Bab 4
Bentuk-bentuk Kontrak Konstruksi
Oleh: Jethro Thomas/1306445166
disimpulkan bahwa bentuk kontrak harga satuan tidak mengandung resiko bagi pihak
pengguna jasa untuk membayar lebih karena volume pekerjaan yang tercantum dalam
kontrak lebih besar daripada kenyataan sesungguhnya sehingga penyedia jasa
mendapat keuntungan tak terduga.
Sebaliknya, penyedia jasa juga tidak menanggung resiko rugi apabila volume
pekerjaan sesungguhnya lebih besar daripada yang tercantum dalam kontrak karena
yang dibayarkan kepada penyedia jasa adalah pekerjaan yang benar-benar
dilaksanakan.
Yang menjadi masalah dalam bentuk kontrak semacam ini adalah banyaknya
pekerjaan pengukuran ulang yang harus dilakukan bersama antara pengguna jasa dan
penyedia jasa untuk menetapkan volume pekerjaan yang benar-benar terlaksana.
Pengukuran hasil pekerjaan secara bersama-sama ini menimbulkan peluang kolusi
antara petugas pengguna jasa dan petugas penyedia jasa. Di samping itu, hal ini akan
merepotkan pengguna jasa karena harus menyediakan tenaga dan biaya untuk
melakukan pengukuran ulang. Barangkali inilah salah satu pertimbangan mengapa
pengguna jasa, baik pemerintah maupun sektor swasta, lebih suka memilih bentuk
kontrak Fixed Lump Sum Price. Namun mungkin saja kedua bentuk kontrak ini
digabungkan. Hal ini secara hukum dapat dibenarkan karena PP No. 29/2000 Pasal 20
ayat (3) huruf a angka 4 dan Pasal 21 ayat (4) mengatur hal ini.
Aspek Perhitungan Jasa
Bentuk kontrak dari aspek perhitungan jasa yang akan dibayarkan oleh pengguna jasa
kepada penyedia jasa terdapat 3 macam bentuk, yaitu:
Jasa mengerjakan
suatu
pekerjaan/proyek
adalah
mendapatkan laba, tentu timbul pertanyaan apakah bentuk kontrak seperti ini ada yang
mau melaksanakannya. Jawabannya, ada! Biasanya bentuk kontrak ini terutama untuk
pekerjaan yang bersifat sosial, contohnya adalah pembangunan tempat ibadah, yayasan
sosial, panti asuhan, dsb.
Penyedia jasa masih memperoleh sedikit keuntungan yang tak lain adalah dari
efisiensi pemakaian bahan dan mengelola pekerjaan sebaik mungkin serta mengusahakan
percepatan pekerjaan untuk menekan biaya overhead.
2. Biaya Ditambah Jasa (Cost Plus Fee)
Dalam bentuk kontrak seperti ini, penyedia jasa dibayarkan seluruh biaya untuk
melaksanakan pekerjaan, ditambah jasa yang biasanya dalam bentuk persentase dari
biaya (misalnya 10%). Dalam hal ini tidak ada batasan mengenai besarnya biaya, juga
termasuk overhead Kantor Pusat Penyedia Jasa. Bagaimana dengan biaya selametan,
menjamu makan di restoran? Oleh karena tak ada batasan yang tegas, maka semua itu
digolongkan sebagai biaya dan di atas itu penyedia jasa mendapat jasa (fee) termasuk
biaya-biaya di mana penyedia jasa pada kenyataannya ikut menikmati, seperti selamatan
atau jamuan makan di restoran.
Sebagai penyedia jasa tentunya hal ini sangat menyenangkan. Namun, secara
objektif sistem Cost Plus Fee ini di satu pihak membuka peluang keuntungan yang sangat
besar dan tidak wajar bagi penyedia jasa, namun di lain pihak sangat merugikan
pengguna jasa.
3. Biaya Ditambah Jasa Pasti (Cost Plus Fixed Fee)
Bentuk kontrak seperti ini pada dasarnya sama dengan bentuk Kontrak Biaya
Ditambah Jasa (Cost Pus Fee). Perbedaannya terletak pada jumlah imbalan (fee) untuk
penyedia jasa. Dalam kontrak ini sejak awal sudah ditetapkan jumlah imbalan/jasa bagi
penyedia jasa dengan pasti dan tetap (fixed fee) walaupun biaya berubah.
Terlihat disini bahwa bentuk kontrak ini sedikit lebih baik daripada bentuk
kontrak Cost Plus Fee karena satu hal sudah pasti yaitu jumlah imbalan/fee yang tetap.
Namun tetap saja bentuk ini masih beresiko bagi pengguna jasa karena tidak ada
kepastian mengenai batas biaya yang diperlukan. Sebaliknya, dari aspek penyedia jasa
tidak ada rangsangan untuk menaikkan/menambah biaya karena bila hal ini terjadi, dia
tidak mendapat tambahan imbalan/fee.
