KEPERAWATAN JIWA II
Di Susun Oleh :
EKA KURNIA PUTRA DJAELANI
201310201156
1. Jelaskan peran dopamine dan serotonin pada proses terjadinya gangguan jiwa
(patofisiologi gangguan jiwa)!
Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat
dikatakan juga, secara somato-psiko-sosial. Dalam mencari penyebab gangguan
jiwa, maka ketiga unsur ini harus diperhatikan. Gangguan jiwa artinya bahwa
yang menonjol ialah gejala-gejala yang patologik dari unsur psike. Hal ini tidak
berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu. Sekali lagi, yang sakit dan
menderita ialah manusia seutuhnya dan bukan hanya badannya, jiwanya atau
lingkungannya.
Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan dan
konstitusi, umur dan sex, keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adatistiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan,
kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan,
hubungan antar amanusia, dan sebagainya.
Biarpun gejala umum atau gejala yang menonjol itu terdapat pada unsur
kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin di badan (somatogenik),
dilingkungan sosial (sosiogenik) ataupun dipsike (psikogenik). Biasanya tidak
terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari
berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan,
lalu timbullah gangguan badan ataupun jiwa. Umpamanya seorang dengan
depresi, karena kurang makan dan tidur daya tahan badaniah seorang berkurang
sehingga mengalami keradangan tenggorokan ataun seorang dengan mania
mendapat kecelakaan.
Sebaliknya seorang dengan penyakit badaniah umpamanya keradangan
yang melemahkan, maka daya tahan psikologiknya pun menurun sehingga ia
mungkin mengalami depresi. Sudah lama diketahui juga, bahwa penyakit pada
otak sering mengakibatkan gangguan jiwa.
Contoh lain ialah seorang anak yang mengalami gangguan otak (karena
kelahiran, keradangan dan sebagainya) kemudian menadi hiperkinetik dan sukar
diasuh. Ia mempengaruhi lingkungannya, terutama orang tua dan anggota lain
serumah. Mereka ini bereaksi terhadapnya dan mereka saling mempengaruhi.
Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor pada
ketiga unsur itu yang terus menerus saling mempengaruhi, yaitu :
a. Faktor-faktor somatik (somatogenik)
- Neroanatomi
- Nerofisiologi
- Nerokimia
Interaksi ibu anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau
abnormal berdasarkan kekurangan, distorsi dan keadaan yang terputus
(perasaan tak percaya dan kebimbangan)
Peranan ayah
Inteligensi
Konsep dini : pengertian identitas diri sendiri lawan peranan yang tidak
menentu
Kestabilan keluarga
Tingkat ekonomi
Nilai-nilai
d. Faktor keturunan
e. Faktor Konstitusi
f. Cacat Kongenital
g. Perkembangan Psikologik yang salah
h. Deprivasi dini
i. Pola keluarga yang petagonik
j. Masa remaja
k. Faktor sosiologik dalam perkembangan yang salah dihadapinya.
l. Genetika
m. Neurobiological
n. Biokimiawi tubuh
o. Neurobehavioral
p. Stress :
q. Penyalah gunaan obat-obatan
r. Psikodinamik
s. Sebab Biologik
t. Sebab Psikologik
u. Sebab sosio cultural (Maramis, 1990).
2. Apa maksudnya penegakkandiagnosa gangguan jiwa menggunakan system
diagnose multiaxial pada PPDGJ?
Gangguan jiwa (DSM-IV) = Mental disorder is a conceptualised
as clinically significant behavioural or psychological syndrome or pattern that
occurs in an individual and that is associated with present distress (e.g., a painful
symptom) or disability (i.e., impairment in one or more important areas of
functioning) or with significant increased risk of suffering death, pain, disability,
or an important loss of freedom.
