Anda di halaman 1dari 30

Responsi

DEMAM BERDARAH DENGUE GRADE I

Oleh :
Ni Wayan Kertiasih

(NIM. 1002005012)

PEMBIMBING :
dr. Romy Windianto, Sp.A

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA


RSUD SANJIWANI GIANYAR

2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat-Nya maka responsi kasus yang berjudul Demam Berdarah Dengue Grade
I ini dapat terselesaikan.
Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada pihakpihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini. Responsi ini disusun
sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF
Ilmu Kesehatan Anak RSUD Sanjiwani, Gianyar.
Ucapan terima kasih kami tujukan kepada :
1. Dr. Romy Windianto, Sp.A sebagai pembimbing dan evaluator tugas ini,
2. Rekan-rekan sejawat yang bertugas di SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD
Sanjiwani, Gianyar
3. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satupersatu.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
demi penyusunan selanjutnya dan semoga bermanfaat bagi pembaca.

Gianyar, 16 Mei 2014


Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................
DAFTAR TABEL......................................................................................
DAFTAR GAMBAR.................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................
2.1. Demam Berdarah Dengue

Halaman
ii
iii
v
vi
1
2

2.1 Definisi................................................................................
2.2 Etiologi................................................................................
2.3 Patogenesis..........................................................................
2.4 Manifestasi Klinis................................................................
2.5 Pemeriksaan Penunjang.......................................................
2.6 Diagnosis............................................................................
2.7 Diagnosis Banding...............................................................
2.8 Penatalaksanaan...................................................................
2.9 Komplikasi...........................................................................
2.10 Pencegahan.........................................................................
2.11 Prognosis.............................................................................
BAB 3. LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien....................................................................
3.2 Anamnesis (Heteroanamnesis).............................................
3.3 Pemeriksaan Fisik................................................................
3.4 Pemeriksaan Penunjang.......................................................
3.5 Diagnosis Kerja...................................................................
3.6 Penatalaksanaan...................................................................
BAB 4. PEMBAHASAN..........................................................................
BAB 5. SIMPULAN..................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

2
2
4
6
8
9
10
11
13
14
15
16
16
18
19
21
21
23
26

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1

Warning sign pada DBD..................................................

Tabel 2

Interpretasi tes serologis...................................................................

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1

Gambar 2

Gambar 3

Patogenesis
demam
dengue
............................................................................................
............................................................................................
5
Patogenesis
syok
pada
dengue
............................................................................................
............................................................................................
6
Perjalanan
penyakit
dengue
............................................................................................
............................................................................................
6

BAB I
PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Demam Dengue (DD) merupakan salah
satu permasalahan kesehatan diwilayah beriklim tropis termasuk di Indonesia.
Penyakit ini memiliki rentangan gambaran klinis yang sangat luas, dari demam
mendadak selama 2 sampai 7 hari hingga terjadinya kegagalan sirkulasi yang
berujung kepada kematian.1,2,3,4,5
Dewasa ini, angka kejadian DD dan DBD mengalami peningkatan hingga 30
kali. Diperkirakan 50 juta infeksi dengue terjadi setiap tahunnya dan sejumlah 2.5
milliar penduduk tinggal pada daerah endemis dengue. Di Indonesia, pada tahun
2007 tercatat 150.000 kasus DBD dengan 25.000 kasus terjadi di wilayah Jakarta
dan jawa timur. 3,4
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus
dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses). Virus
ini

ditransmisikan

melalui

gigitan

nyamuk

Aedes

Aegypti.

Habitat

perkembanganbiakan nyamuk Aedes Aegypti adalah tempat-tempat yang dapat


menampung air di dalam, di luar, atau disekitar rumah. Maka dari itu faktor
lingkungan rumah merupakan faktor yang penting dalam penyebaran infeksi DD
dan DBD.6,7 Berdasarkan permasalahan tersebut diatas maka perlu dilakukan
pengkajian lebih komprehensif mengenai penyakit DDB ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epidemiologi
Angka insiden infeksi dengue diperkirakan mencapai 50 juta kasusper tahun,
dengan 250.000-500.000 kasus termasuk dalam demam berdarah dengue. Insiden
kematian akibat demam dengue mencapai 24.000 pertahunnya.3
Indonesia merupakan salah satu negara endemis demam dengue. WHO
mencatat Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia tenggara
dengan 150.000 kasus pada tahun 2007 dimana 25.000 kasus terjadi di wilayah
Jakarta dan jawa timur. Sedangkan pada tahun 2009, tercatat jumlah infeksi
dengue mencapai 158.912 kasus. Angka insiden DBD di Indonesia pada tahun
2009 mencapai 69 per 100.000 penduduk dengan angka kematian mencapai
0,89%. Angka absolut kematian DBD dalam 5 tahun terakhir tetap meningkat
sejalan dengan meningkatnya angka kejadian DBD.3,4
Infeksi demam berdarah dipengaruhi oleh berbagai faktor yang diantaranya:
pertumbuhan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang tidak terencana & tidak
terkendali, tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis,
peningkatan sarana transportasi.5
2.2 Etiologi
Demam dengue dan Demam Berdarah dengue disebakan oleh virus dengue
yang termasuk dalam kelompok B Arthropod Borne Virus (arbovirus). Virus
Dengue ini merupakan virus single-stranded RNA dengan empat jenis serotip
yang berdeda. Keempat serotip tersebut diantaranya DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan
DEN-4. Keempat serotip ini termasuk dalam genus flavivirus family flaviviridae.
Partikel virus dengue matur berbentuk spheris dengan diameter 50nm. Virus ini
mengandung salinan tiga protein structural, membrane bilayer, dan genom single
stranded RNA. Ketiga protein structural berasal dari pembacaan genome oleh
protease host dan viral ( capsid C, the precursor of membrane prM, dan Envelope

