag serta sel lain seperti endotel vaskular. Beberapa jenis sitokin tersebut antara
lain tumour necrosis factor (TNF), IL-1, IL-6 serta beberapa sitokin inflamasi dengan
berat molekul rendah yang termasuk golongan IL-8. Fungsi fisiologis yang utama
dari sitokin yang dihasilkan oleh makrofag adalah merangsang inflamasi non-spesifik
serta meningkatkan aktivasi limfosit spesifik oleh antigen bakteri. Sitokin akan
menginduksi adhesi neutrofil dan monosit pada endotel vaskular pada tempat infeksi
yang diikuti migrasi, akumulasi lokal serta aktivasi sel inflamasi. Kerusakan jaringan
yang terjadi adalah akibat efek samping mekanisme pertahanan untuk eliminasi
bakteri tersebut. Sitokin juga merangsang demam dan sintesis protein fase akut.
Banyak fungsi sitokin yang sama yaitu sebagai ko-stimulator sel limfosit T dan B
yang menghasilkan mekanisme amplifikasi untuk imunitas spesifik. Sitokin dalam

jumlah besar atau produknya yang tidak terkontrol dapat membahayakan tubuh serta
berperan dalam menifestasi klinik infeksi bakteri ekstraselular. Yang paling berat
adalah gejala klinis oleh infeksi bakteri Gram-negatif yang menyebabkan
disseminated intravascular coagulation (DIC) yang progresif serta syok septik atau
syok endotoksin. Sitokin TNF adalah mediator yang paling berperan pada syok
endotoksin ini.
Imunitas Spesifik terhadap Bakteri Ekstraselular
Kekebalan humoral mempunyai peran penting dalam respons kekebalan spesifik
terhadap bakteri ekstraselular. Lipopolisakarida merupakan komponen yang paling
imunogenik dari dinding sel atau kapsul mikroorganisme serta merupakan antigen
yang thymus independent. Antigen ini dapat langsung merangsang sel limfosit B yang
menghasilkan imunoglobin (Ig)M spesifik yang kuat. Selain itu produksi IgG juga
dirangsang yang mungkin melalui mekanisme perangsangan isotype switching rantai
berat oleh sitokin. Respons sel limfosit T yang utama terhadap bakteri ekstraselular
melalui sel TCD4 yang berhubungan dengan molekul MHC kelas II yang
mekanismenya telah dijelaskan di atas. Sel TCD4 berfungsi sebagai sel penolong
untuk merangsang pembentukan antibodi, aktivasi fungsi fagosit dan mikrobisid
makrofag. Ada 3 mekanisme efektor yang dirangsang oleh IgG dan IgM serta antigen
permukaan bakteri 1. Opsonisasi bakteri oleh IgG serta peningkatan fagositosis
dengan mengikat reseptor Fc_ pada monosit, makrofag dan neutrofil. Antibodi IgG
dan IgM mengaktivasi komplemen jalur klasik yang menghasilkan C3b dan iC3b
yang mengikat reseptor komplemen spesifik tipe 1 dan tipe 3 dan selanjutnya terjadi
peningkatan fagositosis. Pasien defisiensi C3 sangat rentan terhadap infeksi piogenik
yang hebat. 2. Netralisasi toksin bakteri oleh IgM dan IgG untuk mencegah
penempelan terhadap sel target serta meningkatkan fagositosis untuk eliminasi toksin
tersebut. 3. Aktivasi komplemen oleh IgM dan IgG untuk menghasilkan mikrobisid
MAC serta pelepasan mediator inflamasi akut.
Respons Imun terhadap Bakteri Intraselular
Sejumlah bakteri dan semua virus serta jamur dapat lolos dan mengadakan replikasi
di dalam sel pejamu. Yang paling patogen di antaranya adalah yang resisten terhadap
degradasi dalam makrofag. Sebagai contoh adalah mikrobakteria serta Listeria
monocytogenes.
Imunitas Alamiah terhadap Bakteri Intraselular
Mekanisme terpenting imunitas alamiah terhadap mikroorganisme intraselular adalah
fagositosis. Akan tetapi bakteri patogen intraselular relatif resisten terhadap degradasi