a. Penggolongan gangguan jiwa pada PPDGJ-III menggunakan pendekatan
ateoretik dan deskriptif. Urutan hierarki blok diagnosis (berdasarkan luasnya
tanda dan gejala, dimana urutan hierarki lebih tinggi memiliki tanda dan
gejala yang semakin luas) (Departemen Kesehatan, 1993):
1) F00-09 dan F10-19
2) F20-29
3) F30-39
4) F40-49
5) F50-59
6) F60-69
7) F70-79
8) F80-89
9) F90-98
10) Kondisi lain yang menjadi focus perhatian klinis (kode Z)
b. Klasifikasi Gangguan Jiwa
1) F0 Gangguan Mental Organik, termasuk Gangguan Mental Simtomatik
Gangguan mental organic = gangguan mental yang berkaitan dengan
penyakit/gangguan sistemik atau otak. Gangguan mental simtomatik =
pengaruh
terhadap
otak
merupakan
akibat
sekunder
ditandai
dengan
penyimpangan
fundamental
dan
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
atau tumpul. Kesadaran jernih dan kemampuan intelektual tetap,
walaupun kemunduran kognitif dapat berkembang kemudian.
4) F3 Gangguan Suasana Perasaan (Mood [Afektif])
Kelainan fundamental perubahan suasana perasaan (mood) atau afek,
biasanya kearah depresi (dengan atau tanpa anxietas), atau kearah elasi
(suasana perasaan yang meningkat). Perubahan afek biasanya disertai
perubahan keseluruhan tingkat aktivitas dan kebanyakan gejala lain
adalah sekunder terhadap perubahan itu.
5) F4 Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform dan Gangguan Terkait
Stres.
6) F5 Sindrom Perilaku yang Berhubungan dengan Gangguan Fisiologis
dan Faktor Fisik.
7) F6 Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa dewasa
Kondisi klinis bermakna dan pola perilaku cenderung menetap, dan
merupakan ekspresi pola hidup yang khas dari seseorang dan cara
berhubungan dengan diri sendiri maupun orang lain. Beberapa kondisi
dan pola perilaku tersebut berkembang sejak dini dari masa
pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai hasil interaksi faktorfaktor konstitusi dan pengalaman hidup, sedangkan lainnya didapat
pada masa kehidupan selanjutnya.
8) F7 Retardasi Mental
hendaknya
berkurang
secara
progresif
Kepribadian
(F60-61,
gambaran
kepribadian
100-91 gejala tidak ada, fungsi max, tidak ada masalah yang
tidak tertanggulangi.
90-81 gejala min, fungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari
masalh harian biasa.
informasi
klinis,
menangkap
Satu teori bagaimana antipsikotik atipikal bekerja adalah teori "cepatoff". AAP memiliki afinitas rendah untuk reseptor D2 dan hanya mengikat pada
reseptor secara longgar dan cepat dilepaskan.6 AAP secara cepat mengikat dan
memisahkan dirinya pada reseptor D2 untuk memungkinkan transmisi dopamin
normal.6 Mekanisme pengikat sementara ini membuat tingkat prolaktin normal,
kognisi tidak terpengaruh, dan menyingkirkan EPS (Hschl, 2006).
Dari sudut pandang historis telah ada penelitian terhadap peran serotonin
dan pengobatan dengan menggunakan antipsikotik. Pengalaman dengan LSD
menunjukkan bahwa blokade reseptor 5-HT2A mungkin merupakan cara yang
menjanjikan untuk mengobati skizofrenia. Satu masalah dengan hal ini adalah
kenyataan bahwa gejala psikotik yang disebabkan oleh agonis reseptor 5-HT2
berbeda secara substansial dari gejala-gejala psikosis skizofrenia. Salah satu
faktor yang menjanjikan ini adalah tempat reseptor 5-HT2A terletak di otak.
Mereka terlokalisasi pada sel-sel hipokampus dan korteks piramidal dan
memiliki kepadatan yang tinggi di lapisan neokorteks lima, tempat masukan dari
berbagai daerah otak kortikal dan subkortikal terintegrasi (Horacek, J.,
Bubenikova-Valeova, V., Kopecek, M., Palenicek, T., Dockery, C., Mohr, P. &
Hschl, C. 2006).
