Tepung dan pati merupakan dua produk yang berbeda cara pengolahan dan
pemanfaatannya. Pada pembuatan tepung, seluruh komponen yang terkandung di
dalamnya dipertahankan keberadaannya, kecuali air sehingga tepung bisa jadi
tidak murni hanya mengandung pati, karena tercampur dengan serat, protein dan
sebagainya, sedangkan pati pada prinsipnya hanya mengekstrak kandungan
patinya saja (Muchtadi et al 1988). Tepung merupakan keseluruhan bagian dari
bahan (umbi, serealia, atau leguminosa) yang mengalami proses pengolahan
menjadi berbentuk bubuk seperti pengecilan ukuran, pengeringan, dan
penggilingan. Tepung adalah bahan kering yang berbentuk powder, termasuk
didalamnya pati, agar, karagenan, gum dan lainya. Tepung juga berbentuk partikel
padat dengan butiran halus atau sangat halus tergantung pemakaiannya. Pemakain
tepung biasanya digunakan untuk keperluan penelitian, rumah tangga, dan bahan
baku industri. Kadar air yang rendah dalam tepung berpengaruh terhadap
keawetan tepung. Jumlah air yang terkandung dalam tepung dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain sifat dan jenis atau asal bahan baku pembuatan tepung,
perlakuan yang telah dialami oleh tepung, kelembaban udara, tempat
penyimpanan dan jenis pengemasan.
Pati secara alami terdapat di dalam senyawa-senyawa organik di alam
yang tersebar luar seperti di dalam biji-bijian, akar, batang yang disimpan sebagai
energi selama dormansi dan perkecambahan. Pati merupakan suatu karbohidrat
yang tersusun atas atom-atom karbon, hidrogen, dan oksigen dengan
perbandingan 6:10:5 (C6H10O5)n. Pati merupakan polimer kondensasi dari suatu
glukosa yang tersusun dari unit-unit anhidroglukosa. Unit-unit glukosa terikat satu
dengan lainnya melalui C1 Oksigen yang dikenal sebagai ikatan glikosida
(Swinkels 1985). Komponen utama dalam pati adalah amilosa dan amilopektin
yang tersusun dalam granula pati. Butir-butir pati tidak larut dalam air dingin
tetapi apabila suspensi dalam air dipanaskan, akan terjadi suatu larutan koloid
yang kental. Larutan koloid ini apabila diberi larutan iodium akan berwarna biru.
Warna biru terserbut disebabkan oleh molkeul amilosa yang membentuk senyawa.
Amilopektin dengan iodium akan memebrikan warna ungu atau merah lembayung
(Poedjiadi dan Supriyanti, 2006).
Pembuatan Tepung
Pada prinsipnya, pembuatan tepung adalah proses pengeringan bahan yang
sudah melalui proses pengecilan ukuran dengan tujuan menurunkan kadar air agar
memiliki daya simpan yang lebih lama. Proses selanjutnya adalah penggilingan
untuk memperoleh tepung dalam bentuk bubuk. Hal tersebut bertujuan untuk
memudahkan dalam penyimpanan atau pengolahan menjadi berbagai produk.
Bahan yang diolah menjadi tepung antara lain umbi-umbian, leguminosa, dan
serealia. Proses pertama pembuatan tepung adalah preparasi bahan yang dilakukan
dengan membersihkan bahan dari residu pengotor dan kulitnya. Selanjutnya,
pengecilan ukuran dapat dilakukan bila perlu. Setelah itu, dilakkan proses
pengeringan agar kadar air yang terkandung dalam bahan menjadi rendah. Proses
pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengeringan secara langsung
dibawah sinar matahari dan pengeringan menggunakan alat (Muharam 1992).
Pengeringan menggunakan sinar matahari lebih disarankan meskipun waktu yang
dibutuhkan relatif lebih lama dari pada menggunakan alat dan bergantung pada
cuaca. Panas yang dipancarkan sinar matahari tidak mengakibatkan degradasi
pada komponen bahan dan sinar ultravioletnya memiliki daya putih sehingga
menjaga kecerahan warna yang dihasilkan. Namun, karena proses pengeringan
dilakukan di ruang terbuka, dapat mengakibatkan bahan terkontaminasi oleh udara
sekitar. Proses berikutnya setelah bahan kering dengan sempurna adalah
penggilingan untuk memperoleh tepung dalam bentuk bubuk atau powder.
Keseragaman ukuran partikel dapat mempengaruhi mutu tepung yang dihasilkan,
sehingga perlu dilakukan proses pengayakan. Ukuran partikel yang dihasilkan
bergantung pada ukuran mesh yang digunakan. Tepung yang dibuat dapat
diaplikasikan menjadi bahan baku berbakai macam produk olahan pangan.
