Anda di halaman 1dari 17

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... 1


BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 2
A.Latar belakang masalah...................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 3
A. Definisi ..................................................................................................................... 3
B. Prevalensi .................................................................................................................. 3
BAB III PEMBAHASAN .................................................................................................... 5
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.

Anatomi Fisiologi ..................................................................................................... 5


Etiologi....................................................................................................................... 6
Klasifikasi ................................................................................................................. 8
Patofisiologi .............................................................................................................. 9
Gejala Tanda Klinis ................................................................................................. 12
Diagnosis ................................................................................................................. 13
Penatalaksanaan ....................................................................................................... 14

BAB 1V PENUTUP ............................................................................................................ 17


A. Kesimpulan .............................................................................................................. 17
B. Saran ........................................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 18

BAB I
PENDAHULUAN
1

1. Latar Belakang
Osteoarthritis (OA) juga dikenal sebagai artritis degeneratif atau penyakit sendi
degeneratif, adalah sekelompok kelainan mekanik degradasi yang melibatkan sendi, termasuk
tulang rawan artikular dan tulang subchondral. OA merupakan bentuk yang paling umum dari
artritis, dan menjadi penyebab utama kecacatan kronis di Amerika Serikat. Hal ini
mempengaruhi sekitar 8 juta orang di Britania Raya. Osteoarthritis juga mempengaruhi
hampir 27 juta orang di Amerika Serikat. Diperkirakan bahwa 80% penduduk telah terbukti
OA (radiografi) pada usia 65 tahun, walaupun hanya 60% dari mereka yang memiliki gejala.
Di Amerika Serikat, pasien yang dirawat di rumah sakit untuk osteoarthritis meningkat dari
322.000 pada tahun 1993 menjadi 735.000 pada 2006 (Wiken, 2009).
Osteoartritis merupakan salah satu masalah kedokteran yang paling sering terjadi dan
menimbulkan gejala pada orang orang usia lanjut maupun setengah baya. Terjadi pada
orang dari segala etnis, lebih sering mengenai wanita, dan merupakan penyebab tersering
disabilitas jangka panjang pada pasien dengan usia lebih dari 65 tahun. Lebih dari sepertiga
orang dengan usia lebih dari 45 tahun mengeluhkan gejala persendian yang bervariasi mulai
sensasi kekakuan sendi tertentu dan rasa nyeri intermiten yang berhubungan dengan aktivitas,
sampai kelumpuhan anggota gerak dan nyeri hebat yang menetap, biasanya dirasakan akibat
deformitas dan ketidakstabilan sendi. Degenerasi sendi yang menyebabkan sindrom klinis
osteoartritis muncul paling sering pada sendi tangan, kaki, panggul, dan spine, meskipun
dapat terjadi pada sendi synovial mana pun. Prevalensi kerusakan sendi synovial ini
meningkat dengan bertambahnya usia (Hoaglund, 2001).
Klinis osteoartritis disertai adanya nyeri sendi yang kronik. Banyak pasien dengan
osteoartritis juga mengalami keterbatasan gerakan, krepitasi dengan gerakan, dan efusi sendi.
Pada kondisi yang berat dapat terjadi deformitas tulang dan subluksasi. Sebagian besar pasien
dengan osteoartritis datang dengan keluhan nyeri sendi. Pasien sering menggambarkan nyeri
yang dalam, ketidaknyamanan yang sukar dilokalisasikan, yang telah dirasakan selama
bertahun-tahun. Nyeri yang berhubungan dengan aktivitas biasanya terasa segera setelah
penggunaan sendi dan nyeri dapat menetap selama berjam-jam setelah aktivitas. (Wiken,
2009).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana keseluruhan struktur
dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan kerusakan tulang rawan
(kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari lempeng tulang,
pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya
peradangan, dan melemahnya otototot yang menghubungkan sendi. (Felson, 2008)
Osteoarthritis (OA) (dari kata latin osteo : tulang, arthro : sedi, itis : inflamasi)
merupakan proses terjadinya inflamasi kronik pada sendi sinovium, dan kerusakan
mekanis pada kartilago sendi dan tulang. Semua pasien memiliki sendi yang berisiko
mengalami osteoarthritis. Sendi yang paling sering mengalami kejadian osteoarthritis
adalah sendi lutut, pinggul, lengan dan tulang belakang. Osteoarthritis dianggap
merupakan suatu kondisi kegagalan organ (sendi sinovium) dibandingkan suatu
kondisi penyakit kartilago dan tulang (Solomon, et.al, 2001)
Osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi yang mengenai sendi-sendi
penumpu berat badan dengan gambaran patologis yang berupa memburuknya tulang
rawan sendi, yang merupakan hasil akhir dari perubahan biokimiawi, metabolisme
fisiologis maupaun patologis yang terjadi pada perendian (Dharmawirya, 2000).
2. Prevalensi
Berdasarkan Centre for Disease Control CDC) di Amerika Serikat kejadian
osteoarthritis diderita 13,9% orang dewasa diatas usia 25 tahun dan 33,6% atau sekitar
12, 4 juta penduduk mengalami osteoarthritis di usia lebih dari 65 tahun. Prevalensi
tahunan rata-rata dari OA kesehatan rawat jalan di Amerika Serikat, dari tahun 20012005, diperkirakan 3,5% atau berjumlah 7,7 juta dengan osteoarthritis. (CDC, 2010)
Kejadian osteoarthritis pada lutut :
Umur 60 tahun = 37,4 % (42,1 perempuan, 31,2 laki-laki)
Umur 45 tahun = 19,2 % (19,3 perempuan, 18,6 laki-laki)
Umur 26 tahun = 4,9 % (4,9 perempuan; 4,6 laki-laki)
Sedangkan kejadian osteoarthritis yang mengenai pinggang kebanyakan terjadi pada
usia 45 tahun didapatkan kejadian 28 % (29,5 perempuan, laki-laki 25,4). Dengan
demikian, kejadian osteoarthritis lebih banyak mengenai sendi lutut dibandingkan
sendi lainnya. (CDC, 2010)

