Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN TEORI
2.1 KONSEP NIFAS
2.1.1

Definisi
Nifas (puerperium) adalah waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan
pada keadaan normal. (Manuaba, 2007)
Masa nifas adalah masa dimulainya setelah partus selesa dan berakhir setelah kirakira 6 minggu, tetapi seluruh alat genital baru pulih kembali seperti sebelum ada
kehamilan dalam waktu 3 bulan. (Sarwono, 2002:237)
Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat
kandungan kembali seperti pra-hamil. (Rustam Mochtar, 1998:115)

2.1.2

Periode Masa Nifas


Nifas dibagi menjadi 3 periode yaitu:
a. Puerperium Dini
Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam
agama Islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
b. Puerperium intermedial
Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu
c. Remote Puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama
hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat
sempurna bisa berminggu-miggu, bulanan, atau tahunan.
(Rustam Mochtar, 1998:115)

2.1.3

Involusi Alat-Alat Kandungan


1. Uterus
Involusi
Bayi lahir

Tinggi Kundus Uterus


Setinggi pusat

Baru lahir

2 jari di bawah pusat

750 gram

1 minggu

Pertengahan pusat sympisis

500 gram

2 minggu

Tidak teraba di atas sympisis

300 gram

6 minggu

Bertambah kecil

50 gram

8 minggu

Sebesar normal

30 gram

2. Bekas Implantasi Plasenta

Berat Uterus
1000 gram

Bekas implantansi plasenta segera setelah lahir seluas 12 x 15 cm.


permukaan kasar, di mana pembuuh darah besar bermuara. Pada pembuluh darah
terjadi pembentukan thrombose, disamping pembuluh daran tertutup karena
kontraksi otot rahim. Bekas luka implantasi dengan cepat mengecil, hari pertama
setebal 2,5 mm dengan permukaan kasar. Hari ketiga permukaan mulai rata
karena degenerasi endomentrium memakan waktu 2-3 minggu besar 6-8 cm dan
akhir Puerperium sebesar 2 cm. luka bekas implantasi plasenta akan sembuh
karena pertumbuhan ednometrium yang berasal dari tepi luka dan lapisan basalis
endometrium.
3. Lochea
Cairan yang berasal dari cavum uteri dan vagina dalam masa nifas.
Macam-macam lochea:
a. Lochea rubra :

berisi darah segar dan sisa

selaput ketuban sel desidua, verniks kaseosa,


mekanium selama 2 hari post partum.
b. Lochea sanguinolenta :

bewarna

merah

kekuningan berisi darah dan lender hari ke 3-7 post


partum
c. Lochea serosa :

berwarna kuning, cairan tidak

berdarah lagi, pada hari ke 7 15 post partum


d. Lochea alba

cairan putih terjadi setelah 2

minggu
4. Serviks
Setelah melahirkan bentuk serviks agak menganga seperti corong.
Berwarna merah kehitaman, konsistensinya lunak, kadang terdapat perlukanperlukaan kecil. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim.
Setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari, dan setelah 7 hari hanya dilalui 1 jari.
5. Ligament-Ligament
Ligament, falsia dan diafragma pervis yang meregang pada waktu
persalinan, setelah bayi lahir, berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali
sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menajdi retiofleksi karena
ligamentum refundum menjadi kendor.
6. Vagina
Vagina yang sangat diregang waktu persalinan, lambat dan mencapai
ukuran-ukurannya yang normal. Pada minggu ketiga post partum, rugea mulai
nampak kembali.
7. Saluran Kencing

Dinding kandung kencing memperlihatkan oedema dan hiperonemia.


Kadang-kadang oedema dari ligament, menimbulkan obstruksi dari uretra
sehingga terjadi retensia urinary, kadang-kadang dalam Puerperium kurang
sensitive dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kencing penuh atau
malah Sesudah kencing masih tinggal urine rescivual. Pilotasi uretes dan
pevllium normal kembali dalam waktu 2 minggu atau bisa terjadi infeksi saluan
kencing.
8. Laktasi (proses pembentukan dan pengeluaran ASI)
a. Masing-masing buah dada terdiri dari 15 24 lobus yang terletak radial dan
terpisah satu sama lain oleh jaringan lemak. Tiap lobus terdiri dari sel-sel
asing yang menghasilkan air susu.
b. Tiap lobus mempunyai saluran halus untuk mengalirkan air susu. Saluransaluran yang halus ini bersatu menjadi satu saluran untuk tiap lobus.
c. Progesterone

dan

esterogen

yang

dihasilkan

plasenta,

merangsang

pertumbuhan kelenjar susu, setelah plasenta lahir, maka LTH dengan bebas
dapat merangsang lakstasi.
d. Pada hari ketiga post partum buah dada menjadi besar, keras dan nyeri. Ini
menandai formula, sekresi air susu dan jika areola mammae dipijat, keluarlah
cairan putih dari puting susu.
Keuntungan pemberian ASI:
a. Rangsangan putting susu ibu memberikan reflek pengeluaran oksitosin
kelenjar hipofise, sehingga pelepasan plasenta dapat dipercepat.
b. Pemberian ASI memperepat involusi uterus menuju keadaan normal
c. Ransangan putting susu ibu mempercepat pengeluaran ASI, karena bekerja
sama dengan hormone prolaktin.
2.1.4

Perawatan Pasca Persalinan


a. Mobilisasi
Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus bersalin, tidur terlentang selama 8
jam pasca persalinan, kemudian boleh miring-miring ke kanan dan ke kiri untuk
mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari ke 2 diperbolehkan
duduk, hari ke 3 jalan-jalan dan hari ke 4 atau ke 5 sudah diperbolehkan pulang,
mobilisasi di atas mempunyai variasi, bergantung pada komplikasi persalinan,
nifas, dan sembuhnya luka-lukan.
b. Diet
Makanan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori, sebaiknya makanmakanan yang mengandung protein banyak cairan sayur-sayuran, dan buahbuahan.

c. Miksi
Hendaknya kencing dapat dilakukan sendiri secepatnya, kadang wanita
mengalami sulit kencing karena sfingker uretra ditekan oleh kepala janin dan
spasme oleh inhalasi melalui spingker ani selama persalinan, juga oleh karena
adanya oedema kandung kemih yang terjadi selama persalinan. Bila kandung
kemih penuh dan wanita sulit kencing, sebaiknya lakukan katerisasi.
d. Defekasi
Buang air besar harus dilakukan 3-4 pasca persalinan. Bila masih sulit
buang air besar dan terjadi obstipasi apalagi berak keras dapat diberikan obat
langsung perusal atau per rectal. Jika masih belum bisa dilakukan klisma.
e. Perawatan payudara
Perawatan payudara telah dimulai sejak wanita hamil supaya putting susu
lemas, tidak keras dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya. Bila
bayi meninggal laktasi dihentikan dengan cara :
1. Pembalutan mammae sampai tertekan
2. Pemberian obat estrogen untuk supissi LH seperti tablet lynoral dan pariodel
f. Laktasi
Untuk menghadapi masa laktasi (menyusui) sejak dari kehamilan telah terjadi
perubahan-perubahan pada kelenjar mammae, yaitu:
1. Proliferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar, alveoli dan jaringan lemas
bertambah.
2. Keluaran cairan susu jarang dari duktus laktoferus disebut colostrums,
berwarna kuning putih susu.
3. Hiperoskularisasi pada permukaan dan bagian dalam di mana vena berdilatasi
sehingga tampak jelas.
4. Setelah persalinan, pengaruh supresi esterogen dan progesterone hilang, maka
timbul pengaruh hormone laktogenik (rm) atau prolaktin yang akan
merangsang air susu. Disamping itu, pengaruh oksitosin menyebabkan mio
episel kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu keluar, produksi akan
banyak terjadi pada 2-3 hari persalinan.
g. Psikososial
1. Stabilkan distress saat persalinan dengan menunjukkan simpati menghargai
2. Menemui ibu bila bepergian.
3. Menghibur ibu bila bersedih
h. Periksakan Pasca Persalinan

Di Indonesia adalah kebiasaan atau kepercayaan bahwa wanita bersalin


baru boleh keluar rumah setelah habis nifas yaitu 40 hari. Bagi wanita dengan
perslainan normal hal ini baik dan dilakukan pemeriksaankembali 6 minggu
setelah persalinan. Namun bagi wanita dengan persalinan luar biasa harus
kembali untuk kontrol seminggu kemudian.
Pemeriksaan Post Natal meliputi:
1.

Pemeriksaan umum : tekanan darah, nadi, keluhan, dst

2.

Keadaan umum

3.

Payudara : ASI, putting susu

4.

Dinding perut : perineum, kandung kemih, rectum

5.

Sekresi yang keluar misalnya lochea, fluor albus

6.