Aspek Cara Pembayaran
Cara pembayaran berdasarkan prestasi pekerjaan penyedia jasa dikategorikan ke dalam 3
macam, yaitu Pembayaran Bulanan, Pembayaran atas Prestasi, dan Pembayaran atas seluruh
hasil pekerjaan setelah pekerjaan selesai 100% atau yang sering disebut Pra Pendanaan Penuh
dari penyedia jasa.
1. Cara Pembayaran Bulanan
Di dalam cara pembayaran ini, prestasi penyedia jasa dihitung setiap akhir bulan.
Setelah prestasi tersebut diakui pengguna jasa maka penyedia jasa dibayar sesuai prestasi
tersebut. Kelemahan cara ini adalah berapapun kecilnya prestasi penyedia jasa pada suatu
bulan tertentu dia tetap harus dibayar. Oleh karena itu, cara pembayaran ini sering
dimodifikasi dengan mempersyaratkan jumlah pembayaran minimum yang harus dicapai
untuk setiap bulan diselaraskan dengan prestasi yang harus dicapai sesuai jadwal.
2. Cara Pembayaran Atas Prestasi
Dalam bentuk kontrak dengan cara seperti ini, pembayaran kepada penyedia jasa
dilakukan atas dasar prestasi atau kemajuan pekerjaan yang telah dicapai sesuai dengan
ketentuan dalam kontrak. Jadi tidak atas dasar prestasi yang dicapai dalam satuan waktu
(bulanan). Biasanya besarnya prestasi dinyatakan dalam presentase. Sering pula cara
pembayaran seperti ini disebut pembayaran termin/angsuran.
Ada 3 dasar umum dimana pembayaran sebagian dapat dilakukan: (1) biaya, (2)
waktu, (3) pelaksanaan sesungguhnya atau kemajuan pekerjaan. Dari ketiga dasar
tersebut pembayaran berdasarkan kemajuan pekerjaan adalah yang paling dipilih menurut
pandangan pengguna jasa. Dari ketiga dasar ini, pembayaran sebagian berdasarkan
jangka waktu adalah yang paling tidak diinginkan. Cara ini sama sekali tidak
menawarkan suatu intensif yang positif terhadap penampilan penyedia jasa.
Pembayaran atas dasar biaya memiliki hubungan lebih dekat dengan kemajuan
pekerjaan
sesungguhnya
karena
mempertimbangkan
bahwa
pengeluaran
biaya
ini
sering disalahartikan
sebagai
kontrak
Design
Pimpro inilah yang mengawasi pekerjaan penyedia jasa. Hubungan kerja antara
penyedia jasa dan pengguna jasa biasanya melalui Pimpro. Jadi dalam bentuk kontrak
seperti ini sedikitnya diperlukan 3 kontrak terpisah, yaitu:
(i)
Kontrak antara pengguna jasa dan Konsultan Perencana sebagai penyedia jasa
(ii)
(iii)
adalah hal yang mudah, pilihlah penyedia jasa yang benar-benar ahli di bidangnya.
Apabila masih ragu mintalah referensi kepada pihak lain.
3. Bentuk Kontrak Rancang Bangun (Design Build/Turn Key)
Bentuk kontrak semacam ini lebih dikenal di masyarakat dengan istilah kontrak
Turn Key. Secara teknis istilah Rancang Bangun (Design Build) adalah lebih tepat karena
lebih jelas menggambarkan pembagian tugas dalam kontrak tersebut. Namun sistem
kontrak FIDIC membedakan pengertian antara Design Build dan Turn Key dari aspek
pembayaran. Jika Design Build melakukan pembayaran per termin sesuai kemajuan
pekerjaan (seperti kontrak biasa), pembayaran Turn Key dilakukan sekaligus setelah
seluruh pekerjaan selesai.
Dari aspek penugasan yang harus dilakukan, baik Design Build maupun Turn Key
sama-sama melaksanakan perencanaan dan sekaligus membangun. Yang perlu
diperhatikan dalam bentuk kontrak ini adalah tuntutan dari Turn Key Builder yaitu
jaminan pembayaran dari pengguna jasa minimal senilai harga kontrak dengan masa
berlaku selama masa pelaksanaan. Perlu dipahami jaminan pembayaran ini sama sekali
bukan alat pembayaran.
4. Bentuk Kontrak BOT/BLT
Sesungguhnya bentuk kontrak ini merupakan kerja sama antara pemilik
tanah/lahan dan investor yang akan menjadikan lahan tersebut menjadi satu fasilitas
untuk perdagangan, hotel, resort, atau jalan tol, dan lain-lain. Disini kegiatan yang
dilakukan oleh investor dimulai dari membangun fasilitas sebagaimana yang dikehendaki
pemilik lahan/tanah. Inilah yang dimaksud dengan istilah B (Build).
