Anda di halaman 1dari 16

Fraktur Tertutup pada Regio Anterbrachii Dekstra 1/3 Tengah

Kelompok E8
Jennifer
Muhammad Tri Sudiro
Hollerik
Cesil Raras Pambajeng
Pratiwi Agustiyanti S.
Hafiz Azmi
Noor Syuhaila
Maria

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jakarta
2014

Skenario X
Seorang laki - laki berusia 30 tahun dibawa ke UGD RS dengan keluhan nyeri pada
lengan kanannya setelah terjatuh dari sepeda motornya 1 hari yang lalu. Setelah
kecelakaan tersebut, keluarga pasien membawanya ke dukun patah tulang untuk diurut.
Saat dibawa ke UGD, pasien mengeluh lengan kanannya sangat nyeri dan tangan
kanannya terasa baal. Pada pemeriksaan fisik, tanda - tanda vital dalam batas normal,
regio anterbrachii dekstra 1/3 tengah tampak edema, hyperemis, deformitas. Pada palpasi,
nyeri tekan (+), teraba krepitasi, pulsasi a. Radialis melemah, jari - jari tangan kanan
masih dapat digerakkan, akan tetapi terasa sangat nyeri apabila diekstensikan.

I. Istilah yang tidak diketahui


Deformitas

Kelainan hasil dari gangguan umum misalnya arthritis,dislokasi,patah


tulang dan gangguan lokal lainnya.

Krepitasi

Bunyi keretek-keretek disebabkan permukaan tergesek bersama,seperti pada


arthritis.

Tabel 1: Identifikasi Istilah yang Tidak Diketahui.1

II. Rumusan Masalah


Seorang laki - laki berusia 30 tahun mengeluh lengan kanannya sangat nyeri dan tangan
kanannya terasa baal.

III. Analisis Masalah


1. Anamnesis
Anamnesis adalah proses tanya jawab untuk mendapatkan data pasien beserta keadaan
dan keluhan-keluhan yang dialami pasien. Anamnesis dapat dibagi menjadi dua, yaitu
auto anamnesis dan alloanamnesis. Autoanamnesis adalah bila tanya jawab dilakukan

dengan pasien sendiri. Sedangkan alloanamnesis adalah bila tanya jawab dilakukan
dengan orang lain yang dianggap mengetahui keadaan penderita.
Anamnesis umum: dalam anamnesis ini berisi identitas pasien, dari anamnesis ini bukan
hanya dapat diketahi siapa pasien, namun juga dapat diketahui bagaimana pasien tersebut
dan permasalahan pasien. Identitas pasien terdiri dari nama pasien, umur, jenis, kelamin,
alamat, agama dan pekerjaan pasien.
Anamnesis khusus:
Auto anamnesa
a. Keluahan utama: Di tanyakan persoalan, mengapa datang, untuk apa dan
kapan dikeluhkan; biarkan penderita bercerita tentang keluhan sejak awal dan
apa yang perlu dirasakan sebagai ketidak beresan, bagian apa dari
anggotanya/lokalisasi perlu dipertegas sebab ada pengertian berbeda.
Kemudian ditanyakan gejala suatu penyakit atau beberapa penyakit yang
serupa sebagai pembanding. Untuk dapat melakukan anamnesis demikian
perlu pengetahuan tentang penyakit.
b. Riwayat penyakit sekarang: bisa ditanyakan kapan fraktur, mekanisme
terjadinya

fraktur, pengobatan yang

telah didapat, bagaimana cara

penanganannya dan bagaimana hasilnya. Ada beberapa hal yang menyebabkan


penderita datang untuk meminta pertolongan.
i.
Nyeri/sakit
Sifat dari sakit:
Lokasi setempat/ meluas/ menjalar
Apa ada penyebabnya; misalnya trauma
Sejak kapan dan apa sudah mendapat pertolongan
Bagaimana sifatnya: pegel/ seperti di tusuk-tusk/ rasa panas/
ditarik-tarik/ terus menerus atau hanya waktu bergerak/ istirahat

ii.