Prevalensi OA berbeda-beda pada berbagai ras. OA lutut lebih banyak terjadi pada
wanita Afrika Amerika dibandingan dengan ras yang lainnya. Terdapat kecenderungan
bahwa kemungkinan terkena OA akan meningkat seiring dengan pertambahan usia.
Penyakit ini biasanya sebanding jumlah kejadiannya pada pria dan wanita pada usia
45-55 tahun. Setelah usia 55 tahun, cenderung lebih banyak terjadi pada wanita. Sendi
distal interfalangeal dan dan proksimal interfalangeal seringkali terserang sehingga
tampak gambaran Heberden dan Bouchard nodes, yang banyak ditemui pada wanita
(Lozada, 2009)
Prevalensi osteoarthritis total di Indonesia 34,3 juta orang pada tahun 2002 dan
mencapai 36,5 juta orang pada tahun 2007. Diperkirakan 40% dari populasi usia
diatas 70 tahun menderita osteoarthritis, dan 80% pasien osteoarthritis mempunyai
keterbatasan gerak dalam berbagai derajat dari ringan sampai berat yang berakibat
mengurangi kualitas hidupnya karena prevalensi yang cukup tinggi. Oleh karena
sifatnya yang kronik-progresif, osteoarthritis mempunyai dampak sosio-ekonomi yang
besar, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Diperkirakan 1 sampai 2
juta orang lanjut usia di Indonesia menderita cacat karena osteoarthritis (Soeroso,
2006)

BAB III
PEMBAHASAN
4

1. Anatomi dan Fisiologi Sendi Lutut


Sendi adalah penghubung antara dua tulang agar bisa digerakkan. Sendi lutut
merupakan persendian yang paling besar pada tubuh manusia. Sendi ini terletak pada
kaki yaitu antara tungkai atas dan tungkai bawah. Pada dasarnya sendi lutut ini terdiri
dari dua articulatio condylaris diantara condylus femoris medialis da lateralis dan
condylus tibiae yang terkait dan sebuah sendi pelana diantara paltella dan facies
patellaris femoris (Grays, 2000)
Sendi terdiri atas struktur yang diawali dengan :
1. Sendi synovial (diatrodial) terletak pada ujung dari dua tulang yang berhubungan.
2. Kartilago artikular yang sangat halus (friksi minimal) menutupi ujung tulang yang
saling meluncur satu sama lain. Sering terjadi cedera pada daerah ini yang akan
mengakibatkan rasa nyeri, degenerasi dan disfungsi (Netters, 2010)
3. Tulang subkondral merupakan tuang tebal yang penyokong dan terdapat langsung
dibawah kartilago arrtikular. Gambaran pada foto polos X-ray berupa radio
opaque dan memiliki bayangan hipodense (hitam) pada MRI (Netters, 2010)
4. Synovium merupakan membran dalam yang memanjangi kapsula sendi; penghasil
cairan synovial (filter plasma) (Netters, 2010)
5. Cairan synovial : plasma ultrafiltrasi ; mengandung asam hialuronik, lubrikan,
proteinase dan kolagenase yang berfungsi untuk melubrikasi sendi, nutrisi untuk
kartilago, evaluasi laboratorium penting untuk penilaian proses intraarikular.
(Netters, 2010)
6. Kartilaho hialin terdapat di kartilago artikular pada sendi synovial yang
mengandung kolagen tipe II. Sedangkan serat kartilago terdapat di meniscus,
diskus artikularis, dan mengandung kolagen tipe I. (Netters, 2010)
1.1 Fisiologi sendi lutut
Sendi lutut merupakan sendi yang sangat kompleks, yang dapat bergerak dan
memugkinkan seseorang berjalan dan juga dapat menahan beban tubuh dalam
proporsi yang besar. Sendi lutut merupakan sendi engsel. Fungsi dasar sendi lutut
adalah :
a. Memberikan stabilitas untuk tumpuan berat badan.
b. Memungkinkan terjadinya mobilitas/ gerakan pada tungkai
c. Meneruskan atau mentransimisi beban dari tubuh bagian atas dan paha ke tungkai
bawah. (Netters , 2000)
Gerakan yang dapat dilakukan oleh sendi lutut adalah fleksi dan ekstensi, dan apada
beberapa posisi tertentu, rotasi eksternal maupun internal juga dapat dilakukan.
Gerakan rotasi sedi lutut dapat terjadi saat sendi sedikit fleksi. Gerakan ini terjadi
terutama antara tibia dan meniskus, dan paling bebas bergerak saat tungkai bawah
5

