Anda di halaman 1dari 10

MANUSIA NILAI MORAL DAN HUKUM

A.HAKIKAT NILAI MORAL DALAM KEHIDUPAN


1.Nilai dan Moral sebagai materi Pendidikan
Aksiologi atau disebut fisafat nilai, yang memiliki dua kajian utama yaitu estetika dan
etika. Estetika berhubungan dengan keindahan, semnetara etika berhubungan dengan kajian baik
buruk dan benar atau salah.
Ketika persoalan Etika dan Estetika ini semakin diperluas , tentu semakin kompleks,
sebab menyentuh hal hal yang berhubungan dengan eksistensi manusia, apakah jasmaninya ,
rohaninya, fisiknya, mentalnya , pikirannya bahkan perasaanya. Jika Etika dan Estetika telah
masuk dengan pribadi manusia.Persoalan nilai ini jauh lebih rumit tatkala menyentuh persoalan
selera, mungkin dalam kawasan etika lebih mudah mencari standar ukurannya, karena banyak
standar nilai etis yang disepakati secara universal, seperti : keadilan,kejujuran,keikhlasan dan
sebagainya. Tetapi pada kawasan estetika mungkin setiap orang mempunyai selera yang
berbeda. Oleh karena Adagium latin muncul degustibus non disputandum yang artinya selera
tidak dapat diperdebatkan. Tetapi meskipun demikian ada beberapa alat ukur yang sama pada
manusia.
Ada tiga jenis makna etika :
I.
II.
III.

Kata etika dapat dipakai dalam arti nilai nilai dan norma norma menjadi peggangan
dalam seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Etika berarti juga kumpulan asas atau moral , yang dimaksud disini adalah kode etik.
Etika mempunyai arti ilmu tentang yang baik dan yang buruk atau sama dengan arti
filsafat moral.

2. Nilai moral di Antara Pandangan Objektif dan Subjektif Manusia.


Nilai erat hubungannya dengan manusia, baik dalam bidang etika yang mengatur
kehidupan manusia dalam kehidupan sehari-hari maupun bidang estetika yang berhubungan
dengan persoalan
Manusia sebagai makhluk yang bernilai akan memaknai nilai dalam dua konteks,
pertama akan memandang nilai sebagai sesuatu objektif, apabila dia memandang nilai itu ada
meskipun tanpa ada yang menilai nya, bahakan memandang nilai telah ada sebelum adanya
manusia sebagai penilai. Pandangan kedua memangdang nilai itu subjektif, nilai sangat
tergantung pada subjek yang menilai nya. Jadi nilai tidak akan ada dan tidak akan hadir tanpa
penilainya.
1

Nilai itu objektif atau subjektif bisa dilihat dari dua kategori:

Apakah objek itu memiliki nilai karena kita mendambakannya, atau kita
mendambakannya karena objek itu memiliki nilai?
Apakah hasrat, kenikmatan, perhatian yang memberikan nilai pada objek, atau kita
mengalami preferensi karena kenyataan bahwa objek tersebut memiliki nilai mendahului
dan asing bagi reaksi psikologis badan organis kita? (Frondizi, 2001, hlm. 19-24)