Keadaan alat-alat kandungan

: suhu badan, selera makan dan lain-lain

i. Nasehat untuk ibu Post Natal


1. Fisioterapi post natal sangat baik bila diberikan
2. Sebaiknya bayi disusui
3. Untuk kesehatan bayi, ibu dan keluarga sebaiknya melakukan KB
4. Bawalah bayi anda untuk memperoleh imunisasi.
(Rustam Mochtar, 1998:118)
2.1.5

Adaptasi Psikologis Nifas


Fase yang terjadi pada masa nifas :
1. Fase Taking In
Pada fase ini, perhatian ibu pada dirinya mungkin pasif dan bergantung,
berlangsung 1-2 hari. Ibu tidak menginginkan kontak dengan bayinya, tetapi
bukan berarti tidak memperhatikan.
2. Fase Taking Hold
Ibu berusaha mandiri dan berinisiatif perhatian terhadap kemampuan fungsi
tubuhnya. Misal : BAK / BAB, melakukan berbagai aktivitas duduk, jalan, ingin
belajar tentang perawatan diri dan bayinya. Timbul rasa kurang percaya diri
sehingga mudah mengatakan tidak untuk melakukan perawatan pada fase ini
berlangsung 10 hari.
3. Fase Letting Go
Ibu mengatakan bahwa bayinya akan terpisah dari dirinya, mendapat peran dan
tanggung jawab baru terjadi peningkatan kemandirian perawatan diri dan
bayinya.

2.1.6

Infeksi Nifas
a. Etiologi

Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan seperti


eksogen, autogen dan endogen. Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50%
adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak pathogen sebagai penghuni
normal jalan lahir.
Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain:
1. Streptococcus anaerob
2. Staphy lococcus aureus
3. Escheria coli
4. Chlostridium welci
5. Candida albicon
b. Cara terjadinya Nifas
1. Manipulasi penolong yang tidak suci hama atau pemeriksaan dalam yang
berulang-ulang dapat membawa bakteri yang sudah ada ke dalam rongga
rahim.
2. Alat yang tidak suci hama
3. Infeksi droplet, sarung tangan dan alat-alat terkenal infeksi
4. Kontaminasi yang berasal dari hidung, tenggorokan dan penolong dan
pembantunya / orang lain.
c. Predisposisi
1. Partus lama, partus terlantar dan ketuban pecah lama
2. Tindakan obstetric operatif pervaginaan atau perabdominal
3. Tertinggalnya sisa uri, selaput ketuban dan bekuan darah dalam rongga
rahim.
4. Keadaan-keadaan yang menurunkan daya tahan seperti perdarahan,
kelelahan, malnutrisi, pre-eklampsi, eklampsia dan penyakit ibu lainnya
(Jantung, TBC, pneumonia).
d. Frekuensi
Secara proporsional angka infeksi menurut jenis infeksi adalah
1.

Infeksi jalan lahir 25% - 55% dari kasus infeksi

2.

Infeksi saluran kencing 30% - 60% dari kasus infeksi

3.

Infeksi pada mammae 5% - 10% dari kasus infeksi

4.

Infeksi campuran 2% - 5% dari kasus infeksi


e. Klasifikasi
1. Infeksi terbatas lokasinya pada perineum, vulvua, serviks dan endometrium
2. Infeksi yang menyebar ke tempat lain melalui pembuluh darah vena,
pembuluh limfe dan endometrium.
f. Pencegahan Infeksi Nifas

Pada masa kehamilan

Mengurangi atau mencegah faktor-faktor prdisposisi seperti anemia,


malnutrisi dan kehamilan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita
ibu.
Pada masa persalinan
a. Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada indikasi
dengan sterilitas yang baik apabila ketuban telah pecah
b. Hindari partus lama dan ketuban pecah dini
c. Jagalah sterilitas kamar bersalin dan pakaialah masker, alat-alat harus
cuci hama.
d. Perlukaan-perlukaan

jalan

lahir

karena

tindakan-tindakan

baik

pervaginaan maupun perabdominal dibersihka, dijahit sebaik-baik.


2.2 KONSEP SECTIO CAESARIA
2.2.1

Definisi
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat syatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina, atau section caesarea adalah
suatu histerek tomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
(Rustam Mochtar, 1998:117)
Sectio caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas
500 gram, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (intact).
(Sarwono, 2002)

2.2.2

Istilah-Istilah SC
a. Sectio caesarea primer (efektif)
Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara sectio caesarea,
tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul sempit (CV kecil dari
8 cm).
b. Sectio caesarea sekunder
Dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran biasa (partus percobaan)
bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal, baru dilakukan
seksio caesarea.
c. Sectio caesarea sekunder
Ibu pada kehamilan yang lalu mengalami seksio caesarea (previous caesarean
section) dan pada kehamilan selanjutnya dilakukan sectio caesarea ulang.
d. Sectio caesarea histerektomi (caesarean section hysterectomy)
Adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan sectio caesarea,
langsung dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi.

e. Operasi porro (Porro operation)


Adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (tentunya janin
sudah mati), dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi
rahim yang berat.
Sectio caesarea oleh ahli kebidanan disebut obstetric panacea, yaitu obat atau terapi
ampuh dari semua masalah obstetric.
2.2.3

Indikasi
Adapun indikasi dari sectio sesarea adalah
a. Indikasi Ibu
1. Panggul sempit
Pada keadaan panggul sempit merupakan salah satu indikasi sectio
sesarea, dilihat dari faktor ibu sectio sesarea dilakukan bila ditandai adanya
bahaya :

Pada Ibu : partus kasep atau ruptura uteri imminens disertai perdarahan

Meningkatkan kematian perinatal dengan infeksi intrapartum prolaps teniculli


terjadinya perdarahan intrakranial akibat aulage terlalu lama bahkam
menyebabkan fraktur of parietal

2. Ibu Riwayat post sectio sesarea


Lebih direncanakan sebelumnya untuk melakukan sectio sesarea ulang
karena sectio sesarea yang bersifat darurat kemungkinan pelaksanaan tindakan
segera dilakaukan. (Ronaldy, 1995 : 116)
3. Plasenta Previa
Sectio Sesarea merupakan netode persalinan janin yang terasa hampir
pada semua kasus placenta previa dalam membenarkan tindakan sectio sesarea
pada keadaan janin yang sudah meninggal, sekali lagi diperlukan pengertian
bahwa perawatan ini dilakukan demi keselamatan ibu.
4. Ruptur Uteri Imminens
Ruptur uteri merupakan kesempatan terakhir untuk dapat menyelamatkan,
jiwa penderita dari bahaya yang lebih besar selain observasi yang cermat dan
tepat tindakannya yang cepat dan tepat merupakan salah satunya yang dapat
berfungsi utuk menyelamatkan jiwa penderita karena robekan pada uterus harus
segera mendapatkan penanganan cepat untuk menghindari adanya ruptur uteri
sehingga keselamatan janin bisa dipertahankan.
5. Pre-eklamsi berat/ringan
Pada pre-eklamsi berat persalinan harus terjadi dalam tempo 24 jam
sedangkan pada eklamsi 12 jam sejak gejala eklamsi timbul dan jika terdapat
gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi dalam waktu 12 jam (pada

eklamsi) maka dilakukan cara secti sesarea, Hal ini demikian meningkatkan
resiko terjadinya kematian ibu dan janinnya sehingga persalinan dengan resiko
dengan sectio sesarea perlu direncanakan secara efektif dan sekunder sesuai
keadaan
6. Disfungsi uterus
Disfungsi uterus atau kerja uterus yang tidak efisien mencakup
ketidakmampuan servik untuk membuka secara lancar, Disamping kontraksi
yang tidak efektif, hal ini menyebabkan partus lama yang menimbulkan efek
bahaya baik terhadap ibu maupun anak, diantaranya pada ibu adalah perdarahan,
infeksi, akselerasi. Dan baya janin adalah gawat janin, trauma cerebro, infeksi
lain-lain, Dari bahaya diatas, keadaaan janin adalah keadaan yang sangat
diindikasikan untuk melakukan persalinan dengan sectio sesarea
7. Umur < 20 tahun
Suatu kondisi ibu terlalu muda hamil dimana organ-organ reproduksi
belum matang, adapun penyakit-penyakit yang biasa timbul pada usia < 20 tahun
antara lain abortus, mola hidatidosa. Kasus ini yang sering muncul atau
menyertai kehamilan dibawah umur 20 tahun mempunyai dampak negatis
terhadap kesejahteraan waktu remaja. Hal ini disebabkan belum siap mental
untuk hamil, kurun waktu reproduksi sehat untuk hamil yakni 20-25 tahun,
mengerti usaha serta upaya apa yang perlu dilakukan sebelumnya pada saat
hamil sesudah melahirkan sehingga kesehatan ibu tetap terjaga saat hamil dan
persalinan
8. Umur > 35 tahun
Suatu kondisi ibu terlalu tua hamil yaitu umur 35 tahun atau lebih, adapun
penyakit yang berhubungan dengan usia peningkatan resiko hipertensi kronik,
diabetes gestastesional kehamilan ektopik, persalinan yang lama pada multi para,
kelahiran prematur, abnormalis kromosom, kematiam janin, sectio sesarea.
Kehamilam >35 faktor-faktor lain sangat penting, faktor-faktor cukup tidaknya
segmen bawah uterus yang baik keturunan atau kekuatanservick dan jaringan
lunak jalan lahir, kekuatan his kalau semua hal menguntungkan kelahiran
pervaginam dipertimbangkan kalau faktor faktor yang merugikan terdapat
maka sectio sesarea merupakan produser lebih aman, lebih bijaksana
b. Indikasi Janin
1. Gawat janin
Yang disebabkan oleh:

