Filsafat (Content)
Filsafat (Content)
Filsafat (Content)
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ilmu dan moral adalah dua kata yang memiliki makna berbeda namun
sebenarnya kedua makna kata tersebut saling melengkapi dan berhubungan erat
dengan kepribadian seseorang. Sejak saat pertumbuhannya, ilmu sudah terkait
dengan masalah moral. Ketika Copernicus (14731543) mengajukan teorinya
tentang kesemestaan alam dan menemukan bahwa "bumi yang berputar
mengelilingi matahari" dan bukan sebaliknya seperti yang dinyatakan dalam
ajaran agama maka timbullah interaksi antara ilmu dan moral (yang bersumber
pada ajaran agama) yang berkonotasi metafisik. Secara metafisik ilmu ingin
mempelajari alam sebagaimana adanya, sedangkan di pihak lain terdapat
keinginan agar ilmu mendasarkan kepada pernyataan-pernyataan (nilai-nilai)
yang terdapat dalam ajaran-ajaran di luar bidang keilmuan (nilai moral), seperti
agama.
Dari interaksi ilmu dan moral tersebut timbullah konflik yang bersumber
pada penafsiran metafisik yang berkulminasi pada pengadilan inkuisisi Galileo
pada tahun 1633. Galileo oleh pengadilan agama dipaksa untuk mencabut
pernyataan bahwa bumi berputar mengelilingi matahari.
Ketika ilmu dapat mengembangkan dirinya, yakni dari pengembangan
konsepsional yang bersifat kontemplatif disusul penerapan-penerapan konsep
ilmiah ke masalah-masalah praktis atau dengan perkataan lain dari konsep
ilmiah yang bersifat abstrak menjelma dalam bentuk konkret yang berupa
teknologi, konflik antarilmu dan moral berlanjut. Seperti kita ketahui, dalam
tahapan penerapan konsep tersebut ilmu tidak saja bertujuan menjelaskan
gejala-gejala alam untuk tujuan pengertian dan pemahaman, tetapi lebih jauh
lagi bertujuan memanipulasi faktor-faktor yang terkait dalam gejala tersebut
untuk mengontrol dan mengarahkan proses yang terjadi. Bertrand Russel
menyebut perkembangan ini sebagai peralihan ilmu dari tahap kontemplasi ke
manipulasi .
Dalam tahap manipulasi ilmu, masalah moral muncul kembali. Jika
dalam kontemplasi masalah moral berkaitan dengan metafisika keilmuan maka
dalam tahap manipulasi masalah moral berkaitan dengan cara penggunaan
pengetahuan ilmiah atau secara filsafat dapat dikatakan bahwa dalam tahap
pengembangan konsep terdapat masalah moral yang ditinjau dari segi ontologis
keilmuan, sedangkan dalam tahap penerapan konsep terdapat masalah moral
yang ditinjau dari segi aksiologi keilmuan. Aksiologi itu sendiri adalah teori
nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
Moral adalah sistem nilai (sesuatu yang dijunjung tinggi) yang berupa
ajaran (agama) dan paham (ideologi)sebagai pedoman untuk bersikap dan
bertindak baik yang diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Tujuan
moral adalah mengarahkan sikap dan perilaku manusia agar menjadi baik sesuai
dengan ajaran dan paham yang dianutnya. Manfaat moral adalah menjadi
pedoman untuk bersikap dan bertindak atau berperilaku dalam interaksi sosial
yang dinilai baik atau buruk. Tanpa memiliki moral, seseorang akan bertindak
menyimpang dari norma dan nilai sosial dimana mereka hidup dan mencari
penghidupan.