Dengan demikian, apakah manusia si pemilik memiliki nilai (subjektif) atau si pengguna
nilai (objektif)? Tentu saja dua pemikiran ini bukan hanya permainan semantic filosofis tanpa
maksud, tapi berdampak pada berbagai situasidi mana manusia hidup dan mempersepsi
kehidupannya.
3. Nilai di Antara Kualitas Primer dan Kualitas Sekunder
Setiap benda, zat, dan apapun yang ada di alam raya ini, termaduk manusia memiliki
kualitas. Kualitas adalah sebuah sifat, kualitas menentukan tinggi rendahnya derajat sesuatu,
kualitas pun menentukan berharga tidaknya sutu objek.
Menurut Frondizi(2001, hlm. -10) kualitas dibagi dua
1. Kualitas Primer, yaitu kualitas dasar yang tanpa itu objek tidak dapat menjadi ada, seperti
panjang dan beratnya batu itu sudah ada sebelum batu itu dipahat. Kualitas primer
menjadi bagian dari eksistensi objek.
2. Kualitas Sekunder, yaitu kualitas yang dapat ditangkap oleh panca indera seperti warna,
rasa, bau dan sebagainya. Kualitas sekunder merupakan bagian dari eksistensi subjek.
Perbedaan mendasar antara kualitas primer dan kualitas sekunder bukan pada bersatu
tidaknya kualitas tersebut pada objek, melainkan pada keniscayaannya/kepastiannya.
Oleh karena itu, sebelum ada penopangnya atau sebelum ada pengembannya, atau lebih
tepatnya lagi sebelum ada objek yang ditempati, nilai hanyalah merupakan kemungkinan, nilai
tidak memiliki eksistensi yang riil, karena nilai merupakan sifat dan kualitas. Oleh karena itu
juga nilai bersifat parasitis.
4. Metode Menemukan dan Hierarki Nilai dalam Pendidikan.
Menilai berarti menimbang, Yaitu kegiatan manusia menghubungka sesuatu dengan
sesuatu yang lain, yang selanjutnya diambil suatu keputusan, Keputusan. Keputusan nilai dapat
menyatakan berguna atau tidak berguna,benar atau tidak benar , baik atau buruk, manusiawi atau
tidak manusiawi, religius atau tidak religius. Penilaian ini dihubungkan dengan unsur unsur
pada manusia seperti jasmani, jasmani,cipta,karsa,rasa dan keyakinan.
Sesuatu dapat di pandang bernilai karena suatu itu berguna, maka disebut nilai kebenaran,
indah di pandang bernilai maka disebut nilai keindahan (estetis), baik dipandang bernilai maka
2

disebut nilai moral (etis)m religius dipandang bernilai ,maka disebut nilai keagamaan. Oleh
karena itu nilai itu memiliki polaritas dan hierarki, yaitu :
I.
II.

Nilai menampilkan didir dalam aspek positif dan aspek negative yang sesuai (polaritas)
seperti baik dan buruk, keindahan dan kejelakan.
Nilai tersusun hierarkis, yaitu hierarki urutan pentingnya
Menurut pendapat Nicholas Rescher (1969, hlm. 14 19 ) menyatakan ada 6 klasifikasi
nilai yaitu :
I.
II.

III.
IV.
V.

Pengakuan, yaitu pengakuan subjek tentang d=nilai yang harus dimiliki seseorang
atau suatu kelomok, misalnya nilai profesi, nilai kesukuan atau kebangsaaan.
Objek yang dipemasalahkan yaitu cara mengefakulasi suatu objek dengan
berpedoman pada sifat tertentu objek yang dinilai, seperti manusia yang dinilai
dari kecerdasaan, bangsa dinilai dari keadilan hukumnya.
Keuntungan yang diperolah , yaitu menurut keinginan keutuhan atau minat
seorang yang diwujudkan dalam kenyataan
Tujuan yang dicapaui yaitu berdasarkan tipe tujuan tertentu sebagai reaksi
keadaan yang dinilai.
Hubungna antara pengemban nilai dengan keuntungan :
a. Nilai dengan orientasi pada diri sendiri yaitu dapat diperoleh dengan
keberhasialan dan ketentraman.
b. Nilai dengan orientasi pada oranglain yaitu orientasi kelompok :
1. a ) Nilai yang berorientasi pada keluarga hasilnya kebanggan
keluarga.
b) Nilai yabg berorientasi pada profesi hasilnya nama baik profesi
c) Nilai yang berorientasi pad bangsa hasilnya nilai patriotism
d) Nilai yang berorientasi pada masyarakat hasilnya keadilan social
2. Nilai yang berorientasi pada kemanusiaan, yaitu nilai universal.