E). Keempat serotip virus dengue dapat diasosiasikan dengan demam berdarah
dengue. Variasi dalam serotip virus dapat mempengaruhi tingkat keparahan
penyakit, diantaranya genotip asia dari DEN-2 dan DEN-3 diasosiasikan dengan
tingkat keparahan penyakit yang tinggi8
Virus dengue bereplikasi dengan menginfeksi sel manusia terutama sel
monosit, makrofag, dan sel dendritic terutama sel Langerhans. Siklus replikasi
dengue dimulai dengan masuknya virus ke dalam sel melalui mekanisme
endositosis. Di dalam sel, virus mengalami uncoating dari nucleoplasmid
sehingga melepaskan molekul RNA keluar dari virus. Molekul RNA ditranslasi
menjadi sebuah poliprotein tunggal. Poliprotein ini diproses oleh protease seluler
dan virus menjadi tiga protein structural (C, prM, dan E) dan tujuh protein non
structural( NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B, dan NS5). Protein non
structural bertanggung jawab dalam replikasi RNA, sementara protein C
membungkus RNA membentuk nukleoplasmid. Pada tahap akhir siklus semua
komponen virus akan dirakit dan dilepaskan keluar dari sel8
Virus dengue ditransmisikan pada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti. Nyamuk ini termasuk spesies tropis dan subtropics yang tersebar luas
diseluruh dunia terutama diantar bujur 35 Utara dan bujur 35 selatan. Aedes
Aegypti jarang ditemukan pada wilayah bersuhu dibawah 100C dan ketinggian
diatas 1000m permukaan laut. Jentik nyamuk Aedes biasanya ditemukan pada
penampungan air buatan manusia sementara nyamuk dewasa menghabiskan masa
hidupnya disekitar rumah penduduk. Spesies nyamuk Aedes albopictus,
Aedespolynesiensis, dan beberapa spesies lainya juga dapat menularkan virus
dengue namum merupakan vector yang kurang berperan5,6
Penyebaran virus dengue terjadi akibat interaksi antara manusia dan nyamuk
Aedes Aegypti. Gigitan nyamuk Aedes Aegypti pada manusia yang sedang
mengalami viremia menyebabkan inokulasi virus pada nyamuk. Virus kemudian
berkembang biak dalam kelenjar ludah manusia dalam waktu 8-10 hari sebelum
dapat ditularkan kembali pada manusia pada gigitan berikutnya. Virus dalam
tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya, namun kurang berperan
dalam penyebaran infeksi7

2.3 Patogenesis
Terdapat dua teori yang umum dianut mengenai patogenesis DBD dan SSD
adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau
hipotesis immune enhancement. Dalam teori secondary heterologous infection,
antibodi yang terbentuk sebagai akibat infeksi virus dengue yang sebelumnya
akan membentuk kompleks antigen-antibodi jika terdapat infeksi virus dengue
lain berikutnya. Kompleks ini kemudian akan berikatan dengan fc reseptor
membrane sel makrofag. Virus dalam makrofag dapat bereplikasi secara bebas
karena antibodi heterolog. Sedangkan teori antibody dependent enhancement
dimana terjadi suatu proses yang meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue
dalam sel mononuclear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi
sekresi

mediator

vasoaktif

yang

kemudian

menyebabkan

peningkatan

permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan


syok5
Patogenesis terjadinya syok dapat dijelaskan berdasarkan hipotesis the
secondary heterologous infection. Adanya infeksi sekunder oleh tipe virus dengue
yang berbeda akan menyebabkan munculnya reaksi antibodi anmnestik yang
mengakibatkan proliferasi dan transformasi linfosit sehingga menghasilkan titer
tinggi antibodi IgG antidengue. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya
kompleks antigen-antibodi yang mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a
dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke
ruang ekstravaskular. Jika syok tidak ditangani secara adekuat maka akan terjadi
asidosis dan anoksia jaringan yang dapat berakhir fatal5,6

Hipotesis lain menyebutkan adanya ketelibatan sel limfosit T dalam


pathogenesis dengue. Dalam teori ini disebutkan bahwa setelah replikasi virus
dalam monosit atau makrofag, antigen virus dipresentasikan bersama dengan
human lymphocyte antigen molecules. Proses ini diikuti dengan aktivasi dari
CD4+ dan CD8+ memory Tcell, yang tersensitisasi pada infeksi sebelumnya.
Aktivasi memory Tcell menyebabkan pelepasan proinflammatory cytokines
seperti interferon gamma (IFNg) dan tumour necrosis factor alpha (TNFa).
Aktifasi kedua sitokin ini berpengaruh lansung terhadap vascular endotel sehingga
menyebabkan kebocoran plasma9

Gambar 1. Patogenesis demam dengue5


Selain mengaktivasi sistem komplemen, kompleks antigen-antibodi juga
menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui
erusakan endotel pembuluh darah. Agregasi trombosit terjadii akibat dari
perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit. Hal ini
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit
melekat satu sama lain sehingga menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES
(reticulo endothelial system) megakibatkan trombositopenia. Agregasi trombosit

juga akan menyebabkan pengeluaran platelet

faktor III yang mengakibatkan

terjadinya koagulopati konsumtif8,9

Gambar 2. Patogenesis syok pada dengue5


2.4 Manifestasi Klinis
Demam dengue memiliki spectrum klinis yang luas. Teradapat tiga fase
manifestasi klinis demam dengue yaitu fase febril, kritis dan penyembuhan. Fase
febril berlangsung pada hari pertama hingga hari ketiga perjalanan penyakit.
Setelah itu dilanjutkan dengan fase kritis yang berlangsung pad hari ke 4 hingga 6.
Fase penyembuhan dimulai pada hari ke 6 dan berlangsung selama 2 hingga 3
hari3