Pemblokiran reseptor area ini menarik mengingat daerah-daerah di otak
yang menarik dalam pengembangan skizofrenia (Kabinoff, G.S., Toalson, P.A.,
Masur Healey, K., McGuire, H.C. & Hay, D.P. 2003). Bukti menunjukkan fakta
bahwa serotonin tidak cukup untuk menghasilkan efek antipsikotik tetapi
aktivitas serotonergik dalam kombinasinya dengan blokade reseptor D2 mungkin
untuk menghasilkan efek antipsikotik. Terlepas dari neurotransmiter, AAP
memiliki efek pada obat-obatan antipsikotik muncul untuk bekerja dengan
menginduksi
restrukturisasi
jaringan
saraf. Mereka
mampu
mendorong
yang
belum
dapat
diselesaikan.
Perilaku
kekerasan
juga
Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka
politik dari negara lain.
b. Pasal 28I ayat (1) UUD 1945
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan
hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui
sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apa pun.
c. Pasal 9 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (UU HAM)
1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan
meningkatkan taraf kehidupannya.
2) Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera
lahir dan batin.
3) Setiap orang berhak ataslingkungan hidup yang baik dan sehat.
Dari bunyi pasal-pasal di atas jelas kiranya diketahui bahwa hak
untuk hidup bebas merupakan hak asasi manusia.
Selain itu, bagi penderita cacat mental, diatur hak-haknya
dalam Pasal 42 UU HAM yang berbunyi:
Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan ataucacat
mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan
khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai
dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan
kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
Orang
gila
dapat
dikatakan
cacat
mental.
Ini
karena
tidak normal). Ini berarti gila dapat berarti cacat mental karena adanya
kekurangan pada batin atau jiwanya (yang berhubungan dengan pikiran).
Dari pasal di atas dapat kita ketahui bahwa orang gila yang memiliki
gangguan mental/kejiwaan pun dilindungi oleh undang-undang untuk
memperoleh perawatan dan kehidupan layak sesuai dengan martabat
kemanusiaannya. Tidak sepantasnya keluarganya memperlakukan orang gila
tersebut dengan cara mengurung atau memasungnya.
Mengenai hak-hak penderita gangguan jiwa juga dirumuskan
dalam Pasal 148 ayat (1) dan Pasal 149 Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) yang berbunyi:
Pasal 148 ayat (1) UU Kesehatan:
Penderita gangguan jiwa mempunyai hak yang sama sebagai
warga negara.
Pasal 149 UU Kesehatan:
Penderita
mengancam
gangguan
keselamatan
jiwa
dirinya
yang
terlantar, menggelandang,
dan/atau
orang
lain, dan/atau
7. Tuliskan ayat Al-Quran yang berkaitan dengan kesehatan jiwa dan jelaskan
maknanya!
Manusia
dalam
melakukan
hubungan
dan
interaksi
dengan
lingkungannya baik materiil maupun sosial, semua itu tidak keluar dari tindakan
penyesuaian diri atau adjustment. Tetapi apabila seseorang tersebut tidak dapat
atau tidak bias menyesuaikan diri dikatakan ksehatan mentalnya terganggu atau
diragukan (Abdul Aziz El Quusiy terjemahan Dzakia Drajat, Pokok-Pokok
Kesehatan Jiwa/Mental, 1974. hal 10).
Contoh penyesuaian diri yang wajar tersebut adalah seseorang yang
menghindarkan dirinya dari situasi yang membahayakan dirinya. Sedangkan
penyesuaian diri yang tidak wajar misalnya seseorang yang takut terhadap
binatang yang biasa seperti kucing, kelinci dan sebangsanya. Dari dua contoh
tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa orang yang bisa melakukan
penyesuaian diri secara wajar dikatakan sehat mentalnya dan orang yang tidak
bisa melakukan penyesuaian diri secara wajar, menunjukkan penyimpangan dari
kesehatan mentalnya.
Kesehatan jasmani adalah keserasian yang sempurna antara bermacammacam fungsi jasmani disertai dengan kemampuan untuk menghadapi
sebagai keadaan jiwa yang menyebabkan merasa rela (ikhlas) dan tentram
ketika ia melakukan akhlak yang mulia.
