TINJAUAN TEORI
2.1 KONSEP NIFAS
2.1.1
Definisi
Nifas (puerperium) adalah waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan
pada keadaan normal. (Manuaba, 2007)
Masa nifas adalah masa dimulainya setelah partus selesa dan berakhir setelah kirakira 6 minggu, tetapi seluruh alat genital baru pulih kembali seperti sebelum ada
kehamilan dalam waktu 3 bulan. (Sarwono, 2002:237)
Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat
kandungan kembali seperti pra-hamil. (Rustam Mochtar, 1998:115)
2.1.2
2.1.3
Baru lahir
750 gram
1 minggu
500 gram
2 minggu
300 gram
6 minggu
Bertambah kecil
50 gram
8 minggu
Sebesar normal
30 gram
Berat Uterus
1000 gram
bewarna
merah
minggu
4. Serviks
Setelah melahirkan bentuk serviks agak menganga seperti corong.
Berwarna merah kehitaman, konsistensinya lunak, kadang terdapat perlukanperlukaan kecil. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim.
Setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari, dan setelah 7 hari hanya dilalui 1 jari.
5. Ligament-Ligament
Ligament, falsia dan diafragma pervis yang meregang pada waktu
persalinan, setelah bayi lahir, berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali
sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menajdi retiofleksi karena
ligamentum refundum menjadi kendor.
6. Vagina
Vagina yang sangat diregang waktu persalinan, lambat dan mencapai
ukuran-ukurannya yang normal. Pada minggu ketiga post partum, rugea mulai
nampak kembali.
7. Saluran Kencing
dan
esterogen
yang
dihasilkan
plasenta,
merangsang
pertumbuhan kelenjar susu, setelah plasenta lahir, maka LTH dengan bebas
dapat merangsang lakstasi.
d. Pada hari ketiga post partum buah dada menjadi besar, keras dan nyeri. Ini
menandai formula, sekresi air susu dan jika areola mammae dipijat, keluarlah
cairan putih dari puting susu.
Keuntungan pemberian ASI:
a. Rangsangan putting susu ibu memberikan reflek pengeluaran oksitosin
kelenjar hipofise, sehingga pelepasan plasenta dapat dipercepat.
b. Pemberian ASI memperepat involusi uterus menuju keadaan normal
c. Ransangan putting susu ibu mempercepat pengeluaran ASI, karena bekerja
sama dengan hormone prolaktin.
2.1.4
c. Miksi
Hendaknya kencing dapat dilakukan sendiri secepatnya, kadang wanita
mengalami sulit kencing karena sfingker uretra ditekan oleh kepala janin dan
spasme oleh inhalasi melalui spingker ani selama persalinan, juga oleh karena
adanya oedema kandung kemih yang terjadi selama persalinan. Bila kandung
kemih penuh dan wanita sulit kencing, sebaiknya lakukan katerisasi.
d. Defekasi
Buang air besar harus dilakukan 3-4 pasca persalinan. Bila masih sulit
buang air besar dan terjadi obstipasi apalagi berak keras dapat diberikan obat
langsung perusal atau per rectal. Jika masih belum bisa dilakukan klisma.
e. Perawatan payudara
Perawatan payudara telah dimulai sejak wanita hamil supaya putting susu
lemas, tidak keras dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya. Bila
bayi meninggal laktasi dihentikan dengan cara :
1. Pembalutan mammae sampai tertekan
2. Pemberian obat estrogen untuk supissi LH seperti tablet lynoral dan pariodel
f. Laktasi
Untuk menghadapi masa laktasi (menyusui) sejak dari kehamilan telah terjadi
perubahan-perubahan pada kelenjar mammae, yaitu:
1. Proliferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar, alveoli dan jaringan lemas
bertambah.
2. Keluaran cairan susu jarang dari duktus laktoferus disebut colostrums,
berwarna kuning putih susu.
3. Hiperoskularisasi pada permukaan dan bagian dalam di mana vena berdilatasi
sehingga tampak jelas.
4. Setelah persalinan, pengaruh supresi esterogen dan progesterone hilang, maka
timbul pengaruh hormone laktogenik (rm) atau prolaktin yang akan
merangsang air susu. Disamping itu, pengaruh oksitosin menyebabkan mio
episel kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu keluar, produksi akan
banyak terjadi pada 2-3 hari persalinan.
g. Psikososial
1. Stabilkan distress saat persalinan dengan menunjukkan simpati menghargai
2. Menemui ibu bila bepergian.
3. Menghibur ibu bila bersedih
h. Periksakan Pasca Persalinan
2.
