Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Kebermasalahan
Sistem pendidikan di Indonesia secara umum masih dititikberatkan pada
kecerdasan kognitif. Hal ini dapat dilihat dari orientasi sekolah-sekolah yang ada
masih disibukkan dengan ujian, mulai dari ujian mid, ujian akhir hingga ujian
nasional. Ditambah latihan-latihan soal harian dan pekerjaan rumah untuk
memecahkan pertanyaan di buku pelajaran yang biasanya tak relevan dengan
kehidupan sehari-hari para siswa. Saatnya para pengambil kebijakan, para
pendidik, orang tua dan masyarakat senantiasa memperkaya persepsi bahwa
ukuran keberhasilan tak melulu dilihat dari prestasi angka-angka. Hendaknya
institusi sekolah menjadi tempat yang senantiasa menciptakan pengalaman
pengalaman bagi siswa untuk membangun dan membentuk karakter unggul.
Munculnya gagasan program pendidikan karakter di Indonesia, bisa
dimaklumi. Sebab, selama ini dirasakan, proses pendidikan dirasakan belum
berhasil membangun manusia Indonesia yang berkarakter. Bahkan, banyak yang
menyebut, pendidikan telah gagal, karena banyak lulusan sekolah atau sarjana
yang piawai dalam menjawab soal ujian, berotak cerdas, tetapi mental dan
moralnya lemah. Banyak pakar bidang moral dan agama yang sehari-hari
mengajar tentang kebaikan,tetapi perilakunya tidak sejalan dengan ilmu yang
diajarkannya. Sejak kecil, anak-anak diajarkan menghafal tentang bagusnya sikap
jujur, berani, kerja keras, kebersihan, dan jahatnya kecurangan. Tapi, nilai-nilai
kebaikan itu diajarkan dan diujikan sebatas pengetahuan di atas kertas dan dihafal
sebagai bahan yang wajib dipelajari, karena diduga akan keluar dalam kertas soal
ujian.
Pendidikan karakter bukanlah sebuah proses menghafal materi soal ujian, dan
teknik-teknik

menjawabnya.

Pendidikan

karakter

memerlukan

pembiasaan.Pembiasaan untuk berbuat baik, pembiasaan untuk berlaku jujur,


ksatria, malu berbuat curang, malu bersikap malas, malu membiarkan
lingkungannya kotor. Karakter tidak terbentuk secara instan, tapi harus dilatih
secara serius dan proporsional agar mencapai bentuk dan kekuatan yang ideal.

1
1

Dan saat ini sedang ditawarkan kurikulum pendidikan terbaru berbasis karakter,
yaiut kurikulum 2013. Dalam teori kurikulum (Anita Lie, 2012) keberhasilan
suatu kurikulum merupakan proses panjang, mulai dari kristalisasi berbagai
gagasan dan konsep ideal tentang pendidikan, perumusan desain kurikulum,
persiapan pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana dan prasarana, tata
kelola pelaksanaan kurikulum termasuk pembelajaran dan penilaian pembelajaran
dan kurikulum.
Penundaan pemberlakuan urikulum 2013 untuk semua sekolah menjadi isu
yang hangat dan menarik untuk diperbincangkan. Untuk itu penulis berupaya
mengkaji lebih jauh topik ini secara rinci, mendalam dan ilmiah dalam sebuah
makalah berjudul Landasan atas Kebijakan Penundaan Kurikulum 2013.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dikemukakan rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran pendidikan di Indonesia ?
2. Bagaimana landasan atas kebijakan penundaan penerapan Kurikulum 2013
di semua sekolah ?

BAB II
KAJIAN TEORETIS
A.