Kehamilan serotinus

Pada usia kehamilan lebih dari 42 minggu kemungkinan dapat meyebabkan


placenta yang akan timbul suatu keadaan gawat janin, pada keadaan ini perlu
dipertimbangkan tindakan operasi

Ketuban pecah dini

2. Kelainan letak
Pada keadaan letak ini indikasi untuk dilakukan tindakan sectio sesarea :
Letak bokong
Letak bokong ini dianjurkan bila ada panggul seperti primifgravida jenis
besar dan anak nakal
Letak lintang
Apabila ada kesempitan panggul sectio sesarea adalah cara yang terbaik
dalam segala letak lintang dengan janin hidup dan besar, pada semua
primigravida degnan letak lintang harus ditolong dengan sectio sesarea tidak
ada panggul sempit
Letak muka
Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dengna cara-cara lain
tidak berhasil
Genetik
Pada genetiik dianjurkan bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu
dan terjadinya intercloming
Bayi besar
Pada bayi besar biasanya disebabkan penyakit diabetes militus, pada keasaan
ini bisa mengakibatkan kesulitan persalinan dan kelahiran, meskipun bayi ini
besar perilakunya, menyerupai bayi prematur tidak bisa bertahan dengan baik
terhadap beban persalinan lawa sehingga sangat berbahaya bila bayi besar ini
berada dalam persalinan sehingga sevctio sesarea merupakan salah satu
tindakan untuk kematian janin ini.
(Mochtar, 1998:416)
2.2.4

Jenis-jenis Operasi Sectio Caesarea

a.

Abdomen (sectio caesarea abdominalis)

Sectio caesarea transperitonealis


1.

Sectio caesarea klasik atau corporal dengan insisi memanjang pada


korpus uteri.

2.

Sectio caesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi
pada segmen bawah rahim.

Sectio caesarea ekstraperitonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis,


dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.

Vagina (sectio caesarea vaginalis)

Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Sayatan memanjang (longitudinal) menurut kronig
2. Sayatan melintang (transversal) menurut keir
3. Sayatan huruf T (T-incision)
(Rustam Mochtar, 1998:119-120)
2.2.5

Komplikasi
a. Infeksi Puerperal (nifas)
-

Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja


-

Sedang

: dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi

dan perut sedikit kembung.


-

Berat

: dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering

dijumpai pada partus terlantar, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi


inraportal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
Penanganannya adalah dengan pemberian cairan elektronlit dan antibiotika yang
adekuat dan tepat.
a. Perdarahan, disebabkan karena:
-

Banyak pembuluh darah yang terputus dan teruka

Atonia uteri

Perdarahan pada placental bed

b. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonialisasi terlalu tinggi.
c. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan sekarang
(Rustam Mochtar, 1998:121)
2.2.6

Perawatan Pre-Operasi
Wanita yang direncanakan menjalani SC biasanya dimasukkan rumah sakit
satu hari sebelum pembedahan oleh dokter abstetri yang akan melaksanakan
pembedahan dan oleh ahli anestesiologi. Hematokrit diperiksa, bila uji coombe indirek
hasilnya positif, maka disediakan 100 ml darah lengkap yang cocok dengan golongan
darah pasien atau fragmen darah yang serupa. Obat-obatan sedative seperti
sekabarbital 100 mg dapat diberikan menjelang tidur malam sebelum operasi. Asupan
dihentikan sekurang-kurangnya 8 jam sebelum pembedahan. Obat antasida diberikan
sesasat sebelum dilakukan induksi anastesi umum, untuk mengurangi resiko destruksi
paru akibat asam lambung bila terjadi aspirasi. (Obstetri Willianms, 1999:528)

2.2.7

Perawatan Post SC
a.

Cairan Intravena
Cairan IV yang diberikan terdiri dari larutan RL atau larutan serupa dan
D5% dalam air, secara khusus, 1-2 liter larutan mengandung elektrolit diinfuskan
selama dan sesegera setelah operasi.

b.

Ruang pemulihan
Yang harus diperhatikan adalah jumlah perdarahan dari vagina, tinggi
fundus uteri (dengan palpasi yang sering) untuk memastikan bahwa uterus tetap
berkontraksi dengan kuat, setelah ibu sadar penuh dan perdarahannya minimalnormal, tekanan darah baik, jumlah urin sekurang-kurangnya 30 cc/jam, ibu dapat
dikembalikan sebelumnya.

c.

Tanda-tanda vital
Pasien dievaluasi tiap jam selama 4 jam (paling sedikit). Tekanan darah,
nadi, jumlah urin dan jumlah darah yang hilang, serta keadaan fundus uteri harus
diperiksa pada saat ini. Adanya abnormalitas harus segera dilaporkan, oleh karena
itu, selama 24 jam I semua ini harus diperiksa tiap 4 jam sekali, besama-sama
dengan pengukuran suhu tubuh.

d.

Terapi cairan dan diit


Pemberian cairan infuse dengan jumlah yang besar selama dan Sesudah
pembedaan tidak diperlukan untuk mengganti cairan ekstra seller yang mengalami
sekuentrasi (diekspresikan ke dalam ruang iga). Untuk pendalaman umum
pemberian 3 liter larutan, termasuk RL, terbukti sudah cukup selama pembedahan
dan dalam 24 jam I berikutnya. Paling lambat hari kedua setelah operasi, sebagian
besar sudah dapat mendapat makanan biasa.

e.

Vesika urinaria dan usus


Kateter sudah dapat dilepas dari vesika urinaria setelah 24 jam post SC
atau keesokan paginya. Setelah operasi bising usus biasanya belum terdengar
pada hari pertama setelah pembedahan, pada hari kedua bising masih lemah dan
pada hari ketiga sudah aktif. Gejala kembung dan nyeri akibat inkoordinasi gerak
usus dapat menjadi gangguan yang menyusahkan pada hari kedua dan ketiga postop sering pemberian supositoria rectal akan diikuti dengan defikasi, jika gagal
pemberian anema dapat meringankan keluhan pasien.

f.

Ambulasi
Pada sebagian kasus pada hari pertama setelah operasi, pasien dengan
bantuan perawat dapat bangunan dari tempat tidur sebentar-sebentar, sekurang-

kurangnya dua kali. Ambulasi dapat ditentukan waktunya sehingga preparat


analgesic yang diberikan dapat mengurangi rasa nyeri. Pada hari kedua pasien
dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan.

g.

Perawatan luka
Luka insisi diinspeksi setiap hari, secara normal jahitan kulit diangkat
pada hari keempat setelah operasi. Paling pada hari ketiga post partum pasien
sudah dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi.
(Obstetri Willianms, 1999:528:529)

2.2.8

Nasihat Pasca Operasi


-

Dianjurkan jangan hamil selama lebih kurang satu tahun, dengan memakai
kontrasepsi.

Kehamilan berikutnya hendaknya diawasi dengan antenatal yang baik

Dianjurkan untuk brsalin di rumah sakit yang besar

Apakah persalinan yang berkut harus dengan sectio caesarea bergantung dari
indikasi sectio caesarea dan keadaan pada kehamilan berikutnya.