Praktikum yang dilakukan adalah membuat tepung dengan bahan dasar
pisang, umbi (ubi ungu, ubi jalar merah, dan talas belitung), serealia (beras), dan
leguminosa (kacang hijau). Pisang adalah salah satu komoditas hortikultura yang
berpeluang sangat tinggi sebagai bahan diversifikasi pangan, food security dan
agribisnis di Indonesia. Potensi ini bukan saja karena karbohidrat, nutrisi, mineral
dan kandungan seratnya yang sangat memenuhi persyaratan sebagai komoditi
pangan dan makanan diet tetapi juga permasalahan yang timbul pada saat panen
raya dimana jumlah pisang melimpah dan menumpuk terutama di sentra produksi
pisang. Pengolahan pisang menjadi tepung merupakan alternatif diversifikasi
komoditas pisang dalam mengantisipasi dan mengurangi ketergantungan terhadap
terigu serta produk berbahan baku beras. Pembuatan tepung pisang bertujuan
selain untuk memperpanjang daya awet tanpa mengurangi nilai gizi pisang, juga
untuk mempermudah dan memperluas pemanfaatan pisang sebagai bahan
makanan lain seperti untuk kue, keripik dan lain-lain.
Tepung pisang adalah salah satu cara pengawetan pisang dalam bentuk
olahan. Tepung pisang yang baik dapat diperoleh dari buah dengan tingkat
kematangan tiga perempat matang yamg mana pada kondisi tersebut kandungan
patinya telah mencapai maksimal serta belum tereduksi menjadi gula sederhana
dan komponen lainnya dalam keadaan seimbang. Jika pisang yang digunakan
terlalu muda akan menghasilkan tepung pisang yang mempunyai rasa sedikit pahit
dan sepat karena kandungan tannin yang cukup tinggi sementara kandungan
patinya masih terlalu rendah (Crowther, 1979). Tahap pengolahan tepung pisang
adalah pengupasan, pengirisan dan pengeringan. Setelah dikupas, daging buah
pisang diiris tipis sebelum dilanjutkan ke tahap pengeringan. Pengirisan dilakukan
kareana semakin besar luas permukaan yang terkena panas, akan semakin cepat
proses pengeringan berlangsung. Pengeringan dilakukan dibawah sinar matahari
langsung ataupun menggunakan alat seperti oven. Panas yang diberikan jika
menggunakan oven adalah 55-70oC. Irisan buah pisang yang sudah kering tersebut
disebut gaplek pisang. Selanjutnya gaplek pisang yang dihasilkan dari proses
pengeringan dilakukan penepungan/penggilingan dan pengayakan (Antarlina et al
2004).
Salah satu produk talas belitung yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku industri pangan adalah tepung talas belitung. Proses pembuatan tepung talas
diawali dengan pencucian dan pengupasan umbi segar, yang kemudian diiris.
Pengirisan dimaksudkan untuk mempercepat proses pengeringan. Setelah itu
dilakukan perendaman dengan air, perendaman juga merupakan proses pencucian
karena secara tidak langsung mempunyai efek membersihkan. Kemudian
dilakukan proses pengeringan pada suhu sekitar 50-600C yaitu, pada saat kadar
air mencapai 12%. Pengeringan dilakukan selama 6 jam dan biasanya umbi yang
dikeringkan tersebut dibolak-balik agar kering secara merata. Hasil dari
pengeringan kemudian digiling untuk menghasilkan tepung talas yang seragam
dilakukan proses pengayakan (Novita 2010).
Tabel 1. Sifat Fisik Talas Belitung
Suhu awal gelatinisasi
Absorbansi air
Derajat putih
Absorbansi minyakr
Rendemen
(sumber: Ridal 2003)
Sifat Fisik
79oC
2.57%
2.40%
69.54%
39.24%
6.20
1.28
2.16
0.69
1.25
16.29
70/73
13
0.2
0.8
1
3.4
81.6
Banyak kandungan pati pada tanaman tergantung pada tasal pati tersebut,
misalnya pati yang berasal dari biji beras mengandung pati 50-60%dan pati yang
berasal dari umbi singkong mengandung pati 80% (Winarno 1986).
Pati merupakan karbohidrat yang terbesar dalam tanaman berklorofil. Pati
kentang mengandung gugus fosfat melalui ikatan kovalen dengan amilopektin.