Konsep Pendidikan
Secara ontologis, sasaran obyek pendidikan adalah manusia. Karena

manusia mengandung banyak aspek dan sifatnya yang kompleks, karena sifatnya
yang kompleks itu, maka tidak ada sebuah batasan yang cukup untuk menentukan
arti pendidikan secara lengkap. batasan pendidikan yang dirumuskan para ahli
sangat beraneka ragam, dan kandungannyapun berbeda. Perbedaan tersebut
disebabkan karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan, aspek yang
menjadi tekanan atau karena falsafah yang melandasi luasnya aspek yang dibina
oleh pendidikan.
Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang
diperlukan dirinya dan masyarakat.
Untuk kebutuhan belajar ini diperlukan pengaruh dari luar. Pengaruh dari
luar ini oleh Imam Santoso dalam Suwito (2008), disebut dengan istilah
pendidikan. Dalam pengertian yang sederhana pendidikan adalah usaha manusia
untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi pembawaan baik jasmani
maupun rohani sesuai dengan nilai yang ada dalam masyarakat. Bagi Abduh
dalam Nizar (2008), pendidikan yang baik adalah pendidikan yang dalam
prosesnya mampu mengembangkan seluruh fitrah peserta didik, terutama fitrah
akal dan agamanya. Dengan fitrah ini, peserta didik akan dapat mengembangkan
daya berpikir secara rasional. Sementara melalui fitrah agama, akan tertanam
pilar-pilar kebaikan pada diri peserta didik yang kemudian terimplikasi dalam
seluruh aktifitas hidupnya.
Adapun menurut Carter V. Good dalam Dictinary of Education bahwa
pendidikan mengandung pengertian ; Proses perkembangan kecakapan seseorang
dalam bentuk sikap dan perilaku yang berlaku dalam masyarakatnya. Proses sosial

3
3

dimana seseorang dipengaruhi oleh suatu lingkungan yang terpimpin (misalnya


sekolah) sehingga ia dapat mencapai kecakapan sosial dan mengembangkan
pribadinya. Sedangkan menurut konsep yang dikemukakan oleh Freeman Butt
dalam bukunya Cultural History of Western Education bahwa ; Pendidikan adalah
kegiatan menerima dan memberikan pengetahuan sehingga kebudayaan dapat
diteruskan dari generasi ke generasi (Ibda, 2014).
Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai usaha pemberian informasi dan
pembentukan ketrampilan saja, namun diperluas, sehingga mencakup usaha untuk
mewujudkan keinginan, kebutuhan, dan kemampuan individu sehingga tercapai
pola hidup pribadi dan social yang memuaskan. Dalam pengertian yang sederhana
atau umum makna pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan
mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai
nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan.
B.

Kurikulum
Kata kurikulum berasal dari bahasa Latin currere, yang berarti lapangan

perlombaan lari. Kurikulum juga bisa berasal dari kata curriculum yang berarti a
running course, dan dalam bahasa Prancis dikenal dengan carter berarti to run
(berlari). Dalam perkembangannya (BMPM, 2005 : 1).
Menurut J. Galen Sailor dan William M Alexander (1974 : 74), curriculum
is defined reflects volume judgments regarding the nature of education. The
definition used also influences haw curriculum will be planned and untilized.
Kurikulum merupakan nilai-nilai keadilan dalam inti pendidikan.
Istilah tersebut mempengaruhi terhadap kurikulum yang akan direncanakan dan
dimanfaatkan.
Menurut Galen, the curriculum is that of subjects and subyek matter
therein to be thought by teachers and learned by students.
Kurikulum merupakan subyek dan bahan pelajaran di mana diajarkan
oleh guru dan dipelajari oleh siswa.
Secara terminologi, kurikulum berarti suatu program pendidikan yang
berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan,
direncanakan dan dirancangkan secara sistematika atas dasar norma-norma yang
berlaku dan dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi pendidik untuk

mencapai tujuan pendidikan (Dakir, 2004: 3). Menurut Dakir kurikulum itu
memuat semua program yang dijalankan untuk menunjang proses pembelajaran.
Program yang dituangkan tidak terpancang dari segi administrasi saja tetapi
menyangkut keseluruhan yang digunakan untuk proses pembelajaran.
Menurut Suryobroto dalam bukunya Manajemen pendidikan di Sekolah
(2002: 13), menerangkan, bahwa kurikulum adalah segala pengalaman pendidikan
yang diberikan oleh sekolah kepada seluruh anak didiknya, baik dilakukan di
dalam sekolah maupun di luar sekolah (Suryobroto, 2004 : 32). Nampaknya
Suryobroto memandang semua sarana prasarana dalam pendidikan yang berguna
untuk anak didik merupakan kurikulum.
Menurut pendapat Ali Al-Khouly kurikulum di artikan

sebagai

perangkat perencanaan dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam


mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan (Ali Al-Khouly, tth : 103 ).
Dalam berbagai sumber referensi disebutkan bahwa definisi kurikulum
memiliki ragam pengertian, seperti