Hierarki nilai akan berbeda antara orang ateis dengan orang religius, demikian juga
dengan orang materialis. Bagi orang religius tentu saja nilai nilai religi akan emenmpati posisi
utama atau tertinggi, sementara bagi orang materialis akan menepatkan nilai materi pada posisi
tertinggi.
Menurut Max Scheller (dalam kaelan, 2002, hlm. 175) menyebutkan hierarki tersebut terdiri
dari :
1. Nilai kenikmatan, yaitu nilai yang mengenakkan atau tidak mengenakkan, yang berkaitan
dengan indera manusia yang menyebabkan manusia senang atau menderita.
3

2. Nila kehidupan, yaitu nilai yang penting bagi kehidupan.


3. Nilai kejiwaan, yaitu nilai yang tidak tergantung pada keadaan jasmani maupun lingkungan.
4. Nilai kerohanian, yaitu moraluitas nilai dari yang suci dan tidak suci.
Sedangkan Notonagoro membagi hirarki nilai pada tiga :
1.
2.
3.

Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsure jasmani manusia.
Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan
kegiatan aktivitas.
Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
Nilai kerohanian ini bisa dibedakan pada empat macam:
a.
b.
c.
d.

Nilai kebenaran yang bersumber pada akal manusia.


Nilai keindahan, atau nilai estetis, yamg bersumber pada unsure perasaan manusia.
Nilai kebaikan, atau nilai moral, yang bersumber pada unsure kehendak manusia.
Nilai religius , yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak.

Sedangkan di Indonesia khusunya pada decade peanataran P4, hierarki nilai dibagi tiga
sebagai berikut:
1. Nilai dasar (dalam bahasa ilmiahnya disebut dasar ontologis) yaitu merupakan hakikat,
esensi, inti sari atau makna yang terdalam dari nilai nilai tersebut.
2. Bilai instrumental merupakan suatu pedoman yang dapat diukur atau diarahkan berkaitan
dengan taingkah laku manusia dalam kehidupan sehari hari maka hal itu akan merupakan
suatu norma moral. Namun jikalau nilai instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi
ataupun Negara maka nilai instrumental itu berkaitan dengan suatu organisai ataupun Negara
maka nilai instrumental itu merupakan suatu arahan, kebijaksanaan atau strategi yang
bersumber pada nilai dasar.
3. Nilai praksis, pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental
dalam suatu kehidupan nyata.
Sementara itu ada juga yang membedakan antara nilai intrinsik san nilai ekstrinsik,
nilai objektif dan nilai subjektif . Dari gambaran hierarki nilai dapat disimpulkan bahwa nilai
yang tertinggi selalu berujung pada nilai yang terdalam dan terabstrak bagi manusia. Arti
lebih haikiki dan lebih bersifat kepentingan-kepentingan transenden dalam bentuk-bentuk
ideal yang dapat dipikirkannya, sedangkan nilai yang semakin rendah lebih bersifat
sementara, tergantung pada indrawi manusia dan lebih bersifat pragmatis untuk memuaskan.
Yang jelas, dalam dunia pendidikan, kedua cara menghasilkan nilai moral tersebut
dapat digunakan, karena pendidikan memandang individu seabagai makhluk yang
berpengalaman di satu sisi, dan sebagai individu yang memiliki potensial untuk mencapai
kebenaran disisi lain

