Anda di halaman 1dari 17

PERAN

MITIGASI BENCANA
DALAM TATA RUANG
BAHAN PELATIHAN ON-LINE

PENGERTIAN
Berdasarkan UU 24/2007 tentang
Bencana, yang dimaksud dengan:

Penanggulangan

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang


mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor
nonalam
maupun
faktor
manusia
sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara
lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran
dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

JENIS BENCANA ALAM


JENIS PENYEBAB
BENCANA ALAM

BEBERAPA CONTOH
KEJADIANNYA

Bencana alam geologis

Gempa
bumi,
tsunami,
letusan
gunung
berapi,
longsor/gerakan
tanah, amblesan tanah, seiche

Bencana alam klimatologis

Banjir, banjir bandang, badai, angin


puting-beliung,
kekeringan,
kebakaran
hutan
(bukan
oleh
manusia)

Bencana
terestrial

alam

ekstra- Impact/hantaman meteor atau benda


dari angkasa luar

mber: http://www.ceric-fisip.ui.ac.id/index.php?option=content&task=view&id=34

KAWASAN RAWAN
LETUSAN GUNUNG BERAPI (1)

Menurut Permen PU No. 21/PRT/M/2007 pasal 1, yang dimaksud


dengan kawasan rawan letusan gunung berapi adalah kawasan
yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana letusan
gunung berapi.

Tipologi kawasan rawan letusan gunung berapi:

Tipe A

a.

Kawasan yang berpotensi terlanda banjir lahar dan tidak menutup


kemungkinan dapat terkena perluasan awan panas dan aliran lava.

b.

Kawasan yang memiliki tingkat risiko rendah (berjarak cukup jauh dari
sumber letusan, melanda kawasan sepanjang aliran sungai yang
dilaluinya, pada saat terjadi bencana letusan, masih memungkinkan
manusia untuk menyelamatkan diri, sehingga risiko terlanda bencana
masih dapat dihindari).

Tipe B
a.

Kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, aliran lahar dan lava,
lontaran atau guguran batu pijar, hujan abu lebat, hujan lumpur
(panas), aliran panas dan gas beracun.

KAWASAN RAWAN
LETUSAN GUNUNG BERAPI (2)
b.

Kawasan yang memiliki tingkat risiko sedang (berjarak


cukup dekat dengan sumber letusan, risiko manusia
untuk menyelamatkan diri pada saat letusan cukup
sulit, kemungkinan untuk terlanda bencana sangat
besar).

Tipe C
a.
Kawasan yang sering terlanda awan panas, aliran
lahar dan lava, lontaran atau guguran batu (pijar),
hujan abu lebat, hujan lumpur (panas), aliran panas
dan gas beracun. Hanya diperuntukkan bagi kawasan
rawan letusan gunung berapi yang sangat giat atau
sering meletus.
b.
Kawasan yang memiliki risiko tinggi (sangat dekat
dengan sumber letusan. Pada saat terjadi aktivitas
magmatis, kawasan ini akan dengan cepat terlanda
bencana, makhluk hidup yang ada di sekitarnya tidak

KAWASAN RAWAN
GEMPA BUMI (1)

Menurut Permen PU No. 21/PRT/M/2007 pasal 1, yang dimaksud


dengan kawasan rawan letusan gunung berapi adalah kawasan
yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana gempa
bumi

Tipologi kawasan rawan gempa bumi:

Tipe A
Kawasan ini berlokasi jauh dari daerah sesar yang rentan
terhadap getaran gempa. Kawasan ini juga dicirikan dengan
adanya kombinasi saling melemahkan dari faktor dominan yang
berpotensi untuk merusak. Bila intensitas gempa tinggi (Modified
Mercalli Intensity / MMI VIII) maka efek merusaknya diredam oleh
sifat fisik batuan yang kompak dan kuat.

Tipe B
a.

Faktor yang menyebabkan tingkat kerawanan bencana


gempa pada tipe ini tidak disebabkan oleh satu faktor
dominan, tetapi disebabkan oleh lebih dari satu faktor yang
saling mempengaruhi, yaitu intensitas gempa tinggi (MMI

KAWASAN RAWAN
GEMPA BUMI (2)

Tipe C
a.

Terdapat paling tidak dua faktor dominan yang menyebabkan


kerawanan tinggi pada kawasan ini. Kombinasi yang ada antara lain
adalah intensitas gempa tinggi dan sifat fisik batuan lemah; atau
kombinasi dari sifat fisik batuan lemah dan berada dekat zona sesar
cukup merusak.

b.

Kawasan ini mengalami kerusakan cukup parah dan kerusakan


bangunan dengan konstruksi beton terutama yang berada pada jalur
sepanjang zona sesar.

Tipe D
a.

Kerawanan gempa diakibatkan oleh akumulasi dua atau tiga faktor


yang saling melemahkan. Sebagai contoh gempa pada kawasan
dengan kemiringan lereng curam, intensitas gempa tinggi dan berada
sepanjang zona sesar merusak; atau berada pada kawasan dimana
sifat fisik batuan lemah, intensitas gempa tinggi, di beberapa tempat
berada pada potensi landaan tsunami cukup merusak.

b.

Kawasan ini cenderung mengalami kerusakan parah untuk segala


bangunan dan terutama yang berada pada jalur sepanjang zona sesar.

KAWASAN RAWAN
GEMPA BUMI (3)

Tipe E
a.

Kawasan ini merupakan jalur sesar yang dekat dengan


episentrum yang dicerminkan dengan intensitas gempa yang
tinggi, serta di beberapa tempat berada pada potensi landaan
tsunami merusak. Sifat fisik batuan dan kelerengan lahan juga
pada kondisi yang rentan terhadap goncangan gempa.

b.