Menurut Nurgiantoro, bahwa kurikulum,

yaitu alat untuk mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan. Kurikulum dan
pendidikan adalah dua hal yang sangat erat kaitannya, tidak dapat dipisahkan satu
sama yang lain (Nurgiantoro, 1988 :2). Nurgiantoro menggaris bawahi bahwa
relasi antara pendidikan dan kurikulum adalah relasi tujuan dan isi pendidikan.
Karena ada tujuan, maka harus ada alat yang sama untuk mencapainya, dan cara
untuk menempuh adalah kurikulum.
Dari para pendapat ahli di atas maka dapat penulis simpulkan bahwa
kurikulum adalah seperangkat isi, bahan ajar, tujuan yang akan ditempuh sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan.

BAB III
PEMBAHASAN
A.

Gambaran Pendidikan di Indonesia


Indonesia adalah negara yang berhasil merdeka karena salah satu faktornya

yakni pendidikan. Pendidikan mampu membawa bangsa ini lepas dari belenggu
penjajahan yang bertahan ratusan tahun lamanya. Sejarah pendidikan dimasa
penjajahan sangatlah buruk dalam segi kualitas dan kuantitas untuk para
penduduk pribumi. Para penjajah sangat tidak mementingkan pendidikan bagi
wilayah yang mereka jajah terutama bangsa Belanda yang telah menjajah
Indonesia 350 tahun lamanya. Akan tetapi, berkat usaha keras dari para pemuda
bangsa yang punya tekad untuk mengenyam pendidikan agar dapat membawa
perubahan bagi bangsanya melahirkan benih-benih kesadaran akan pentingnya
kemerdekaan.
Pendidikan di Indonesia memang mengalami situasi yang terus berkembang.
Hal ini dapat kita lihat melalui perkembangan kurikulum yang berlaku di
Indonesia sejak awal kemerdekaan hingga saat ini. Dimulai dari kurikulum tahun
1968 kemudian menjadi kurikulum 1975 atau kurikulum 1984 menjadi 1994 dan
Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004 menjadi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) 2006. Perubahan-perubahan yang dilakukan ini tidak lain
demi keberhasilan pendidikan di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 yang di dalamnya menyatakan
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang sesuai,
peran guru dan manusia dewasa untuk membina anak didik yang ada disekitarnya
dengan baik.
Hingga saat ini berbagai upaya peningkatan kualitas pendidikan di
Indonesia sangat gencar dilakukan. Mulai dari terealisasinya anggaran pendidikan
20% dari APBN negara, subsidi dana BOS dari hasil kenaikan harga BBM hingga
buku-buku gratis agar seluruh anak di Indonesia menuntaskan program

