Posted on March 17, 2009. Filed under: Uncategorized | Tags: manajemen sarana
dan prasaran |
1. DKI JAKARTA
Masih Banyak Gedung Sekolah Perlu Dibenahi
Meski secara umum fasilitas pendidikan di DKI Jakarta yang terbaik di Indonesia,
toh masih ada dan bahkan masih banyak gedung sekolah yang perlu dibenahi.
Dalam kaitan kualitas sarana dan prasarana pendidikan, sebanyak 820 gedung
sekolah negeri di DKI belum berstandar internasional.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Taufik Yudhi Mulyanto, di Balai Kota,
mengatakan, 1.689 gedung sekolah negeri yang belum menjadi sekolah standar
internasional itu terdiri dari ratusan gedung SD negeri dan SMP negeri serta
puluhan SMA negeri dan SMK negeri. Sarana penunjang standar internasional
antara lain ruang serbaguna, ruang usaha kesehatan sekolah (UKS),
perpustakaan, laboratorium, dan ruang kecakapan siswa.
Kepala Bidang (Kabid) Sarana dan Prasarana Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi
DKI Didi Sugandi menambahkan, untuk pembangunan gedung sekolah ke depan
akan dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang distandarkan permendiknas
tersebut.
Sementara itu, gedung sekolah yang rawan ambruk di DKI dengan tingkat
kerusakan 65 persen tercatat sebanyak 306 gedung (18 persen) dan
direkomendasikan untuk direhabilitasi total. Sedangkan gedung sekolah yang
perlu direhabilitasi berat sebanyak 274 sekolah dan sudah direkomendasikan
direhab. Gedung sekolah yang rusak sedang sebanyak 220 gedung.
Selain itu, tercatat 256 sekolah dengan kondisi kekurangan daya tampung,
terutama sekolah di daerah pinggiran atau di perbatasan Depok, Tangerang, dan
Bekasi. Sedangkan 132 gedung sekolah, lokasinya berada di daerah banjir.
Ini akan diprogram untuk sekolah panggung, kata Taufik. Nah, untuk sekolah
yang belum memiliki surat kepemilikan tanah atau sertifikat, tercatat 849
sekolah, dan yang status tanahnya sengketa 24 sekolah, kata Didi.
Gedung SDN, SMPN, SMAN, dan SMKN yang direkomendasikan untuk direhab
untuk memenuhi standar sarana prasarana pendidikan, sesuai Permendiknas No
24 Tahun 2009, kriterianya adalah usia bangunan di atas 30 tahun, rawan
ambruk, konstruksi belum standar, masih menggunakan bahan kayu dan sudah
rapuh, serta belum memiliki ruang penunjang, seperti perpustakaan,
laboratorium, UKS, ruang keterampilan, dan tempat ibadah.
Anggaran yang diusulkan tahun 2009 untuk rehab total 306 gedung sekolah
mencapai Rp 542 miliar untuk 88 lokasi. Anggaran tersebut termasuk pengadaan
perabot sebesar Rp 20,3 miliar di 15 lokasi. Namun, realisasi anggarannya hanya
Rp 233 miliar untuk 38 lokasi sekolah. Anggaran itu termasuk pengadaan
perabot Rp 7 miliar untuk 6 lokasi. Didi menegaskan, biasanya sudah diiringi
dengan anggaran pengadaan perabotnya. Karena itu, sekolah dilarang
membebankan pengadaan mebeler kepada orangtua murid. Kalau ada sekolah
yang mengenakan pungutan untuk kepentingan pengadaan mebeler, itu
pelanggaran, kata Didi.
Kepala Disdik (Dinas Pendidikan) DKI Jakarta, Taufik Yudhi di Balaikota, dari 1.689
gedung sekolah negeri yang belum menjadi sekolah model meliputi 660 SDN,
105 SMPN, 28 SMAN dan 16 SMKN. Sarana penunjang standar nasional antara
lain ruang serbaguna, ruang UKS, perpustakaan, laboratorium, ruang kecakapan.
Sementara Kabid Sarana dan Prasarana Disdik DKI Jakarta, Didi Sugandi
menambahkan, untuk pembangunan gedung sekolah ke depan akan dilengkapi
dengan sarana dan prasarana yang distandarkan Permendiknas.
Gedung sekolah yang rawan ambruk di DKI Jakarta dengan tingkat kerusakan 65
persen tercatat 306 sekolah (18 persen) dan direkomendasikan untuk direhab
total. Gedung yang perlu direhab berat 274 sekolah dan sudah direkomendasikan
direhab serta rusak sedang 220 sekolah.
Selain itu, tercatat 256 sekolah dengan kondisi kekurangan daya tampung
terutama sekolah di daerah pinggiran atau diperbatasan Detabek (Depok,
Tangerang dan Bekasi). Di musim hujan ini ada 132 gedung sekolah yang
lokasinya di daerah banjir.