Gambar 3. Perjalanan Penyakit Dengue3


Pade fase febris pasien mengalami demam mendadak selama 2 hingga 7 hari.
Demam biasanya disertai dengan facial flushing, eritema kulit yang luas, rasa
pegal diseluruh tubuh, nyeri otot, nyeri sendi dan sakit kepala. Pasien juga dapat
mengalami nyeri tenggorokan, injeksi faring dan konjungtiva. Keluhan seperti
mual, muntah, dan anorexia juga sering didapatkan pada fase febris. Gejala
tersebut diatas tidak secara pasti membedakan antara infeksi dengue ringan
dengan demam berdarah dengue, sehingga perlu dilakukan pemantauan yang ketat
menuju fase kritis. Pada fase febris dapat ditemukan bukti-bukti perdarahan baik
yang terjadi secara spontan maupun diinduksi. Perdarahan spontan dapat berupa
perdarahan ringan seperti petechiae dan perdarahan membrane mukosa atau
berupa perdarahan masif pada vagina dan saluran pencernaan. Pemeriksaan
rumple leed yang positif pada fase ini memperkuat diagnosis demam berdarah
dengue. Selain tanda-tanda perdarahan dapat pula dijumpai pembesaran hati
beberapa hari setelah demam3
Fase kritis ditandai dengan penurunan suhu menjadi 37.5-38C atau kurang
dan bertahan dibawah suhu terssebut. Fase ini terjadi pada hari ke 3-7 perjalanan
penyakit. Peningkatan permeabilitas kapiler dan peningkatan hematocrit
menunjukan tanda awal fase kritis. Tidak semua pasien infeksi dengue mengalami
kebocoran plasma. Pada fase kritis, pasien tanpa peningkatan permeabilitas
kapiler akan membaik sementara pasien dengan peningkatan permeabilitas akan
menjadi lebih parah. Tingkat keparahan kebocoran plasma bervariasi, dapat
ditemui efusi pleural dan asites pada pasien bergantung pada derajat kebocoran
plama3
Klinis

Warning Sign
Nyeri abdomen atau tenserness
Gambaran klinis akumulasi cairan
Perdarahan mukosa
Lethargy, restlessness

Laboratorium

Pembesaran hati>2 cm
Peningkatan HCT dengan penurunan
hitung platelet

Tabel 1. Warning sign pada DBD3


Pasien dikatakan mengalami syok apabila tekanan nadi <= 20mmHg atau
apabila pasien menunjukan tanda-tanda gangguan perfusi kapiler seperti
ekstremitas yang dingin, penurunan waktu capillary refill, dan takikardi. Pasien
dengan syok terbagi dalam syok kompensasi dan dekompensasi. Pada pasien
dengan syok kompensasi tubuh masih mampu untuk mempertahankan
homeostasis tubuh dengan berbagai mekanisme kompensasi. Sementara pada
pasien syok dekompensasi tubuh sudah tidak mampu mempertahankan
homeostasis.
Pada fase penyembuhan terjadi penyerapan kembali cairan ekstravaskular.
Fase ini berlangsung 2- 3 hari setelah fase kritis. Secara umum keadaan pasien
membaik, nafsu makan membaik kembali, gejala saluran pencernaan berkurang,
status hemodinamik stabil, dan kencing bertambah. Terdapat pula gambaran
eflorosensi khas kulit yaitu kumpulan pulau-pulau makula putih dalam kulit yang
berwarna merah disertai dengan rasa gatal seluruh tubuh3
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang rutin dilakukan untuk mendukung diagnosis demam
berdarah dengue adalah pemeriksaan darah lengkap dengan parameter utama yang
dinilai adalah nilai hematocrit, trombosit, dan leukosit. Diagnosis pasti didapatkan
dari hasil isolasi virus dengue,deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik
TR-PCR (Reserve Transcriptase Polymerase Chain Reaction) dan pemeriksaan
serologis antibody IgM maupun IGM. Nilai laobratorium yang biasanya
didapatkan :4

Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke -3


sampai ke -8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan
perubahan nilai hematocrit Pemeriksaan trombosit perlu diulang setiap 4-6
jam sampai terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau
keadaan klinis penderita sudah membaik4

Leukosit dapat normal atau menurun, pada hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relative. Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau limfosit

plasma biru(LPB) > 4% di darah tepi yang biasanya dijumpai pada hari
sakitketiga sampai hari ke tujuh4

Kebocoran plasma dibuktikan dengan adanya peningkatan hematocrit


>20%nhematokrit awal umumnya dimulai pada hari ke 3 demam4

Dapat dilakukan pemeriksaan PT,APTT, Fibrinogen, D-Dimer atau FPD


untuk jika dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan4

Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma4

Uji

Serologi

Hemaglutinasi

inhibisi

(Haemaglutination

Inhibition

Test)Pemeriksaan HI sampai saat ini dianggap sebagai uji bakuemas (gold


standard). Namun pemeriksaan ini memerlukan 2 sampel darah (serum)
dimana spesimen harus diambil pada fase akut dan fase konvalensen
(penyembuhan), sehinggga tidak dapat memberikan hasil yang cepat.4

Infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi primer atau sekunder


dengan menentukan rasio limit antibodi dengue IgM terhadap IgG. Titer
IgM mulai terdeteksi pada hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3 dan
setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer IgG mulai terdeteksi pada hari ke
14, sementara pada infeksi sekunder terdeteksi hari ke 2. Intepretasi
antibody IgM dan IgG tertera pada tabel 3