6
6

pendidikan 9 tahun. Kiat-kiat diatas diharapkan mampu memberantas angka buta


huruf yang tinggi di Indonesia supaya martabat manusia Indonesia menjadi lebih
baik karena adanya pendidikan. Jika kita melihat lebih dalam hasil atau evaluasi
dari program-program yang dijalankan pemerintah untuk meningkatkan martabat
manusia Indonesia melalui pendidikan belumnya berjalan dengan maksimal.
Masih saja terdapat kelemahan yang terjadi, semisal tidak semua anak didik
mampu bersekolah dengan gratis, buku-buku pelajaran yang masih diperjualbelikan untuk tambahan guru, pungutan liar di sekolah, bahkan metode
pembelajaran yang diterapkan guru tidak mengalami perkembangan dari waktu ke
waktu dan hanya mengandalkan satu metode mengajar saja seperti metode
ceramah yang dinilai oleh siswa membosankan.
Beragam permasalahan pendidikan di Indonesia ini membuat kita semakin
khawatir akan nasib bangsa ini. Peran pendidik profesional yakni guru yang
diharapkan mampu menghantarkan anak didik dalam proses pembelajaran saat ini
tidak begitu terlihat. Ujian Nasional (UN) membuat para guru kehilangan peran
dalam mendidik siswa, tetapi kebanyakan hanya mengajarkan materi dengan
tergesa-gesa untuk mengejar target lulus UN sehingga kebervariasian metode
belajar yang harusnya mampu meng-cover kebutuhan siswa dalam pengembangan
kognitif, afektif, dan psikomotor pun diabaikan. Perkembangan pengetahuan akan
beberapa tipe siswa yang mampu belajar dengan baik dengan salah satu cara
melihat (visual), mendengar (auditori), praktek/contoh model (kinestetik) tidaklah
bisa terjangkau hanya dengan satu metode mengajar saja. Contoh metode
mengajar ceramah, metode ini hanya mampu menjangkau siswa auditori saja,
sedangkan berdampak lemah terhadap siswa visual dan kinestetik.
B.

Landasan atas kebijakan penundaan penerapan kurikulum 2013 di


semua sekolah
1. Landasan Filosofis
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menargetkan

Kurikulum 2013 (K-13) dijalankan secara penuh atau serentak pada 2018.
Keputusan itu lebih cepat dari Peraturan Pemerintah 32/2013 yang menentukan
bahwa transisi dari Kurikulum 2006 ke K-13 sejatinya berjalan tujuh tahun, yakni

mulai 2013 hingga 2020 nanti (www.jpnn.com). Dasarnya yaitu terwujudnya


kurikulum pendidikan Indonesia yang matang dan terencana dengan sangat baik.
Peranan landasan filosofis pendidikan adalah memberikan rambu-rambu apa
dan bagaimana seharusnya pendidikan dilaksanakan. Rambu-rambu tersebut
bertolak pada kaidah metafisika, epistemologi dan aksiologi pendidikan
sebagaimana studi dalam filsafat pendidikan. Landasan filosofis pendidikan
tidaklah satu melainkan ragam sebagaimana ragamnya aliran filsafat. Sebab itu,
dikenal adanya landasan filosofis pendidikan Idealisme, landasan filsofis
pendidikan Pragmatisme, dsb.

Contoh: Penganut Realisme antara lain

berpendapat bahwa pengetahuan yang benar diperoleh manusia melalui


pengalaman dria. Implikasinya, penganut Realisme mengutamakan

metode

mengajar yang memberikan kesempatan kepada para siswa untuk memperoleh


pengetahuan melalui pengalaman langsung (misal: melalui observasi, praktikum,
dsb.) atau pengalaman tidak langsung (misal: melalui membaca laporan-laporan
hasil penelitian, dsb).
Selain tersajikan berdasarkan aliran-alirannya, landasan filosofis pendidikan
dapat pula disajikan berdasarkan tema-tema tertentu. Misalnya dalam tema:
Manusia sebagai Animal Educandum (M.J. Langeveld, 1980), Man and
Education (Frost, Jr., 1957), dll. Demikian pula, aliran-aliran pendidikan yang
dipengaruhi oleh filsafat, telah menjadi filsafat pendidikan dan atau menjadi teori
pendidikan tertentu. Ada beberapa teori pendidikan yang sampai dewasa ini
mempunyai pengaruh yang kuat terhadap praktek pendidikan, misalnya aliran
empirisme, naturalisme, nativisme, dan aliran konvergensi dalam pendidikan.
Perlu difahami bahwa yang dijadikan asumsi yang melandasi teori maupun
praktek pendidikan, bukan hanya landasan filsafat Pendidikan, tetapi masih ada
landasan lain, yaitu landasan ilmiah pendidikan, dan landasan religi pendidikan.
Landasan ilmiah pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari
disiplin ilmu tertentu yang menjadi titik tolak dalam pendidikan. Sebagaimana
Anda ketahui terdapat berbagai disiplin ilmu, seperti: psikologi, sosiologi,
ekonomi, antropologi, hukum/yuridis, sejarah, biologi, dsb. Sebab itu, ada
berbagai jenis landasan ilmiah pendidikan, antara lain: landasan psikologis
pendidikan, landasan sosiologis pendidikan, landasan biologis pendidikan,