Keadaan umum
3.
4.
5.
6.
2.1.6
Infeksi Nifas
a. Etiologi
2.
3.
4.
jalan
lahir
karena
tindakan-tindakan
baik
Definisi
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat syatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina, atau section caesarea adalah
suatu histerek tomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
(Rustam Mochtar, 1998:117)
Sectio caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas
500 gram, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (intact).
(Sarwono, 2002)
2.2.2
Istilah-Istilah SC
a. Sectio caesarea primer (efektif)
Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara sectio caesarea,
tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul sempit (CV kecil dari
8 cm).
b. Sectio caesarea sekunder
Dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran biasa (partus percobaan)
bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal, baru dilakukan
seksio caesarea.
c. Sectio caesarea sekunder
Ibu pada kehamilan yang lalu mengalami seksio caesarea (previous caesarean
section) dan pada kehamilan selanjutnya dilakukan sectio caesarea ulang.
d. Sectio caesarea histerektomi (caesarean section hysterectomy)
Adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan sectio caesarea,
langsung dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi.
Indikasi
Adapun indikasi dari sectio sesarea adalah
a. Indikasi Ibu
1. Panggul sempit
Pada keadaan panggul sempit merupakan salah satu indikasi sectio
sesarea, dilihat dari faktor ibu sectio sesarea dilakukan bila ditandai adanya
bahaya :
Pada Ibu : partus kasep atau ruptura uteri imminens disertai perdarahan
eklamsi) maka dilakukan cara secti sesarea, Hal ini demikian meningkatkan
resiko terjadinya kematian ibu dan janinnya sehingga persalinan dengan resiko
dengan sectio sesarea perlu direncanakan secara efektif dan sekunder sesuai
keadaan
6. Disfungsi uterus
Disfungsi uterus atau kerja uterus yang tidak efisien mencakup
ketidakmampuan servik untuk membuka secara lancar, Disamping kontraksi
yang tidak efektif, hal ini menyebabkan partus lama yang menimbulkan efek
bahaya baik terhadap ibu maupun anak, diantaranya pada ibu adalah perdarahan,
infeksi, akselerasi. Dan baya janin adalah gawat janin, trauma cerebro, infeksi
lain-lain, Dari bahaya diatas, keadaaan janin adalah keadaan yang sangat
diindikasikan untuk melakukan persalinan dengan sectio sesarea
7. Umur < 20 tahun
Suatu kondisi ibu terlalu muda hamil dimana organ-organ reproduksi
belum matang, adapun penyakit-penyakit yang biasa timbul pada usia < 20 tahun
antara lain abortus, mola hidatidosa. Kasus ini yang sering muncul atau
menyertai kehamilan dibawah umur 20 tahun mempunyai dampak negatis
terhadap kesejahteraan waktu remaja. Hal ini disebabkan belum siap mental
untuk hamil, kurun waktu reproduksi sehat untuk hamil yakni 20-25 tahun,
mengerti usaha serta upaya apa yang perlu dilakukan sebelumnya pada saat
hamil sesudah melahirkan sehingga kesehatan ibu tetap terjaga saat hamil dan
persalinan
8. Umur > 35 tahun
Suatu kondisi ibu terlalu tua hamil yaitu umur 35 tahun atau lebih, adapun
penyakit yang berhubungan dengan usia peningkatan resiko hipertensi kronik,
diabetes gestastesional kehamilan ektopik, persalinan yang lama pada multi para,
kelahiran prematur, abnormalis kromosom, kematiam janin, sectio sesarea.
Kehamilam >35 faktor-faktor lain sangat penting, faktor-faktor cukup tidaknya
segmen bawah uterus yang baik keturunan atau kekuatanservick dan jaringan
lunak jalan lahir, kekuatan his kalau semua hal menguntungkan kelahiran
pervaginam dipertimbangkan kalau faktor faktor yang merugikan terdapat
maka sectio sesarea merupakan produser lebih aman, lebih bijaksana
b. Indikasi Janin
1. Gawat janin
Yang disebabkan oleh:
Kehamilan serotinus
2. Kelainan letak
Pada keadaan letak ini indikasi untuk dilakukan tindakan sectio sesarea :
Letak bokong
Letak bokong ini dianjurkan bila ada panggul seperti primifgravida jenis
besar dan anak nakal
Letak lintang
Apabila ada kesempitan panggul sectio sesarea adalah cara yang terbaik
dalam segala letak lintang dengan janin hidup dan besar, pada semua
primigravida degnan letak lintang harus ditolong dengan sectio sesarea tidak
ada panggul sempit
Letak muka
Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dengna cara-cara lain
tidak berhasil
Genetik
Pada genetiik dianjurkan bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu
dan terjadinya intercloming
Bayi besar
Pada bayi besar biasanya disebabkan penyakit diabetes militus, pada keasaan
ini bisa mengakibatkan kesulitan persalinan dan kelahiran, meskipun bayi ini
besar perilakunya, menyerupai bayi prematur tidak bisa bertahan dengan baik
terhadap beban persalinan lawa sehingga sangat berbahaya bila bayi besar ini
berada dalam persalinan sehingga sevctio sesarea merupakan salah satu
tindakan untuk kematian janin ini.
(Mochtar, 1998:416)
2.2.4
a.
2.
Sectio caesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi
pada segmen bawah rahim.
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Sayatan memanjang (longitudinal) menurut kronig
2. Sayatan melintang (transversal) menurut keir
3. Sayatan huruf T (T-incision)
(Rustam Mochtar, 1998:119-120)
2.2.5
Komplikasi
a. Infeksi Puerperal (nifas)
-
Sedang
Berat
Atonia uteri
b. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonialisasi terlalu tinggi.
c. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan sekarang
(Rustam Mochtar, 1998:121)
2.2.6
Perawatan Pre-Operasi
Wanita yang direncanakan menjalani SC biasanya dimasukkan rumah sakit
satu hari sebelum pembedahan oleh dokter abstetri yang akan melaksanakan
pembedahan dan oleh ahli anestesiologi. Hematokrit diperiksa, bila uji coombe indirek
hasilnya positif, maka disediakan 100 ml darah lengkap yang cocok dengan golongan
darah pasien atau fragmen darah yang serupa. Obat-obatan sedative seperti
sekabarbital 100 mg dapat diberikan menjelang tidur malam sebelum operasi. Asupan
dihentikan sekurang-kurangnya 8 jam sebelum pembedahan. Obat antasida diberikan
sesasat sebelum dilakukan induksi anastesi umum, untuk mengurangi resiko destruksi
paru akibat asam lambung bila terjadi aspirasi. (Obstetri Willianms, 1999:528)
2.2.7
Perawatan Post SC
a.
Cairan Intravena
Cairan IV yang diberikan terdiri dari larutan RL atau larutan serupa dan
D5% dalam air, secara khusus, 1-2 liter larutan mengandung elektrolit diinfuskan
selama dan sesegera setelah operasi.
b.
Ruang pemulihan
Yang harus diperhatikan adalah jumlah perdarahan dari vagina, tinggi
fundus uteri (dengan palpasi yang sering) untuk memastikan bahwa uterus tetap
berkontraksi dengan kuat, setelah ibu sadar penuh dan perdarahannya minimalnormal, tekanan darah baik, jumlah urin sekurang-kurangnya 30 cc/jam, ibu dapat
dikembalikan sebelumnya.
c.
Tanda-tanda vital
Pasien dievaluasi tiap jam selama 4 jam (paling sedikit). Tekanan darah,
nadi, jumlah urin dan jumlah darah yang hilang, serta keadaan fundus uteri harus
diperiksa pada saat ini. Adanya abnormalitas harus segera dilaporkan, oleh karena
itu, selama 24 jam I semua ini harus diperiksa tiap 4 jam sekali, besama-sama
dengan pengukuran suhu tubuh.
d.
e.
f.
Ambulasi
Pada sebagian kasus pada hari pertama setelah operasi, pasien dengan
bantuan perawat dapat bangunan dari tempat tidur sebentar-sebentar, sekurang-
g.
Perawatan luka
Luka insisi diinspeksi setiap hari, secara normal jahitan kulit diangkat
pada hari keempat setelah operasi. Paling pada hari ketiga post partum pasien
sudah dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi.
(Obstetri Willianms, 1999:528:529)
2.2.8
Dianjurkan jangan hamil selama lebih kurang satu tahun, dengan memakai
kontrasepsi.
Apakah persalinan yang berkut harus dengan sectio caesarea bergantung dari
indikasi sectio caesarea dan keadaan pada kehamilan berikutnya.
Pengertian
MOW (Metode Operatif Wanita)/ Tubektomi atau juga dapat disebut dengan
sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur kanan
dan kiri yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati saluran telur, dengan
demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma laki laki sehingga tidak terjadi
kehamilan, oleh karena itu gairah seks wania tidak akan turun. (BKKBN, 2006)
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas atau
kesuburan perempuan dengan mengokulasi tuba fallopi (mengikat dan memotong atau
memasang cincin) sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum. (Noviawati
dan Sujiayatini, 2009)
MOW ini adalah mengokulasi tubafallopi sehingga spermatozoa dan ovum tidak
dapat bertemu. (Hanafi, 2004)
Program MOW sendiri dibagi menjadi 2 yaitu diantaranya:
a. Program rumah sakit
1) Pelaksanaan MOW pasca operasi /pasca melahirkan
2) Mempunyai penyakiot ginekologi
b. Reguler : MOW dapat dilakukan pada masa interval
2.3.2
2.3.3
sayatan ditutup dengan kasa yang kering dan steril serta bila tidak ditemukan
komplikasi, klien dapat dipulangkan setelah 2 - 4 hari. (Syaiffudin,2006).
2) Laparoskopi
Prosedur ini memerlukan tenaga Spesialis Kebidanan dan Kandungan
yang telah dilatih secara khusus agar pelaksanaannya aman dan efektif. Teknik
ini dapat dilakukan pada 6 8 minggu pasca pesalinan atau setelah abortus
(tanpa komplikasi). Laparotomi sebaiknya dipergunakan pada jumlah klien yang
cukup banyak karena peralatan laparoskopi dan biaya pemeliharaannya cukup
mahal. Seperti halnya minilaparotomi, laparaskopi dapat digunakan dengan
anestesi lokal dan diperlakukan sebagai klien rawat jalan setelah pelayanan.
(Syaiffudin,2006).
2.3.4
Indiksi MOW
Komperensi Khusus Perkumpulan untuk Sterilisasi Sukarela Indonesia tahun
1976 di Medan menganjurkan agar tubektomi dilakukan pada umur 25 40 tahun,
dengan jumlah anak sebagai berikut: umur istri antara 25 30 tahun dengan 3 anak
atau lebih, umur istri antara 30 35 tahun dengan 2 anak atau lebih, dan umur istri 35
40 tahun dengan satu anak atau lebih sedangkan umur suami sekurang kurangnya
berumur 30 tahun, kecuali apabila jumlah anaknya telah melebihi jumlah yang
diinginkan oleh pasangan tersebut.(Wiknjosastro,2005)
Menurut Mochtar (1998) indikasi dilakukan MOW yaitu sebagai berikut:
a. Indikasi medis umum
Adanya gangguan fisik atau psikis yang akan menjadi lebih berat bila wanita ini
hamil lagi.
1) Gangguan fisik : Gangguan fisik yang dialami seperti tuberculosis pulmonum,
penyakit jantung, dan sebagainya.
2) Gangguan psikis : Gangguan psikis yang dialami yaitu seperti skizofrenia
(psikosis), sering menderita psikosa nifas, dan lain lain.
b. Indikasi medis obstetrik
Indikasi medik obstetri yaitu toksemia gravidarum yang berulang, seksio sesarea
yang berulang, histerektomi obstetri, dan sebagainya.
c. Indikasi medis ginekologik
Pada waktu melakukan operasi ginekologik dapat pula dipertimbangkan untuk
sekaligus melakukan sterilisasi.
d. Indikasi sosial ekonomi
Indikasi sosial ekonomi adalah indikasi berdasarkan beban sosial ekonomi yang
sekarang ini terasa bertambah lama bertambah berat.
1) Mengikuti rumus 120 yaitu perkalian jumlah anak hidup dan umur ibu,
kemudian dapat dilakukan sterilisasi atas persetujuan suami istri, misalnya umur
ibu 30 tahun dengan anak hidup 4, maka hasil perkaliannya adalah 120.
2) Mengikuti rumus 100
Umur ibu 25 tahun ke atas dengan anak hidup 4 orang
Umur ibu 30 tahun ke atas dengan anak hidup 3 orang
Umur ibu 35 tahun ke atas dengan anak hidup 2 orang
2.3.6
Kontraindikasi MOW
Menurut Mochtar (1998) kontraindikasi MOW dibagi menjadi 2 meliputi :
a. Kontra indikasi mutlak
1) Peradangan dalam rongga panggul
2) Peradangan liang senggama aku (vaginitis, servisitis akut)
PENANGANAN
Apabila terlihat
infeksi
luka,
obati
dengan
antibiotik.
Demam pascaoperasi ( > 38 oC) Obati infeksi berdasarkan apa yang ditemukan
Luka pada kandung kemih. Mengacu ke tingkat asuhan yang tepat. Apabila
Intestinal (jarang terjadi).
Hematoma (subkutan)
tersebut.
Emboli gas yang dilakukan oleh Mulailah
laparoskopi
terjadi)
Rasa
sakit
resusitasi
intensif,
termasuk
cairan
(sangat
pada
pembedahan
berdasarkan apa yang ditemukan
Perdarahan superficial (tepi tepi Mengontrol perdarahan dan obati berdasarkan apa
kulit atau subkutan)
yang ditemukan.
Definisi
-
2.4.2
Etiologi
a. Kelainan plasenta
- Plasenta previa : Keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal,
yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak dibagian atas
uterus. Klasifikasi plasenta previa :
1. Plasenta previa totalis : bila seluruh pembukaan jalan lahir tertutup oleh
plasenta.
2. Plasenta previa lateralis : bila hanya sebagian pembukaan jalan lahir tertutup
oleh plasenta.
3. Plasenta previa marginalis : bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan jalan lahir.
4. Plasenta previa letak rendah : bila plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir
pembukaan jalan lahir.
Solusio plasenta (Abruptio Placenta) : Terlepasnya plasenta yang letaknya normal
pada corpus uteri sebelum lahirnya janin, terjadi pada triwulan ketiga. Klasifikasi
Solutio Placenta :
1. Ringan : Perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda
renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar
fibrinogen plasma lebih 120 mg%.
2. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan,
gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian
permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.
3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin
mati, pelepasan plasenta bisa terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.
b. Bukan dari kelainan plasenta
Misalnya didapatkan kelainan serviks dan vagina, dapat diketahui bila dilakukan
pemeriksaan dengan spekulum yang seksama. Kelainan yang tampak ialah :
- Erosio portionis uteri
- Carcinoma portionis uteri
- Polypus cervicis uteri, varices vulvae, dan trauma.
- Umur dan paritas
Pada primigravida, umur diatas 35 tahun lebih sering daripada umur dibawah
25 tahun
Riwayat perokok.
Tanda Gejala
a. Ciri-ciri plasenta previa :
- Perdarahan tanpa nyeri
- Perdarahan (fluxus) berulang
- Warna perdarahan merah segar
- Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
- Timbulnya perlahan-lahan
- Waktu terjadinya saat hamil
- His biasanya tidak ada
- Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
- Denyut jantung janin ada
- Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
- Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
- Presentasi mungkin abnormal.
b. Solutio Placenta
- Perdarahan dengan nyeri
- Perdarahan tidak berulang
- Warna perdarahan merah coklat
- Adanya anemia dan renjatan yang tidak sesuai dengan keluarnya darah
- Timbulnya tiba-tiba
- Waktu terjadinya saat hamil inpartu
- His ada
- Rasa tegang saat palpasi
- Denyut jantung janin biasanya tidak ada
- Teraba ketuban yang tegang pada periksa dalam vagina
- Penurunan kepala dapat masuk pintu atas panggul
- Tidak berhubungan dengan presentasi
2.4.4
Patofisiologi
Saat perdarahan tergantung pada kekuatan insersi plasenta dan kekuatan tarikan pada
istmus uteri. Jadi dalam kehamilan tidak perlu ada his untuk menimbulkan perdarahan.
Tapi pada persalinan his pembukaan sudah tentu menimbulkan perdarahan karena
plasenta akan terlepas dari dasarnya. Setelah terjadi pergesaran antara plasenta dan
dinding uterus maka regangan dinding uterus dan tarikan pada serviks berkurang. Tapi
dengan majunya kehamilan regangan bertambah lagi dan menimbulkan perdarahan
baru. Kejadian ini berulang-ulang. Darah terutama berasal dari ibu, yaitu dari ruang
intervillosa, tapi dapat juga bersal dari anak, yaitu bila jonjot terputus atau pembuluh
darah plasenta yang lebih besar terbuka.