Kawasan ini mempunyai kerusakan fatal pada saat gempa.

Tipe F
a.

b.

Kawasan ini berada pada kawasan landaan tsunami sangat


merusak dan di sepanjang zona sesar sangat merusak, serta
pada daerah dekat dengan episentrum dimana intensitas gempa
tinggi. Kondisi ini diperparah dengan sifat fisik batuan lunak yang
terletak pada kawasan morfologi curam sampai dengan sangat
curam yang tidak kuat terhadap goncangan gempa.
Kawasan ini mempunyai kerusakan fatal pada saat gempa.

KAWASAN RAWAN
BENCANA LONGSOR (1)

Menurut Permen PU No. 22/PRT/M/2007 pasal 1, yang dimaksud


dengan kawasan rawan bencana longsor adalah kawasan lindung
atau kawasan budi daya yang meliputi zona-zona berpotensi longsor.

Tipologi kawasan rawan longsor:

Zona Tipe A
Zona berpotensi longsor pada daerah lereng gunung, lereng
pegunungan, lereng bukit, lereng perbukitan, dan tebing sungai
dengan kemiringan lereng lebih dari 40%, dengan ketinggian di atas
2000 meter di atas permukaan laut.

Zona Tipe B
Zona berpotensi longsor pada daerah kaki gunung, kaki pegunungan,
kaki bukit, kaki perbukitan, dan tebing sungai dengan kemiringan
lereng berkisar antara 21% sampai dengan 40%, dengan ketinggian
500 meter sampai dengan 2000 meter di atas permukaan laut.

KAWASAN RAWAN
BENCANA LONGSOR (2)

Zona Tipe C
Zona berpotensi longsor pada daerah dataran tinggi, dataran
rendah, dataran, tebing sungai, atau lembah sungai dengan
kemiringan lereng berkisar antara 0% sampai dengan 20%,
dengan ketinggian 0 sampai dengan 500 meter di atas
permukaan laut.

GAMBAR 1
TIPOLOGI ZONA
ERPOTENSI LONGSOR

KAWASAN RAWAN
BENCANA BANJIR (1)

Berdasarkan Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang


di Kawasan Rawan Bencana Banjir, yang dimaksud
dengan Daerah Rawan Banjir adalah kawasan yang
potensial untuk dilanda banjir yang diindikasikan dengan
frekuensi terjadinya banjir (pernah atau berulangkali);
Kawasan Rawan Bencana Banjir Meliputi Kawasan
Dataran dan Pesisir yang berfungsi sebagai Kawasan
Budidaya.
Adanya keterkaitan antara pola penanganan kawasan
rawan longsor dan rawan banjir, karena pola
pengelolaan kawasan rawan longsor di bagian hulu,
mempunyai dampak besar terhadap kawasan rawan
banjir yang ada di bagian hilir.

KAWASAN RAWAN
BENCANA BANJIR (2)

Tipologi kawasan rawan banjir dapat dibedakan menjadi 2,


yaitu pada kawasan lindung dan kawasan budidaya.

GAMBAR 3
TIPOLOGI KAWASAN LINDUNG DAN RAWAN BENCANA BANJIR

KAWASAN RAWAN
BENCANA BANJIR (3)

GAMBAR 4
TIPOLOGI KAWASAN BUDIDAYA RAWAN BENCANA
BANJIR

RUANG LINGKUP MITIGASI BENCANA


Tercantum dalam UU 24/2007 pada Pasal 47:
1.

2.

Mitigasi dilakukan untuk mengurangi risiko bencana


bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan
bencana.
Kegiatan mitigasi dilakukan melalui:
a. pelaksanaan penataan ruang;
b. pengaturan pembangunan, pembangunan
infrastruktur, tata bangunan; dan
c. penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan
pelatihan baik secara konvensional maupun
modern.

MITIGASI BENCANA DALAM


UU 26/2007

Menimbang bahwa secara geografis Negara Kesatuan


Republik Indonesia berada pada kawasan rawan
bencana sehingga diperlukan penataan ruang yang
berbasis
mitigasi
bencana
sebagai
upaya
meningkatkan
keselamatan
dan
kenyamanan
kehidupan dan penghidupan.
Kawasan rawan bencana termasuk dalam kawasan
lindung seperti tercantum dalam penjelasan Pasal 5
ayat 2, yang termasuk kawasan rawan bencana alam
antara lain, kawasan rawan letusan gunung berapi,
kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan tanah
longsor, kawasan rawan gelombang pasang, dan
kawasan rawan banjir.

KEDUDUKAN PEDOMAN PENATAAN


RUANG KAWASAN RAWAN BENCANA
TERHADAP HIERARKI TATA RUANG
RENCANA TATA
RUANG WILAYAH
NASIONAL (RTRWN)

PEDOMAN PENATAAN
RUANG KAWASAN
RAWAN BENCANA

RENCANA TATA
RUANG WILAYAH
PROVINSI (RTRWP)

RENCANA TATA
RUANG WILAYAH
KABUPATEN/KOTA

RUANG LINGKUP PEDOMAN TATA RUANG


KAWASAN RAWAN BENCANA
Perencanaan
Tata Ruang

Tata Laksana
Dalam Penataan
Ruang Kawasan
Rawan Bencana
Kelembagaan
Penataan Ruang
Kawasan Rawan
Bencana
Hak, Kewajiban,
dan Peran Serta
Masyarakat
Dalam Penataan
Ruang Kawasan
Rawan Bencana

Penetapan Kawasan Rawan


Bencana
Identifikasi Karakteristik
Kawasan Rawan Bencana
Tipologi
Kawasan
Rawan
Bencana

Kriteria
Penentuan
Tipologi

Rencana Pola Ruang dan Struktur


Ruang
Pemanfaatan Ruang
Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Anda mungkin juga menyukai