landasan antropologis pendidikan, landasan historis pendidikan, landasan


ekonomi pendidikan, landasan politik pendidikan, dan landasan fisiologis
pendidikan.
2. Landasan Politik Pendidikan
Manusia sebagai animal educabili yang mana manusia itu mempunyai
potensi untuk didik dan atau dikembangkan,dengan pendidikan manusia dapat
mewujudkan

kemanusiannya

(animal

educandum)

sehingga

manusia

membutuhkan pendidikan sebagai sesuatu yang mutlak. Proses pendidikan terjadi


dalam masyarakat yang berbudaya. Kebudayaan manusia merupakan hasil
interaksi dari suatu anggota masyarakat. Proses pendidikan adalah suatu proses
untuk mencerdaskan bangsa. untuk mencapai tujuan dari pendidikan itu
dibutuhkan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan pendidikan itu. Sejarah
membuktikan kepada kita bahwa pendidikan ditanah Indonesia tidak terlepas dari
pengaruh kekuasaan mulai dari masa Kolonial sampai kepada masa orde baru.
Pada masa kolonial, pendidikan yang berjalan tidak merata yang hanya
diprioritaskan bagi anak colonial dan bangsawan,sedangkan anak bumi putera
hanya mengecap pendidikan seadanya ,karena dipersiapkan untuk menjadi
pegaawai pemerintah rendahan. Pada era kemerdekaan orde lama proses
indoktrinasi idiologi pendidikan dipaksakan melalui pendidikan pendidikan ynag
berjalan pada semua tingkatan pendidikan , baik yang dilaksanakan oleh
pemerinah maupun pendidikan yang dilaksanakan oleh masyarakat,hal ini
membuktikan bahwa kekuasaan kebebasan manusia untuk kepentingan negara.
Era orde baru memang membawa perubahan, pendidikan diabdikan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakayat, tetapi pada akhirnya kekuasaan orde baru
berubah dimana lebih mementingkan masyarakat tertentu. Sistem pendidikan pada
orde baru mengalami kegagalan dengan menghasilakn generasi yang tertekan
sehingga menimbulkan keinginan untuk melepaskan diri, khususnya generasi
muda dengan melakaukan perlawanan melalui demonstrasi-demonstrasi sehingga
runtuhlah rezim Soeharto. Runtuhnya rezim Soeharto maka lahirlah era
Reformasi,yang mana dituntut suatu hak kebebasan individu yang lebih luas
dalam kehidupan bermasyarakat, untuk itu cara-cara yang berkuasa pada era orde

lama dan orde baru seperti diktator dan indoktrinitif didalam masyarakat dalam
melaksanakan kekuasaan pemerintah perlu diganti dengan cara yang demokratis.
Sejak era reformasi sangat dirasakan adanya perubahan-perubahan pada setiap
sendi kehidupan kita samapi kedalam kehidupan pendidikan kita, sistem
pendidikan kita telah diganti dengan system pendidikan yang terdesentralisasi
sejalan dengan lahirnya UU pemerintahan otonom didaerah.
Reformasi juga terjadi pada dunia pendidikan kita, reformasi kurikulum
yang berlangsung dari kurikulum 1947 (rencana pengajaran) , kurikulum 1952
(rencana pengajaran terurai),kurikulum 1968 (untuk pembentukan etiaka),
kurikulum 1975 (Orientasi pada tujuan), kurikulum1984(berorientasi pada tujuan
instruksional), kurikulum 1994 (berorientasi pada materi isi), kurikulum 2004
(kurikulum berbasis kompetensi), kurikulum 2006 (kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan) serta yang terakhir kurikulum 2013 dan reformasi pendidikan ini juga
diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan bangsa kita,khususnya
mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi era globalisasi (pasar bebas).
Disamping kurikulum proses pendidikan juga ditunjang oleh faktor-faktor yang
lain seperti fasilitas sekolah (gedung-gedung sekolah yang dilengkapi dengan
srana dan prasarana lainnya) untuk masalah ini juga tidak terjadi pemerataan
karena masih terdapat yang tidak memenuhi kriteria untuk dijadikan tempat
belajar (hanya layak sebagai kandang hewan), hal ini membutuhkan kejelian
pemerintah dalam kebijakan pemerintah khususnya masalah pendanaan agar
tersentuh sampai kedaerah-daerah pelosok.
Disamping itu juga profesionalisme guru, salah satu bentuk kebijakan
pendidikan yaitu dengan membentuk Badan Sertifikasi Nasional Pendidikan
(BSNP) apakah badan ini terdiri dari ahli-ahli pendidikan yang mempuyai
kompetensi untuk melakukan tugasnya dengan baik atau sebaliknya.Untuk
meningkatkan profesionalisme guru juga membutuhkan pendanaan oleh sebab itu
dinaikkannya dana APBN oleh pemerintah untuk pendidikan kiranya dapat
merubah mutu pendidikan kita. Dari sini menjadi bekal bahwa kurikulum 2013
harus dilaksanakan ketika semua pihak sudah benar-benar siap. Kurikulum 2013
tidak lagi terkesan kurikulum yang terburu-buru.