2.4.5
Komplikasi
Ibu :
a. Perdarahan yang hebat, dapat menimbulkan:
-
c. Infeksi sepsis
d. Emboli udara
e. Oliguria : Terjadinya sumbatan glomerulus ginjal dan dapat menimbulkan produksi
urin makin berkurang.
Janin :
a. Hypoxia
b. Perdarahan dan shock
c. Menimbulkan asfiksia ringan sampai berat
2.4.6
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Ultrasonography (USG) : untuk mengetahui adanya pendarahan di
dalam uterus, Evaluasi letak dan posisi plasenta, Posisi, presentasi, umur, tandatanda kehidupan janin
2. Magnetic resonance imaging (MRI). MRI tetap merupakan cara yang aman dan
paling baik untuk visualisasi placenta terutama untuk menentukan visualisasi
plasenta akreta.
3. Pemeriksaan laboratorium
-
Urin : albumin (+); pada pemeriksaan sedimen terdapat silinder dan lekosit.
Darah : Hb menurun (anemi), periksa golongan darah, kalau bisa cross match test.
4. Pemeriksaan plasenta : Sesudah bayi dan plasenta lahir, kita periksa plasentanya.
Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (krater) dan
terdapat koagulum atau darah beku di belakang plasenta, yang disebut hematoma
retroplasenter.
5. Pemeriksaan inspekulo : Dilakukan untuk menentukan asal perdaraha
2.4.7
Penatalaksanaan
1. Plasenta previa
-
Sebelum penderita syok, pasang infus NaCl/RL sebanyak 2 -3 kali jumlah darah
yang hilang.
Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal).
Tempat tinggal pasien dekat dgn rumah sakit (dapat menempuh perjalanan
selama 15 mnt)
Perawatan konservatif berupa :
Istirahat.
Anak mati
Penanganan aktif berupa :
2. Solutio plasenta
-
Bila umur kehamilan <37 minggu solusio plasenta sedang dan berat/ringan yg
memburuk,persalinan pervaginam bila persalinan diperkirakan <6 jam
Bila umur kehamilan >37 minggu seksio sesar diindikasikan jika persalinan
pervagina diperkirakan berlangsung lama baik pada solusio plasenta ringan,
sedang maupun berat.
Pasien dengan solusio plasenta sedang/berat, tranfusi darah atau resusitasi cairan
hendaknya dilakukan terlebih dahulu sebelum tindakan obstetri.
Pengertian
2.5.3
Etiologi
Penyebab secara pasti belum diketahui dengan jelas. Menurut beberapa pendapat para
ahli, penyebab plasenta previa yaitu :
a. Menurut Manuaba (2007), plasenta previa merupakan implantasi di segmen bawah
rahim dapat disebabkan oleh endometrium di fundus uteri belum siap menerima
implantasi, endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan plasenta untuk
mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis pada chorion leave yang
persisten.
b. Menurut Mansjoer (2001), etiologi plasenta previa belum diketahui pasti tetapi
meningkat pada grademultipara, primigravida tua, bekas section sesarea, bekas
operasi, kelainan janin dan leiomioma uteri.
2.5.4
dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari
20 batang sehari). (Sastrawinata, 2005).
2.5.5
2.5.6
2.5.7
2.5.9
Biodata
Ibu, dan suami, meliputi nama, usia, pendidikan, pekerjaan agama dan alamat.
2. Keluhan utama
Saat Hamil
Menu
seimbang
Saat Nifas
gizi
Istirahat
Tidur
jam
Eliminasi
BAB 1x sehari,
lunak tidak ada
gangguan. BAK 45x sehari.
Normal,
seperti
biasa.
Aktivitas
malam
11.
Data psikososial
Psikologi
Ibu dalam fase taking in/taking hold/letting go. Ibu mengalami post partum
blues/tidak. Ibu mengalami depresi post partum/tidak.
Sosial
Hubungan ibu dengan keluarga/suami baik/tidak.
12.