dst.
Apakah keluhan ini untuk pertama kali, atau sering hilang timbul
Kekakuan;
Pada umumnya mengenai persendian. Apakah hanya kaku, atau
disertai nyeri, sehingga pergerakan terganggu?
Kelemahan;
Apakah yang dimaksudkan instability atau kekuatan otot menurun/

iii.

melemah. Kelumpuhan.
Kelainan bentuk

Angulasi/ rotasi/ discrepancy (pemendekan/ selisih panjang)


Benjolan atau karena ada pembengkakan.
c. Riwayat penyakit dahulu: ditanyakan apakah pasien dulu pernah mempunyai
penyakit yang serius, trauma, pembedahan.
d. Riwayat keluarga: Penyakit herediter atau menular misalnya apakah keluarga
pasien ada yang mempunyai penyakit Diabetis Melitus, apakah mempunyai
penyakit pada tulang.
e. Riwayat peribadi: menggambarkan hobi, olahraga, pola makan, minum
alcohol, kondisi lingkungan baik di rumah, sekolah atau tempat kerja yang
mungkin ada hubungannya dengan kondisi pasien.
Allo anamnesis
Pada dasarnya sama dengan auto anamnesis, bedanya yang menceritakan adalah
orang lain. Hal ini penting bila kita berhadapan dengan anak kecil/ orang tua
yang sudah mulai demen (pikun).

2. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua: satu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan
gambaran umum dan dua pemeriksaan setempat (status lokasi). Hal ini perlu untuk dapat
melaksanakan Total Care karena ada kecenderungan di mana spesialisasi hanya
memperhatikan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
a. Gambaran umum:
Perlu menyebabkan:
i.
Keadaan umum (K.U): baik/buruk, yang dicatat adalah tanda-tanda vital yaitu:
ii.

Kesadaran penderita; apatis, soporus, koma, gelisah.


Kemudian secara sistemik diperiksa dari kepala, leher, dada, perut, kelenjar

iii.

getah bening serta kelamin.


Kemudian: ekstremitas atas dan bawah serta punggung.

b. Keadaan lokal:
Harus dipertimbangkan keadaan proksimal serta distal dari anggota terutama yang
mengenai status neurovaskuler. Pada pemeriksaan orthopedi yang penting adalah:
i.
Look (inspeksi)
ii.
Feel (palpasi)
iii.
Move (pergerakan terutma mengenai lingkup gerak)

Di samping gerak perlu dilakukan pengukuran bagian yang penting untukmembuat


kesimpulan kelainan apakah suatu pembengkakan atau atrofi serta melihat adanya selisih
panjang (discrepancy).
a. Look (inspeksi
-Fistulae, warna kemerahan/kebiruan/ hiperpigmentasi
-benjol/ pembengkakan/ cekungan
-posisi serta bentuk dati ekstremitas (deformitas)
b. Feel (palpasi)
-pada waktu mau meraba, terlebih dulu posisi penderita diperbaiki agar dimulai
dari posisi anatomi. Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah, baik si pemeriksa maupun si sakit, karena itu perlu selalu
diperhatikan wajah si sakit atau menanyakan perasaan sisakit. Yang dicatat
adalah:
i.
ii.

perubahan suhu terhadap sekitarnya serta kelembapan kulit.


apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau hanya oedema,
terutama daerah persendian

iii.

Nyeri tekan, krepitasi, cata kelainannya

c. Move (gerak)
Setelah memeriksa feel pemeriksaan diteruskan dengan menggerakkan anggota
gerak dan dicapai apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pada anak
periksalah bagian yang tidak sakit dahulu, selain untuk mendapatkan kooperasi
anak pada waktu pemeriksaan. Apabila terdapat fraktur tentunya akan terdapat
gerakan yang abnormal di daerah fraktur (kecuali pada incomplete fracture).
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari tiap arah pergerakan
mulai dari titik 0 atau dengan ukuran metric. Pencatatan ini penting untuk
mengetahui apakan ada gangguan geraj. Kekakuan sendi disebut ankylosis dan hal
ini dapat disebabkan oleh faktor intra articuler atau extra articuler.
Selain diperiksa susuk, berbaring juga perlu dilihat waktu berdiri dan jalan. Jalan
perlu dinilai untuk mengetahui apakah pincang disebabkan karena:
-instability
-nyeri