10

Landasan Psikologis Pendidikan


Pada hakikatnya pengembangan kurikulum itu merupakan usaha untuk
mencari bagaimana rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan untuk mencapai
tujuan tertentu dalam suatu lembaga. Pengembangan kurikulum di arahkan pada
pencapaian nilai-nilai umum, konsep-konsep, masalah dan keterampilan yang
akan menjadi isi kurikulum yang disusun dengan fokus pada nilai-nilai tadi.
Adapun

selain

berpedoman

pada

landasan-landasan

yang

ada,

pengembangan kurikulum juga berpijak pada prinsip-prinsip pengembangan


kurikulum. Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 Bab X tentang kurikulum, pasal
36 ayat 1 bahwa pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada
standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Suatu
kurikulum diharapkan memberkan landasan, isi dan menjadi pedoman bagi
pengembangan kemampuan siswa secara optimal sesuai dengan tuntunan dan
tantangan perkembangan masyarakat.
Terjadi interaksi antar individu manusia dalam proses pendidikan, yaitu
antara pendidik dan peserta didik, juga antara peserta didik dengan orang-orang
lainnya. Interaksi yang tercipta dalam situasi pendidikan harus sesuai dengan
kondisi psikologis para peserta didik maupun kondisi pendidiknya. Tugas utama
yang sesungguhnya dari para pendidik adalah membantu perkembangan peserta
didik secara optimal, perkembangan seluruh aspek kehidupannya.
Nana Syaodih Sukmadinata pada tahun 1997 mengemukakan bahwa
minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum
yaitu psikologi perkembangan (developmental psychology) dan psikologi belajar
(psychology of learning). Keduanya sangat diperlukan, baik di dalam
merumuskan tujuan, memilih dan menyusun bahan ajar, memilih dan menerapkan
metode perkembangan serta teknik-teknik penilaian.
Sehingga realisasi kurikulum 2013 harus melalui proses yang sangat
terperinci. Akhir dari proses itu adalah evaluasi terhadap penerapan yang sudah
diberlakukan di beberapa sekolah yang dijadikan pilot project. Dengan melalui

11

proses yang mendetail, memberikan kekuatan terhadap landasan psikologis yaitu


semua elemen telah siap baik secara teori ataupun praktik.
3. Landasan Profesionalisme Tenaga Pendidik
Dengan tertundanya pelaksanaan kurikulum 2013 untuk semua sekolah akan
memberikan ruang lebih luas dan waktu lebih panjang kepada tenga pendidik
untuk belajar dan mengkaji lebih dalam tentang kurikulum ini. Karena konsep
kurikulum 2013 ini adalah diawalai dari merubah cara berpikir guru dari Teacher
center menjadi student center. Sehingga kurikulum ini berhasil karena faktor
pendukung utama yaitu guru yang profesional telah cukup memiliki bekal
melaksanakannya. Professional sering diartikan sebagai suatu ketrampilan teknis
yang dimiliki seseorang. Misalnya, seorang guru dikatakan professional apabila
memiliki kualitas mengajar yang tinggi. Padahal profesional mengandung makna
yang lebih luas dari hanya berkualitas tinggi dalam hal teknis. Profesional dapat
dipandang dari tiga dimensi, yaitu :
a) Ekspert / ahli dalam bidang pengetahuan yang diajarkan dan ahli dalam
tugas mendidik
b) Rasa tanggung jawab. Menurut teori ilmu mendidik, bertanggung jawab
mengandung arti bahwa seseorang mampu memberi pertanggung
jawaban dan kesediaan untuk diminta pertanggung jawaban. Tanggung
jawab

