Anda di halaman 1dari 18

Climbing

From Wikipedia, the free encyclopedia


This article is about Human climbing. For climbing in other animals, see Arboreal
locomotion. For other uses, see Climbing (disambiguation).
This article does not cite any references or sources. Please help improve this
article by adding citations to reliable sources. Unsourced material may be
challenged and removed. (May 2010)

Climbers on Mount Fitz Roy, Argentina.

Rock climbers on Valkyrie at The Roaches in Staffordshire, England.

A competitor in a rope climbing event, at Lyon's Part-Dieu shopping centre.

An ice climber using ice axes and crampons.


Climbing is the activity of using one's hands, feet, or any other part of the body to ascend a
steep object. It is done recreationally, competitively, in trades that rely on it, and in
emergency rescue and military operations. It is done indoors and out, on natural and
manmade structures.

Contents

1 Types

2 See also

3 References

4 External links

Types

Climbing activities include:

Bouldering: Ascending boulders or small outcrops, often with climbing shoes and a
chalk bag or bucket. Usually, instead of using a safety rope from above, injury is
avoided using a crash pad and a human spotter (to direct a falling climber on to the
pad. They can also give beta, or advice)

Buildering: Ascending the exterior skeletons of buildings, typically without protective


equipment.

Canyoneering: Climbing along canyons for sport or recreation.

Chalk climbing: Ascending chalk cliffs uses some of the same techniques as ice
climbing [1].

Competition Climbing: A formal, competitive sport of recent origins, normally


practiced on artificial walls that resemble natural rock formations. The International
Federation of Sport Climbing (IFSC) is the official organization governing
competition climbing worldwide and is recognized by the IOC and GAISF and is a
member of the International World Games Association (IWGA). Competition
Climbing has three major disciplines: Lead, Bouldering and Speed.

Ice climbing: Ascending ice or hard snow formations using special equipment, usually
ice axes and crampons. Techniques of protecting the climber are similar to those of
rock climbing, with protective devices (such as ice screws and snow wedges) adapted
to frozen conditions.

Indoor climbing: Top roping, lead climbing, and bouldering artificial walls with
bolted holds in a climbing gym.

Mountaineering: Ascending mountains for sport or recreation. It often involves rock


and/or ice climbing.

Pole climbing (gymnastic): Climbing poles and masts without equipment.

Lumberjack tree-trimming and competitive tree-trunk or pole climbing for speed


using spikes and belts.

Rock climbing: Ascending rock formations, often using climbing shoes and a chalk
bag. Equipment such as ropes, bolts, nuts, hexes and camming devices are normally
employed, either as a safeguard or for artificial aid.

Rope access: Industrial climbing, usually abseiling, as an alternative to scaffolding for


short works on exposed structures.

Rope climbing: Climbing a short, thick rope for speed. Not to be confused with roped
climbing, as in rock or ice climbing.

Scrambling which includes easy rock climbing, and is considered part of hillwalking.

Sport climbing is a form of rock climbing that relies on permanent anchors fixed to
the rock, and possibly bolts, for protection, (in contrast with traditional climbing,
where the rock is typically devoid of fixed anchors and bolts, and where climbers
must place removable protection as they climb).

Top roping: Ascending a rock climbing route protected by a rope anchored at the top
and protected by a belayer below

Traditional climbing (more casually known as Trad climbing) is a form of climbing


without fixed anchors and bolts. Climbers place removable protection such as
camming devices, nuts, and other passive and active protection that holds the rope to
the rock (via the use of carabiners and webbing/slings) in the event of a fall and/or
when weighted by a climber.

Free solo climbing: Climbing without ropes or protection.

Tree climbing: Recreationally ascending trees using ropes and other protective
equipment.

A tower climber is a professional who climbs broadcasting or telecommunication


towers or masts for maintenance or repair.

Rock, ice and tree climbing all usually use ropes for safety or aid. Pole climbing and rope
climbing were among the first exercises to be included in the origins of modern gymnastics in
the late 18th century and early 19th century.

Panjat Tebing atau istilah asingnya dikenal dengan Rock Climbing merupakan salah satu
dari sekian banyak olah raga alam bebas dan merupakan salah satu bagian dari mendaki
gunung yang tidak bisa dilakukan dengan cara berjalan kaki melainkan harus menggunakan
peralatan dan teknik-teknik tertentu untuk bisa melewatinya. Pada umumnya panjat tebing
dilakukan pada daerah yang berkontur batuan tebing dengan sudut kemiringan mencapai
lebih dari 45 dan mempunyai tingkat kesulitan tertentu.[1]
Pada perkembangannya kegiatan panjat tebing berevolusi menjadi berbagai dimensi kegiatan:
olahraga yang mengejar prestasi, petualangan yang mengejar kepuasan pribadi, dan sebagai
kegiatan profesi untuk mencari nafkah yaitu Kerja pada Ketinggian.
Daftar isi

1 Sejarah
o

1.1 Sejarah Panjat Tebing Indonesia

1.1.1 Sejarah Panjat Tebing Modern di Indonesia

1.1.2 Panjat Tebing Post Modern

1.1.3 Lembaga Panjat Tebing di Indonesia

2 Jenis Batuan Tebing

3 Peralatan Panjat Tebing

4 Teknik Panjat Tebing

5 Jenis Pemanjatan Berdasarkan Pemakaian Peralatan

6 Istilah

7 Referensi

8 Pranala luar

Sejarah
Sejarah Panjat Tebing Indonesia

Pada sekitar tahun 1960, perkembangan panjat tebing di Indonesia dimulai, dimana Tebing 48
di Citatah, Bandung. mulai dipakai sebagai ajang latihan oleh pasukan TNI AD.
Tahun 1976, merupakan awal mula panjat tebing modern di Indonesia dimulai, yaitu ketika
Harry Suliztiarto mulai berlatih memanjat di Citatah, Bandung dan diteruskan dengan
mendirikan SKYGERS ''Amateur Rock Climbing Group'' bersama tiga orang rekannya, Heri
Hermanu, Dedy Hikmat dan Agus R, yang pada tahun 1977.