2.3 KONSEP MOW (METODE OPERASI WANITA)


2.3.1

Pengertian
MOW (Metode Operatif Wanita)/ Tubektomi atau juga dapat disebut dengan
sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur kanan
dan kiri yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati saluran telur, dengan
demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma laki laki sehingga tidak terjadi
kehamilan, oleh karena itu gairah seks wania tidak akan turun. (BKKBN, 2006)
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas atau
kesuburan perempuan dengan mengokulasi tuba fallopi (mengikat dan memotong atau
memasang cincin) sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum. (Noviawati
dan Sujiayatini, 2009)
MOW ini adalah mengokulasi tubafallopi sehingga spermatozoa dan ovum tidak
dapat bertemu. (Hanafi, 2004)
Program MOW sendiri dibagi menjadi 2 yaitu diantaranya:
a. Program rumah sakit
1) Pelaksanaan MOW pasca operasi /pasca melahirkan
2) Mempunyai penyakiot ginekologi
b. Reguler : MOW dapat dilakukan pada masa interval

2.3.2

Syarat Melakukan MOW (Metode Operasi Wanita)


Syarat dilakukan MOW Menurut Saiffudin (2002) yaitu sebagai berikut:
a. Syarat Sukarela
Syarat sukarela meliputi antara lain pengetahuan pasangan tentang cara cara
kontrasepsi lain, resiko dan keuntungan kontrasepsi mantap serta pengetahuan
tentang sifat permanen pada kontrasepsi ini
b. Syarat Bahagia
Syarat bahagia dilihat dari ikatan perkawinan yang syah dan harmonis, umur
istri sekurang kurangnya 25 dengan sekurang kurangnya 2 orang anak hidup dan
anak terkecil lebih dari 2 tahun
c. Syarat Medik
Setiap calon peserta kontrasepsi mantap wanita harus dapat memenuhi syarat
kesehatan, artinya tidak ditemukan hambatan atau kontraindikasi untuk menjalani
kontrasepsi mantap. Pemeriksaan seorang dokter diperlukan untuk dapat
memutuskan apakah seseorang dapat menjalankan kontrasepsi mantap. Ibu yang
tidak boleh menggunakan metode kontrasepsi mantap antara lain ibu yang
mengalamai peradangan dalam rongga panggul, obesitas berlebihan dan ibu yang
sedang hamil atau dicurigai sdang hamil

2.3.3

Teknik Melakukan MOW


a. Tahap persiapan pelaksanaan
1) Informed consent
2) Riwayat medis/ kesehatan
3) Pemeriksaan laboratorium
4) Pengosongan kandung kencing, asepsis dan antisepsis daerah abdomen
5) Anesteri
b. Tindakan pembedahan yang digunakan dalam pelayanan tubektomi antara lain:
1) Minilaparotomi
Metode ini merupakan penyederhanaan laparotomi terdahulu, hanya
diperlukan sayatan kecil (sekitar 3 cm) baik pada daerah perut bawah
(suprapubik) maupun subumbilikal (pada lingkar pusat bawah). Tindakan ini
dapat dilakukan terhadap banyak klien, relative murah, dan dapat dilakukan oleh
dokter yang mendapat pelatihan khusus. Operasi ini juga lebih aman dan efektif.
(Syaiffudin, 2006)
Baik untuk masa interval maupun pasca persalinan, pengambilan tuba
dilakukan melalui sayatan kecil. Setelah tuba didapat, kemudian dikeluarkan,
diikat dan dipotong sebagian. Setelah itu, dinding perut ditutup kembali, luka

sayatan ditutup dengan kasa yang kering dan steril serta bila tidak ditemukan
komplikasi, klien dapat dipulangkan setelah 2 - 4 hari. (Syaiffudin,2006).
2) Laparoskopi
Prosedur ini memerlukan tenaga Spesialis Kebidanan dan Kandungan
yang telah dilatih secara khusus agar pelaksanaannya aman dan efektif. Teknik
ini dapat dilakukan pada 6 8 minggu pasca pesalinan atau setelah abortus
(tanpa komplikasi). Laparotomi sebaiknya dipergunakan pada jumlah klien yang
cukup banyak karena peralatan laparoskopi dan biaya pemeliharaannya cukup
mahal. Seperti halnya minilaparotomi, laparaskopi dapat digunakan dengan
anestesi lokal dan diperlakukan sebagai klien rawat jalan setelah pelayanan.
(Syaiffudin,2006).
2.3.4

Waktu Pelaksanaan MOW


Menurut Mochtar (1998) dalam Wiknjosastro (2005) pelaksanaan MOW dapat
dilakukan pada saat:
a. Masa Interval (selama waktu selama siklus menstrusi)
b. Pasca persalinan (post partum)
Tubektomi pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam, atau selambat
lambatnya dalam 48 jam pasca persalinan. Tubektomi pasca persalinan lewat dari
48 jam akan dipersulit oleh edema tuba dan infeksi yang akan menyebabkan
kegagalan sterilisasi. Edema tuba akan berkurang setelah hari ke-7 sampai hari ke10 pasca persalinan. Pada hari tersebut uterus dan alat alat genetal lainnya telah
mengecil dan menciut, maka operasi akan lebih sulit, mudah berdarah dan infeksi.
c. Pasca keguguran
Sesudah abortus dapat langsung dilakukan sterilisasi
d. Waktu opersi membuka perut
Setiap operasi yang dilakukan dengan membuka dinding perut hendaknya harus
dipikirkan apakah wanita tersebut sudah mempunyai indikasi untuk dilakukan
sterilisasi. Hal ini harus diterangkan kepada pasangan suami istri karena
kesempatan ini dapat dipergunakan sekaligus untuk melakukan kontrasepsi mantap.
Sedangkan menurut Noviawati (2009) waktu pelaksanaan MOW (Mantap Operasi
Wanita) dapat dilaukan pada:
a. Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional klien
tersebut tidak hamil
b. Hari ke-6 hingga hari ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi)
c. Pasca persalinan : Minilaparotomi dapat dilakukan dalam waktu 2 hari atau setelah
6 minggu atau 12 minggu pasca persalinan setelah dinyatakan ibu dalam keadaan
tidak hamil.

d. Pasca keguguran : Tubektomi dapat dilakukan dengan cara minilaparatomi atau


laparoskopi setelah triwulan pertama pasca keguguran dalam waktu 7 hari
sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik. Sedangkan pada triwulan kedua dalam
waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik, tubektomi dapat dilakukan
dengan cara minilaparotomi saja.
2.3.5

Indiksi MOW
Komperensi Khusus Perkumpulan untuk Sterilisasi Sukarela Indonesia tahun
1976 di Medan menganjurkan agar tubektomi dilakukan pada umur 25 40 tahun,
dengan jumlah anak sebagai berikut: umur istri antara 25 30 tahun dengan 3 anak
atau lebih, umur istri antara 30 35 tahun dengan 2 anak atau lebih, dan umur istri 35
40 tahun dengan satu anak atau lebih sedangkan umur suami sekurang kurangnya
berumur 30 tahun, kecuali apabila jumlah anaknya telah melebihi jumlah yang
diinginkan oleh pasangan tersebut.(Wiknjosastro,2005)
Menurut Mochtar (1998) indikasi dilakukan MOW yaitu sebagai berikut:
a. Indikasi medis umum
Adanya gangguan fisik atau psikis yang akan menjadi lebih berat bila wanita ini
hamil lagi.
1) Gangguan fisik : Gangguan fisik yang dialami seperti tuberculosis pulmonum,
penyakit jantung, dan sebagainya.
2) Gangguan psikis : Gangguan psikis yang dialami yaitu seperti skizofrenia
(psikosis), sering menderita psikosa nifas, dan lain lain.
b. Indikasi medis obstetrik
Indikasi medik obstetri yaitu toksemia gravidarum yang berulang, seksio sesarea
yang berulang, histerektomi obstetri, dan sebagainya.
c. Indikasi medis ginekologik
Pada waktu melakukan operasi ginekologik dapat pula dipertimbangkan untuk
sekaligus melakukan sterilisasi.
d. Indikasi sosial ekonomi
Indikasi sosial ekonomi adalah indikasi berdasarkan beban sosial ekonomi yang
sekarang ini terasa bertambah lama bertambah berat.
1) Mengikuti rumus 120 yaitu perkalian jumlah anak hidup dan umur ibu,
kemudian dapat dilakukan sterilisasi atas persetujuan suami istri, misalnya umur
ibu 30 tahun dengan anak hidup 4, maka hasil perkaliannya adalah 120.
2) Mengikuti rumus 100
Umur ibu 25 tahun ke atas dengan anak hidup 4 orang
Umur ibu 30 tahun ke atas dengan anak hidup 3 orang
Umur ibu 35 tahun ke atas dengan anak hidup 2 orang

2.3.6

Kontraindikasi MOW
Menurut Mochtar (1998) kontraindikasi MOW dibagi menjadi 2 meliputi :
a. Kontra indikasi mutlak
1) Peradangan dalam rongga panggul
2) Peradangan liang senggama aku (vaginitis, servisitis akut)

3) Kavum dauglas tidak bebas,ada perlekatan


b. Kontraindikasi relative
1) Obesitas berlebihan
2) Bekas laparotomi
Sedangkan menurut Noviawati dan Sujiyati (2009) yang sebaiknya tidak menjalani
Tubektomi yaitu:
a. Hamil sudah terdeteksi atau dicurigai
b. Pedarahan pervaginal yang belum jelas penyebabnya
c. Infeksi sistemik atau pelvik yang akut hingga masalah itu disembuhkan atau
dikontrol
d. Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa depan
e. Belum memberikan persetujuan tertulis.
2.3.7

Komplikasi Dan Penanganan MOW


KOMPLIKASI
Infeksi Luka

PENANGANAN
Apabila terlihat

infeksi

luka,

obati

dengan

antibiotik.
Demam pascaoperasi ( > 38 oC) Obati infeksi berdasarkan apa yang ditemukan
Luka pada kandung kemih. Mengacu ke tingkat asuhan yang tepat. Apabila
Intestinal (jarang terjadi).

kandung kemih atau usus luka dan diketahui


sewaktu operasi, lakukan reparasi primer. Apabila
ditemukan pasca operasi, dirujuk kerumah sakit

Hematoma (subkutan)

yang tepat bila perlu.