yang

mengandung

makna

multidimensional

ini,

berarti

bertanggung jawab terhadap diri sendiri, terhadap orang tua, lingkungan


sekitarnya, masyarakat, bangsa dan negara, sesama manusia dan akhirnya
terhadap Tuhan Yang Maha Pencipta
c) Rasa Kesejawatan. Rasa ini merupakan rasa perlindungan terhadap citra
guru yang perlu dikembangkan agar harkat dan martabat guru dijunjung
tingggi, baik oleh korps guru sendiri maupun masyarakat pada umumnya.
Dengan begitu pekerjaan profesional akan senantiasa menggunakan teknik
dan prosedur yang berpijak pada landasan intelektual yang harus dipelajari dengan
sengaja, terencana dan kemudian dipergunakan untuk kepentingan atau
kamaslahatan umat manusia.

12

BAB IV
PENUTUP
A.

Simpulan
Kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan

langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi,misi pendidikan


dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu
masyarakat untuk suatu kurun waktu tertentu. Kebijakan pendidikan tidak terlepas
dari kekuasaan,sesuai yang dikemukakan oleh pakar pendidikan seperti Ki Hadjar
Dewantara, Romo Mangun, Paoulu Fiere dan Amarta Sen, kekuasaanlah yang
mempreteli hak-hak kebebasan manusia untuk mengecap pendidikan. Dengan
demikian kebijakan pendidikan haruslah didasarkan pada ilmu politik normative
(ilmu yang mengkaji atau mengevaluasi masyarakat yang ada maupun yang akan
lahir) yang dalam masyarakat Indonesia berarti mewajibkan pendidikan
berdasarkan nilai-nilai moral pancasila.
Pendidikan harus berdasarkan teori dan kenyataan di lapangan agar dapat
menjadi masukan untuk kebijakan pendidikan berikutnya.

B.

Saran
Perkembangan dan perubahan kurikulum mungkin sudah sering dilakukan

pemerintah, hanya saja transfaransi tujuan dan hakekat perubahan dan


perkembangan nya saja yang belum terpenuhi. Barangkali keseriusan pemerintah
dan orang-orang yang hidupnya bersinggungan dengan dunia pendidikanlah yang
sekarang diperlukan untuk mencapai tujuan utama pendidikan yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa.

13

13

DAFTAR PUSTAKA

Anita Lie, 2002. Cooperative Learning. Jakarta : PT. Grasindo


B. Suryosubroto (2004). Manejemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Rineka
Cipta.
BNPM, 2005, Panduan Pengembangan Kurikulum, Jakarta, Percetakan Depag
RI
Dakir. 2008. Dasar-dasar Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Ibda, H., (2014). Makalah Pendidikan dalam Perspektif Kebudayaan. http://
Hamidulloh Ibda (HI) Study Centre MAKALAH Pendidikan Dalam
Perspektif Kebudayaan.htm. diakses tanggal 30 September 2014.
Nurgiantoro, Burhan, 1988, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum sekolah;
Sebuah Pengantar Teoritis dan Pelaksanaan, Yogyakarta, BPPE.
Peraturan Pemerintah (PP.) No. 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional
Pendidikan, Bab I, Pasal 1.
UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003, Jakarta: BP. Dharma Bhakti, 2003
www.jpnn.com/read/2014/12/23/277112/Kurikulum-2013-Diterapkan-PenuhPaling-Lambat-2018 di akses tanggal 24 Desember 2014.

14
14

Anda mungkin juga menyukai