Tabel 2. Intepretasi tes serologis4


2.6 Diagnosis
Diagnosis Demam Berdarah Dengue ditegakan berdasarkan kriteria
diagnosis menurut WHO tahun 199710
a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
Uji bendung positif
Petekie, ekimosis, atau purpura

Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi),


atau perdarahan dari tempat lain
Hematemesis atau melena.
c. Trombositopenia ((100.000/mm3 atau kurang)
d. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma lekage (kebocoran plasma)
sebagai berikut:
Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20%
atau lebih, menurut standar umur dan jenis kelamin
Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya
Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau
hipoproteinemia
2.7 Diagnosis Banding
Pada awal penyakit, dignosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau
protozoa seperti demam tifoid, influenza, demam chikungunya, leptospirosis, dan
malaria.

Adanya

trombositopenia

yang

jelas

disertai

hemokonsentrasi

membedakan DBD dari penyakit lain. Diagnosis banding lain adalah sepsis,
meningitis meningokok, idiophatic trombocytopenic purpura (ITP), leukimia, dan
anemia aplastik.11
Demam chikungunya (DC) sangat menular dan biasanya seluruh keluarga
terkena dengan gejala demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih
tinggi, hampir selalu diikuti dengan ruam makulopapular, injeksi konjungtiva dan
lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji bendung positif, petekie dan
epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan
gastrointestinal dan syok.11
Pada hari-hari pertama ITP dibedakan dengan DBD dengan demam yang
cepat menghilang dan tidak dijumpai hemokonsentrasi, sedangkan pada fase
penyembuhan jumlah trombosit pada DBD lebih cepat kembali. 11
Perdarahan dapat juga terjadi pada leukimia atau anemia aplastik Pada
leukim, demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis.
Pada anemia aplastik anak sangat anemis dan demam timbul karena infeksi
sekunder. 11

2.8 Penatalaksanaan
Pada dasarnya penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue bersifat suportif,
yaitu

mengatasi

kehilangan

cairan

plasma

sebagai

akibat

peningkatan

permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat


jalan sedangkan pasien DBD dapat dirawat di ruang perawatan biasa, tetapi pada
kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Fase kritis pada
umumnya terjadi pada hari sakit ketiga. 11
Pada kasus DBD derajat I dan II
1. Tirah baring.
2. Asupan cairan, elektrolit, dan nutrisi
Asupan makanan berupa diet makanan lunak. Pasien dianjurkan untuk
banyak minum, 2-2,5 liter dalam 24 jam. Pemberian cairan oral bertujuan
untuk mencegah dehidrasi. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus
buah, teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Apabila cairan oralit tidak
dapat diberikan karena penderita muntah , tidak mau minum, atau nyeri
perut yang berlebihan sebaiknya diberikan secara intravena.11
Cairan awal RL/RA/NS: 12
BB < 15 kg 6-7 ml/kgBB/jam
BB 15-40 kg 5 ml/kgBB/jam
BB > 40 kg 3-4 ml/kgBB/jam
3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis
Hiperpireksia diatasi dengan pemberian antipiretik dan bila perlu surface
cooling

dengan

kompres

es

dan

alkohol

70%.

Paracetamol

direkomendasikan untuk mempertahankan suhu dibawah 39o C dengan


dosis 10-15 mg / kgbb / kali. Hindari pemberian salisilat (aspirin, asetosal)
karena dapat menimbulkan pendarahan saluran cerna dan asidosis.12
4. Monitor tanda- tanda vital (suhu, nadi. Tekanan darah, pernafasan) setiap 3
jam dan trombosit setiap 6 jam. Jika kondisi pasien membaik berupa tidak
gelisah, nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup ( 1 ml/kgBB/jam)
dan hematokrit turun (2 kali pemeriksaan) maka jumlah tetesan dikurangi
dan rumatan disesuaikan dengan kebutuhan dimana perbaikan disesuaikan
dengan kebutuhan. IVFD stop pada 24-48 jam bila tanda vital/Ht stabil

dan diuresis cukup. Jika pada pasien ditemukan Ht tetap tinggi namun
tanpa ada tanda tanda syok maka tetesan tetap dipertahankan dan pantau
lebih ketat tanda vital setiap 3 jam. Bila pada pasien terjadi perburukan
berupa gelisah, distress pernafasan, frekuensi nadi naik, hipotensi/tekanan
nadi 20 mmHg, diuresis kuran atau tidak ada, pengisian kapiler > 2 detik
Ht tetap tinggi atau naik maka penatalaksanaan berubah sesuai dengan
DBD derajat III atau IV.12
Pada kasus DBD derajat III dan IV
Penatalaksaan pasien DBD derajat III dan IV adalah sebagai berikut:11,12
1. Pada dasarnya adalah mengatasi syok yang terjadi dengan memberikan
cairan pengganti yang adekuat dalam waktu yang cepat. Tetesan dapat
diberikan dengan dosis 20 ml/kgbb/jam, sampai 30-40 ml/kgbb/jam.
Secara praktis diberikan 1-2 liter secepat mungkin dalam waktu 1-2 jam.
Bila dengan cairan ringer laktat (kristaloid) tidak memberikan respon yang
baik, maka cairan diganti dengan plasma (koloid) dengan dosis 15-20
ml/kgbb/jam. Dosis dapat dinaikkan sampai 30-40 ml/kgbb/jam. Pada
beberapa kasus mungkin perlu dilakukan pemeriksaan tekanan vena
sentral. Cairan intravena dapat dihentikan bila Ht telah turun sekitar 40 vol
%. Jumlah urin 12 ml/kgBB/jam atau lebih menandakan keadaan sirkulasi
membaik. Pada umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam
sejak syok teratasi.
2. Monitoring vital sign yaitu tekanan darah , nadi, respirasi dan temperatur
haarus dicatat setiap 15-30 menit. Hb dan Ht tiap 4 jam sampai keadaan
klinis pasien stabil. Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan
mengenai jenis cairan, jumlah, dan tetesan, untuk mengetahui apakah
cairan yang diberikan sudah mencukupi. Diuresis dipantau bila belum
mencukupi 2ml.kbBB/jam, sedangkan cairan yang diberikan sudah sesuai
kebutuhan, berikan furosemid 1 mg.kgBB. Bila diuresis tetap belum
mencukupi, pD umumnya syok belum teratasi dengan baik, maka
pemasangan central venous pressure (CVP) perlu dilakukan untuk
pedoman pemberian plasma selanjutnya.
3. Koreksi keseimbangan asam dan basa

4. Transfusi darah, sebaiknya darah segar. Indikasinya pendarahan nyata


seperti hematemesis, melena, epistaksis terus menerus
5. Oksigen pada setiap pasien syok 2-4 L/menit
6. Trombosit konsentrat. Pemberian ini masih kontroversial
Kriteria memulangkan pasien
Pasien dapat dipulangkan apabila :10
-

Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

Nafsu makan membaik

Secara klinis tampak perbaikan

Hematokrit stabil

Tiga hari setelah syok teratasi

Jumlah trombosit > 50.000/l

Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

2.9 Komplikasi
Umumnya pasien DBD pulih dalam waktu dua minggu. Namun, pada kasus
kasus tertentu dapat kita jumpai munculnya komplikasi pada pasien DBD yaitu:13
Dengue shock syndromes (DSS)
DSS dikarakterisasikan dengan adanya tanda tanda kegagalan sirkulasi
berupa nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi turun ( 20 mmHg), hipotensi
(dibandingkan standar sesuai umur), akral dingin dan gelisah. Penderita seringkali
mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok timbul. Nyeri perut hebat
seringkali mendahului perdarahan gastrointestinal, dan nyeri di daerah retrosternal
tanpa sebab yang dapat dibuktikan memberikan petunjuk terjadinya perdarahan
gastrointestinal yang hebat.13
Ensefalopati Dengue
Ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan
pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok.
Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat
menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. 13
Gagal Ginjal Akut

Syok yang berkepanjangan menyebabkan turunya perfusi jaringan ginjal


sehingga menimbulkan gagal ginjal akut. Pada keadaan syok berat sering kali
dijumpai acute tubular necrosis yang ditandai penurunan jumlah urin dan
peningkatan kadar ureum dan kreatinin.13
Edema paru
Edema paru adalah komplikasi terjadi sebagai akibat pemberian cairan yang
berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan
yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan edema paru oleh karena
perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari
ruang ekstravaskuler, apabila cairan diberikan berlebih, pasien akan mengalami
distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata. 13
2.10 Pencegahan
Memberantas vektor nyamuk aedes aedypti merupakan cara utama untuk
mencegah terjadinya DBD.
1.

Pemberantasan nyamuk aedes aegypti dewasa


Pemberantasan terhadap sarang nyamuk dewasa dilakukan dengan cara
penyemprotan /pengasapan dengan insektisida (fogging). Hal tersebut
deilakukan berdasarkan kebiasaan nyamuk yang hinggap pada benda-benda
tergantung, karena itu penyemprotan tidak dilakukan pada dinding rumah.
Foging dilakukan dalam 2 siklus dangan interval 1 minggu untuk membatasi
penularan virus dengue. Penyemprotan dengan insektisida ini dalam waktu
singkat dapat membatasi penuklaran, akan tetapi tindakan ini perlu diikuti
dengan pemberantasan jentiknya agar populasi vektor penular DHF dapat

2.

ditekan.14
Pemberantasan jentik aedes aegypti
Pemberantasan jentik dapat dilakukan dengan cara, 3M di rumah yaitu:
menguras bak mandi sekurang-kurangnya 1 minggu sekali, menutup rapatrapat tempat penampungan air, dan menimbun barang-barang bekas yang
dapat menampung air. Menabur bubuk abete atau altosid pada tempat-tempat
penampungan air juga merupakan salah satu cara untuk memberantas nyamuk
demam berdarah dengue ini.14

2.11 Prognosis

Terapi yang cepat, tepat dan adekuat memberikan prognosis yang baik. Angka
kematian penyakit DBD masih tergolong tinggi. Perjalanan penyakit pada anakanak umumnya lebih berat dibandingkan dengan orang dewasa.5

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS PENDERITA
Nama
: IPKP
Umur
: 12 Tahun
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Alamat
: Br. Peninjoan