Tahun 1979, Harry Suliztiarto memanjat atap Planetarium Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
yang merupakan upaya mempublikasikan olahraga panjat tebing di Indonesia. Skygers
mengadakan Sekolah Panjat Tebing yang pertama pada tahun 1981.
Tahun 1980, Tebing Parang, Purwakarta, Jawa Barat. Untuk pertama kalinya dipanjat oleh
team ITB, dan masih pada tahun yang sama Wanadri menjadi team Indonesia pertama yang
melakukan ekspedisi ke Cartenzs ''Pyramide'', mereka gagal sampai puncak, namun berhasil
di Puncak Jaya dan Cartenzs Timur.
Tahun 1982, terjadi tragedi dengan merenggut korban tewas pertama panjat tebing Indonesia
adalah Ahmad, salah satu pemanjat asal Bandung, tragedi terjadi ketika melakukan
pemanjatan pada Tebing 48 di Citatah.
Pada tahun 1984, Skygers dan Gabungan Anak Petualang memanjat Tebing Lingga di
Trenggalek, Jawa Timur serta Tebing Ulu Watu di Bali.
Tahun 1985, Tebing Sorelo, Lahat, Sumatra Selatan. dipanjat oleh Team Ekspedisi Anak
Nakal.
Pada tahun 1986, Kelompok Gabungan Exclusive berhasil memanjat Tebing Bambapuang di
Sulawesi Selatan, Lalu Kelompok Unit Kenal Lingkungan Universitas Padjajaran memanjat
Gunung Lanang di Jawa Timur, Team Jayagiri merampungkan Dinding Ponot di Bendungan,
Si Gura-gura, Sumatra Utara. Ekspedisi Jayagiri mengulang pemanjatan Eiger, berhasil
dengan menciptakan lintasan baru. Sebagai catatan, bahwa kompetisi panjat tebing pertama
di dunia diselenggarakan di Uni Soviet, kompetisi dilaksanakan pada tebing alam dan sempat
ditayangkan oleh Televisi Republik Indonesia.
Tercatat pada tahun 1987, Ekspedisi Wanadri yang menyelesaikan pemanjatan di Tebing Unta
di Kalimantan Barat, Kelompok Trupala memanjat Tebing Gajah di Jawa Tengah dan Skygers
memanjat Tebing Sepikul di Jawa Timur. Pada tahun ini pula lomba panjat tebing di
Indonesia yang pertama dilaksanakan, yaitu di Tebing Pantai Jimbaran, Bali.
Tahun 1988, Kantor Menpora bekerjasama dengan Kedutaan Besar Perancis mengundang
empat pemanjat mereka untuk memeperkenalkan dinding panjat serta memberikan kursus
pemanjatan. Pada akhir acara, terbentuk Federasi Panjat Gunung dan Tebing
Indonesia(FPTGI), yang diketuai oleh Harry Suliztiarto. Pada tahun yang sama Aranyacala
Trisakti mengadakan ekspedisi panjat tebing, pada Tower III, Tebing Parang, Jawa Barat.
yang dipanjat oleh kelompok yang kesemua anggotanya putri. Kelompok putranya memanjat
Tebing Gunung Kembar di Citeureup, Bogor. Sandy Febryanto (Alm) dan Djati Pranoto
melakukan panjat kebut yang pertama dilakukan di Indonesia, di Tower I Tebing Parang,
yang mana merupakan pemanjat tebing besar pertama yang dilakukan tanpa menggunakan
alat pengaman, waktu yang diperlukan adalah empat jam.
Pada tahun ini(1988), Ekspedisi Jayagiri Speed Climbing memerlukan waktu lima hari
pemanjatan dan menjadi penyebab kagagalan untuk memenuhi target dua hari pemanjatan di

Dinding Utara Eiger, Alpen, Perancis. Sedangkan ekspedisi dari Pataga Jakarta berhasil
menciptakan lintasan baru pada dinding yang sama. Keberangkatan Sandy Febriyanto dan
Djati Pranoto ke Yosemite, AS. untuk memanjat Half Dome guna memecahkan rekor Speed
Climbing, pada tahun 1988, dan mengalami kegagalan pula di El Capitan.
Sejarah Panjat Tebing Modern di Indonesia