Ini akan diprogram untuk sekolah panggung, ucap Taufik. Nah, untuk sekolah
yang belum memiliki surat kepemilikan tanah atau sertifikat tercxatat 849
sekolah dan yang status tanahnya sengketa 24 sekolah, tambah Didi.
Gedung SDN, SMPN, SMAN dan SMKN yang direkomendasikan untuk direhab
memenuhi standar sarana prasarana pendidikan sesuai permendiknas No. 24
tahun 2009 dengan kkreteria usia bangunan di atas 30 t6ahun, rawan ambruk,
konstruksi belum standar masih menggunakan bahan kayu dan sudah rapuh
serta belum memiliki ruang penunjang seperti perpustakaan, laboratorium, UKS,
ruang keterampilan dan tempat ibadah.
Anggaran yang diusulkan tahun 2009 untuk rehab total 306 gedung sekolah
mencapai Rp 542.376.502.708 untuk 88 lokasi. Anggaran tersebut termasuk
pengadaan perabot Rp 20.306.910.200 di 15 lokasi. Namun realisasi
anggarannya hanya Rp 233.059.346.361 untuk 38 lokasi sekolah. Anggaran itu
termasuk pengadaan perabor Rp 7 miliar untuk 6 lokasi.
Menjawab pertanyaan soal apakah setiap program rehab satu paket dengan
pengadaan mebeler, Didi menegaskan, biasanya sudah diiringi dengan anggaran
pengadaan perabot. Karena itu, sekolah dilarang membebankan pengadaan
mebeler ke orangtua murid.
Dari beberapa uraian diatas, manajemen sarana dan prasarana pendidikan dapat
didefinisikan sebagai proses kerja sama pendayagunaan semua sarana dan
prasarana pendidikan secara efektif dan efisien.( bafadal,2003). Definisi ini
menunjukkan bahwa sarana dan prasarana yang ada di sekolah perlu
didayagunakan dan dikelola untuk kepentingan proses pembelajaran di sekolah.
Pengelolaan itu dimaksudkan agar dalam menggunakan sarana dan prasarana di
sekolah bisa berjalan dengan efektif dan efisien. Pengelolaan sarana dan
prasarana merupakan kegiatan yang amat penting di sekolah, karena
keberadaannya akan sangat mendukung terhadap suksesnya proses
pembelajaran di sekolah.
Dalam mengelola sarana dan prasarana di sekolah dibutuhkan suatu proses
sebagaimana terdapat dalam manajemen yang ada pada umumnya, yaitu :
mulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pemeliharaan dan
pengawasan. Apa yang dibutuhkan oleh sekolah perlu direncanakan dengan
cermat berkaitan dengan sarana dan prasarana yang mendukung semua proses
pembelajaran. Sarana pendidikan ini berkaitan erat dengan semua perangkat,
peralatan, bahan dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses
belajar mengajar. Sedangkan prasarana pendidikan berkaitan dengan semua
perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang
pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah seperti ; ruang, perpustakaan,
kantor sekolah, UKS, ruang osis, tempat parkir, ruang laboratorium, dll.
samping itu juga diharapkan tersedianya alat-alat fasilitas belajar yang memadai
secara kuantitatif, kualitatif, dan relevan dengan kebutuhan serta dapat
dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan proses pendidikan dan
pengajaran, baik oleh guru sebagai pengajar maupun murid-murid sebagai
pelajar.
http://www.kompas.com/read/
Dari data Departemen Pendidikan Nasional, pada 2008 tercatat baru 32 persen
SD yang memiliki perpustakaan, sedangkan di tingkat SMP sebanyak 63,3
persen. Pada tahun ini, pemerintah menargetkan penambahan ruang
perpustakaan di sekolah-sekolah pada jenjang pendidikan dasar sekitar 10
persen.
Perpustakaan yang merupakan salah satu tempat untuk siswa dan guru mencari
sumber belajar belum dianggap penting. Keberadaan perpustakaan hanya
sekadar memenuhi syarat tanpa memperhatikan bagaimana seharusnya fasilitas
perpustakaan disediakan dan bagaimana menjadikan perpustakaan sebagai
tempat yang menyenangkan bagi siswa dan guru untuk menumbuhkan minat
baca.
Abbas Ghozali, Ketua Tim Ahli Standar Biaya Pendidikan Badan Standar Nasional
Pendidikan, mengatakan pendidikan dasar di Indonesia yang diamanatkan
konstitusi untuk menjadi prioritas pemerintah masih berlangsung ala kadarnya.
Pemerintah masih berorientasi pada menegejar angka statistik soal jumlah anak
usia wajib belajar yang bersekolah, sedangkan mutu pendidikan dasar masih
minim.