dalam sel fagosit mononuklear. Oleh karena itu mekanisme kekebalan alamiah ini
tidak efektif dalam mencegah penyebaran infeksi sehingga sering menjadi kronik dan
eksaserbasi yang sulit diberantas.
Respons Imun Spesifik terhadap Bakteri Intraselular
Respons imun spesifik terhadap bakteri intraselular terutama diperankan oleh cell
mediated immunity (CMI). Mekanisme imunitas ini diperankan oleh sel limfosit T
tetapi fungsi efektornya untuk eliminasi bakteri diperani oleh makrofag yang
diaktivasi oleh sitokin yang diproduksi oleh sel T terutama interferon (IFN ).
Respons imun ini analog dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Antigen protein
intraselular merupakan stimulus kuat sel limfosit T. Beberapa dinding sel bakteri
mengaktivasi makrofag secara langsung sehingga mempunyai fungsi sebagai ajuvan.
Misalnya muramil dipeptida pada dinding sel mikrobakteria. Telah disebutkan di atas
bahwa fungsi sel limfosit T pada CMI adalah produksi sitokin terutama IFN .
Sitokin INF ini akan mengaktivasi makrofag termasuk makrofag yang terinfeksi
untuk membunuh bakteri. Beberapa bakteri ada yang resisten sehingga menimbulkan
stimulasi antigen yang kronik. Keadaan ini akan menimbulkan pengumpulan lokal
makrofag yang teraktivasi yang membentuk granuloma sekeliling mikroorganisme
untuk mencegah penyebarannya. Reaksi inflamasi seperti ini berhubungan dengan
nekrosis jaringan serta fibrosis yang luas yang menyebabkan gangguan fungsi yang
berat. Jadi kerusakan jaringan ini disebabkan terutama oleh respons imun terhadap
infeksi oleh beberapa bakteri intraselular. Contoh yang jelas dalam hal ini adalah
infeksi mikobakterium. Mikobakterium tidak memproduksi toksin atau enzim yang
secara langsung merusak jaringan yang terinfeksi. Paparan pertama terhadap
Mycobacterium tuberculosis akan merangsang inflamasi selular lokal dan bakteri
mengadakan proliferasi dalam sel fagosit. Sebagian ada yang mati dan sebagian ada
yang tinggal dormant. Pada saat yang sama, pada individu yang terinfeksi terbentuk
imunitas sel T yang spesifik. Setelah terbentuk imunitas, reaksi granulomatosa dapat
terjadi pada lokasi bakteri persisten atau pada paparan bakteri berikutnya. Jadi
imunitas perlindungan dan reaksi hipersensitif yang menyebabkan kerusakan jaringan
adalah manifestasi dalam respons imun spesifik yang sama.

b) Imunologi virus
Respon imun terhadap virus
Virus merupakan organisme obligat, umumnya terdiri atas potongan DNA atau RNA
yang diselubungi mantel dari protein atau lipoprotein. Respon imun terhadap protein
virus melibatkan sel T dan sel B. Antigen virus yang menginduksi antibodi dapat
menetralkan virus dan sel T sitotoksik yang spesifik merupakan imunitas paling
efisien pada imunitas proteksi terhadap virus.
Virus merupakan obligat intraseluler yang berkembang biak di dalam sel, sering
menggunakan mesin sintesis asam nukleat dan protein pejamu. Dengan reseptor
permukaan sel, virus masuk ke dalam sel dan dapat menimbulkan kerusakan sel dan
penyakit melalui berbagai mekanisme.hal tersebut di sebabkan olehreplikasi virus
yang menggangu sintesis protein dan fungsi sel nornal serta efek sitopatik virus. Virus
nonsitoptik dapat menimbulkan infeksi laten dan DNA virus menetap dalam sel
pejamudan memproduksi protein yang dapat atau tidak mengganggu fungsi sel.