21 April 1988 14.45 WIB Kaum Pendaki Tebing/Gunung menyatakan Pembentukan Federasi
Pemanjat Gunung Indonesia di Tugu Monas. DOkumen ini pada perjalanannya berubah
menjadi Federasi Panjat Tebing Indonesia. Dan hingga ini federasi pendaki gunung masih
belum keliatan.
Tahun 1989, dunia panjat tebing Indonesia merunduk dilanda musibah dengan gugurnya
salah satu pemanjat terbaik: Sandy Febriyanto, terjatuh di Tebing Pawon, Citatah, Bandung.
Tapi tak lama, semangat almarhum seolah justru menyebar ke segala penjuru, memacu
pencetakan prestasi panjat tebing di bumi pertiwi ini, seperti: Ekspedisi Putri Lipstick
Aranyacala memanjat Tebing Bambangpuang, lalu dari Arek Arek Young Pioner Malang
memanjat Tebing Gajah Mungkur di seputaran Kawah Gunung Kelud, Kelompok Mega dari
Univeritas Taruma Negara mengadakan Ekspedisi Marathon Panjat Tebing yang merambah
tebing-tebing Citatah, Parang, Gajah Mungkur dan berakhir di Uluwatu, Bali. dalam waktu
hampir sebulan, ini merupakan marathon panjat tebing pertama di Indonesia.
Pada tahun ini(1989) tak kurang sepuluh kejuaraan panjat tebing diselenggarakan, beberapa
yang besar diantaranya: Unpad Bandung, Tri Sakti Jakarta, ISTN Jakarta, Markas Kopassus
Grup I di Serang, dua kali oleh Trupala Jakarta (Balai Sidang Ancol). Kelompok Kapa Ul dan
Geologi ITB. Di akhir tahun 1989, ditutup dengan gebrakan Budi Cahyono yang melakukan
pemanjatan solo di Tebing Tower III Parang, ini merupakan artificial solo Climbing pertama
pada tebing besar di Indonesia.
Tahun 1990, Lomba Panjat Dinding Nasional (LPDN) di gelar di Jakarta, dengan ketinggian
15 meter dan dibangun empat sisi. Pada tahun ini pula, Pataga Jakarta mendaki Puncak
Carstenz Pyramide dan Puncak Jaya.
Tahun 1991, Rapat Paripurna Nasional FPTI yang pertama di selenggarakan di Puncak Jabar.
Pada tahun ini, untuk pertama kalinya Indonesia mengirimkan atlit panjat tebing di kejuaraan
Oceania- Australia, empat atlit yang dikirim hanya Andreas dan Deden Sutisna yang
mendapat peringkat keempat dan lima. Dengan keikutsertaan ini membuka mata dunia panjat
tebing Internasional, bahwa Indonesia sudah memepunyai atlit panjat tebing berskala
Internasional. FPTI mengeluarkan peraturan panjat dinding pertama dan Pengda FPTI Jatim
bekerjasama dengan Impala Univeritas Merdeka Malang yang mengadakan Climbing Party di
Lembah Kera, diikuti oleh puluhan pemanjat, membuat jalur-jalur pada Lembah Kera dan
diskusi panjat tebing.
Gabungan tim panjat tebing Putri yang terdiri dari Atlet Aranyacala Trisakati, Mahitala Unpar
dan IKIP Bandung Mengadakan pemanjatan di Half Dome, AS. Ekspedisi pemanjatan putri

tahun 1991 di Cima, Ovest, Italy. Pada tahun ini pula tercatat beberapa kecelakaan di dinding
panjat: Zainudin tewas di Samarinda karena tidak memasang pengaman, tiga pemanjat lagi
jatuh dan cedera (lumpuh dan patah tulang), semua kejadian tersebut disebabkan oleh tidak
diikutinya prosedur keselamatan pemanjatan. Satu prestasi lagi dilakukan oleh Maully MW
Wibowo, melakukan pemanjatan solo (free solo) pertama di Bambapuang.
Tahun 1992, Kejurnas Panjat Tebing I, di selenggarakan di Padang. Tampil sebagai juara
adalah kontingen dari Jakarta. Ronald Marimbing dan Panji Santoso mengikuti Asian
Championship di Seoul. Sementara Mamay S, Salim dan Maully MW Wibowo mengikuti
kursus Juri dan Pembuat Jalur disambung dengan Rapat CICE Asia. Budi Cahyono, yang
dikontrak oleh perusahaan Rokok, berangkat ke Taiwan untuk melakukan Pemanjatan Iklan.
FPTI diterima secara resmi menjadi anggota UIAA, disusul dengan pengiriman ke Rapay
CICE Asia di Hongkong.
Pada tahun 1994, Tim FPTI gagal berangkat ke Fixroy dan Aconcagua. Secara resmi FPTI
menjadi Anggota KONI yang ke 50. Ronald M dan Nunun Masruruh menduduki peringkat ke
sembilan dan keduabelas di kejuaraan Asia ke III di Jepang, sementara Hendricus Mutter
rapat CICE di Jepang. Mamay SSalim dan Kresna Huiarna melakukan pembuatan jalur di
tebing-tebing Taiwan.
Tahun 1995, Rapat Paripuma Nasional FPTI III, terselenggara di Kaliurang, Yogyakarta.
Kejumas Panjat Tebing ke III diadakan di Alun-alun Utara Yogyakarta, dan Juara Umum
diboyong oleh DKI Jakarta dengan menggeser kontingen Jawa Barat dan Sumatra Barat.
Dalam Kejumas III ini pula mulai dilombakan kelas panjat Speed yang pertama diadakan di
Indonesia. Masih pada bulan yang sama, tahun 1995, di Yogyakarta diadakan pula kursus Juri
dan Pembuat Jalur, diikuti oleh Pengurus Pengda FPTI series dari ABRI dan Pramuka.
Pada tahun 1997, Asmujiono dan disusul Missirin (Kopassus) yang tergabung dalam expedisi
gabungan sipil dan militer ke Puncak Everest, berhasil mencapai puncak dan berhasil menjadi
orang Asia Tenggara pertama yang mencapai Puncak Everest.
Tahun 2000, panjat tebing resmi menjadi cabang olah raga yang dipertandingkan di Pekan
Olahraga Nasional ke XV, di Surabaya sebagai cabang olahraga mandiri. Pada tahun yang
sama, Sekolah Vertical Rescue angkatan pertama diselengggarakan oleh Perguruan Panjat
Tebing SKYGERS Indonesia dengan jenazah Roni Aral yang berhasil dievakuasi oleh tim
vertical rescue SKYGERS dari kedalaman 600m di Gunung Cikuray, Jawa Barat.
Tahun 2001, tim vertical rescue SKYGERS terlibat dalam evakuasi dua jenazah di Gunung
Salak, Jawa Barat.
Pada tahun 2003, rekor baru pembuatan jalur panjat tebing alam terbanyak tercipta sebanyak
400 buah jalur pemanjatan oleh Tedi Ixdiana. Tebing Siung di Kawasan Yogjakarta digempur
oleh tim SKYGERS , berakhir dengan terciptanya 45 jalur. Tedi Ixdiana dan Tim MATRA
membuat jalur free climbing pertama di Gunung Krakatau, Selat Sunda.