Tanggung jawab sosial ilmuwan adalah suatu kewajiban seorang
ilmuwan untuk mengetahui masalah sosial dan cara penyelesaian permasalahan
sosial tersebut. Tanggung jawab merupakan hal yang ada pada setiap makhluk
hidup. Hal demikian dapat dilihat pada manusia yang menunjukkan tanggung
jawabnya dengan merawat dan mendidik anaknya sampai dewasa. Tanggung
jawab terdapat juga pada bidang yang ditekuni oleh manusia, seperti negarawan,
budayawan, dan ilmuwan. Tanggung jawab tidak hanya menyangkut subjek dari
tanggung jawab itu sendiri, seperti makhluk hidup atau bidang yang ditekuni
oleh manusia akan tetapi juga menyangkut objek dari tanggung jawab, misalnya
sosial, mendidik anak, memberi nafkah, dan sebagainya.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang peran moral dalam
perkembangan ilmu pengetahuan untuk membangun peradaban manusia. Dalam
penulisan makalah ini tentunya bertujuan supaya mahasiswa dapat memahami
hubungan antara moral dan ilmu, dan fungsinya untuk membangun peradaban
manusia.
1.2
Rumusan Masalah
1.
2.
3.
Pengetahuan ?
Bagaimana hakikat hubungan antara Moral dan Ilmu
4.
Pengetahuan ?
Bagaimanakah penerapan hubungan antara moral dengan
ilmu pengetahuan?
1.3
Tujuan Penulisan
1.
2.
3.
4.
1.4
Manfaat Penulisan
1.
2.
3.
4.
Pengetahuan.
Mampu mengetahui penerapan hubungan antara moral dengan
ilmu pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN
buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas
dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk. Menurut Kondratyev (2000),
moralitas adalah kesadaran akan loyalitas pada tugas daan tanggung jawab.
Moralitas berasal dari dalam kepribadian manusia itu sendiri. Binatang tidak
memiliki moralitas karena tidak memiliki kepribadian. Moralitas tidak bisa
dijelaskan dengan akal, karena itu berasal dari kepribadian manusia. Kondratyev
menjelaskan lebih jauh bahwa moralitas manusia berasal dari kehidupan
keluarga. Jadi keluarga yang baik akan menghasilkan pribadi yang memiliki
moralitas yang baik pula. Keluarga adalah tempat mendidik moralitas. Sangat
disayangkan pada masa modern saat ini banyak keluarga yang berantakan nilainilainya.
2.3 Hakikat Moral
Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak
bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga
moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit
adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral
manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang
mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap
amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan
di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati
oleh sesamanya.
Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara
utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat
setempat.Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber
interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan
nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta
menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai
moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan
Agama. Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku
manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk.
2.4 Antara Moral, Etika dan Kesusilaan
Moral berasal dari kata latin mos jamaknya mores yang berarti adat atau
cara hidup.
Etika secara etimologi berasal dari kata yunani ethos yang berarti watak
kesusilaan atau adat. Secara terminology etika adalah cabang filsafat yang
membicarakan tingkah laku atau perbuatan manusia dalam hubungannya dengan
baik buruk. Yang dapat dinilai baik dan buruk adalah sikap manusia yaitu yang
menyangkut perbuatan, tingkah laku, gerakan gerakan, kata kata dan sebagainya.
Moral dan etika sama artinya, tetapi dalam penilaian sehari-hari ada
sedikit perbedaan. Moral dan atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang
dinilai. Adapun etika dipakai untuk pengkajian system nilai yang ada.
Frans Magnis Suseno sebagai mana yang dikutip oleh Surajiyo
membedakan ajaran moral dan etika. Ajaran moral adalah ajaran, wejangan,
khutbah peraturan lisan atau tulisan tentang bagai mana manusia harus hidup dan
bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Sumber langsung ajaran moral
adalah berbagai orang dalam kedudukan yang berwenang, seperti orang tua dan
guru, para pemuka masyarakat dan agama, dan tulisan para orang bijak. Etika
bukan sumber tambahan bagi ajaran moral, tetapi filsafat atau pemikiran kritis
dan mendasar tentang ajaran dan pendangan moral.
Etika adalah sebuah ilmu bukan ajaran. Jadi, etika dan ajaran moral
tidak berada di tingkat yang sama. Yang mengatakan bagai mana kita harus
hidup, bukan etika melainkan moral. Etika mau mengerti ajaran moral tertentu,
atau bagaimana kita dapat mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan
dengan berbagai ajaran moral.