Imunitas nonspesifik humoral dan selular


Prinsip mekanisme imunitas nonspesifik terhadao virus adalah mencegah
infeksi. Efektor yang berperan adalah IFN tipe I dan sel NK dan yang
membunuh sel terinfeksi. Infeksi banyak virus disertai produksi RNA yang
merangsang sel terinfeksi untuk sekresi IFN tipe I , mengkin melalui ikatan
dengan TLR. IFN tipe I mencegah replikasi virus dalam sel terinfeksi dan sel
sekitarnya yang menginduksi lingkungan anti-viral. IFN- dan IFN-
mencegah replikasi virus dalam sel yang terinfeksi.
Sel NK membunuh sel yang terinfeksi oleh berbagai jenis virus dan
merupakan efektor imunitas penting terhadap infeksi dini virus, sebelum
respon imun spesifik bekerja. Sel NK mengenal sel terinfeksi yang tidak
mengekspresikan MHC-1. Untuk membunuh virus, sel NK tidak memerlukan
bantuan molekul MHC-1.

Imunitas spesifik
Imunitas spesifik humoral

Antibodi merupakan efektor dari imunitas spesifik humoral terhadap


infeksi virus. Antibodi diproduksi dan hanya efektif terhadap virus
dalam fase ekstraseluler.
Antibodi dapat berperan sebagai opsonin yang meningkatkan
eliminasi partikel virus oleh fagosit. Aktivasi komplemen juga
berperan dalam meningkatkan fagositosis dan menghancurkan virus
dengan envelop lipid secara langsung. IgA yang di sekresi di mukosa
berperan terhadap virus yang masuk tubuh melalui mukosa saluran
napas dan cerna. Imunisasi oral terhadap virus polio bekerja untuk
menginduksi imunitas mokusa tersebut.
Imunitas spesifik selular
Virus yang berhasil masuk ke dalam sel, tidak lagi rentan terhadap
efek antibodi. Respon imun terhadap virus intraseluler terutama
tergantung dari sel CD8+/CTL yang membunuh sel terinfeksi. Fungsi
fisiologi utama CTL ialah pemantauan terhadap infeksi virus. Untuk
berdiferensiasi penuh, CD8+ memerlukan sitokin yang diproduksi
oleh

CD4+ Th dan konstimulator yang diekspresikan pada sel

terinfeksi. Bila sel terinfeksi adalah sel jaringan dan bukan APC, sel
terinfeksi dapat dimakan oleh APC profesionalseperti sel dendritik
yang selanjutnya memproses antigen virus dan mempresentasikannya
bersama molekul MHC-I ke sel CD8 + naif di KGB. Sel CD8+ naif
yang diaktifkan berdiferensiasi menjadi sel CTL efektor yang dapat
membunuh setiap sel bernukleus yang terinfeksi.

1. Mekanisme demam, menggigil, mual dan muntah


Demam dan menggigil
Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang
berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus (Dinarello &
Gelfand, 2005). Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5-37,2C. Derajat suhu yang
dapat dikatakan demam adalah rectal temperature 38,0C atau oral temperature
37,5C atau axillary temperature 37,2C (Kaneshiro & Zieve, 2010). Istilah lain
yang berhubungan dengan demam adalah hiperpireksia. Hiperpireksia adalah suatu
keadaan demam dengan suhu >41,5C yang dapat terjadi pada pasien dengan infeksi
yang parah tetapi paling sering terjadi pada pasien dengan perdarahan sistem saraf
pusat (Dinarello & Gelfand, 2005).
Patofisiologi demam
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen. Pirogen
adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu pirogen eksogen
adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah
produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya. Salah satu
pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri
gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen
yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-1,
IL-6, TNF-, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah
monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan pirogen
endogen jika terstimulasi.
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit, limfosit,
dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau reaksi
imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan
pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen
akan merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello
& Gelfand, 2005). Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan
termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu
sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu mekanismemekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan
mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan
produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan
menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut (Sherwood, 2001).
Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase kemerahan.

Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu tubuh yang
ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot yang
berusaha untuk memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan
menggigil. Fase kedua yaitu fase demam merupakan fase keseimbangan antara
produksi panas dan kehilangan panas di titik patokan suhu yang sudah meningkat. Fase
ketiga yaitu fase kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang ditandai dengan
vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk menghilangkan
panas sehingga tubuh akan berwarna kemerahan.
Mual dan Muntah
Mual dan muntah merupakan gejala dan tanda yang sering menyertai gangguan
gastrointestinal.
Mual dan muntah dapat dianggap sebagai suatu fenomena yang terdiri dalam tid=ga
stadium : (1) Mual, (2) Retching, (3) Muntah

Mual
dapat dijelaskn sebagai perasan yang tidak enak dibelakang tenggorokan dan
epigastrium, sering menyebabkan muntah. Terdapat berbagai perubahan aktifitas
salurancerna yang berkaitan dengan mual, seperti meningkatnya salvias,
menurunnya tonuslambung, dan peistaltik. Peningkatan tonus duodenum dan
jejunum menyebabkanterjadinya reflux isi duodenum ke lambung. Namun
demikian, tidak terdapat bukti yangmengesankan bahwa hal ini menyebabkan
mual. Gejala dan tand mualseringkali adalahpucat, meningkatnya salvias,
hendak muntah, hendak pingsan, berkeringat, dan takikardia.
Retching
adalah suatu usaha involunter untuk muntah, seringkali menyertai mualdan
terjadi sebelum muntah, terdiri atas gerakn pernapasan spasmodic melawan
glottis dangerakan inspirasi dinding dada dan diaphragma. Kontraksi otot
abdomen saat ekspirasimengendalikan gerakan inspirasi. Pylorus dan antrum
distal berkontraksi saat fundus berelaksasi.
Muntah
didefinisikam sebagai suatu reflex yang menyebabkan dorongan ekspulsiisi
lambung atau usus atau keduanya ke mulut. Pusat muntah menerim masukan
dari

kortexcerebral,

organ

vestibular,

daerah pemacu kemoreseptor (chemoreceptor trigger zone, CTZ), dan serabut

afferent, termasuk dari sistem gastrointestinal. Muntah terjadi akibatrangsangan


pada pusat muntah, yang terletak didaerah postrema medulla oblongata didasar
ventrikel

keempat. Muntah

dapat diransang

melalui jalur

saraf eferen

oleh rangsangannervus vagus dan simpatis atau oleh rangsangan emetic yang
menimbulkan muntah denganaktivasi CTZ. Jalur eferen menerima sinyal yang
menyebabkan terjadinya gerakanekspulsif otot abdomen, gastrointestinal, dan
pernapasan yang terkoordinasi dengan epifenomena emetic yang menyertai
disebut muntah. Pusat muntah secara anatomis beradadi dekat pusat salvasi dan
pernapasan, sehingga pada waktu muntah sering terjadihipersalivasi dan
gerakan pernapasan.
3. Penyakit infeksi dan non-infeksi
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh faktor dari luar tubuh
contohnya agen infeksius seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit. Sedangkan
penyakit non-infeksi disebabkan oleh faktor dari dalam tubuh, seperti degenerasi sel,
kelainan pada metabolisme, dan lan-lain.
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A.K. & Lichtman, A.H. 2004. Basic immunology: Functions and Disorders of the
Immune System 2th ed. Philadelphia: Saunders. Pp. 216-233.

Lauralee, Sherwood. (2011) Fisiologi Manusia. Edisi 7. Jakarta: EGC

Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Edisi 6 Volume 1 dan 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai