Anda di halaman 1dari 4

.

1 Stroke (CVA)
WHO mendefinisikan stroke sebagai gangguan fungsional otak fokal maupun global
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan atau dapat menyebabkan kematian, disebabkan
oleh gangguan vaskular. Di negara berkembang, sebanyak 75-80% kejadian stroke dikaitkan
dengan iskemik pada otak, sedangkan 10-15% merupakan stroke akibat perdarahan
intraserebral (ICH) dan sekitar 5-10% akibat adanya perdarahan pada bagian subarachnoid
(WHO, 2006).
Faktor resiko seperti usia, merokok, adanya penyakit diabetes dan obesitas
mempengaruhi kejadian stroke iskemik dan gangguan vaskuler lainnya. Selain itu ada
hubungan yang kuat antara stroke dengan tekanan darah. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa profil lipid plasma dan lipoprotein meningkatkan resiko stroke iskemik. Selain itu
rendahnya kadar HDL dalam darah merupakan faktor resiko terhadap kejadian stroke iskemik
lebih banyak pada pria. Selanjutnya adanya emboli pada jantung serta arterial fibrillation
berhubungan dengan peningkatan resiko stroke (WHO, 2006).
a.

.1.1
Klasifikasi Penyakit Stroke
Stroke Iskemik
Adanya gangguan pada sel neuron dan glia akibat sumbatan arteri yang membuat
pasokan darah menuju otak berkurang atau inadekuat perfusi otak. Sumbatan diakibatkan oleh
dua keadaan yaitu trombosis disertau deficit neurologis yang dapat memberat dalam 24 jam
pertama atau lebih, dan emboli disertai defisit neurologis yang sangat berat ketika pertama kali
muncul, biasanya serangat terjadi saat beraktifitas (Kemenkes RI, 2013).
b. Stroke Hemoragik
Terjadi perdarahan intrakranial akibat pecahnya pembuluh darah otak (Kemenkes RI, 2013).
1.1.2

Patofisiologi Stroke Iskemik

Stroke iskemik merupakan tanda klinis gangguan fungsi atau kerusakan jaringan otak akibat
kurangnya aliran darah ke otak yang menganggu pemenuhan kebutuhan darah dan oksigen di
jaringan otak. Perlu diketahui bahwa aliran darah ke otak pada orang dewasa 800 ml/menit
atau sekitar 20% dari seluruh curah jantung harus beredar ke otak tiap menit. Apabila aliran
darah ke otak menurun menjadi 20-25 ml/100 gram otak/menit akan terjadi kompensasi yaitu
meningkatnya ekstraksi oksigen menuju jaringan otak untuk mempertahankan fungsi sel saraf
(Sjahrir, 2003; Jenie dan Yudiarto, 1992 dalam Anandita, 2011).
Secara umum banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah
satunya adalah aterosklerosis dengan mekanisme trombosis menyumbat arteri besar, arteri
kecil serta melalui mekanisme emboli.

.2

Hiperurisemia

Gambar 3.1 Patofisiologi Stroke Iskemik (dikutip dari Misbach J. 1999. Aspek Diagnostik
Patofisiologi)
1.1.3

Deteksi Dini Serangan Stroke


Deteksi dini serangan akut stroke dilakukan dengan penilaian SEGERA KE RS, yaitu

(Kemenkes RI, 2013) :


a. Senyum yang tidak simetris
b. Gerak anggota tubuh melemah atau tidak dapat digerakkan secara tiba-tiba
c. Suara pelo, parau atau menghilang
d. Kebas/baal
e. Rabun/gangguan penglihatan
f. Sempoyongan/vertigo/pusing berputar

Gambar 3.2 Alat Penilai Serangan Stroke Akut


1.1.4

Pengendalian Faktor Resiko Stroke


Menurut Kemenkes RI (2013) kegiatan penemuan dan pengendalian faktor resiko stroke

diantaranya yaitu :
a. Pemeriksaan rutin faktor resiko
b. Pengendalian umum dilakukan dengan perubahan perilaku hidup sehat
c. Promosi dan edukasi dalam pengendalian faktor resiko stroke untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengendalian stroke dengan menjalankan
pola hidup sehat, diet seimbang, tidak merokok dan olahraga
d. Meningkatkan peran serta masyarakat melalui kelompok peduli stroke serta dilakukan
pelatihan pengenalan stroke secara dini dan pencegahannya melalui gaya hidup sehat
bagi masyarakat umum
3.3 Hipertensi
Umumnya hipertensi dapat dibagi dalam 2 jenis yaitu hipertensi primer (esensial) dan
hipertensi sekunder. Hipertensi primer (esensial) adalah hipertensi yang penyebabnya
tak diketahui pasti. Jenis hipertensi ini ditemukan pada 90%-95% dari seluruh kasus
hipertensi. Beberapa faktor risiko yang dihubungkan dengan hipertensi primer (esensial)
ialah faktor genetik, kelebihan asupan natrium, obesitas, dislipidemia, asupan alkohol
yang berlebih, aktifitas fisik yang kurang, dan defisiensi vitamin D. Hipertensi sekunder

adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diidentifikasi. Ditemukan pada 5%-10% dari
seluruh kasus hipertensi. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan hipertensi
sekunder ialah penyakit ginjal primer, kontrasepsi oral, obat-obatan (al. NSAID,
antidepresan, steroid) dan lain-lain (Dexa Medica, 2012).
3.3.1 Hubungan hipertensi dan stroke
Hipertensi sangat berpengaruh pada peredaran darah otak, karena menyebabkan
terjadinya penebalan dan remodeling pembuluh darah hingga memperkecil diameternya.
Perubahan ini menaikkan tahanan vaskuler dan memicu terjadinya artherosclerosis,
hipertensi juga merubah kemampuan sel endotel untuk melepas zat vasoaktif dan
menimbulkan kenaikkan tonus otot dan menyebabkan terjadinya vasokonstriksi pembuluh
darah, selain itu hipertensi juga mengganggu mekanisme autoregulasi pembuluh darah
otak, yang mengatur kestabilan aliran darah serebral, sehingga otak lebih mudah terkena
gangguan aliran darah/ischaemi.
Gangguan autoregulasi dan kenaikkan komplian pembuluh darah menyebabkan
penurunan tekanan perfusi darah dan aliran darah ke otak, selain itu terjadi gangguan
relaksasi endotel, mengggangu mekanisme pembuluh darah untuk melebar untuk dapat
mensuplai darah ke bagian yang mengalami ischaemi.
Hipertensi juga menyebabkan terjadinya atherosclerosis, karena merupakan
proinflammatory dan bersama radikal bebas otot halus pembuluh darah berproliferasi dan
mengoksidasi low density lipoprotein, mengaktifkan makrofag dan monosit bermigrasi
keluar. Disamping itu angiotensin II meningkat pada pasien hipertensi dan diduga
berperanan
langsung
dalam
terjadinya
artherosclerosis,
melalui
proses
pertumbuhan/penebalan otot halus, dan aktivitas lipoksigenase hingga menghasilkan suatu
reaksi radang dan oksidasi low density lipoprotein. Hal ini memicu terjadinya
artherosclerosis (Bethesda Stroke Center, 2012).

Anda mungkin juga menyukai