Agama
Pendidikan
Tanggal pemeriksaan

: Hindu
: SD
: Senin, 12 Mei 2014

3.2 HETEROANAMNESIS ( Ayah Kandung dan Ibu Kandung )


Keluhan utama
Panas badan
Riwayat penyakit sekarang
Pasien dikeluhkan panas badan sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk
rumah sakit (Kamis, 8 Mei 2014 pukul 11.00 WITA). Panas muncul secara
mendadak dan dirasakan diseluruh badan. Panas badan dirasakan menetap
sepanjang hari dan menghambat aktivitas pasien. Pasien kemudian dibawa ke
dokter pada sore hari harinya dengan suhu terukur 39,6C. Di dokter pasien
sempat diberikan 3 jenis obat, namun orang tua pasien tidak mengetahui jenis
obat apa yang telah diberikan. Setelah meminum obat, panas badan yang
dirsakan oleh pasien sempat turun hingga mencapai suhu normal 36C (10
Mei 1014) namun kemudian panas badan muncul kembali.
Pasien memiliki riwayat muntah 2 kali pada tanggal 10 Mei 2014 dan 11
Mei 2014 dengan isi muntahan berupa makanan. Pasien juga dikeluhkan
mengalami sakit kepala.s Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK)
normal seperti biasa. Nafsu makan dan minum menurun. Keluhan mencret
disangkal. Keluhan nyeri perut kanan atas disangkal. Keluhan mimisan, gusi
berdarah, buang air besar berdarah disangkal. Keluhan menggigil disangkal.
Keluhan nyeri sendi disangkal. Keluhan kejang disangkal. Keluhan batuk dan
pilek disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan panas badan seperti ini
sebelumnya.
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Dikeluarga tidak ada yang mengalami keluhan panas badan yang sama
dengan pasien. Nenek memiliki riwayat diabetes. Adik memiliki riwayat
penyakit bronkiolitis.
Riwayat Pengobatan
Pasien sempat dibawa ke dokter dan diberikan 3 jenis obat, namun orang
tua tidak mengetahui jenis obat apa yang telah diberikan.
Riwayat Sosial dan Lingkungan

Pasien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Tetangga di dekat


rumah sedang mengalami sakit dengan diagnosis demam berdarah dengue.
Riwayat Persalinan
Pasien lahir spontan di tolong oleh dokter, dengan berat badan lahir 3600
gram, panjang badan 50 cm, lingkar kepala lupa, keadaan saat lahir segera
menangis.
Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi dikatakan lengkap sesuai umur: polio 4 kali, hepatitis B
4 kali, DPT 3 kali, campak 1 kali.
Riwayat Nutrisi
-

ASI : eksklusif 6 bulan, durasi 21 bulan, frekuensi on demand kali/


hari
Susu formula : Bubur susu : Nasi tim : sejak usia 12 bulan
Makanan dewasa : sejak usia 24 bulan, frekuensi 3-4 kali/ hari

Riwayat Tumbuh Kembang


Pasien dikatakan mengalami pertumbuhan normal sesuai dengan usianya
dapat menegakkan kepala pada usia 3 bulan, membalik badan usia 6 bulan,
duduk usia 8 bulan, merangkak usia 8 bulan, berdiri usia 10 bulan, berjalan 10
bulan, bicara 11 bulan. Pasien saat ini dikatakan duduk dikelas 4 SD dengan
prestasi sekolah baik.
Riwayat Alergi
Pasien memiliki riwayat alergi terhadap pewangi pakaian.
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan umum
: Tampak lemas
Kesadaran
: E4V5M6
Nadi
: 120 kali/ menit, reguler, isi cukup
Respirasi rate
: 24 kali/ menit, reguler, isi cukup
Tekanan darah
: 120/70 mmHg
Tempt axilla
: 39 C
Skala Nyeri
:0
Rumple leed test
:Status Antropometri
Berat Badan
: 43 kg (percentil 50-75)
Berat Badan Ideal
: 43 kg
Tinggi Badan
: 150 cm (percentil 50-75)
BMI/U
: 19,11 (percentil 50-75)
Status gizi (waterlow) : 100% (status gizi baik)
Status Generalis

Kepala
Mata

: Normocephali, mata cowong -/- , UUB cekung (-)


: Konjungtiva pucat -/- , mata kuning -/- , reflek pupil +/+
isokor

THT

Thoraks

:
Telinga
: sekret -/Hidung
: sekret -/-, sianosis -, nafas cuping hidung Tenggorok : faring hiperemis (+), T1/ T1
Lidah
: sianosis (-)
Bibir
: sianosis (-)
Leher
: pembesaran kelenjar (-)
:simetris (+), retraksi (-)
Jantung
:
Inspeksi : Precordial bulging (-), iktus kordis tidak
tampak, pulsasi epigastrial (-)
Palpasi
: Ictus cordis teraba di ICS V, kuat angkat
(-), thrill (-)
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Paru-paru
:
Inspeksi : gerakan dada simetris statis dan dinamis,
retraksi (-)
Palpasi
: gerakan dada teraba simetris statis dan
dinamis, fokal fremitus normal
Auskultasi : suara nafas vesikuler +/+,

Aksila
Abdomen

wheezing -/: pembesaran kelenjar (-)


:
Inspeksi
: distensi (-), nyeri tekan (-)
Auskultasi
: bising usus (+) normal
Palpasi
: hepar-lien tidak teraba, nyeri tekan (-),
massa (-)
Perkusi

Kulit
Genitalia
Inguinal
Ekstremitas

ronkhi -/-,

: timpani

: turgor kembali cepat, sianosis (-)


: tidak dievaluasi
: tidak dievaluasi
: akral hangat (+), sianosis (-), edema (-), CRT < 2 detik

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


DARAH LENGKAP (12 Mei 2014)
WBC
: 3,4 x 103uL(Leukopenia)
Lymp#
: 0,8 x 103uL
Mid#
: 0,2 x 103uL
Gran#
: 2,4 x 103uL
Lymph%
: 22,6 %
Mid%
: 6,3 5

Gran%
: 71,1 %
RBC
: 5,71 x 106uL
HGB
: 14,2 g/dL
HCT
: 39,2%
MCV
: 68,6 fL
MCH
: 24,9 pg
MCHC
: 36,3 g/dL
RDW-CV
: 16,4 %
RDW-SD
: 42,0 fL
PLT
: 166 x 103uL
MPV
: 8,6 fL
RDW
:15,8
PCT
: 0,143 %
DARAH LENGKAP (13 Mei 2014)
WBC
: 3,8 x 103uL(Leukopenia)
Lymp#
: 1,5 x 103uL
Mid#
: 0,4 x 103uL
Gran#
: 1,9 x 103uL
Lymph%
: 38,9 %
Mid%
: 11,6%
Gran%
: 49,5 %
RBC
: 5,49 x 106uL
HGB
: 13,7 g/dL
HCT
: 38 %
MCV
: 69,2 fL
MCH
: 25,0 pg
MCHC
: 36,1 g/dL
RDW-CV
: 16,2 %
RDW-SD
: 42,0 fL
PLT
: 75 x 103uL (trombositopenia)
MPV
: 9,2 fL
RDW
:15,3
PCT
: 0,069 %
DARAH LENGKAP (14 Mei 2014)
WBC
: 3,0 x 103uL(Leukopenia)
Lymp#
: 1,8 x 103uL
Mid#
: 0,6 x 103uL
Gran#
: 1,4 x 103uL (granulositopenia)
Lymph%
: 47,1 %
Mid%
: 16,8%
Gran%
: 36,1 % (granulositopenia)
RBC
: 5,4 x 106uL
HGB
: 13 g/dL
HCT
: 40 %
MCV
: 74,1 fL
MCH
: 22, pg
MCHC
: 32,5 g/dL
RDW
: 12,9 %

PLT
MPV

: 60 x 103uL (trombositopenia)
: 8 fL

3.5 DIAGNOSIS KERJA


Demam Berdarah Dengue Grade I dd/ Demam Dengue + Faringitis akut
3.6 PENATALAKSANAAN
Terapi

MRS
IVFD RL 30 tpm
Paracetamol 4 x 500 mg @ 6 jam peroral
Ranitidin 3 x amp (12, 5 mg) @ 8 jam IV
KIE

Monitoring
- Keluhan
- Evaluasi tanda vital
- Balance cairan

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Anamnesis
Pasien dikeluhkan panas badan sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk
rumah sakit (Kamis, 8 Mei 2014 pukul 11.00 WITA). Panas muncul secara
mendadak dan dirasakan diseluruh badan. Panas badan dirasakan menetap
sepanjang hari dan menghambat aktivitas pasien. Pasien kemudian dibawa ke
dokter pada sore hari harinya dengan suhu terukur 39,6C. Di dokter pasien
sempat diberikan 3 jenis obat, namun orang tua pasien tidak mengetahui jenis
obat apa yang telah diberikan. Setelah meminum obat, panas badan yang
dirsakan oleh pasien sempat turun hingga mencapai suhu normal 36C (10
Mei 1014) namun kemudian panas badan muncul kembali. Pasien memiliki
riwayat muntah 2 kali pada tanggal 10 Mei 2014 dan 11 Mei 2014 dengan isi
muntahan berupa makanan. Pasien juga dikeluhkan mengalami sakit kepala.s
Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) normal seperti biasa.
Nafsu makan dan minum menurun. Keluhan mencret disangkal. Keluhan
nyeri perut kanan atas disangkal. Keluhan mimisan, gusi berdarah, buang air
besar berdarah disangkal. Keluhan menggigil disangkal. Keluhan nyeri sendi
disangkal. Keluhan kejang disangkal. Keluhan batuk dan pilek disangkal.
Ditetangga saat ini ada yang mengalami sakit demam berdarah dengue.
Berdasarkan heteroanamnesis didapatkan demam mendadak pada pasien
ini dapat merupakan salah satu manifestasi klinis dari demam berdarah
dengue ditambah dengan adanya riwayat sosial berupa tetangga yang
mengalami demam berdarah. Namun pada pasien ini tidak ditemukan adanya
manifestasi klinis perdarahan spontan berupa mimisan, buang air besar
berdarah ataupun gusi berdarah. Disamping itu keluhan yang mengarah
kearah kebocoran plasma seperti sesak nafas (efusi

pleura) dan perut

kembung (ascites) juga tidak ditemukan pada pasien ini sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan
diagnosis agar lebih jelas. Tidak adanya nyeri nyeri pada sendi dapat
menyingkirkan salah satu diagnosis banding yaitu dari demam chikungunya.

4.2 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik pada tanggal 12 Mei 2014 didapatkan keadaan
umum:tampak lemas, kesadaran : E4V5M6, tekanan darah 120/70 mmHg,
nadi : 120 kali/ menit, reguler, isi cukup, respirasi rate : 24 kali/ menit,
reguler, tempt axilla : 39 C, skala Nyeri : 0, rumple leedtest -, berat badan :
43 kg, berat badan ideal : 43 kg, panjang badan

: 150 cm, , kepala :

normocephali, mata cowong -/- , , mata : konjungtiva pucat -/- , mata kuning
-/- , reflek pupil +/+ isokor, THT : telinga

: sekret -/-, hidung : sekret -/-,

napas cuping hidung (-), cyanosis (-), tenggorok : faring hiperemis (+), T1/ T1,
lidah : sianosis (-), bibir : sianosis (-), leher : pembesaran kelenjar (-), Kaku
kuduk (-), thoraks : simetris (+), retraksi (-), Jantung
regular, murmur (-), paru-paru

S1S2

tunggal,

: Bronkovesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing

-/-, aksila : pembesaran kelenjar (-), Abdomen : Inspeksi: distensi (-), nyeri
tekan (-), Auskultasi : bising usus (+) normal, palpasi: hepar-lien tidak teraba,
nyeri tekan (-), massa (-), Perkusi