-Discrepancy
-Fixed deformity
Sendi siku:- gerak flexi extensi adalah gerakan ulna humeral (olecranon terhadap
humerus). Gerak pronasi dan supinasi adalah gerakan dari antebrachii dengan sumbu
ulna, hal ini diperiksa pada posisi siku 90 untuk menghindari gerak rotasi dari sendi
bahu.
Sendi pergelangan tangan:- pada dasarnya merupakan gerak dari radio carpalia dan posisi
netral adalah pada posisi pronasi, dimna jari tengah merupakan sumbu dari antebrachii.
Diperiksa gerakan extensi-flexi dan juga radial dan ulnar deviasi.
Jari tangan:- ibu jari merupakan bagian yang penting, karena mempunyai gerakan aposisi
terhadap jari-jari lainnya selain abduksi dan adduksi, extensi dan flesi. Jari-jari lainnya
hampir sama, MCP ( Meta Carpal Phalangeal joint) merupakan sendi pelana dan deviasi
radier atau ulna dicatat tersendiri, sedangkan PIP (proximal Inter Phalangx) dan DIP
(Distal Inter Phalanx) hanya diukur fleksi dan ekstensi.2

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi:
i. Roentgen
Foto roentgen harus memenuhi beberapa syarat:
a. Letak patah tulang di pertengahan foto dan sinar harus menembus tempat
b.
c.
d.
e.

ini secara tegak lurus.


Dibuat 2 lembar foto dengan arah yang saling tegak lurus
Pada tulang panjang, persendian proksimal dan distal harus turut difoto
Bila sanksi, buat foto anggota gerak yang sehat sebagai pembanding
Bila tidak diperoleh kepastian adanya kelainan, seperti fisura, sebaiknya
foto diulang setelah satu minggu karena daerah yang retak akan
mengalami hyperaemia sehingga terlihat sebagai dekalsifikasi.

Gambaran radiologi fraktur transvers pada sambungan kortikocanselosa dan prosesus


stylodeus ulnar sering putus. Fragmen radius akan bergeser dan miring ke belakang,

bergeser dan miring ke radial dan terimpaksi, fragmen distal kadang remuk dan
kominutif.3

4. Diagnosis
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang,didapatkan diagnosa pasti kondisi
pasien yaitu adanya Fraktur Tertutup pada Regio Anterbrachii Dekstra 1/3 Tengah
Fraktur adalah patah tulang, putusnya kontinuitas dari tulang, tulang rawan sendi atau
tulang rawan epifisis. Pasien mengeluh lengan kanannya sangat nyeri dan tangan
kanannya terasa baal dan setelah pemeriksaan fisik dilakukan,didapatkan status lokalis
pada pasien di Regio Anterbrachii Dekstra 1/3 Tengah, ada deformitas, krepitasi,gerakan
tungkai yang terbatas,nadi teraba dan tampak memar. Diagnosis diperkukuh dengan foto
Rontgen di bagian sendi yang sakit dan jelas terlihat adanya fraktur di fRegio
Anterbrachii Dekstra 1/3 Tengah pasien. Fraktur ini dikatakan sebagai tertutup karena
kulit di atasnya utuh dan bila terdapat luka pada kulit di atasnya disebut fraktur terbuka
(compound fracture).

5. Gejala Klinis
Pada pasien dengan sedikit deformitas mungkin hanya terdapat nyeri tekan lokal dan
nyeri bila pergelangan tangan digerakkan. Selain itu, juga didapatkan kekakuan, gerakan
yang bebas terbatas, dan pembengkakan daerah yang terkena.
Nyeri: Dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme
otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
Bengkak/oedema: Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang
terlokalisir pada daerah fraktur dan daerah di jaringan sekitarnya.
Memar : Disebabkan karena pendarahan dibawah kulit.
Spasme Otot: Kontraksi otot involunter yang terjadi di sekitar fraktur.
Penurunan sensasi: Akibat kerusakan saraf, terkenanya saraf karena oedema.