Gunakan pack yang hangat dan lembab ditempat

tersebut.
Emboli gas yang dilakukan oleh Mulailah
laparoskopi
terjadi)
Rasa
sakit

resusitasi

intensif,

termasuk

cairan

(sangat

jarang intravena, resusitasicardiopulmonary dan tindakan

pada

penunjang kehidupan lainnya.


lokasi Pastikan adanya infeksi atau abses dan obati

pembedahan
berdasarkan apa yang ditemukan
Perdarahan superficial (tepi tepi Mengontrol perdarahan dan obati berdasarkan apa
kulit atau subkutan)

yang ditemukan.

2.4 KONSEP ANTE PARTUM BLEEDING (APB)


2.4.1

Definisi
-

Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu.


Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum

28 minggu (Mochtar, 1998)


Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan di atas 28
minggu atau lebih dan sering disebut atau digolongkan perdarahan trimester ketiga.

(Ida Bagus Gde Manuaba, 2007)


Perdarahan antepartum adalah perdarahan dari vagina yang terjadi pada usia
kehamilan lebih atau sama dengan 29 minggu dan terjadi sebelum bayi lahir (WHO).

2.4.2

Etiologi
a. Kelainan plasenta
- Plasenta previa : Keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal,
yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak dibagian atas
uterus. Klasifikasi plasenta previa :
1. Plasenta previa totalis : bila seluruh pembukaan jalan lahir tertutup oleh
plasenta.
2. Plasenta previa lateralis : bila hanya sebagian pembukaan jalan lahir tertutup
oleh plasenta.
3. Plasenta previa marginalis : bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan jalan lahir.
4. Plasenta previa letak rendah : bila plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir
pembukaan jalan lahir.
Solusio plasenta (Abruptio Placenta) : Terlepasnya plasenta yang letaknya normal

pada corpus uteri sebelum lahirnya janin, terjadi pada triwulan ketiga. Klasifikasi
Solutio Placenta :
1. Ringan : Perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda
renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar
fibrinogen plasma lebih 120 mg%.
2. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan,
gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian
permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.
3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin
mati, pelepasan plasenta bisa terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.
b. Bukan dari kelainan plasenta
Misalnya didapatkan kelainan serviks dan vagina, dapat diketahui bila dilakukan
pemeriksaan dengan spekulum yang seksama. Kelainan yang tampak ialah :
- Erosio portionis uteri
- Carcinoma portionis uteri
- Polypus cervicis uteri, varices vulvae, dan trauma.
- Umur dan paritas

Pada primigravida, umur diatas 35 tahun lebih sering daripada umur dibawah
25 tahun

Lebih sering pada paritas tinggi dari paritas rendah

Hipoplasia endometrium; bila kawin dan hamil pada usia muda

Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi, post


operasi caesar, kuretase, dan manual plasenta.

Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima


hasil konsepsi.

Kehamilan janin kembar,.

Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium

Kadang-kadang pada malnutrisi.

Riwayat perokok.

c. Perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya, mungkin disebabkan : ruptura


sinus marginalis, atau vasa previa.
2.4.3

Tanda Gejala
a. Ciri-ciri plasenta previa :
- Perdarahan tanpa nyeri
- Perdarahan (fluxus) berulang
- Warna perdarahan merah segar
- Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
- Timbulnya perlahan-lahan
- Waktu terjadinya saat hamil
- His biasanya tidak ada
- Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
- Denyut jantung janin ada
- Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
- Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
- Presentasi mungkin abnormal.
b. Solutio Placenta
- Perdarahan dengan nyeri
- Perdarahan tidak berulang
- Warna perdarahan merah coklat
- Adanya anemia dan renjatan yang tidak sesuai dengan keluarnya darah
- Timbulnya tiba-tiba
- Waktu terjadinya saat hamil inpartu
- His ada
- Rasa tegang saat palpasi
- Denyut jantung janin biasanya tidak ada
- Teraba ketuban yang tegang pada periksa dalam vagina
- Penurunan kepala dapat masuk pintu atas panggul
- Tidak berhubungan dengan presentasi

2.4.4

Patofisiologi
Saat perdarahan tergantung pada kekuatan insersi plasenta dan kekuatan tarikan pada
istmus uteri. Jadi dalam kehamilan tidak perlu ada his untuk menimbulkan perdarahan.
Tapi pada persalinan his pembukaan sudah tentu menimbulkan perdarahan karena
plasenta akan terlepas dari dasarnya. Setelah terjadi pergesaran antara plasenta dan

dinding uterus maka regangan dinding uterus dan tarikan pada serviks berkurang. Tapi
dengan majunya kehamilan regangan bertambah lagi dan menimbulkan perdarahan
baru. Kejadian ini berulang-ulang. Darah terutama berasal dari ibu, yaitu dari ruang
intervillosa, tapi dapat juga bersal dari anak, yaitu bila jonjot terputus atau pembuluh
darah plasenta yang lebih besar terbuka.
2.4.5

Komplikasi

Ibu :
a. Perdarahan yang hebat, dapat menimbulkan:
-

Variasi turunnya tekanan darah sampai keadaan syok

Perdarahan tidak sesuai dengan keadaan penderita anemis sampai syok.

Kesadaran bervariasi dari baik sampai koma.

b. Gangguan pembekuan darah:


-

Masuknya tromboblastin ke dalam sirkulasi darah menyebabkan pembekuan


darah intravaskular dan disertai hemolisis

Terjadi penurunan fibrinogen sehingga hipofibrinogen dapat mengganggu


pembekuan darah.

c. Infeksi sepsis
d. Emboli udara
e. Oliguria : Terjadinya sumbatan glomerulus ginjal dan dapat menimbulkan produksi
urin makin berkurang.

Janin :
a. Hypoxia
b. Perdarahan dan shock
c. Menimbulkan asfiksia ringan sampai berat

d. Kematian janin dalam rahim

2.4.6

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Ultrasonography (USG) : untuk mengetahui adanya pendarahan di
dalam uterus, Evaluasi letak dan posisi plasenta, Posisi, presentasi, umur, tandatanda kehidupan janin
2. Magnetic resonance imaging (MRI). MRI tetap merupakan cara yang aman dan
paling baik untuk visualisasi placenta terutama untuk menentukan visualisasi
plasenta akreta.
3. Pemeriksaan laboratorium
-

Urin : albumin (+); pada pemeriksaan sedimen terdapat silinder dan lekosit.

Darah : Hb menurun (anemi), periksa golongan darah, kalau bisa cross match test.

Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah /


hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation Test) tiap 1
jam, test kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan test kuantitatif fibrinogen (kadar
normalnya 150 mg%).

4. Pemeriksaan plasenta : Sesudah bayi dan plasenta lahir, kita periksa plasentanya.
Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (krater) dan
terdapat koagulum atau darah beku di belakang plasenta, yang disebut hematoma
retroplasenter.
5. Pemeriksaan inspekulo : Dilakukan untuk menentukan asal perdaraha

2.4.7

Penatalaksanaan
1. Plasenta previa
-

Pengelolaan plasenta previa tergantung dari banyaknya perdarahan, umur


kehamilan dan derajat plasenta previa.

Sebelum penderita syok, pasang infus NaCl/RL sebanyak 2 -3 kali jumlah darah
yang hilang.

Jangan melakukan pemeriksaan dalam atau tampon vagina, karena akan


memperbanyak perdarahan dan menyebabkan infeksi
a. Konservatif bila :
-

Kehamilan kurang 37 minggu.

Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal).

Tempat tinggal pasien dekat dgn rumah sakit (dapat menempuh perjalanan
selama 15 mnt)
Perawatan konservatif berupa :

Istirahat.

Memberikan hematinik untuk mengatasi anemia dan tokolitik

Memberikan antibiotik bila ada indikasi.


Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan perawatan
konservatif maka lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap
tidak ada perdarahan.
b. Penanganan aktif bila :

Fluxus banyak tanpa memandang usia kehamilan.

Umur kehamilan 37 minggu atau lebih.

Anak mati
Penanganan aktif berupa :

Persalinan per vaginam.


Indikasi : Plasenta previa marginalis, Plasenta previa letak rendah, Plasenta
previa lateralis dengan pembukaan 4 cm/lebih.

Persalinan per abdominal.


Indikasi seksio sesar : Plasenta previa totalis, Plasenta previa lateralis dimana
perbukaan < 4 cm, Perdarahan banyak tanpa henti (fluxus aktif), Presentase
abnormal, Panggul sempit, Keadaan serviks tidak menguntungkan (belum
matang), Gawat janin.

2. Solutio plasenta
-

Bila umur kehamilan <37 minggu solusio plasenta ringan,terapi konservatif

Bila umur kehamilan <37 minggu solusio plasenta sedang dan berat/ringan yg
memburuk,persalinan pervaginam bila persalinan diperkirakan <6 jam

Bila umur kehamilan >37 minggu seksio sesar diindikasikan jika persalinan
pervagina diperkirakan berlangsung lama baik pada solusio plasenta ringan,
sedang maupun berat.

Pasien dengan solusio plasenta sedang/berat, tranfusi darah atau resusitasi cairan
hendaknya dilakukan terlebih dahulu sebelum tindakan obstetri.

2.5 KONSEP PLASENTA PREVIA


2.5.1

Pengertian

Menurut Wiknjosastro (2009), Placenta Previa adalah plasenta yang letaknya


abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir. Manuaba (2007) mengemukakan bahwa plasenta previa adalah
plasenta dengan implantasi di sekitar segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi
sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Plasenta previa adalah plasenta yang
berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh osteum
uteri internum (Saifuddin, 2002).
2.5.2

Klasifikasi Plasenta Previa


Menurut Manuaba (2007), klasifikasi plasenta previa secara teoritis dibagi dalam
bentuk klinis, yaitu: a) Plasenta Previa Totalis, yaitu menutupi seluruh ostium uteri
internum pada pembukaan 4 cm. b) Plasenta Previa Sentralis, yaitu bila pusat plasenta
bersamaan dengan kanalis servikalis. c) Plasenta Previa Partialis, yaitu menutupi
sebagian ostium uteri internum. d) Plasenta Previa Marginalis, yaitu apabila tepi
plasenta previa berada di sekitar pinggir ostium uteri internum.
Menurut De Snoo yang dikutip oleh Mochtar (1998), klasifikasi plasenta previa
berdasarkan pada pembukaan 4 5 cm yaitu :
a. Plasenta Previa Sentralis, bila pembukaan 4 5 cm teraba plasenta menutupi
seluruh ostium.
b. Plasenta Previa Lateralis, bila pada pembukaan 4 5 cm sebagian pembukaan
ditutupi oleh plasenta, dibagi 3 yaitu : plasenta previa lateralis posterior bila sebagian
menutupi ostium bagian belakang, plasenta previa lateralis bila menutupi ostium
bagian depan, dan plasenta previa marginalis sebagian kecil atau hanya pinggir ostium
yang ditutupi plasenta.
Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan, misalnya
plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta
previa parsialis pada pembukaan 8 cm, penentuan macamnya plasenta previa harus
disertai dengan keterangan mengenai besarnya pembukaan (Wiknjosastro, 2002).

2.5.3

Etiologi
Penyebab secara pasti belum diketahui dengan jelas. Menurut beberapa pendapat para
ahli, penyebab plasenta previa yaitu :
a. Menurut Manuaba (2007), plasenta previa merupakan implantasi di segmen bawah
rahim dapat disebabkan oleh endometrium di fundus uteri belum siap menerima
implantasi, endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan plasenta untuk
mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis pada chorion leave yang
persisten.

b. Menurut Mansjoer (2001), etiologi plasenta previa belum diketahui pasti tetapi
meningkat pada grademultipara, primigravida tua, bekas section sesarea, bekas
operasi, kelainan janin dan leiomioma uteri.
2.5.4

Faktor Risiko Plasenta Previa


a. Faktor predisposisi
Menurut Manuaba (2007), faktor faktor yang dapat meningkatkan kejadian
plasenta previa adalah umur penderita antara lain pada umur muda < 20 tahun dan
pada umur > 35 tahun, paritas yaitu pada multipara, endometrium yang cacat seperti
: bekas operasi, bekas kuretage atau manual plasenta, perubahan endometrium pada
mioma uteri atau polip, dan pada keadaan malnutrisi karena plasenta previa mencari
tempat implantasi yang lebih subur, serta bekas persalianan berulang dengan jarak
kehamilan < 2 tahun dan kehamilan 2 tahun.
Menurut Mochtar (1998), faktor faktor predisposisi plasenta previa yaitu: 1)
Umur dan paritas Pada paritas tinggi lebih sering dari paritas rendah, di Indonesia,
plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil. Hal ini
disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium
masih belum matang. 2) Endometrium yang cacat Endometrium yang hipoplastis
pada kawin dan hamil muda, endometrium bekas persalinan berulang ulang
dengan jarak yang pendek (< 2 tahun), bekas operasi, kuratage, dan manual
plasenta, dan korpus luteum bereaksi lambat, karena endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi. 3) Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada
umur muda.
b. Faktor pendukung
Menurut Sheiner yang dikutip oleh Amirah Umar Abdat (2010), etiologi
plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa
teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya : 1)
Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti : fibroid atau jaringan parut
(dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah Caesar atau aborsi). 2) Korpus
luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi.
3) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium. Menurut Sastrawinata
(2005), plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas,
seperti pada eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multipel. Sebab
sebab terjadinya plasenta previa yaitu : beberapa kali menjalani seksio sesarea,
bekas dilatasi dan kuretase, serta kehamilan ganda yang memerlukan perluasan
plasenta untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin karena endometrium kurang
subur (Manuaba, 2007).
c. Faktor pendorong
Ibu merokok atau menggunakan kokain, karena bisa menyebabkan perubahan
atau atrofi. Hipoksemia yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi

dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari
20 batang sehari). (Sastrawinata, 2005).
2.5.5

Patofisiologi Plasenta Previa


Menurut Chalik (2002), pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada
trisemester ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya
segmen bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana
diketahui tapak plasenta terbentuknya dari jaringan maternal yaitu bagian desidua
basalis yang tumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya istmus uteri menjadi
segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak akan
mengalami laserasi akibat pelepasan pada tapaknya. Demikian pula pada waktu servik
mendatar dan membuka ada bagian tapak plasenta yang lepas. Pada tempat laserasi itu
akn terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu ruang intervillus dari
plasenta. Oleh sebab itu, perdarahan pada plasenta previa betapapun pasti akan terjadi
oleh karena segmen bawah rahim senantiasa terbentuk Perdarahan antepartum akibat
plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat segmen bawah uterus lebih
banyak mengalami perubahan. Pelebaran segmen bawah uterus dan servik
menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari dinding uterus atau
karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tidak dapat dihindarkan
karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti
pada plasenta letak normal (Mansjoer, 2001).

2.5.6

Gambaran Klinik Plasenta Previa


Perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri serta berulang, darah berwarna merah
segar, perdarahan pertama biasanya tidak banyak, tetapi perdarahan berikutnya hamper
selalu lebih banyak dari sebelumnya, timbulnya penyulit pada ibu yaitu anemia sampai
syok dan pada janin dapat menimbulkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim,
bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul dan atau disertai dengan
kelainan letak oleh karena letak plasenta previa berada di bawah janin (Winkjosastro,
2009).

2.5.7

Diagnosa Plasenta Previa


Menurut Mochtar (1998), diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis
dan beberapa pemeriksaan sebagai berikut :
a. Anamnesa plasenta previa, antara lain : terjadinya perdarahan pada kehamilan 28
minggu berlangsung tanpa nyeri , dapat berulang, tanpa alasan terutama pada
multigravida.

b. Pada inspeksi dijumpai, antara lain : perdarahan pervaginam encer sampai


bergumpal dan pada perdarahan yang banyak ibu tampak anemis.
c. Pemeriksaan Fisik Ibu, antara lain dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal
sampai syok, kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma. Pada
pemeriksaan dapat dijumpai tekanan darah, nadi dan pernafasan dalam batas
normal, tekanan darah turun, nadi dan pernafasan meningkat, dan daerah ujung
menjadi dingin, serta tampak anemis.
d. Pemeriksaan Khusus Kebidanan
1) Pemeriksaan palpasi abdomen, antara lain : janin belum cukup bulan, tinggi
fundus uteri sesuai dengan umur hamil, karena letak plasenta di segmen bawah
lahir, maka dapat dijumpai kelainan letak janin dalam rahim dan bagian terendah
masih tinggi.
2) Denyut jantung janin bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian dalam
rahim.
3) Pemeriksaan dalam, yaitu pemeriksaan dalam dilakukan di atas meja operasi dan
siap untuk segera mengambil tindakan. Tujuan pemeriksaan dalam untuk
menegakkan diagnosa pasti, mempersiapkan tindakan untuk melakukan operasi
persalinan, hasil pemeriksaan dalam teraba plasenta sekitar ostium uteri
internum.
2.5.8

Komplikasi Plasenta Previa


Plasenta previa dapat menyebabkan resiko pada ibu dan janin. Menurut Manuaba
(2007), adapun komplikasi-komplikasi yang terjadi yaitu :
a. Komplikasi pada ibu, antara lain : perdarahan tambahan saat operasi menembus
plasenta dengan inersio di depan., infeksi karena anemia, robekan implantasi
plasenta di bagian belakang segmen bawah rahim, terjadinya ruptura uteri karena
susunan jaringan rapuh dan sulit diketahui.
b. Komplikasi pada janin, antara lain : prematuritas dengan morbiditas dan mortalitas
tinggi, mudah infeksi karena anemia disertai daya tahan rendah, asfiksia
intrauterine sampai dengan kematian.
Menurut Chalik (2002), ada tiga komplikasi yang bisa terjadi pada ibu dan janin
antara lain :
1) Terbentuknya segmen bawah rahim secara bertahap terjadilah pelepasan tapak
plasenta dari insersi sehingga terjadi lah perdarahan yang tidak dapat dicegah
berulang kali, penderita anemia dan syok.
2) Plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim tipis sehingga dengan mudah
jaringan trpoblas infasi menerobos ke dalam miometrium bahkan ke parametrium
dan menjadi sebab dari kejadian placenta akreta dan mungkin inkerta.
3) Servik dan segmen bawah raim yangrapuh dan kaya akan pembuluh darah sangat
potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak menyebabkan
mortalitas ibu dan perinatal.