Leibniz berpendapat bahwa kesusilaan adalah hasil suatu menjadi
yang terjadi dalam jiwa. Perkembangan dari nafsu alamiah sampai kehendak
yang sadar yang berarti sampai kepada kesadaran kesusilaan yang telah tumbuh
lengkap, disebabkan oleh aktivitas jiwa sendiri. Kesusilaan hanya berkaitan
dengan batin kita.
Akibat pandangan itu orang hanya dapat berbicara tentang kehendak
yang baik dn jahat. Kehendak baik ialah jika perbuatan kehendak mewujudkan
sesuatu bagian dari perkembangan yang sesuai dengan gagasan yang jelas dan
aktual. Kehendak jahat ialah jika perbuatan kehendak diikat oleh gagaan yang
tidak jelas.
ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan menolak campur tangan factor
eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu pengethuan itu
sendiri.Minimal sebagai tiga factor sebagai indicator bahwa ilmu pengetahuan itu
bebas nilai, yaitu
1. Ilmu harus bebas dari pengandaian, yakni beba dari pengaruh factor eksternal
seperti factor politis, ideologis, agama, budaya, dan unsure kemasyarakatan
lainya .
2. Perlunya kebebasan usaha ilmiah, yang mendorong terjadinya otonomi ilmu
pengetahuan. Kebebasan itu menyangkut kemungkinan untuk menentukan diri
sendiri.
3. Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan dari etis yang sering dituding
menghambat kemajuan ilmu, karena nilai etis itu sendiri bersifat universal.
Sosiolog, Weber, bahwa ilmu social menyatakan harus bebas nilai, tetapi
ia juga mengatakan ilmu-ilmu social harus menjadi nilai yang relevan. Weber
tidak yakin bahwa para ilmuan social melakukan aktivitasnya seperti mengejar
atau menulis bidang ilmu social itu, mereka tidak terpengaruh oleh kepentingan
tertentu. Nilai-nilai itu harus diimplikasikan kedalam bagian-bagian praktis ilmu
social jika praktik itu mengandung tujuan atau rasional. Tanpa keinginan
melayani kepentintgan orang, budaya, maka ilmuan sosial tidak mempunyai
alasan mengajarkan atau menuliskan itu semua. Suatu sikap moral yang
sedemikian itu tidak mempunyai hubungan objektivitas ilmiah (Rizal Mutansyir
dan Misnal Minir 2001).
10
11
12
1) Ilmu secara faktual telah dipergunakan secara destruktif oleh manusia yang
dibuktikan dengan adanya dua perang dunia yang mempergunakan
teknologi-teknologi keilmuan
2) Ilmu telah berkembang dengan pesat dan makin esoterik sehingga kaum
ilmuwan lebih mengetahui tentang ekses-ekses yang mungkin terjadi bila
terjadi salah penggunaan.
3) Ilmu telah berkembang sedemikian rupa sehingga terdapat kemungkinan
bahwa ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki
seperti pada kasus revolusi genetika dan teknik perubahan sosial.
Berdasarkan ketiga hal itu maka golongan kedua berpendapat bahwa ilmu
secara moral harus ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa merendahkan
martabat atau mengubah hakikat kemanusiaan.
Pendekatan secara ontologis, epistemologis dan aksiologis memberikan
18 asas moral yang terkait dengan kegiatan keilmuan. Keseluruhan asas tersebut
pada hakikatnya dapat dikelompokkan menjadi dua yakni kelompok asas moral
yang membentuk tanggung jawab profesional dan kelompok yang membentuk
tanggung jawab sosial.