Gangguan fungsi: Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur,nyeri atau


spasme otot paralysis.
Mobilitas abnormal: Kebanyakannya terjadi pada fraktur tulang panjang.
Krepitasi: Rasa gemertak yang terjadi jika bagian-bagian tulang digerakkan.
Deformitas: Abnormalitas dari tulang hasil trauma dan pergerakan otot yang
mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal.
Shock hipovolemik: Terjadi sebagai kompensasi jika terjadi pendarahan hebat.

6. Epidemiologi
Epidemiologi fraktur lengan bawah tergantung pada tempat dan jenis fraktur lengannya.
Faktur radius distal merupakan 15% dari seluruh fraktur pada dewasa. Abraham Colles
adalah orang yang pertama kali mendeskripsikan fraktur radius distalis pada tahun 1814.
Ini adalah fraktur yang paling sering ditemukan pada manula, insidensinya yang tinggi
berhubungan dengan permulaan osteoporosis pasca menopause dan jarang ditemui
sebelum umur 50 tahun. Karena itu pasien wanita yang memiliki jatuh pada tangan yang
terentang.1 dari suatu survey yang dilakukan di Swedia, didapatkan angka 74,5% dari
seluruh fraktur pada lengan bawah merupakan fraktur distal radius. Umur di atas 50 tahun
pria dan wanita 1 berbanding 5. Sebelum umur 50 tahun, insiden pada pria dan wanita
lebih kurang sama di mana fraktur Colled lebih kurang 60% dari seluruh fraktur radius.
Sisi kanan lebih sering dari sisi kiri. Angka kejadian rata-rata pertahun 0,98%.

7. Etiologi
Penyebab fraktur umumnya karena trauma. Fraktur ini terjadi karena adanya gaya yang
cukup melebihi daya tahan tulang. Trauma yang menyebabkab fraktur dapat berupa
trauma langsung, misalnya benturan oada lengan bawah yang menyebabkan tulang radius
dan ulna, dan dapat juga karena trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada
tangan yang menyebabkan tulang radius distal patah. 2 Fraktur terjadi apabila ada suatu

trauma yang mengenai tulang dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan
tulang. Faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur:
-

Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan

kekuatan trauma.
Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan,
kekuatan, dan densitas tulang.

Hantaman yang keras akibat kecelakaan yang mengenai tulang femur akan
mengakibatkan tulang femur menjadi patah dan fragmen tulang tidak beraturan atau
terjadi discontinuitas di tulang tersebut.8

8. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan
tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang.
Ketika tulang patah akan terjadi kerusakan dari korteks, pembuluh darah, susum tulang
dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang
dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematoma pada kanal medula antara
tepi tulanng di bawah periosteum dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur.
Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotis adalah ditandai degan
vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai
melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cedera, tahap ini menunjukan tahap
awal penyembuhan tulang. Hematomi yang terbentuk bisa menyebabkab peningkatan
tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsan pembebasan lemak dan
gmpalan lemak tersebut masuk ke dalam pembuluh darah yanng mensuplai organ - organ
lain. Hematoma menyebablan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan
kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada oto yag iskhemik dan menyebabkan
protein plasma hilang dan masuk ke intersisial. Hal i ni menyebababkan terjadinya

edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung saraf, yang bila berlangsung lama
bisa menyebabkan Syndroma comportement.8

9. Komplikasi
Komplikasi Dini
Sirkulasi darah pada jari harus diperiksa; pembalut yang menahan slab perlu dibuka atau
dilonggarkan. Cedera saraf jarang terjadi, dan yang mengherankan tekanan saraf
medianus pada saluran karpal pun jarang terjadi. Kalau hal ini terjadi, ligamen karpal
yang melintang harus dibelah sehingga tekanan saluran dalam karpal berkurang. Distroft
refleks simpatetik mungkin amat sering ditemukan, tetapi untungnya ini jarang
berkembang lengkap menjadi keadaan atrofi Sudeck. Mungkin terdapat pembengkakan
dan nyeri tekan pada sendi-sendi jari, waspadalah jangan sampai melalaikan latihan tiap
hari. Pada sekitar 5% kasus, pada saat gips dilepas tangan akan kaku dan nyeri Berta terdapat tanda-tanda ketidakstabilan vasomotor. Sinar-X memperlihatkan osteoporosis dan
terdapat peningkatan aktivitas pada scan tulang
Komplikasi patah tulang dapat dibagi menjadi komplikasi segera, komplikasi
dini, dan komplikasi lambat atau kemudian. Komplikasi segera terjadi pada saat patah
tulang atau segera setelahnya, komplikasi dini terjadi dalam beberapa hari setelah
kejadian, dan komplikasi kemudian terjadi lama setelah tulang patah. Pada ketiganya,
dibagi lagi menjadi komplikasi umum dan lokal.
Komplikasi lanjut
Malunion
Malunion sering ditemukan, baik karena reduksi tidak lengkap atau karena pergeseran
dalam gips yang terlewatkan. Penampilannya buruk, kelemahan dan hilangnya rotasi
dapat bersifat menetap. Pada umumnya terapi tidak diperlukan. Bila ketidakmampuan
hebat dan pasiennya relatif muda, 2,5 cm bagian bawah ulna dapat dieksisi untuk
memulihkan rotasi, dan deformitas radius dikoreksi dengan osteotomi.