2.5.9

Penatalaksanaan Plasenta Previa


Menurut Saifuddin (2001) terdapat 2 macam terapi, yaitu :
a. Terapi Ekspektatif
Kalau janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia luar baginya kecil
sekali. Ekspektatif tentu hanya dapat dibenarkan kalau keadaan ibu baik dan
perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali. Syarat bagi terapi ini adalah keadaan
ibu masih baik (Hb-normal) dan perdarahan tidak banyak, besarnya pembukaan,
dan tingkat placenta previa.
b. Terapi Aktif
Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan, adapun caranya:
1) Cara Vaginal Untuk mengadakan tekanan pada plasenta dan dengan demikian
menutup pembuluh pembuluh darah yang terbuka (tamponade plasenta).
2) Cara Sectio caesarea Dengan maksud untuk mengosongkan rahim sehingga
dapat mengadakan retraksi dan menghentikan perdarahan dan juga untuk
mencegah terjadinya robekan cervik yang agak sering dengan usaha persalinan
pervaginam pada placenta previa.
Menurut Winkjosastro (2009) prinsip dasar penanganan placenta previa yaitu,
setiap ibu dengan perdarahan antepartum harus segera dikirim ke rumah sakit yang
memiliki fasilitas transfusi darah dan operasi. Perdarahan yang terjadi pertama kali
jarang sekali atau hampir tidak pernah menyebabkan kematian, asal sebelumnya
tidak diperiksa dalam. Biasanya masih terdapat cukup waktu untuk mengirimkan
penderita ke rumah sakit, jangan sekali kali melakukan pemeriksaan dalam
keadaan siap operasi. Apabila dengan penilaian yang tenang dan jujur ternyata
perdarahan yang telah berlangsung, atau yang akan berlangsung tidak akan
membahayakan ibu dan janin (yang masih hidup) dan kehamilannya belum cukup
36 minggu, atau taksiran berat janin belum sampai 2500 gram, dan persalinan
belum mulai, dapat dibenarkan untuk menunda persalinan sampai janindapat hidup
di luar kandungan lebih baik lagi (Penanganan Pasif) sebaliknya, kalau perdarahan
yang telah berlangsung atau yang akan berlangsung akan membahayakan ibu dan
atau janinnya, kehamilannya telah cukup 36 minggu, atau taksiran berat janin telah
mencapai 2500 gram, atau persalinan telah mulai, maka penanganan pasif harus
ditinggalkan, dan ditempuh penanganan aktif. Dalam hal ini pemeriksaan dalam
dilakukan di meja operasi dalam keadaan siap operasi (Winkjosastro, 2009).

2.6 KONSEP MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN


I. Pengkajian
A. Data Subjektif
1.

Biodata
Ibu, dan suami, meliputi nama, usia, pendidikan, pekerjaan agama dan alamat.

2. Keluhan utama

Nyeri pada bekas luka operasi, ketidaknyamanan dengan pemasangan kateter/infus,


keluar banyak darah.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Apakah ibu sedang menderita penyakit kronis, menular atau menurun seperti
(hipertensi, jantung, TBC, hepatitis DM dll), penyakit menular seksual.
4. Riwayat kesehatan yang lalu
Apakah ibu mempunyai riwayat penyakit kronis, menular atau menurun (seperti
hipertensi, jantung, TBC, hepatitis DM, dll), atau penyakit menular seksual.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang pernah ataus sedang menderita penyakit kronis, menular
atau menurun (seperti hipertensi, jantung TB, hepatitis, DM dll).
6. Riwayat haid
Meliputi menarche, lama haid, siklus haid, banyak haid, keluhan saat haid,
dismenorhoe, fluor albus.
7. Riwayat perkawinan
Meliputi menikah berapa kali, lama menikah dan umur saat pertama kali menikah.
8. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas sekarang
Kehamilan
Keluhan ibu selama hamil. Apakah ibu pernah perdarahan di kehamilan tuanya. Ibu
pusing, darah tinggi, bengkak pada muka atau ekstremitas, ibu kejang. Ibu pernah
periksa kehamilan/tidak. Periksa di bidan/dokter/nakes lainnya. Saat periksa diketahui
adanya malpresentasi seperti letak bokong dengan panggul sempit, letak bokong pada
primi gravida, letak lintang. Adanya gemelli, janin besar atau berharga. Mendapatkan
pelayanan apa saja selama periksa kehamilan.
Persalinan
Ibu melahirkan melalui operasi. Operasi dilakukan tanggal berapa dan jam berapa.
Nifas
Selama nifas, ibu mengalami demam/tidak. Ibu menyusui/tidak
9. Riwayat KB
Ibu pernah memakai KB/tidak. Memakai KB jenis apa. Berapa lama. Ada
keluhan/tidak. Rencana setelah ini memakai apa.
10.

Pola Kebersihan sehari-hari


Pola
kebiasaan
Nutrisi

Saat Hamil
Menu
seimbang

Saat Nifas
gizi

Hari I pasien operasi, puasa


sampai penderita flatus atau
sesuai program terapi.
Dimulai dengan minum sedikitsedikit 1-2 sendok, perhatikan
keadaan perutnya, bila kembung
sebaiknya minum ditunda.

Istirahat

Tidur
jam

Eliminasi

BAB 1x sehari,
lunak tidak ada
gangguan. BAK 45x sehari.
Normal,
seperti
biasa.

Aktivitas

malam

Hari ke-2 makan cair.


Hari ke-3 makan lembek.
Hari ke-4 makan lunak.
Hari ke-5 nasi tim/nasi.
Setelah operasi, pasien istirahat total
di tempat tidur, sampai waktu yang
ditentukan untuk mobilisasi.
BAB
biasanya
terganggu.
Mengalami konstipasi. Output urin
perjam minimal 30 ml.

11.

Delapan jam pasca operasi


penderita
dianjurkan
untuk
mengangkat kaki dan menarik
nafas dalam.
Hari kedua, bila keadaan baik bias
dilakukan latihan duduk.
Hari ketiga, ibu dilatih berdiri dan
turun dari tempat tidur.
Hari ke-4 ibu dilatih jalan, dan
bila ke kamar mandi harus
ditemani.

Data psikososial
Psikologi
Ibu dalam fase taking in/taking hold/letting go. Ibu mengalami post partum
blues/tidak. Ibu mengalami depresi post partum/tidak.
Sosial
Hubungan ibu dengan keluarga/suami baik/tidak.

12.

Latar Belakang Sosial Budaya


Kebiasaan ibu di lingkungan/rumah yang mempengaruhi nifas, seperti kebiasaan
makan (tidak boleh telor, daging atau ikan)

B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : baik/sedang/lemah
Kesadaran

: composmentis

BB

: mengalami penurunan 6 kg

Nadi

: 60-80x/mnt

Tekanan darah : dalam bats normal


Suhu

: tidak lebih dari 38C

Pernafasan

: 18-20x/mnt

2. Pemeriksaan fisik
o Inspeksi
Rambut : rontok/tidak, bersih/kotor

Muka

: oedem/tidak, pucat/tidak

Mata

: sklera kuning/tidak, konjungtiva pucat/tidak

Hidung : bersih/tidak
Telinga : bersih/tidak, simetris/tidak
Mulut gigi: bersih/tidak, ada karies gigi/tidak, lidah bersih/kotor
Leher

: tampak pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis/tidak

Dada

: simetris/tidak

Payudara : hiperpigmentasi areola mamae, puting susu menonjol, bersih/tidak


Perut

:perut mengecil, striae albicans +/-, linea nigra +/-, tampak bekas luka
operasi tertutup bandage, kembung/tidak

Genetalia

:bersih/tidak, odem/tidak, lochea (rubra/sanguinolenta/ serosa/alba),


terpasang kateter pada uretra.