Butir pati kentang terdiri dari 18-21% amilosa dengan bentuk oval. Komponen
amilosa dan amilopektin pada pati kentang membentuk pola B-pattern. Pati
kentang memiliki ukuran granula paling besar diantara semua bahan yang
mengandung pati. Menurut Winarno F. G. (1995), proses pembuatan pati atau
ekstraksi pati dari umbi-umbian (ganyong, singkong, kentang, dan ubi jalar)
meliputi pengupasan masing-masing kulitnya dan umbinya, umbi dikecilkan
ukurannya dengan digiling kemudian ditambahkan air sedikit demi sedikit sambil
dilumatkan dan diperas dengan menggunakan kain saring. Hasil saringan
didiamkan hingga diperoleh endapan yang kemudian dilakukan proses pemisahan
air dengan endapan. Endapan yang diperoleh kemudian dikeringkan dan digiing
kembali. Proses selanjutnya adalah pengayakan agar diperoleh ukuran yang
seragam.
Pembuatan pati ubi jalar adalah sejenis pengolahan yang berguna untuk
memperpanjang umur simpan ubi jalar. Pati ubi jalar merupakan starch dari ubi
jalar yang mempunyai sifat diantara pati singkong dan pati kentang. Berbagai
jenis produk yang dapat diproduksi dari pati ubi jalar adalah gula dan
sirup(Syarief dan irawati, 1988). Kandungan pati yang terdapat didalam pati ubi
jalar berkisar antara 88.1 sampai 99.8% dan kandungan amilosa sekitar 8.5 sampai
37.4% (Garcia and Walter 1998).
Pati sagu merupakan hasil ekstraksi empulur pohon sagu (Metroxylon sp)
yang sudah tua (berumur 8-16) tahun. Selama pertumbuhan, sagu menyimpan pati
dalam batangnya sehingga apabila bobot batang sagu semakin bertambah sesuai
dengan pertambahan tinggi diameternya, kandungan patinya pun bertambah. Pati
sagu memiliki karakteristik seperti yang dijelaskan Ahmad and Williams (1998)
yaitu memiliki ukuran granula rata-rata 30, kadar amilosa 27% 3, suhu
gelatinisasi pati 700C, entalpy gelatinisasi 15-17 J/g, dan termasuk tipe C pada
pola X-ray difraction. Pati sagu tersusun atas dua fraksi penting yaitu amilosa
yang merupakan fraksi linier dan amilopektin yang merupakan fraksi cabang.
Kandungan amilopektin pati sagu adalah 73% 3 (Ahmad and Williams, 1998).
Kandungan pati dalam empulur batang sagu berbeda-beda tergantung dari umur,
jenis, dan lingkungan tempat sagu tersebut tumbuh. Makin tua umur tanaman
sagu, kandungan pati dalam empulur makin besar, dan pada umur tertentu
kangungan pati tersebut akan menurun. Penurunan kandunga pati dalam batang
sagu biasanya ditandai dengan mulai terbentuknya primodia bunga.
Pati sagu merupakan sumber karbohidrat yang penting dan diharapkan
penggunaannya sebagai diversifikasi pola makan. Kandungan protein dalam sagu
sangat rendah, yaitu hanya sekitar satu persen. Oleh karena itu apabila sagu
dikonsumsi sebagai makanan pokok, perlu ditambah sejumlah protein yang
diperlukan untuk memperbaiki nilai gizinya.
Pati dari leguminosa yang banyak dibuat yaitu salah satunya adalah
kacang hijau. Proses pembuatannya adalah kacang hijau direndam dalam air dan
diberi larutan NaOH. Perendaman dengan NaOH bertujuan untuk melunakkan
struktur kulit kacang hijau agar mudah diproses selanjutnya juga untuk
melarutkan protein yang terkandung dalam bahan. Setelah perendaman dan
dekantasi, kacang hijau dijemur dan dikeringkan lalu digiling, dari hasil
penggilingan diperoleh ekstrak kacang hijau (Mulyandari, 1992).
Data yang dihasilkan dari pengamatan saat praktikum menunjukkan bahwa
rendemen pati terbesar dihasilkan oleh kacang hijau yaitu 19.28%. Rendemen pati
yang lain seperti pati singkong sebesar 8.22%, pati ganyong 4.42%, pati ubi jalar
putih 12.8%, pati sagu 1.5%, dan pati kentang 3.49%. Faktor yang mempengaruhi
kadar pati antara masa panen yang tepat (umur bahan saat dipanen), dan kondisi
bahan saat akan diekstrak. Selain itu, jenis bahan yang diekstrak juga memiliki
kadar pati yang berbeda sehingga rendemen pati yang dihasilkan juga berbeda.