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : baik/sedang/lemah
Kesadaran
: composmentis
BB
: mengalami penurunan 6 kg
Nadi
: 60-80x/mnt
Pernafasan
: 18-20x/mnt
2. Pemeriksaan fisik
o Inspeksi
Rambut : rontok/tidak, bersih/kotor
Muka
: oedem/tidak, pucat/tidak
Mata
Hidung : bersih/tidak
Telinga : bersih/tidak, simetris/tidak
Mulut gigi: bersih/tidak, ada karies gigi/tidak, lidah bersih/kotor
Leher
Dada
: simetris/tidak
:perut mengecil, striae albicans +/-, linea nigra +/-, tampak bekas luka
operasi tertutup bandage, kembung/tidak
Genetalia
Anus
:hemoroid +/-
o Auskultasi
Dada
3. Data Penunjang
Terapi : Vit C 3x1
Gentamicin 1x1
4. Data Bayi
Lahir pada tanggal :
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : baik, aktivitas baik
Kesadaran : composmentis
Pernafasan : 40-60x/mnt
Nadi
: 120-160x/mnt
: 2500-4500 gram
PB
: 48-54 cm
Pemeriksaan Fisik
Kepala
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Leher
Dada
: simetris/ tidak
Perut
Genetalia
Anus
Ekstremitas
Pemeriksaan Reflek
Rooting +/-, sucking +/-, swallowing +/-, moro +/ Data Penunjang
Nutrisi
: perut mengecil, striae albicans +/-, linea nigra +/-, tampak bekas luka
operasi yang tertutup bandage.
Genetalia
Payudara
Perut
Ekstremitas
Masalah :
1. Cairan dan nutrisi
DS : pola nutrisi saat ibu nifas
DO : pemasangan infus
TTV
2. Rasa sakit
DS : Ibu mengatakan nyeri pada bekas luka operasi
DO : Tampak bekas luka operasi tertutup bandage
3. Bonding
DS : ibu mengatakan tidak menyusui bayinya karena kondisi masih lemah.
DO : KU : lemah
Kolostrom +
5. Fungsi usus
V. Intervensi
Dx
: TD
: 60-90x/mnt
RR
: 18-20x/mnt
Delapan jam pasca operasi penderita dianjurkan untuk mengangkat kaki dan menarik
nafas dalam.
Hari ketiga, ibu dilatih berdiri dan turun dari tempat tidur.
Hari ke-4 ibu dilatih jalan, dan bila ke kamar mandi harus ditemani.
6. Pantau tanda dan gejala infeksi/sepsis seperti peningkatan suhu setelah hari ke-3 pasca
operasi, menggigil, malaise, peningkatan SDP, peningkatan nyeri tekan abdominal, luka
edema, kemerahan dan nyeri tekan.
R : Mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh selam pembedahan atau melalui insisi.
Pirogen endogen dilepaskan dan mengatur kembali titik atur hipotalamik pada
tingkat febris. Suhu tubuh dideteksi sebagai terlalu dingin dengan menggigil dan
vasokonstriksi mengakibatkan pembangkitan dan penggunaan panas. Suhu inti tubuh
meningkat pada tingkat baru titik atur mengakibatkan demam. SDP dilepaskan untuk
merusak beberapa patogen. Luka kemerahan, nyeri tekan dan edema diakibatkan oleh
migrasi limfosit ke area tersebut.
7. Pantau terhadap retensi urine (distensi kandung kemih, aliran berlebih (30-60 ml urine
setiap 15-30 mnt)).
R : Trauma pad otot detrusor dan cedera pada saraf pelvic selam pembedahan dapat
menghambat fungsi kandung kemih. Ansietas dan nyeri dapat menyebabkan spasme
refleks sfingter. Edema leher kandung kemih juga dapat menyebabkan retensi.
Sedatif dan narkotik juga dapat mempengaruhi system saraf sentral efektifitas otot
polos.
Masalah 1 : cairan dan nutrisi
Tujuan
Intervensi :
1. Mendengarkan bising usus.
2. Bantu dengan kemajuan ambulasi.
3. Berikan pelembut feses bila diperlukan.
Masalah 4 : Bonding
Tujuan
Kriteria hasil: Pengtahuan ibu tentang perawatan ibu dan bayi bertambah
Intervensi :
1. Berikan pendidikan tentang perawatan dan bayi.
2. Tekankan pentingnya pencucian tangan.
VI. Implementasi
Mengacu pada intervensi.
VII. Evaluasi
Mengacu pada kriteria hasil.