Anus

:hemoroid +/-

Ekstremitas :oedem/tidak, varises/tidak, terpasang infus pada pergelangan tangan.


o Palpasi
Leher

: teraba pembesaran kelenjar tirod dan vena jugularis/tidak

Payudara : nyeri tekan/tidak, kolostrom +/Perut

: TFU 3 jari bawah pusat, kontraksi baik/tidak

o Auskultasi
Dada

: wheezing +/- , ronchi +/-

3. Data Penunjang
Terapi : Vit C 3x1
Gentamicin 1x1
4. Data Bayi
Lahir pada tanggal :
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : baik, aktivitas baik
Kesadaran : composmentis
Pernafasan : 40-60x/mnt
Nadi

: 120-160x/mnt

Jenis kelamin : perempuan/laki-laki


BB

: 2500-4500 gram

PB

: 48-54 cm

Pemeriksaan Fisik
Kepala

: simetris/tidak, ada/tidak ada benjolan, rambut hitam/tidak, kepala


chepalhematoma/tidak

Mata

: simetris/tidak, konjungtiva pucat/tidak, sklera kuning/tidak

Hidung

: bersih/ tidak, ada secret/ tidak.

Telinga

: simetris/ tidak, bersih/ tidak, ada serumen/ tidak

Mulut

: lembab/ tidak, ada labiopalatoscheisis/ tidak

Leher

: ada pembesaran kelenjar thyroid/ tidak

Dada

: simetris/ tidak

Perut

: ada benjolan abnormal/ tidak, kembung/ tidak, tali pusat bersih/


tidak (terbungkus kasa/ tidak), tali pusat ada perdarahan/ tidak,
berbau/tidak

Genetalia

: bersih/ tidak, ada kelainan/ tidak, pada perempuan terdapat labia


mayora dan minora/ tidak, pada laki-laki testis sudah turun/belum

Anus

: anus (+/-), BAB (+/-)

Ekstremitas

: oedema (+/-), varices (+/-)

Pemeriksaan Reflek
Rooting +/-, sucking +/-, swallowing +/-, moro +/ Data Penunjang
Nutrisi

: bayi mendapat ASI atau susu formula

II. Identifikasi diagnosa/masalah


Dx : Ny. P. . . . Ab . . . post SC hari ke....dengan..
DS : Ibu mengatakan melahirkan anak yang ke...dengan operasi karena..
DO : Perut

: perut mengecil, striae albicans +/-, linea nigra +/-, tampak bekas luka
operasi yang tertutup bandage.

Genetalia

: bersih/tidak, odem/tidak, tampak kateter terpasang pada uretra, lochea


(rubra/sanguinolenta/serosa/alba)

Payudara

: nyeri tekan/tidak, kolostrom +/-

Perut

: TFU 3 jari bawah pusat, kontraksi baik/tidak

Ekstremitas

: oedem/tidak, varises/tidak, terpasang infus pada pergelangan tangan

Masalah :
1. Cairan dan nutrisi
DS : pola nutrisi saat ibu nifas
DO : pemasangan infus
TTV
2. Rasa sakit
DS : Ibu mengatakan nyeri pada bekas luka operasi
DO : Tampak bekas luka operasi tertutup bandage
3. Bonding
DS : ibu mengatakan tidak menyusui bayinya karena kondisi masih lemah.
DO : KU : lemah
Kolostrom +
5. Fungsi usus

DS : Ibu mengatakan kembung, perut sakit


DO : perut kembung/tidak
6. Informasi tentang perawatan diri dan perawatan bayi.
DS : DO : ibu tidak merawat bayi sendiri.
III. Masalah Potensial
-

IV. Kebutuhan Segera


-

V. Intervensi
Dx

: Ny........P.......Ab.......Post SC hari ke......atas indikasi..

Tujuan : Masa nifas berjalan normal dan tidak ada komplikasi


KH

TFU : sesuai hari ke berapa


Kontraksi uterus : baik, teraba keras
lochea sesuai hari ke berapa
TTV normal

: TD

: tidak >140/90 dan tidak <90/60 mmHg

: 60-90x/mnt

RR

: 18-20x/mnt

Suhu : tidak >38C


Intervensi :
1. Observasi TTV.
R : TTV merupakan parameter adanya kelainan.
2. Observasi TFU dan kontraksi uterus.
R : TFU dan kontraksi uterus menandakan peoses involusi.
3. Observasi pengeluaran pervaginam.
R : Lochea merupakan parameter adanya infeksi.
4. Lakukan perawatan luka insisi.
R : Perawatan luka insisi mencegah timbulnya infeksi pada daerah sekitar insisi.
5. Anjurkan ibu mobilisasi dini.

Delapan jam pasca operasi penderita dianjurkan untuk mengangkat kaki dan menarik
nafas dalam.

Hari kedua, bila keadaan baik bias dilakukan latihan duduk.

Hari ketiga, ibu dilatih berdiri dan turun dari tempat tidur.

Hari ke-4 ibu dilatih jalan, dan bila ke kamar mandi harus ditemani.

R : Mobilisasi mempercepat involusi.

6. Pantau tanda dan gejala infeksi/sepsis seperti peningkatan suhu setelah hari ke-3 pasca
operasi, menggigil, malaise, peningkatan SDP, peningkatan nyeri tekan abdominal, luka
edema, kemerahan dan nyeri tekan.
R : Mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh selam pembedahan atau melalui insisi.
Pirogen endogen dilepaskan dan mengatur kembali titik atur hipotalamik pada
tingkat febris. Suhu tubuh dideteksi sebagai terlalu dingin dengan menggigil dan
vasokonstriksi mengakibatkan pembangkitan dan penggunaan panas. Suhu inti tubuh
meningkat pada tingkat baru titik atur mengakibatkan demam. SDP dilepaskan untuk
merusak beberapa patogen. Luka kemerahan, nyeri tekan dan edema diakibatkan oleh
migrasi limfosit ke area tersebut.
7. Pantau terhadap retensi urine (distensi kandung kemih, aliran berlebih (30-60 ml urine
setiap 15-30 mnt)).
R : Trauma pad otot detrusor dan cedera pada saraf pelvic selam pembedahan dapat
menghambat fungsi kandung kemih. Ansietas dan nyeri dapat menyebabkan spasme
refleks sfingter. Edema leher kandung kemih juga dapat menyebabkan retensi.
Sedatif dan narkotik juga dapat mempengaruhi system saraf sentral efektifitas otot
polos.
Masalah 1 : cairan dan nutrisi
Tujuan

: kebutuhan cairan dan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil : input seimbang output


Intervensi :
1. Pertahankan kecepatan aliran infus intravena.
2. Periksa potensi dan inspeksi tempat tusukan intravena terhadap kemerahan dan bengkak.
3. Berikan tetesan air es selam 24 jam pertama, kemudian dilanjutkan dengan diet bila telah
terdengar bising usus.
Masalah 2 : Rasa sakit
Tujuan

: Rasa sakit berkurang sampai hilang

Kriteia hasil: TTV nornal


Intervensi :
1. Berikan obat-obatan penurun rasa sakit sesuai kebutuhan.
2. Kaji tanda-tanda vital sebelum pemberian.
3. Monitor bila ibu memberikan ASI.
4. Baringkan ibu dalam posisi yang nyaman.
5. Ajarkan pasien untuk menekan insisi ketika batuk, nafas dalam.
Masalah 3 : Fungsi usus
Tujuan

: Fungsi usus kembali normal

Kriteria hasil: Ibu flatus


Terdengar bising usus

Intervensi :
1. Mendengarkan bising usus.
2. Bantu dengan kemajuan ambulasi.
3. Berikan pelembut feses bila diperlukan.
Masalah 4 : Bonding
Tujuan

: Terjadi bonding antara ibu dan bayi

Kriteria hasil: Ibu dan bayi dekat


Intervensi :
1. Berikan kesempatan sedini mungkin bagi orangtua untuk interaksi orangtua-bayi.
2. Pertahankan kenyamanan ibu.
3. Berikan informasi tentang bayi (jenis kelamin, berat badan, dll) segera mungkin.
4. Diskusikan tentang perasaan pasien terhadap kelahiran secarean dan perannya sebagai
ibu.
Masalah 5 : Informasi tentang perawatan ibu dan bayi.
Tujuan

: pengetahuan ibu bertambah

Kriteria hasil: Pengtahuan ibu tentang perawatan ibu dan bayi bertambah
Intervensi :
1. Berikan pendidikan tentang perawatan dan bayi.
2. Tekankan pentingnya pencucian tangan.

VI. Implementasi
Mengacu pada intervensi.

VII. Evaluasi
Mengacu pada kriteria hasil.

Anda mungkin juga menyukai