Pada Tahun 2004, Pemanjatan Tebing Pantai Jawa dan Bali oleh SKYGERS dan Tim
EXPEDITION METRO TV 2004. termasuk pemanjatan Tebing Mandu, Indonesia.
Tahun 2004 panjat tebing resmi menjadi cabang olahraga yang memperebutkan medali di
PON 2004. Sesuai SK FPTI No. 108/SKEP-PPFPTI/07.04 cabang panjat tebing pada PON
2004 memperebutkan 14 medali emas yaitu:
1. Perorangan kesulitan putra
2. Perorangan kesulitan putra
3. Perorangan kecepatan putra
4. Perorangan kecepatan putri
5. Perorangan jalur-pendek putra
6. Perorangan jalur-pendek putri
7. Beregu kesulitan putra
8. Beregu kesulitan putri
9. Beregu kecepatan putra
10.Beregu kecepatan putri
11.Beregu jalur-pendek putra
12.Beregu jalur-pendek putri
13.Beregu ganda-campuran kesulitan
14.Beregu ganda-campuran kecepatan

Tahun 2005, Indonesia menggirimkan Tedi Ixdiana dan Murjayanti untuk mengikuti
kejuaraan panjat tebing alam International Invitation Tournament, di Huguan Taihang
Mountain Gorges, Chiangzhi, China. Pada tahun yang sama pula, pemanjatan pada tujuh air
terjun di Indonesia diprakarsai oleh tim EXPEDITION-MERTO TV dan SKYGERS.[2]
Pedoman Kompetisi (PDK) Panjat Tebing Indonesia diterbitkan. PDK berisi peraturan untuk
mempersiapkan dan menjalankan kompetisi panjat tebing yang sangat komprehensif. Isi PDK
mengacu pada Competition Rules yang dikeluarkan oleh UIAA.
Tahun 2006 Sirkuit Panjat Tebing Indonesia pertama kali digelar di Musi Banyuasin. Amri
(Jawa Barat) dan Emi Zainah (DKI Jakarta) sebagai juara untuk nomor lead putra dan putri.
Nomor kecepatan putra dan putri dijuarai oleh Abudzar Yulianto (Jawa Timur) dan Evi

Neliwati (Jawa Timur), sedangkan nomor Jalur-pendek keluar sebagai juara pertama adalah
kembali Abudzar Yulianto dan Hj WIlda keduanya mewakili propinsi Jawa Timur.
Sirkuit Panjat Tebing Indonesia II dilakukan di Samarinda, Kalimantan Timur pada
tanggal 1 September 2006. Pada sirkuit ini pertama kali dilombakan kompetisi untuk para
pemanjat dari kalangan militer/kepolisian dimana Praka Bobby Sahanaya (Denarhanud Rudal
002 Bontang) keluar sebagai juara di nomor kecepatan sedangkan untuk nomor kecepatan
peringkat pertama diraih oleh Agus Setiawan (Brimob Satuan III/Pelopor Kelapa Dua
Jakarta).
Tahun 2007 FPTI menggelar Musyawarah Nasional yang menghasilkan perubahan Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang telah menyesuaikan dengan UU Sistem
Keolahragaan Nasional (UU No. 3 tahun 2005).
Evi Neliwati mencatatkan namanya sebagai pemanjat tebing Indonesia pertama yang meraih
peringkat pertama pada Seri Kejuaraan Dunia (World Cup Series) 2007 yang dilaksanakan di
Singapura. Evi menyisihkan saingan terberatkan dari Rusia. Catatan ini seolah menghapus
kutukan bahwa para pemanjat kita seperti Etta Handrawati, Erianto Rojak dan lainnya yang
selalu kalah dari para pemanjat Rusia.
Pada PON 2008 Kalimantan Timur, cabang olahraga panjat tebing memperebutkan 21
medali emas dari nomor perorangan dan beregu.
May 2010 Sport Climbing resmi menjadi cabang olahraga resmi SEA Games 2011, hal ini
diputuskan dalam Pertemuan the SEA Games Federation di Jakarta 30 May 2010. Berita
Gembira merupakan hasil dari perjualan panjang komunitas panjat tebing se-Asia Tenggara
yang dimotori oleh The Southeast Asia Climbing Federaion (SEACF) sejak terbentukan
lembega tersebut tahun 1996 di Jakarta.
Pada 2011 panjat tebing pertama kali menjadi cabang olahraga yang memperebutkan medali
yaitu sebanyak 10 medali emas pada SEA Games 2011 Palembang, Indonesia. Keputusan itu
dihasilkan pada pertemuan the SEA Games Federation Maret 2011 di Bali, Indonesia.
13 Nopember 2011 Aan Aviansyah (21) atlit panjat tebing Indonesi berhasil mengukirkan
namanya sebagai atlit pertama yang meraih medali emas pada cabang olahraga Panjat Tebing
pada ajang SEA Games XXVI 2011 di Jakabaring, Palembang, Sumetara Selatan. Tim panjat
tebing Indonesia meraih 9 dari 10 emas yang diperebutkan, hasil ini menjadi penghalang
utama cabang panjat tebing pada SEA Games berikutnya.
Pemandu WIsata Panjat Tebing: Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI)
Pemandu Wisata Panjat Tebing terbit sesuai Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No.194 Tahun 2011. Standar ini sejatinya untuk memastikan bahwa tebingtebing Indonesia akan menjadi target tujuan wisata global dan pemandu pemanjatan adalah
anak bangsa sendiri.