Penyatuan lambat dan non-union pada radius tidak terjadi, tetapi prosesus stiloideus ulnar
sering hanya diikat dengan jaringan fibrosa saja dan tetap mengalami nyeri dan nyeri
tekan selama beberapa bulan. Kekakuan pada bahu, karena kelalaian, adalah komplikasi
yang sering ditemukan. Kekakuan pergelangan tangan dapat terjadi akibat pembebatan
yang lama.
Osteomyelitis
Adapun komplikasi infeksi jaringan tulang disebut sebagai osteomyelitis, dan dapat
timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan demam sistemik
maupun manifestasilocal yang berjalan dengan cepat. Pada anak-anak infeksi tulang
seringkali timbul sebagaikomplikasi dari infeksi pada tempat-tempat lain seperti infeksi
faring (faringitis), telinga (otitis media) dan kulit (impetigo). Bakterinya (Staphylococcus
aureus, Streptococcus, Haemophylus influenzae) berpindah melalui aliran darah menuju
metafisis tulang didekat lempeng pertumbuhan dimana darah mengalir ke dalam sinusoid.
Akibat perkembangbiakan bakteri dan nekrosis jaringan, maka tempat peradangan yang
terbatas ini akan tersas nyeri dan nyeri tekan. Perlu sekali mendiagnosis ini sedini
mungkin, terutama pada anak-anak, sehingga pengobatan dengan antibiotika dapat
dimulai, dan perawatan pembedahan yang sesuai dapat dilakukan dengan pencegahan
penyebaran infeksi yang masih terlokalisasi dan untuk mencegah jangan sampai seluruh
tulang mengalami kerusaskan yang dapatmenimbulkan kelumpuhan. Diagnosis yang
salah pada anak-anak yang menderita osteomyelitis dapat mengakibatkan keterlambatan
dalam memberikan pengobatan yang memadai.
Pada orang dewasa, osteomyelitis juga dapat awali oleh bakteri dalam aliran darah,
Namun biasanya akibat kontaminasi jaringan saat cedera atau operasi. Osteomyelitis
kronik adalah akibat dari osteomyelitis akut yang tidak di tangani dengan baik. Seperti
yang sudah disebutkan sebelumnya, osteomyelitis sangan resisten terhadap pengobatan
dengan antibiotika. Infeksi tulang sangat sulit untuk ditangani, bahkan tindakan drainase
dan debridement, serta pemberian antibiotika yang tepat masih tidak cukup untuk
menghilangkan penyakit.9