Tanggung jawab profesional lebih ditujukan kepada masyarakat
ilmuwan dalam pertanggung jawaban moral yang berkaitan dengan landasan
epistemologis. Tanggung jawab profesional ini mencakup asas:
1) Kebenaran
2) Kejujuran
3) Tanpa kepentingan langsung
4) Menyandarkan kepada kekuatan argumentasi
5) Rasional
6) Obyektif
7) Kritis
8) Terbuka
9) Pragmatis
10) Netral dari nilai-nilai yang bersifat dogmatik dalam menafsirkan
hakikat realitas.
Suatu peradaban yang ditandai dengan masyarakat keilmuan yang maju
secara sungguh-sungguh melaksanakan asas moral ini terutama yang
menyangkut asas kebenaran, kejujuran, bebas kepentingan dan dukungan
berdasarkan kekuatan argumentasi. Seorang yang melakukan ketidakjujuran
dalam kegiatan ilmiah mendapatkan sanksi yang konkrit; dan sanksi moral dari
sesama ilmuwan lebih berfungsi dan lebih efektif dibandingkan dengan sanksi
legal. Tidak ada sanksi yang lebih berat bagi seorang ilmuwan selain menjadi
seorang paria yang dikucilkan secara moral dari masyarakat keilmuan. Di negara
kita sanksi moral ini belum membudaya dan hal inilah yang menyebabkan
suburnya upaya-upaya amoral dalam kegiatan keilmuan.
Moralitas Ilmu Pengetahuan
13
14
15
sebagai ilmuwan. Moral inilah di dalam filsafat ilmu disebut juga sebagai sikap
ilmiah.
Sikap ilmiah harus dimiliki semua ilmuwan. Hal ini desebabkan oleh
sikap ilmiah adalah suatu sikap yang diarahkan untuk mencapai pengetahuan
ilmiah yang bersifat objektif. Sikap ilmiah bagi seorang ilmuwan bukanlah
membahas tentang tujuan ilmu, melainkan bagaimana cara untuk mencapai suatu
ilmu yang bebas dari prasangka pribadi dan dapat dipertanggungjawabkan secara
social untuk melestarikan dari keseimbangan alam semesta ini, serta dapat
dipertanggung jawabkan kepada tuhan. Artinya, selaras dengan kehendak
manusia dengan kehendak tuhan.
Sikap ilmiah yang perlu dimiliki para ilmuan menurut Abbas Hamami
M (1996) sedikitnya ada enam, sebagai berikut :
1. Tidak ada rasa pamrih (disinterstedness) artinya suatu sikap yang diarahkan
untuk mencapai pengetahuan ilmiah yang obyektif dengan menghilangkan
pamrih atau kesenangan pribadi.
2. Bersikap selektif, yaitu suatu sikap yang tujuannya agar para ilmuan mampu
mengadakan pemilihanterhadap segala sesuatu yang dihadapi.
3. Adanya rasa percaya yang layak baik terhadap kenyataan maupun terhadap
alat alat indera serta budi (mind).
4. Adanya sikap yang berdasar pada suatu kepercayaan (belief) dan dengan
merasa pasti (conviction) bahwa setiap pendapat atau teori yang terdahulu
telah mencapai kepastian.
5. Adanya suatu kegiatan rutin bahwa seorang ilmuan harus sealu tidak puas
terhadap penelitian yang dilakukan, sehingga selalu ada dorongan untuk riset,
dan riset sebagai aktivitas yang menonjol dalam hidupnya.
6. Seorang ilmuan harus memiliki sikap etis (akhlak) yang selalu berkehendak
untuk mengembangkan ilmu untuk kemajuan ilmu dan untuk kebahagiaan
manusia, lebih khusu untuk pembangunan bangsa dan negara
16
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
3.2
Saran
Mohon maaf bila terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini, karena penulis masih dalam proses pembelajaran. Masukan yang
membangun dari teman-teman yang membaca makalah ini sangat penulis
harapkan demi kemudahan untuk menjadi yang lebih baik lagi.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia.
Jakarta : PT Bumi Aksara
2. Hamami, Abbas. 1976. Filsafat (Suatu Pengantar Logika formal Filsafat
Pembangunan). Yogyakarta : Yayasan Pembinaan Fakultas Filsafat UGM
18