Panjat Tebing Post Modern

12 Desember 2012 Tedi Ixdiana dan kawan-kawan meproklamirkan berdirinya Komunitas


Panjat Tebing Merah Putih yang mempunyai fokus kegiatan pada panjat tebing alam antara
lain pembukaan dan pembuatan jalur pemanjatan, pendataan tebing dan jalur pemanjatan,
konservasi tebing alam, pembentukan jejaring vertikal rescue.
30 Desember 2013 Katalog Panjat Tebing Indonesia terbit secara online di media Internet.
Katalog ini berisi data-data kawasan, tebing dan jalur panjat tebing yang ada di seluruh
Indonesia. Pada perjalanannya katalg juga berisi istilah dan dokumen terkait dengan panjat
tebing. Katalog ini merupakan kontribusi dari Komunitas Panjat Tebing Merah Putih dimana
pengumpulan data dilakukan sejak pertengahan tahun 2011.
19-26 Nopember 2013 Komunitas Panjat Tebing Merah Putih membuka kawasan
pemanjatan pertama di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Pada kegiatan tersebut
dituntaskan pembuatan Jalur ke-1.000 untuk Indonesia di tebing Mama Painemo, Teluk
Kabui, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat.
10 Januari 2014 berdiri komunitas panjat tebing di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat
dibawah naungan Komunitas Panjat Tebing Merah Putih.
Gerakan post modern ini sepertinya ingin mengembalikan ruh kegiatan panjat tebing pada
tebing alam yang terbentang dari Sabang sampai Merauke yang jumlahnya ribuan itu, yang
jika tidak mulai dipikirkan hanya akan jadi tontonan tuan rumah.
15 Mei 2014 sudah dipastikan bahwa panjat tebing tidak menjadi cabang olahraga yang
dilombakan pada pesta olahraga Asia Tenggara (SEA Games) 2015 di Singapura. Kepastian
ini berdasarkan hasil pertemuan the SEA Games Federation yang diadakan di Singapura.
Lembaga Panjat Tebing di Indonesia
1. Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI)
2. Pengurus di tingkat propinsi adalah:
1. Pengurus Daerah Propinsi Aceh
2. Pengurus Daerah Propinsi Sumatera Utara
3. Pengurus Daerah Propinsi Sumatera Barat
4. Pengurus Daerah Propinsi Riau
5. Pengurus Daerah Propinsi Kepulauan Riau
6. Pengurus Daerah Propinsi Sumatera Selatan
7. Pengurus Daerah Propinsi Jambi

8. Pengurus Daerah Propinsi Bengkulu


9. Pengurus Daerah Propinsi Lampung
10.Pengurus Daerah Propinsi Banten
11.Pengurus Daerah Propinsi Jawa Barat
12.Pengurus Daerah Propinsi Jawa Tengah
13.Pengurus Daerah Propinsi DI Yogyakarta
14.Pengurus Daerah Propinsi Jawa Timur
15.Pengurus Daerah Propinsi Bali
16.Pengurus Daerah Propinsi Nusa Tenggara Barat
17.Pengurus Daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur
18.Pengurus Daerah Propinsi Sulawesi Selatan
19.Pengurus Daerah Propinsi Sulawesi Tengah
20.Pengurus Daerah Propinsi Sulawesi Utara
21.Pengurus Daerah Propinsi Kalimantan Selatan
22.Pengurus Daerah Propinsi Kalimantan Barat
23.Pengurus Daerah Propinsi Kalimantan Timur
24.Pengurus Daerah Propinsi Kalimantan Tengah
25.Pengurus Daerah Propinsi Papua Barat
3. Badan Standarisasi Pemanjatan Indonesia
4. Lembaga Pelatihan dan Sertifikasi Panjat Tebinng Indonesi

DI setiap propinsi ada pengurus tingkat kota atau kabupaten.


Jenis Batuan Tebing

Jenis batuan tebing yang biasa digunakan untuk pemanjatan dalam olah raga panjat tebing
adalah sebagai berikut; [3]
Batu Andesit
Batu Kapur (Limestone)

Batu Karang
Peralatan Panjat Tebing

Jumlah setiap peralatan yang digunakan akan dipengaruhi oleh jumlah pemanjat, tehnik
pemanjatan maupun medan pemanjatan. Macam peralatan akan dipengaruhi oleh kesiapan
pemanjat, baik kemampuan maupun antisipasinya.
Berikut beberapa peralatan dasar yang digunakan untuk memanjat tebing:[4]

Helm, pada pemanjatan tebing berfungsi kurang lebih sama dengan helm pada umumnya
yaitu untuk melindungi kepala dari benturan. Helm digunakan untuk pemanjatan pada tebing
alam, selain untuk menhindari benturan kepada pada tebing juga untuk mengurangi risiko
jika tertimpa banda jatuh. Untuk pemanjatan artifisial (terutama saat kompetisi) penggunaan
helm tidak lazim.
Kernmantle rope/Tali kernmantle, merupakan peralatan pengaman utama bagi pemanjat
dari kejatuhan dengan jarak ketinggian tertentu. Panjang Kernmantle rope rata-rata adalah 70
meter. Jenis kernmantle untuk pemanjatan terbagi menjadi dua: dinamik dan statik. Tali
dinamis biasa digunakan untuk pemanjatan dengan teknik lead (rintisan) karena ketika
pemanjat terjatuh akan mempunyai elastitas yang cukup baik sehingga menghindari terjadi
cedera dalam (khususnya tulang belakang). Tali statik pun tidak sarankan untuk digunakan
mengingat elastitasnya yang sangat rendah yang berbahaya pada energi yang terpaksa harus
diterima oleh tubuh jika terbebani saat pemanjat terjadi.
Climbing Shoes/Sepatu Panjat untuk panjat tebing maupun panjat dinding memiliki
kesamaan fungsi, yaitu untuk membantu pemanjat untuk berpijak pada permukaan vertikal,
dan melindungi kaki dari tajamnya bebatuan maupun gesekan bebatuan yang kasar.
Chalk bag/Kantung kapur, merupakan sebuah tas kantung untuk menampung bubuk
magnesium klorida, yang membantu pemanjat mengurangi kelembapan pada telapak tangan
ketika melakukan pemanjatan, sehingga dapat membuat pegangan pemanjat tetap stabil.
Sling, sangat bermanfaat pada panjat tebing maupun panjat dinding, sling dapat digunakan
sebagai runners, back up maupun menjadi bagian pengaman lainnya. Sling dibagi menjadi
dua macam, sling prusik dan sling webbing, untuk panjang dan diameter sling memiliki
banyak variasi.
Full Body harness, merupakan peralatan panjat yang dikenakan pada tubuh. Body harness
biasa digunakan untuk dunia kerja, rescue dan flying fox. Body harness membantu
penggunanya untuk tetap dalam posisi duduk.
Seat harnes, selain Full Body harness dikenal juga seat harness. Untuk pemanjatan sport
dan petualangan (mounteineering) lazim digunakan seat harness, karena simple. Sedangkan

full body harness digunakan di dunia industri. Perbedaan full-body dan seat-haness adalah
saat pemanjat jatuh full body harness akan mempunyai kemungkinan yang sangat besar
pemanjat akan jatuh dengan posisi kaki dibawah, sedangkan seat-harness mempunyai
kemungkinan kepala berada dibawah ketika terjatuh. Sehingga untuk dunia kerja yang sangat
menghindari risiko, seat harness tidak dibenarkan untuk digunakan.
Sarung tangan, akan melindungi tangan bagi belayer ketika mengamankan pemanjat
maupun rapler dari bahaya gesekan telapak tangan dengan tali pengaman.
Hammer/palu, sangat dibutuhkan untuk pemasangan pengaman buatan berupa piton pada
panjat tebing, cara membawa hammer akan lebih mudah bagi pemanjat jika tali pada hammer
disilangkan pada bahu pemanjat.
Carabiners, diciptakan untuk menggabungkan berbagai jenis peralatan. Carabiners
memiliki banyak bentuk dan variasi, umumnya carabiners dibagi menjadi dua jenis, yaitu
carabiner non screw gate dan carabiner screw gate. Carabiners biasa dihubungkan pada tali
maupun pengaman untuk pemanjatan, carabiner sangat kuat karena sebuah nyawa
disandarkan pada carabiner ketika dilakukan suatu pemanjatan dari bahaya jatuhnya
pemanjat dari ketinggian.
Quickdraw/runner, merupakan gabungan antara prusik dan dua buah carabiner. Biasanya
digunakan untuk menjadi bagian penyambung antara chocks, friends, tricams, bolts ataupun
pitons terhadap tali carnmantel.
Hand ascender, merupakan peralatan yang digunakan untuk membantu pemanjat dalam
menaiki tebing dan bertumpu pada bantuan tali, secara otomatis hand ascender maupun jenis
ascender lainnya akan mencatut tali jika diberi beban dan akan mudah digeser jika tidak
memiiki beban.
Ascender handle, juga merupakan jenis ascender. Ascender handle merupakan
pengembangan dari hand ascender dengan fungsi yang dimiliki kurang lebih sama.
Rigger plate, berfungsi sebagai plat conector dari anchor point ke lintasan, karena dalam
beberapa kasus dibutuhkan beberapa lintasan dalam satu anchor point fix. Rigger plate terdiri
dari sebuah plat yang memiliki beberapa lubang, yang dapat ditempati oleh lebih dari 2
pengaman.
Edge Rollers, Merupakan pelindung tali yang didesign untuk mencegah terjadinya gesekan
antara tali dengan sudut bidang, dinding batu, dan sebagainya.
Padding, berfungsi untuk memberi perlindungan pada tali dari gesekan benda tajam, seperti
gesekan tali dengan sudut tebing, dinding,dll. Padding terbuat dari bahan terpal, canvas,
matras, karet tebal yang tahan terhadap gesekan.