Didalam buku Yahya Jaya menjelaskan bahwa kesehatan mental menurut
islam yaitu, identik dengan ibadah atau pengembangan potensi diri yang dimiliki
manusia dalam rangka pengabdian kepada Allah dan agama-Nya untuk
mendapatkan Al-nafs Al-muthmainnah (jiwa yang tenang dan bahagia) dengan
kesempurnaan iman dalam hidupnya.
Sedangkan dalam bukunya Abdul Mujib dan Yusuf Mudzkir kesehatan
menurut islam yang dkutip dari Musthafa fahmi, menemukan dua pola dalam
mendefenisikan kesehatan mental:
Pola negatif (salaby), bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya
seseorang dari neurosis (al-amhradh al-ashabiyah) dan psikosis (al-amhradh aldzihaniyah).
Pola positif (ijabiy), bahwa kesehatan mental adalah kemampuan
individu dalam penyesuaian terhadap diri sendiri dan terhadap lingkungan sosial.
Islam sebagai suatu agama yang bertujuan untuk membahagiakan dan
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sudah barang tentu dalam ajaranajaranya memiliki konsep kesehatan mental. Begitu juga dengan kerasulan Nabi
Muhammad SAW adalah bertujuan untuk mendidik dan memperbaiki dan
membersihkan serta mensucikan jiwa dan akhlak.
Di dalam Al-Quran sebagai dasar dan sumber ajaran islam banyak
ditemui ayat-ayat yang berhubungan dengan ketenangan dan kebahagiaan jiwa
sebagai hal yang prinsipil dalam kesehatan mental. Ayat-ayat tersebut adalah:
sendiri,
yang
membacakan
kepada
mereka
ayat-ayat
Allah,
membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-kitab dan alhikmah. Dan sesungguhnya sebelum (keadaan nabi) itu, mereka adalah benarbenar dalam kesesatan yang nyata. (Q.S. 3: 164)
sendiri,
yang
membacakan
kepada
mereka
ayat-ayat
Allah,
Artinya :Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang
munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S. Ali Imran: 104)
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menjanjikan kemenangan kepada
orang-orang yang mengajak kepada kebaikan,menyuruh kepada yang makruf
dan mencegah kapada yang mungkar. Keimanan, katqwaan, amal saleh, berbuat
yang makruf, dan menjauhi perbuatan keji dan mungkar faktor yang penting
dalam usaha pembinaan kesehatan mental.
Artinya : Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang
mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka
(yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Artinya: Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang
lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mumin yang
mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar. (Q.S. AlIsra: 9)
Artinya: Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah
kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (Q.S. Al-Isra: 82)
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit- penyakit (yang berada) dalam dada
dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Q.S. Yunus: 57)
Berdasarkan kejelasan keterangan ayat-ayat Al-Quran diatas, maka
dapat dikatakan bahwa semua misi dan tujuan dari ajaran Al-Quran (islam)
yang berintikan kepada akidah, ibadah, syariat, akhlak dan muamalata adalah
bertujuan dan berperan bagi pembinaan dan pengembangan sumber daya
manusia yang berkualitas dan berbahagia.
Islam memiliki konsep tersendiri dan khas tentang kesehatan mental.
Pandangan islam tentang kesehatan jiwa berdasarkan atas prinsip keagamaan
dan pemikiran falsafat yang terdapat dalam ajaran-ajaran islam.
Berdasarkan pemikiran diatas maka setidak-tidaknya ada enam prinsip
keagamaan dan pemikiran filsafat yang mendasari konsep dan pemahaman islam
tentang kesehatan jiwa yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
Prinsip dan filsafat tentang maksud dan tujuan manusia dan alam jagad
dijadikan oleh Allah SWT. Diantara maksud dan tujuan manusia dijadikan Allah
adalah untuk beribadah dan menjadi khalifah di bumi.
Prinsip dan filsafat tentang keadaan sifat Allah dan hubungannya dengan
sifat manusia. Dalam keyakinan islam Allah SWT memiliki sifat dan nama-nama
yang agung, yakni asmaul husna yang jumlahnya ada 99 nama atau sifat.