5. Pengertian Nilai
Sebelas definisi yang diharapkan mewakili berbagai sudut pandang.

Menurut cheng ( 1955 ): Nilai merupakan sesuatu yang potensial, dalam arti terdapatnta
hubungan yang harmonis dan kreatif, sehingga berfungsi untuk menyempurnakan
manusia, sedangkan kualitas merupakan atribut atau sifat yang seharusnya dimiliki.
Menurut Dictionary of Sociology and Related Science. Nilai adlah kemampuan yang
diyakini terdapat pada suatu objek untuk memuaskan hasrat manusia, yaitu kualitas objek
yang menyebabkan tertariknya individu atau kelompok.
Menurut Frankena, menunjuk kata benda abstrak yang artinya keberhargaan ( worth )
atau kebaikan ( goodness ) dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu
dala menilai atau melakukan penilaian.
Menurut lasyo (1999) sebagai berikut, Nilai bagi manusia merupakan landasan atau
motivasi dalam segala tingkah laku atau perbuatannya.
Menurt Arthur W. Comb, Nilai adalah keprecayaan-kepercayaan yang digeneralisir yang
berfungsi sebagai garis pembimbing untuk menyeleksi tujuan serta perilaku yang akan
dipilih untuk dicapai.
Menurut Jack R. Frankel , Nilai adalah gagasan-konsep-tentang sesuatu yang di pandang
penting oleh seseorang dalam hidup.
Menurut Charles R. Knikker, Nilai adlah sekelompok sikap yang menggerakan perbuatan
atau keputusan yang dengan sengaja menolak perbuatan.
Menurut Herbert Larry Winecoff, Value a set of attitude which generate or cause a
judgement which guide action or in action and which provide a standart or a set of
principles.
Menurut Dardji Darmodiharjo, Nilai adalah yang berguna bagi kehidupan manusia
jasmani dan rohani.
Menurut Jhon Dewey dalam Dardji, D., value is object of social interest.
Menurut Enclopedia Britainica, Nilai ialah kualitas objek yang menyangkut jenis
apresiasi atau minat.
Pengertian nilai yang telah dikemukakan oleh setiap pakar pada dasarnya upaya
memberikan pengertian secara holistic terhadap nilai, akan tetapi setiap orang tertarik
pada bagian-bagian yang relative belum tersentuh oleh pemikir lain, sehimgga
menganggap ada ruang kosong untuk dimasukinya, atau ada bagian yang belum
terjelaskan oleh definisi orang lain. Filsafat adalah mencari hakikat, mencari sesuatu yang
belum terpecahkan, oleh karena itu akan berupaya terus menjawab apa yang belum
terjawab. Dalam pengertian-pengertian yang di kemukakan di atas terjadi pereduksian
makna nilai pada kondisi psikologis, pada objek ideal dan pada status benda.
Upaya mereduksi nilai dengan kondisi psikologis terjadi apabila nilai dihubungkan
dengan hal-hal sebagai berikut :
5

Sesuatu yang menyenangkan atau kenikmatan.


Identic dengan yang diinginkan.
Merupakan sasaran perhatian.

Karena; kesenangan, kenikmatan, keinginan, dan perhatian merupakan kondisi kejiwaan,


maka pereduksian nilai dengan kondisi psikologis ini hanya menempatkan nilai sebagai
pengalaman pribadi semata.
Dalam hubun gan ini, pendidikan (ISBD) tidak mempersoalkan dari mana nilai
tersebut, tetapi lebih memerhatikan pentingnya nilai itu bagi manusia dalam kehidupan
bermasyarakat .
B. PROBLEMATIKA PEMBINAAN NILAI MORAL
1. Pengaruh Kehidupan Keluarga dalam Pembinaan Nilai Moral
Kehidupan modern sebagai dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
menghasilkan berbagai perubahan, pilihan dan kesempatan, tetapi mengandung berbagai
resiko akibat kompleksitas kehidupan yang ditimbulkannya.
Keluarga sebagai bagian dari masyarakat, terpengaruh oleh tuntutan kemajuan yang
terjadi, namun masih banyak orang yang meyakini bahwa nilai moral itu hidup dan
dibangun dalam lingkungan keluarga.
Menurut Louis Rath berdasarkan data terbaru, dua dari lima ibu merupakan
keluarga yang broken home (dalam konteks ini dimaksudkan salah satu diantara orang
tua tersebut meninggal, bercerai, pisah atau salah satu diantara mereka dipenjara ).
Karakter pekerjaan orang tua dan hubungannya dengan keluarga telah berubah
secara dahsyat. Anak jarang melihat apa yang dikerjakan orang tua diluar rumah dan
tidak mendapat informasi yang cukup melalui diskusi yang bermakna tentang hakikat
suatu karir baik permasalahan maupun keberhasilannya. Dengan kata lain problema
dalam kehidupan orang tua dan anak adalah komunikasi.
2. Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Pembinaan Nilai Moral
Sebagai makhluk sosial, anak pasti punya teman dan pergaulan dengan teman akan
menambah pembendaharaan informasi yang akhirnya akan mempengaruhi berbagai jenis
kepercayaan yang dimilikinya. Dengan kepercayaan yang dimiliki anak, maka akan
membentuk sikap yang dapat mendorong atau menolak sesuatu.
Setiap orang yang menjadi teman anak akan menampilkan kebiasaan yang
dimilikinya, pengaruh pertemanan ini akan berdampak positif manakala isu dan
kebiasaan teman itu positif pula, sebaliknya akan berdampak negative bila sikap dan
6

tabiat yang ditampilkan memang buruk. Berdasarkan hasil penelitian Abbas Asyyafah
(1997, hlm. 102) Kebiasaan merokok lebih banyak disebabkan karena pengaruh teman
sebaya. Bukan sesuatu yang mustahil bila upaya mencoba perilaku buruk lainnya
disebabkan pula karena pengaruh teman sebaya.
Kelompok sebaya tentu mempunyai aturan sendiri, dan anak cenderung akan
menyesuaikan dengan aturan main tersebut dengan harapan agar diterima oleh
kelompoknya. Perbedaan sudut pandang antara keluarga dengan temannya menjadi
masalah tersendiri bagi nilai anak-anak, Persoalan nilai mana yang akan menjadi
kenyakinan individu (mahasiswa) tentu diperlukan adanya upaya pendidikan untuk
membimbing mereka keluar dari kebingungan nilai serta menemukan nilai hakiki yang
harus menjadi pegangannya.
3. Pengaruh Figur Otoritas Terhadap Perkembangan Nilai Moral Individu
Jika seseorang anak atau remaja mengungkapkan kebingungannya dihadapan orang
dewasa, maka dapat diprediksi reaksi orang dewasa tersebut, langsung ataupun tidak
langsung, orang dewasa akan berusaha menunjukkan jalan mana yang paling bijak dan
paling benar atau menunjukkan jalan yang baik bagi anak atau remaja tersebut. Orang
dewasa mempunyai pemikiran bahwa fungsi utama dalam menjalin hubungan dengan
anak-anak adalah memberi sesuatu kepada mereka: memberi tahu apa yang harus mereka
lakukan, kapan waktu yang tepat untuk melakukannya, dimana harus dilakukan, seberapa
sering harus melakukan dan juga kapan harus mengakhirinya.

4. Pengaruh Media Komunikasi Terhadap Perkembangan Nilai Moral


Pada akhir abad ke- 20 alat-alat komunikasi yang potensial telah di perkenalkan ke
dalam ritualit kehidupan keluarga. Pertama kali telpon, lalu di susul dengan radio dan
setelah perang dunia televisi.
Oleh karena itu dalam media komunikasi mutahir tertentu akan mengembangkan suatu
pandangan hidup yang terfocus sehingga memberi stabilitas nilai pada anak. Namun
media-media tersbut justru menyungguhkan berbagai pandangan hidup yang sangat
variatif pada anak.
Sekarang persoalan pornografi, seksualitas, dan kekerasan di sungguhkan secara terbuka.
Bahkan adgan- adegan yang benar-benar di pandang immoral di lakukan oleh orangorang tampaknya berpendidikan tinggi. Sudah tentu anak akan memungut sejumlah
gagasan atau nilai dari semua ini baik nilai-nilai positif dan termasuk pengaruh
negatifnya.
Ada kecendrungan lain, bila anak di hadapkan pada berbagai kemungkinan, maka dia
akan kehilangan gagasan akhirnya dia akan kebingungan. Sekarang pun muncul alat-alat
cetak terbaru dengan komputerisasi yang relatif lebih ekonomis.

Tetapi kami ingin mengungkapkan bahwa jika hanya dengan dirinya sendiri, anak tidak
mampu mengambil manfaat besar dari jutaan pilihan yang tersedia. Jika keluarga dapat
membahasnya dengan masuk akal dari setiap hal yang di sajikan, mungkin setiap anak
akan dapat mengambil pelajaran tentang makna dari pandangan-pandangan baru dalam
kehidupan ini.
5. Pengaruh Otak atau Berpikir Terhadap Perkembangan Nilai Moral
Kalau kita mengobservasi situasi klas , akan sering kita temukan perkataan guru/dosen
yang mngatakan kepada mahasiswa/siswa bahwa kamu sebaiknya atau kamu
seharusnya agar perilaku mereka berubah. Biasanya mahaiswa/siwa hanya akan
menunjukan respons yang sederhana. Apabila mereka di beri kesmpatan untuk berpikir
dan memilih respons nya sendiri setiap hari, tanpa di sadari akan terjadi pertumbuhan dan
kematangan, meskipun mereka tidak mengkritisi hal yang sama, namun mereka sama
sama sedan tumbuh berkembang.
Dalam konteks pendidikan, berpikir di maknai sebagai proses yang menghubungkan
dengan penyelidikan dan pembuatan keputusan. Tidak hanya dalam proses selekse
melibatkan prosesn belajar, Tetapi juga ketika membuat keputusan.
Brpikir adalah hasil kerja otak, namun otak tidak bekerja secara sederhana dalam
pengertian stimulus respons, dan juga tidak menyimpan fakta secara sederhana sebagai
referensi masa depan. Berdasarkan hasil penelitian Gazzaniga (dalam Kama Adul Hakam,
2000, hlm 3) Otak kita adalah sesuatu organ yang sangat mengagumkan untuk
menemukan dan menciptakan makna

a.
b.
c.
d.
e.

Kant menganjurkan tujuan pendidikan sebagai berikut :


1. Untuk mengajarkan proses dan keterampilan berpikir rasional.
2. Untuk mengembangkan individu yang mampu memilih tujuan dan keputusan yang
baik secara bebas.
6. Pengaruh Informasi Terhadap Perkembangan Nilai Moral
Apabila informasi baru tersebut di terima individu secara mengubah atau menguatkan
keyakinan, maka akan terbentuklah sikap. sikap adalah serangkaian keyakinan yang
menetukan pilihan terhadap objek atau situasi tertentu serangkaian sikap inilah yang
mendorong munculnya pertimbangan yang harus di buat sehingga menghasilkan standar
atau prinsip yang bisa di jadikan alat ukur sbuah tindakan. Prinsip dan standar itulah yang
disebut dengan nilai.
Informasibaru yang di hasilkan, (yang dapat mengubah keyakinan, sikap, dan nilai)
sangat tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut:
Bagaimana informasi itu di perkenalkan
Oleh siapa informasin itu di sampaikan (hal ini berhubungan dengan kreadibilitas si
pembawa informasi)
Dalam kondisi apa informasi itu di sampaikan atau di terima
Sejauh mana tingkat disonansi kognitif yang terjadi akibat informasi baru tersebut (yaitu
tingkat dan sifat konflik yang terjadi dengan keyakinan yang telah ada)
Level penerimaan individu yaitu motivasi individu untuk berubah
8

f.