Setelah pembangunan fasilitas selesai, investor diberi hak untuk mengelola dan
memungut hasil dari fasilitas tersebut selama kurun waktu tertentu. Inilah yang diartikan
dengan O (Operate). Setelah masa pengoperasian/konsesi selesai, fasilitas tadi
dikembalikan kepada pengguna jasa. Inilah arti T (Transfer), sehingga disebut Kontrak
Build, Operate, and Transfer (BOT).
Sesungguhnya bentuk kontrak ini mirip dengan rancang bangun. Perbedaannya
adalah dalam bentuk rancang bangun, setelah fasilitas dibangun tidak ada masa konsesi
yang diberikan kepada penyedia jasa rancang bangun untuk mendapatkan pengembalian
dana yang sudah ditanam karena biaya fasilitas dibayar langsung oleh pengguna jasa.
Fasilitas tersebut membutuhkan pengoperasian dan perawatan sendiri, maka
dibuatlah
perjanjian
terpisah
yang
disebut
Operating
&
Maintenance
Construction-EPC)
Kontrak Rancang Bangun yang dikenal dengan istilah Design Build atau Turn
Key dimaksudkan untuk pekerjaan konstruksi sipil/bangunan gedung sedangkan kontrak
EPC ditujukan pada pembangunan pekerjaan-pekerjaan dalam industri minyak, gas bumi
dan petrokimia, dan pembangkit listrik. Di dalam kontrak EPC yang dinilai bukan saja
penyelesaian seluruh pekerjaan (konstruksi) melainkan juga kinerja (performance) dari
pekerjaan tersebut. Sebagai contoh, pembangunan sebuah pabrik pupuk area. Dalam hal
ini penyeda jasa hanya menerima Pokok-pokok Acuan Tugas (Term of Reference-TOR)
dari pengguna jasa untuk sebuah pabrik yang akan dibangun, sehingga mulai dari
perencanaan/design
(Engineering)
dilanjutkan
dengan
proses
pengadaan
dan
kontrak EPC. Bedanya disini dbentuk desain yang ditawarkan dari peserta tender bisa
saja berbeda-beda. Yang penting adalah kinerja yang dicapai.
Hal unik mengenai bentuk kontrak ini adalah pemenang tender akan merawat dan
memelihara seterusnya proyek tersebut. Terlihat bahwa yang menjadi kriteria penilaian
adalah kinerja. Jadi mungkin saja suatu desain yang dipakai relatif mahal, tetapi memiliki
kinerja yang sangat baik dan biaya pemeliharaan sangat minimun. Sayangnya di
Indonesia bentuk kontrak ini belum memiliki peraturan yang mengatur tata cara
pemakakian bentuk kontrak ini.
7. Bentuk Swakelola (Force Account)
Swakelola bukanlah suatu bentuk kontrak karena pekerjaan dilaksanakan sendiri
tanpa memborongkannya kepada penyedia jasa. Bentuk ini biasa pula disebut Eigen
Beheer. Menurut sebuah kepustakaan barat, swakelola adalahlangkah pokok pengguna
jasa terhadap keterikatan proyek dan tanggung jawab.. Ini adalah pendekatan kalsik:
Kerjakan Sendiri. Dalam kasus yang ekstrem, pengguna jasa merencanakan dan atau
membangun seluruh proyek, menggunakan pegawai dan peralatan sendiri.
Jelaslah bahwa pendekatan swakelola menempatkan tuntutan-tuntutan pada
pengguna jasa. Itulah sebabnya kebanyakan pengguna jasa kecuali untuk programprogram kosntruksi jangka panjang menghindari strategi ini.
Walaupun demikian, para pembangun terus mengemukakan alasan-alasan berikut
ini untuk tidak melakukan kosntruksi Swakelola:
1. Kemungkinan timbul reaksi dari pihak luar (organisasi penyedia jasa, pemangku
2.
3.
4.
5.
6.
Kontrak berdasarkan pembebanan Tahun Anggaran, terdiri dari Tahun Tunggal dan
Tanggal Jamak. Kedua kontrak ini sudah benar bentuk kontrak berdasarkan pembebanan tahun
anggaran.
Kontrak berdasarkan sumber pendanaan, terdiri dari Pengadaan Tunggal, Pengadaan
Bersama, Payung (Framework Contract). Bentuk-bentuk kontrak ini sudah benar berdasarkan
sumber pendanaan.
Kontrak berdasarkan jenis pekerjaan, terdiri dari Pengadaan Pekerjaan Tunggal dan
Pengadaan Pekerjaan Terintegrasi. Bentuk-bentuk kontrak ini lebih tepat disebut kontrak
berdasarkan pembagian tugas (Perencanaan, Pelaksanaan, Pengawasan).