Anda di halaman 1dari 3

Laporan Utama2

2 Halaman

Geliat Bisnis Ayam Petelur


Tingginya pasokan telur ayam dari Sumatera Utara ke Aceh memicu
pengusaha lokal untuk mengembangkan peternakan ayam petelur. Ratarata 1 juta telur masuk dari Medan ke Aceh setiap harinya, ungkap M.
Yunus, Kepala Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan (Dinkeswannak)
Aceh kepada media usai meninjau proyek Peternakan Ayam Petelur di
Blang Bintang akhir tahun lalu. "Total jumlah ayam petelur ras
di Aceh saat ini baru mencapai 350.000 ekor. Berarti, kita masih
kekurangan 1 juta ekor lagi untuk dapat swasembada telur. Kekurangan ini
kita harapkan bisa diisi pihak swasta," ujar Yunus lebih lanjut.
Melihat peluang yang sangat besar ini, Cut Ova (28) yang sudah sukses
dalam bisnis otomotif di bawah bendera C.V. Gearindo, mencoba
peruntungan di bisnis ini. Dibantu oleh suami dan keluarga besarnya, ia
membuka peternakan ayam petelur modern lengkap dengan fasilitas
pabrik pakan di Desa Lamsie, Aceh Besar. Usahanya dimulai pada April
2012 dengan meratakan tanah dan membuat jalan di lahan seluas 3
hektar. Setahun kemudian kami baru mampu membangun kandang dan
mengisi ayamnya. Maklum, modal terbatas, akunya yang hingga kini
masih harus merogoh kocek sendiri.
Rencananya tahun ini atau paling telat tahun depan, kami ingin
mengembangkan usaha hingga mampu menampung 100.000 ekor ayam,
katanya sambil menjelaskan upayanya untuk mendapatkan kredit
perbankan.
Saat ini, Ibu dua anak ini mengaku baru mampu mengelola 21.000 ekor
ayam petelur. Dalam tempo kurang dari dua bulan, 80 persen ayamnya
telah memproduksi telur. Rata-rata ada 16.000-an butir telur per hari,
ujarnya.
Saya menjualnya ke beberapa penyalur besar di Banda Aceh dengan
harga Rp 850 - 900 per butir, jelasnya. Alhamdulillah, sudah nampak
prospeknya, tambahnya lagi. Rata-rata dalam sehari Icut panggilannya
- mampu meraup Rp 14 jutaan. Namun kita masih harus membayar gaji
15 orang karyawan, plus listrik, transportasi dan biaya operasional
lainnya. Yah cukuplah untuk sementara, jelasnya yang hingga kini sudah
habis hampir Rp 5 milyar mulai dari pembersihan lahan hingga
membangun kandang dan pabrik pakan.

Untungnya kita punya pabrik pakan sendiri. Jagung kami beli dari
kawasan sekitar di Aceh Besar dan Aceh Selatan sehingga tidak
tergantung harga Medan, tambahnya lagi.

Peran Swasta
Salah satu warga yang melirik peluang usaha ayam petelur adalah drh.
Ubaidillah, warga Kampong Lae Oram, Kecamatan Simpang Kiri, Kota
Subulussalam. Berbekal keahlian sebagai dokter hewan, ia mulai
mengembangkan peternakan ayam petelur sebanyak 4.000 ekor pada
tahun 2010 lalu. Kini, ia mampu menghasilkan 3.680 butir telur per hari.
Tidak hanya memasarkan telur, ia juga memasarkan produk-produk ikutan
lainnya yang memiliki nilai jual seperti kompos kotoran ayam, dan ayam
afkiran yang tidak produktif lagi.
Telur dan ayam afkiran kita pasarkan ke wilayah Kota Subulussalam dan
sekitarnya. Sedangkan pemasaran kompos ke wilayah Kabupaten Phakphak Barat (Sumatera Utara), jelas alumni Unsyiah ini sambil
memperlihatkan kompos alaminya.
Usaha saya masih kecil. Omset per hari rata-rata baru Rp 1,3 juta dengan
keuntungan mencapai 25-30%, ucapnya.
Peluang ini juga dilihat oleh seorang profesional, Husaini, SE.Ak. Mantan
aktivis salah satu NGO asal Inggris dan juga Komisaris Bank Aceh ini
terjun dalam bisnis ayam petelur pada tahun 2012 silam. Dengan
mengambil tempat yang sangat minim di bantaran Sungai Krueng Aceh di
Desa Cot Irie, Ulee Kareng, Aceh Besar, Husaini mulai dengan 2.000 ekor
ayam petelur.
Kini, omsetnya mencapai Rp 1,5 juta per hari hanya dari menjual telur.
Rata-rata produksi mencapai 90% atau 1.800 butir telur per hari. Harga
perbutir
berkisar
Rp
900-Rp
950
ke
pedagang
grosir,
ungkapnya. Sementara pengeluaran perhari mencapai Rp 1 juta untuk
membeli 200 kg atau 4 zak pakan. Plus, gaji seorang pekerja Rp 2
juta/bulan.
Husaini yang didaulat warga setempat menjadi Ketua Kelompok Ternak
Desa Cot Irie ini mengaku beternak ayam sangat mudah. Hanya butuh
kandang, pemberian pakan teratur serta pembersihan kandang, niscaya
ayam yang dipelihara dapat bertelur maksimal. Syarat lainnya seperti
ketersedian lahan yang tenang, ada aliran listrik dan air bersih.
"Lokasi bisa di mana saja, asal ada air dan listrik. Aceh punya lahan tidur
yang sangat luas," kata Husaini. Kendala utama dalam usaha ini adalah
ketergantungan pakan dari Medan dan mahalnya harga pakan. Untuk itu

Husaini mengimbau Pemerintah Aceh menggalakkan penanaman jagung


sekaligus mendirikan pabrik pakan. Dalam hal ini, Pemerintah Aceh tidak
perlu mengundang investor asing, cukup diberdayakan pengusaha lokal.
"Uang banyak di bank, tinggal bagaimana kita bisa mendapatkan
pinjaman," ujarnya. [ ]

Anda mungkin juga menyukai