Level kesiapan individu untuk menerima informasi baru serta mengubah tingkah lakunya
(tahap kematangan individu serta kekayaan pengalaman masa lalunya)
C. MANUSIA DAN HUKUM
Manusia adalah makhluk sosial, adalah makhluk yang selalu berinteraksi dan
membutuhkan bantuan dengan sesamanya. Hukum dalam masyarakat merupakan
tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidupnya masunia tanpa
atau di luar masyarakat. Maka manusia-masyarakat-dan hukum merupakan pengertian
yang tidak dapat di pisahkan, sehingga pemeo Ubi societes ibi ius(dimana ada
masyarakat di sana ada hukum) adalah tepat.
Hukum di ciptakan dengan tujuan yang berbeda-beda, ada yang mengatakan bahwa
tujuan hukum adalah keadilan, ada juga yang mengatakan kegunaan, ada yang
manyatakan kepastian hukum dan lain-lain. Akan tetapi dalam masyarakat tujuan hukum
yang utama dapat di reduksi untuk ketertiban (order). Mochtar kusumaatmadja
mengatakan ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hukum, kebutuhan
terhadap ketertiban ini merupakan syarat pokok(fundamental) bagi adanya suatu
masyarakat manusia yang teratur,...,ketertiban sebagai tujuan utama hukum, merupakan
fakta objektif yang berlaku bagi segala masyarakat manusia dalam segala bentuknya.
Kepastian masyarakat jelas bukan hanya untuk kehidupan masyarakat, akan tetapi
mempertegas lembaga yang melaksanakannya.
Banyak kaidah yang berkembang. Kaidah hukum sebagai salah satu kaidah social,
bahkan antara kaidah hukum dan kaidah yang lain nya saling berhubungan tetapi ada
kalanya kaidah ini tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang lain. Dahlan Thaib (2001, hlm
3) hukum itu benar-benar hukum apabila dikehendaki dan di terima oleh masyarakat.
Dengan demikian hukum sebagai kaidah social, dan tidak lepas dari nilai (values). Dan
ada lagi yang bernama Mochtar Kusumaatmadja (2002, hlm 10) mengatakan Hukum
yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam
masyarakat , yang tentunya harus sesuai pula dengan nilai-nilai yang berlaku dalam
masyarakat.
D. HUBUNGAN HUKUM DAN MORAL
Hukum dan Moral terdapat hubungan yang erat sekali, kualitas hukum haruslah
diukur dari kualias norma moral. Di sisi lain moral membutuhkan hukun hukum pun
sebaliknya, karna moral tanpa hukum akan menjadi angan-angan belaka. Dengan
demikian hukum bisa meningkatkan dampak social dan moralitas.
Meskipun tidak semua harus diwujudkan dalam bentuk hukum, karena hal itu
mustahil. Hukum hanya membatasi diri dengan mengatur antar-manusia yang relevan.
Antara hubungan hukum dan moral bisa dibilang begitu erat, namun hukum dan
moral tetaplah berbeda, sebab kemungkinan besar ada hukum yang bertentangan dengan
moral dan pula sebaliknya. Pernyataan yang diungkapkan oleh K. Bertens hukum dan

moral itu ada empat perbedaan. Pertama, hukum lebih dikodifikasikan dari pada
moralitas.
Kedua,Hukum membatasi diri pada tingkah laku lahiriah saja sedangkan moral
menyangkut batin seseorang.
Ketiga,sanksi hukum dan moral berbeda
Keempat,hukum di dasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak
negara.
Moral menilai hukum dan tidak sebaliknya
Menurut gunawan setiardja,membedakan hukum dan moral.
Pertama di lihat dari dasarnya,hukum memiliki dasar yuridis,konsensus,dan hukum alam.
Sedangkan moral berdasarkan hukum alam.
Kedua, dilihat dari otonominya,hukum bersifat heteronom yaitu dari luar manusia
sedangkan moral bersifat otonom yaitu dari diri manusia.
Ketiga,dilihat dri pelaksanaan,hukum dapat dipaksakan sedangkan moral tidak.
Keempat,dilihat dari sanksinya,sanksi hukum bersifat yuridis sanksi lahiriah sedangkan
sanksi moral berbentuk sanksi kodrati,penyesalan dan rasa malu.
Kelima,dari tujuannya,hukum mengatur kehidupan manusia dalam menegara sedangkan
moral mengatur kehidupan manusia sebagai manusia.
Keenam,dilhat dari waktu dan tempat,hukum tergantung pada waktu dan tempat
sedangkan moral secara objektif tidak terfantung waktu dan tempat.

10

Anda mungkin juga menyukai