Cams/ friends/ spring loaded camming device (SLCD), Friends merupakan salah satu jenis
pengaman sisip yang digunakan dalam panjat tebing, anda dapat menarik tuas baja yang
membuat bagian ujung friends menyempit dan melepaskannya pada celah yang diinginkan.
Friends sangat fleksible, karena dapat digunakan pada berbagai ukuran celah/rongga.
Pitons, merupakan pengaman yang ditancapkan pada rongga-rongga tebing, piton memiliki
empat jenis yaitu Bongs, Bugaboons, Knife-blades dan Angle.
Nuts/Chock friends merupakan jenis pengaman sisip yang dimana cara penggunaannya
dengan menyelipkan nuts pada sebuah rekahan yang sesuai. Nuts/Chock friends memiliki
ukuran yang berbeda-beda untuk itu nuts biasanya tersedia dalam set.
Hexes/chock hexentris, memiliki fungsi yang sama dengan nuts tetapi hexes berbentuk
tabung segi enam. Hexes tetap memiliki kekuatan yang baik walaupun agak sulit dalam
penggunaannya. Hexes tersedia dalam beberapa ukuran.
Tricams, merupakan pengaman sisip selanjutnya. walaupun berbeda bentuk, tetapi
fungsinya sama dengan nuts dan hexes. Pemakaiannya relatif sulit, tidak dianjurkan dipakai
untuk pemula.
Figure eight/figur delapan, peralatan ini termasuk salah satu Descender adalah alat bantu
yang digunakan untuk menuruni medan vertical dan tali sebagai jalur. Bentuknya menyerupai
angka 8, ukuran dan bentuknya bermacam-macam, rate strange 3000 kg., menggunakan alat
ini menyebabkan puntiran pada tali salah satu kelemahan alat ini ketika digunakan.
Autostop, berfungsi sebagai desender dan ini di-design untuk pengereman automatis,
system kerja pengereman automatis akan bekerja ketika handle kita lepaskan. Selain itu alat
ini dapat juga digunakan sebagai alat belay (belay device) untuk menurunkan korban dari
ketinggian, atau dapat juga kita gunakan untuk ascending dengan tambahan kombinasi
ascender.
Teknik Panjat Tebing

Tehnik-tehnik pemanjatan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan seluruh medan tebing,
antara lain:[5]
Face Climbing, Yaitu pemanjatan pada permukaan tebing yang memanfaatkan tonjolan
batu(point) atau rongga yang memadai yang digunakan sebagai pijakan kaki, pegangan
tangan maupun penjaga keseimbangan tubuh.
Friction / Slab Climbing, Teknik ini semata-mata hanya mengandalkan gaya gesekan
sebagai gaya penumpu. Ini dilakukan pada permukaan tebing yang tidak terlalu vertical,
kekasaran permukaan cukup untuk menghasilkan gaya gesekan. Gaya gesekan terbesar
diperoleh dengan membebani bidang gesek dengan bidang normal sebesar mungkin. Sol

sepatu yang baik dan pembebanan maksimal di atas kaki akan memberikan gaya gesek yang
baik, sehingga pemanjatan dapat dilakukan dengan lebih mudah.
Fissure Climbing, Teknik pemanjatan dengan fissure climbing ini lebih memanfaatkan
celah yang dipergunakan oleh anggota badan untuk melakukan panjatan.

Dengan cara demikian, maka beberapa pengembangan dari fissure climbing, dikenal teknikteknik dengan tehnik sebagai berikut ;
a. Jamming, teknik memanjat dengan memanfaatkan celah yang tidak begitu besar. Jari-jari
tangan, kaki, ataupun bagian-bagian tangan hingga bahu pemanjat dapat dimanfaatkan
sebagai tehnik untuk memanjat dengan cara memanfaatkan crack/retakan pada tebing untuk
melakukan pemanjatan. Peralatan yang digunakan secara mayoritas adalah pengaman sisip.
b. Chimneying, teknik memanjat celah vertical yang cukup lebar pada tebing(chimney).
Badan masuk di antara celah, dengan punggung menempel dan mendorong di salah satu sisi
tebing. Sebelah kaki menempel pada sisi tebing depan, dan sebelah lagi menempel ke tebing
yang berrada dibelakang pemanjat. Kedua tangan diletakkan menempel pada tebing. Kedua
tangan membantu mendorong ke atas bersamaan dengan kedua kaki yang mendorong dan
menahan berat badan.
c. Bridging, teknik memanjat pada celah vertical yang cukup besar (gullies).Tehnik ini
menggunakan kedua tangan dan kaki sebagai pegangan pada kedua permukaan tebing. Posisi
badan mengangkang, kaki sebagai tumpuan dibantu oleh tangan yang juga berfungsi sebagai
penjaga keseimbangan.
d. Lay back, teknik memanjat pada celah vertical dengan menggunakan kekuatantangan dan
kaki. Pada teknik ini jari tangan mengait tepi celah tersebut dengan posisi badan membeban
ke belakang dan menempel kesisi tebing, untuk memperkuat pegangan pemanjatnya. kedua
kaki berpijak dan mendorong pada tepi celah yang berlawanan untuk menghasilkan daya
angkat.
e. Hand traverse, Teknik memanjat pada tebing dengan gerak menyamping (horizontal). Hal
ini dilakukan bila pegangan yang ideal sangat minim dan untuk memanjat vertical sudah
tidak memungkinkan lagi. Teknik ini sangat rawan, dan banyak memakan tenaga karena
seluruh berat badan tertumpu pada tangan, sedapat mungkin pegangan tangan dibantu dengan
pijakan kaki (ujung kaki) agar berat badan dapat terbagi lebih rata.
f. Mantelself, Teknik memanjat tonjolan-tonjolan (teras-teras kecil) yang letaknya agak
tinggi, namun cukup besar untuk diandalkan sebagai tempat berdiri selanjutnya. Kedua
tangan digunakan untuk menarik berat badan, dibantu dengan pergerakan kaki. Bila tonjolantonjolan tersebut setinggi paha atau dada maka posisi tangan berubah dari menarik menjadi
menekan untuk mengangkat berat badan yang dibantu dengan dorongan kaki.

strategi sangat diperlukan dalam setiap pemanjatan tebing, selalu sensitif membaca keadaan,
baik terhadap kemampuan diri maupun keadaan medan yang ada, sensitif dengan
keketerbatasan-keterbatasan yang mungkin timbul dan selalu dapat mengambil keputusan
untuk memnfaatkan kemampuan diri maupun alat semaksimal mungkin, me-manage semua
sumber daya sebaik mungkin untuk dapat meraih tujuan pemanjatan.
Jenis Pemanjatan Berdasarkan Pemakaian Peralatan