10. Penatalaksanaan
Fraktur dari distal radius adalah jenis fraktur yang paling sering terjadi. Fraktur radius
dan ulna biasanya selalu berupa perubahan posisi dan tidak stabil sehingga umumnya
membutuhkan terapi operatif. Fraktur yang tidak disertai perubahan posisi ekstraartikular
dari distal radius dan fraktur tertutup dari ulna dapat diatasi secara efektif dengan primary
care provider. Fraktur distal radius umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja, serta
mudah sembuh pada kebanyakan kasus.
Terapi fraktur diperlukan konsep empat R yaitu : rekognisi, reduksi/reposisi,
terensi/fiksasi, dan rehabilitasi.
1. Rekognisi atau pengenalan adalah dengan melakukan berbagai diagnosa yang benar
sehingga akan membantu dalam penanganan fraktur karena perencanaan terapinya dapat
dipersiapkan lebih sempurna.
2. Reduksi atau reposisi adalah tindakan mengembalikan fragmen-fragmen fraktur
semirip mungkin dengan keadaan atau kedudukan semula atau keadaan letak normal.
3. Retensi atau fiksasi atau imobilisasi adalah tindakan mempertahankan atau menahan
fragmen fraktur tersebut selama penyembuhan.
4. Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang menderita fraktur
tersebut dapat kembali normal.
1. Medica Mentosa
Nyeri yang seringkali timbul akibat fraktur dapat diberikan parasetamol 500 mg hingga
dosis maksimum 3000 mg per hari, bila respon tidak kuat dapat ditambahkan kodein 10
mg. Langkah selanjutnya adalah dengan menggunakan NSAIDs seperti ibuprofen 400 mg
3 kali sehari. Pada keadaan sangat nyeri (terutama bila terdapat osteoporosis) berikan

kalsitonin 50-100 IU subkutan malam hari. Golongan narkotik hendaknya dihindari


karena dapat menyebabkan delirium.
Tatalaksana terhadap infeksi dapat menggunakan antimikroba, di mana antimikroba harus
dapat menembus tulang, nontoksik, mudah didapat, dan murah. Antimikroba harus dipilih
berdasarkan kemungkinan bakteri yang menyebabkannya (dibuktikan secara in vitro) atau
sesuai kebutuhan pasien. Direkomendasikan pemberian IV selama setidaknya 2 minggu
pertama.
Saat ini sudah ada indikasi meningkatnya vancomycin-resistant Enterococcus terutama di
ICU dan sekarang juga ada vancomycin-resistant Staphylococci. Vankomisin harus
digunakan hanya jika ada tingkat tinggi infeksi yang disebabkan methicillin-resistant
S.aureus atau S.epidermidis. untuk profilaksis perioperatif, berikan 1 dosis vankomisin
tepat sebelum operasi dan 2-3 dosis vankomisin post-operatif. Vankomisin hanya boleh
digunakan apabila terdapat hipersensitivitas tipe 1 terhadap sefalosporin. Alternative bagi
cefazolin adalah klindamisin.
Untuk mencegah komplikasi berupa thromboemboli, pasien perlu mendapat antikoagulan
selama masa perioperatif, misalnya warfarin dengan international normalized ration
(INR) 2-3, heparin dengan partial thromboplastin time (aPTT) 1,5-2,5 kontrol, dan low
molecular weight heparin (LMWH) dapat diberikan tanpa pengontrolan aPTT. Sebelum
operasi, penggunaan antikoagulan perlu dihentikan dulu dan diberikan lagi setelah
operasi hingga 2-4 minggu atau bila pasien sudah bisa mobilisasi. Pada pasien dengan
kontraindikasi antikoagulan, dapat diberikan aspirin 75-325 mg/hari.10
2. Non Medica Mentosa
Kalau fraktur tak bergeser (atau hanya sedikit sekali bergeser), fraktur dibelat dalam slabs
gips yang di balutkan sekitar dorsum lengan bawah dan pergelangan tangan dan dibalut
kuat dalam posisinya. Fraktur yang bergeser harus direduksi di bawah anestesi. Tangan
dipegang dengan erat dan traksi diterapkan di sepanjang tulang itu (kadang-kadang
dengan ekstensi pergelangan tangan untuk melepaskan fragmen) fragmen distal kemudian
di dorong ke tempatnya dengan menekan kuat-kuat pada dorsum sambil memanipulasi
pergelangan tangan ke dalam fleksi, deviasi ulnar dan pronasi. Posisi kemudian diperiksa

dengan sinar X. kalau posisi memuaskan, dipasang slabs gips dorsal, membentang dari
tempat di bawah siku sampai leher metacarpal dan dua pertiga dari pergelangan tangan
itu. Slab ini dipertahankan pada posisi dengan pembalut kain krep. Posisi fleksi dan
deviasi ulnar yang ekstrim harus dihindari, cukup 20 derajat saja pada tiap arah.9,10