: timpani, kulit

turgor

kembali

cepat, sianosis (-), genitalia : tidak dievaluasi, inguinal: tidak dievaluasi,


ekstremitas : akral hangat (+), cyanosis (-), edema (-), CRT < 2 detik.
Pada pemeriksaan fisik sudah dilakukan sesuai teori dimulai dengan tandatanda vital, mencari kelainan sistemik, terpapar zat-zat beracun, infeksi atau
adanya kelainan neurologis fokal dan rumple leed test. Dari pemeriksaan fisik
pada tanggal 12 Mei 2014 tidak ditemukan kelainan pada pasien ini kecuali
adanya faring hiperemi. Rumple leed test yang negatif tidak menyingkirkan
kemungkinan adanya demam berdarah dengue pada pasien ini sehingga
karena rumple leed test dapat diulang kembali.
4.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ini yaitu pemeriksaan
laboratorium berupa darah lengkap.
Pemeriksaan darah lengkap dilakukan untuk menilai ada tidaknya tanda tanda
infeksi karena pada anamnesis didapatkan riwayat demam yang diduga
disebabkan oleh infeksi pada saluran nafas. Leukopenia (+) mengarahkan kita
kepada kemungkinan etiologi dari penyakit ini adalah virus. Kadar hematokrit

yang berada dalam batas normal menunjukkan tidak adanya hemokonsentrasi


(kebocoran plasma). Namun hasil pemeriksaan trombosit pada hari Selasa, 13
Mei 2014 menunjukkan adanya penurunan yaitu 75.000 dimana nilai
trombosit sebelumnya pada hari Senin 12 Mei 2014 adalah 166.000 yang
mengarahkan kecurigaan pada adanya demam berdarah dengue.
.
4.4 Penatalaksanaan

MRS
IVFD RL 30 tpm
Paracetamol 4 x 500 mg @ 6 jam peroral
Ranitidin 3 x amp (12, 5 mg) @ 8 jam IV
KIE

Monitoring:
- Keluhan
- Evaluasi tanda vital
- Balance cairan
Pada kasus ini terapi yang diberikan telah sesuai dengan teori dimana
penanganan demam berdarah dengue adalah bersifat suportif. Pasien di MRS
kan agar dapat dipantau dengan ketat, hal ini dikarenakan pada pasien DBD
rentan mengalami syok. Pemberian cairan pada pasien ini untuk memenuhi
nutrisi dan cairan dari tubuh pasien. Pemberian ranitidin pada pasien ini
bertujuan untuk mengobati keluhan muntah yang dialami oleh pasien.
Pemberian parasetamol pada pasien ini berkaitan dengan keluhan panas badan
yang dialami oleh pasien.

BAB V
SIMPULAN
1.

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus


golongan flavivirus yang terbagi atas 4 serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3,

2.

DEN 4 yang disebarkan oleh vektor nyamuk aedes aegypti.


Penyakit ini memiliki gejala klinis berupa demam mendadak 2-7 hari, dengan
atau tanpa perdarahan spontan.

3.

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik yang penting dilakukan adalah
untuk mencari adanya tanda tanda kebocoran plasma seperti rumple leed test,
ascites ataupun efusi pleura. Pemeriksaan penunjang yang penting yang perlu
dilakukan adalah darah lengkap untuk mencari adanya tanda hemokonsentrasi
dan trombostiopenia serta bukti infeksi virus berupa leukopenia dan serologi

4.

berupa pengecekan IgG dan IgM.


Penatalaksanaan pada pasien DBD bersifat suportif dengan pemberian cairan
dan nutrisi yang adekuat.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Simmons et al. 2012. Dengue. N Engl J Med 2012;366:1423-3

2.

Siregar F.2004. Epidemiologi dan pemberantasan demam berdarah dengue


(dbd) di Indonesia. USU digital library.

3.

WHO.2009. Dengue guidelines for diagnosis treatment, prevention, and


control. WHO/HTM/NTD/DEN/2009

4.

Kementerian Kesehatan RI.2010. Demam Berdarah Dengue. Jendela


Epidemiologi;2: 1-31

5.

Depkes. Tata laksana DBD. Diunduh pada www.depkes.go.id/downloads/


Tata%20Laksana%20DBD.pdf

6.

Gibbons

R,Vaugh

D.

2002.

Dengue:

an

escalating

problem.

BMJ2002;324:1563
7.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2011. Modul Penendalian


Demam Berdarah Dengue. Diunduh pada tanggal 7 mei 2014

8.

Smit J, Wilscut J, Rodenhius I. 2010. Dengue virus life cycle : viral and
host factor modulating infectivity. Cell. Mol. Life Sci. (2010) 67:27732786

9. Pang T, Cardosa M,Guzman M.2007. Of Cascades and perfect storm : the


immunopathogenesis

of

dengue

haemorrhagic

fever-dengue

shock

syndrome (DHF/DSS). Immunology and Cell Biology (2007) 85, 4345


10. Suhendro, Nainggolsn L, Chen K, Pohan HT. 2009. Demam Berdarah
Dengue. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S ed.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi V. Jakarta. Interna Publishing.
2773-2779
11.

Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W (ed). 1999.


Demam Berdarah Dengue. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid II.
Jakarta. Media Aesculapius. 419-427

12.

Demam Berdarah Dengue. In: Pedoman Pelayanan Medis Kesehatan anak


RSUP Sanglah. 2011. p. 208-214

13.

Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S. Demam Berdarah


Dengue in Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi VI. Pusat
Penerbit Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2007 Jakarta. H.1711

14.

Sitasi : Rahmawati I. Partisipasi Remaja SMA Dalam Pencegahan Demam


Berdarah Dengue (DBD) Dikecamatan Sukoharjo. Surakarta. 2008.
Diunduh dari http://etd.eprints.ums.ac.id/2721/1/J410040019.pdf pada 8
Mei 2014

Anda mungkin juga menyukai