Berikut jenis-jenis pemanjatan berdasarkan peralatan yang digunakan dalam pemanjatan


tebing:
a. Free Climbing, Sesuai dengan namanya, pada free climbing alat pengaman yang paling
baik adalah diri sendiri. Namun keselamatan diri dapat ditingkatkan dengan adanya
keterampilan yang diperoleh dari latihan yang baik dan mengikuti prosedur yang tepat. Pada
free climbing, peralatan berfungsi hanya sebagai pengaman bila jatuh. Dalam pelaksanaanya
ia bergerak sambil memasang, jadi walaupun tanpa alat-alat tersebut ia masih mampu
bergerak atau melanjutkan pendakian. Dalam pendakian tipe ini seorang pendaki diamankan
oleh belayer.
b. Artificial (Aid) Climbing, Pemanjatan tebing dengan bantuan peralatan tambahan, seperti
piton, bolt, dll. Peralatan tersebut harus digunakan karena dalam pendakian sering sekali
dihadapi medan yang kurang atau tidak sama sekali memberikan tumpuan atau peluang gerak
yang memadai. Tujuan dari aid climbing adalah untuk menambah ketinggian.
c. Free Solo Climbing, Merupakan bagian dari free climbing, tetapi si pendaki benar-benar
melakukan dengan segala resiko yang siap dihadapinya sendiri. Dalam pergerakannya ia
tidak memerlukan peralatan pengaman. Untuk melakukan free soloing climbing, seorang
pendaki harus benar-benar mengetahui segala bentuk rintangan dan keputusan untuk
pergerakan pada rute yang dilalui. Bahkan kadang-kadang ia harus menghafalkan dahulu
segala gerakan, baik itu tumpuan ataupun pegangan, sehingga biasanya orang akan
melakukan free soloing climbing bila ia sudah pernah mendaki pada lintasan yang sama.
Resiko yang dihadapi pendaki tipe ini sangat fatal sekali, sehingga hanya orang yang mampu
dan benar-benar professional yang akan melakukannya. Teknik pemanjatan ini sangat tidak
disarankan mengingat risikoa yang dihadapi adalah tertinggi dari teknik pemanjatan lain.
Istilah
1. Kawasan panjat tebing adalah wilayah pemanjatan yang terdiri minimal
dari satu tebing alam pemanjatan.
2. Tingkat Kesulitan Jalur Pemanjatan adalah skala subyektif untuk
mengukur seberapa sulit sulit suatu jalur pemanjatan. Tingkat kesulitan
diukur oleh para pemanjat yang mencoba suatu jalur, berdasarkan
percobaan itu ditentukanlah tingkat kesulitan. Di dunia dikenal berbagai
sistem pengukuran. Yang banyak digunakan di Indonesia adalah skala
pengukuran US Yosemite System yaitu menggunakan notasi 5.xx (5.1 5.15). Jalur tersulit yang ada di Indonesia adalah di tingkat 5.13b yaitu

jalur Si Berat di Tebing 125, Kawasan Pemanjatan Citatah, Kabupaten


Bandung Barat, Jawa Barat. Sedangkan kebanyakan tingkat kesulitan
pemanjatan di Indonesia adalah berkisar di 5.9-5.10.
3. Tebing artifisial adalah fasilitas dinding panjat yang dibuat manusia.
4. Tebing alam (natural rock) adalah tebing batu yang dapat dilakukan
sebagai tempat untuk melakukan pemanjatan tebing
5. Bouldering (jalur-pendek) adalah cara memanjat suatu jalur yang berisi
minimal satu titik-fokus kesulitan. Jenis jalur bouldering mempunyai
ketinggian maksimum yang aman dilakukan pemanjatan tanpa
menggunakan mengaman tali.
6. Crux adalah titik tersulit pada jalur pemanjatan.
7. Red-point adalah nilai yang diperoleh seorang pemanjat jika berhasil
melakukan pemanjatan tanpa membebankan tali pengaman pada suatu
jalur pemanjatan setelah melakukan percobaan pemanjatan lebih dari satu
kali.
8. On-sigth adalah nilai tertinggi yang diperoleh oleh seorang pemanjat jika
berhasil melakukan pemanjatan tanpa membebankan tali pengaman
dengan satu percobaan dan tanpa melihat pemanjat lain sebelumnya
melakukan pemanjatan pada jalur tersebut.
9. Lead climbing adalah teknik memanjat jalur pemanjatan dimana
pemanjat pertama memasang peralatan pengaman dan diamankan oleh
seorang pengaman (belayar) dari bawah. Teknik pemanjatan ini cocok
untuk pemanjat yang telah mempunyai kemampuan memadai untuk
melakukan pemanjatan.
10.Top-rope climbing adalah teknik memanjat suatu pemanjatan dimana
tali pengaman pemanjatan telah terpasang pada titik akhir pemanjatan
dan pemanjat tidak perlu memasang sendiri pengamanan selama
pemanjatan. Pada pemanjatan ini pemanjat nyaris tidak mungkin jatuh jika
gagal melakukan pemanjatan. Teknik ini digunakan untuk pemanjat
pemula yang akan melakukan pemanjatan suatu jalur.
11.Jalur-tersedia adalah jalur pemanjatan telah dibuat oleh pemanjat
sebelumnya yang telah diberi pengaman permanen (berupa hanger atau
piton) sehingga pemanjat lain tinggal mengaitkan cincin kait untuk
mengamankan pemanjatannya

Anda mungkin juga menyukai