Prinsip dan filsafat tentang keadaan amanah dan fungsi manusia
dijadikan Allah sebagai khalifah di bumi. Manusia dijadikan Allah berfungsi
sebagai khalifah di muka bumi. Sebagai khalifah Allah membekali manusia
dengan dua kualitas (kemampuan), yakniibadah dan siyadah atau imtak dan
ipteks, agar manusia itu berhasil dalam mengelola bumi.
Prinsip dan filsafat tentang perjanjian (mistaq) antara manusia dan Allah
sewaktu manusia masih berada dalam kandungan ibunya masing-masing. Allah
menjadikan manusia dalam bentuk kejadian yang sebaik-baiknya, dan kemudian
menyempurnakan kejadian dengan meniupkan ruh ke dalam tubuhnya (basyar),
sehingga membuat para malaikat menaruh hormat yang tinggi kepada manusia.
Prinsip dan filsafat tentang manusia dan pendidikannya. Manusia dalam
pandangan islam adalah makhluk multidimensional dan multipotensial.
Prinsip dan filsafat tentang hakikat manusia Dalam pandangan islam
hakikat dari manusia itu adalah jiwanya, karena jiwa itu berasal dari Tuhan dan
menjadi sumber kehidupan.
Berdasarkan pandangan dan pemikiran diatas, maka dapat dikemukakan
pengertian kesehatan jiwa/mental dalam islam sebagai berikut. Kesehatan jiwa
menurut islam tidak lain adalah ibadah yang amat luas atau pengembangan
dimensi dan potensi yang dimiliki manusia dalam dirinya dalam rangka
pengabdian kepada Allah yang diikuti dengan perasaan amanah, tanggung jawab
serta kepatuhan dan ketaatan kepada Allah dan ajaran agama-Nya, sehingga
dengan demikian terwujud nafsu muthmainnah atau jiwa sakinah. (Yahya Jaya,
Kesehatan Mental. 2002).
DAFTAR PUSTAKA
1. Culpepper, L. (2007) A Roadmap to Key Pharmacologic Principles in Using
Antipsychotics, Primary Care Companion To The Journal of Association of
Medicine
and
Psychiatry
9(6)
444-454
Retrieved
from
(CUtLASS
1)".
Arch.
Gen.
Psychiatry63
(10):
107987.
Medicine
and
Psychiatry
5(1)
6-14
Retrieved
from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC353028/
6. Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ-III. Jakarta: PT
Nuh Jaya; 2001.
7. S.R. Sianturi, S.H. 1983. Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya. Alumni
AHM-PTHM: Jakarta.
8. Seeman P (February 2002). "Atypical antipsychotics: mechanism of action". Can
J Psychiatry47 (1): 2738. PMID 11873706.
9. Vaughn, C, Snyder, K, et al, Family factor in schizophrenic relapse a replication.
Rehabilitation research and training center in mental illness, Brentwood Medical
Center Los Angeles. Schizophrenia Bulletin Brady N. and McCain GC, Living
Curtis,
J,
Romito,
K,
Schizophrenia.
2008.
www.aolhealth.com/conditions/schizophrenia/
12. Ross, MG Norman, Ashok, K. Malla Prodromal Symptoms of relapse in
Schizophrenia: a review. Victoria Hospital Ontario Canada. 1995.
13. Maziade, M, et al, Heredity and Genetics of Schizophrenia, American Journal of
medical Genetics Princenton University Press, Princeton. 1997;73(3):311-6.
14. Irmansyah, Psikiater Sebagai Pelaku dan Korban Masalah Etik. Kumpulan
Makalah Menanti Empati terhadap Orang dengan Gangguan Jiwa. Pusat Kajian
Bencana dan Tindak Kekerasan. Departemen Psikiatri FK UI, Jakarta. 2002.
15. Abdul Aziz El Quusiy terjemahan Dzakia Drajat, Pokok-Pokok Kesehatan
Jiwa/Mental, 1974. hal 10.
16. Yahya Jaya, Kesehatan Mental, 2002. hlm 68