Lengan tetap ditinggikan selama satu atau dua hari lagi. Latihan bahu dan jari segera
dimulai setelah pasien sadar. Kalau jari-jari membengkak, mengalami sianosis atau nyeri,
harus tidak ada keraguan untuk membuka pembalut. Setelah 7-10 hari dilakukan
pengambilan sinar X yang baru, pergeseran tulang sering terjadi dan biasanya diterapi
dengan reduksi ulang sayangnya, sekalipun manipulasi berhasil, pergeseran ulang sering
terjadi lagi.
Fraktur menyatu dalam 6 minggu dan sekalipun tak ada nukti penyatuan secara radiologi,
slab dapat dilepas dengan aman dan diganti dengan pembalut kain krep sementara.
Fraktur kominutif berat dan tak stabil tidak mungkin di pertahankan dengan gips, untuk
keadaan ini sebaiknya dilakukan fiksasi diluar, dengan pen proksimal yang mentransfiksi
radius dan pen distal, sebaiknya mentransfiksi dasar-dasar metacarpal kedua dan
sepertiga suatu alat misalnya fiksator. Penning mempunyai kelebihan dalam hal
pergelangan tangan dapat digerakkan lebih awal. Apapun metode fiksasi yang digunakan,
hal yang paling penting adalah pasien harus dilatih menggunakan sendi-sendi yang bebas
secara teratur.10

11. Prognosis
Dengan terapi reposisi, immobilisasi fraktur yang tak bergeser selama 4-6 minggu,
sedangkan untuk fraktur yang bergeser membutuhkan waktu 6-12 minggu. Fraktur yang
ditangani dengan baik akanmemberikan prognosis yang baik di mana tulang akan
menyambung dengan baik dengan posisi yang baik pula. Namun apabila tidak ditangani
dengan baik, prognosisnya dapat mengarah ke buruk akrena penyambungan tulang dapat
sangat lambat (delayed union), tidak menyambung sama sekali (non-union) sehingga
membentuk pseudoarthrosis/ sendi palsu, atau menyambung dalam posisi salah

(malunion). Fraktur tulang kanselosa biasanya mudah menyambung dengan baik namun
tidak menutup kemungkinan untuk mengalami malunion, sementara fraktur tulang
panjang lebih raean mengalami non-union terutama bila kekurangan suplai darah.

Daftar Pustaka
Mark H.B, Fletcher A.J, Jones T.V, Porter R. The Merck Manual Of Medical Information
Dictionary. 4th home edition. Pocket books reference; 2007.
2. Reksoprodjo. Kumpulan bedah ilmu kuliah. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta,1995.h.453-523
3. Bucholz RW, Heckman JD, Court-Brown C. Rockwood and greens facture in adult.
Ed 1. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2006. p. 111.
4. Kune Wong Siew, Peh Wilfred C. G., Trauma Ekstremitas dalam : Corr Peter.
Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2011.
Hal 97-107.
5. Blundell A., Harrison R. Knee examination. Musculoskeletal examination 2. OSCEs at
A Glance. 1st ed. Wiley-Blackwell. A John Wiley & Sons Ltd., Publication; 2009.
6. Anwar R,Tuson K, Khan SA. Femoral shaft fracture. Classification and Diagnosis in
Orthopaedic Trauma. Cambridge University Press;2008.
7. Rasjad, C. Trauma Pada Tulang dalam : Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi
Ketiga. Penerbit Yarsif Watampone. Jakarta. 2007. Hal 374-377
8. Elizabeth J. Corwin. 2009.Buku saku patofisiologi. Edisi revisi ke-3 hal 414428.Jakarta:EGC.

9. Carter Michel A., Fraktur dan Dislokasi dalam: Price Sylvia A, Wilson Lorraine
McCarty. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 2006. Hal 1365-1371.
10. Bresler MJ, Sternbach GS. Penuntun kedaruratan medis. Jakarta: EGC, 2000. H. 207215
11.

Bone

Healing,

Komlpikasi

dan

Prognosis

Fraktur.

Diunduh

http://www.wrongdiagnosis.com/f/fracture/prognosis.htm. Tanggal 15 maret 2014

dari:

Anda mungkin juga menyukai