fleksi pada sudut tertentu terhadap paha. Poissi istirahat/ netral sendi lutut adalah
sedikit fleksi (10O). (Quinn,2013)
Pada saat tubuh berdiri dalam posisi tegak, berat badan akan menumpu pada garis
vertikal yang akan jatuh tepat bagian tengah sendi lutut. Hal itu menyebabkan
terjadinya overekstensi sendi lutut. Namun hal ini dapat dicegah dengan adanya daya
tegang dari ligamen krusiatum anterior, polipopliteal oblik, dan kolateral. (Quinn,
2013)
Otot utama yang bekerja pada sendi lutut :
a. Ekstensor : otot quadriceps femoris (rektus femoris, vastus medialis, vastus
lateralis, vastus intermedialis)
b. Fleksor : otot hamstring, yang dibantu oleh otot gracilis, gastrocnemius, dan
musculus sartorius
c. Rotator medial : otot popliteus
Stabilitas sendi lutut tergantung pada kekuatan otot dan ligamen yang menyusunnya.
Dari kedua organ tersebut, otot merupakan faktor paling penting. Apabila otot
quadriceps femoris berbentuk baik, maka fungsi sendi lutut akan terjaga meskipun ada
cedera ligamen. Ligamen memberika kekuatan dan stabilitas pada sendi lutut.
Patella berfungsi sebagai protektor sendi dan mengurangi friksi antara tulang dan oto
penyusun sendi lutut. Selain itu, patella juga dapat meningkatkan tumpuan mekanik
quadriceps.
2. Etiologi
Etiologi penyakit ini tidak diketahui dengan pasti. Hasil penelitian menunjukan 87%
adalah kasus OA primer, dan 13% kasus OA sekunder. Menurut klasifikasi
rontgentography, 38% adalah jenis awal, 28,5% jenis patellofemoral dan 23,2% jenis
medio-patellofemoral. (Conaghan, et al. 2008)
Etiologi osteoarthritis sampai sekarang masih multifaktorial, terjadi karena interaksi
antara faktor-faktor sistemik dan lokal. Osteoarthritis mempengaruhi semua usia.
Kemauan olahraga, cedera pada

sendi,

obesitas,

dan kerentanan genetik

mempengaruhi usia remaja terhadap terjadinya osteoarthritis dini. Trauma lutut


sebelumnya meningkatkan risiko osteoarthritis

lutut 3,86 kali. (Conaghan, et al.

2008)
Ada beberapa faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini, yaitu:
a. Usia
6

Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor usia tua adalah yang
terkuat. Prevalensi, dan beratnya osteoartritis semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. OA hampir tidak pernah pada anak-anak, jarang pada umur
di bawah 40 tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun Hal ini disebabkan
karena adanya hubungan antara umur dengan penurunan kekuatan kolagen dan
proteoglikan pada kartilago sendi.
b. Jenis kelamin
Prevelensi terkena osteoarthritis pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria.
c. Suku bangsa
Osteoartritis primer dapat menyerang semua ras meskipun terdapat perbedaan
prevalensi pola terkenanya sendi pada osteoartritis. Hal ini mungkin berkaitan
dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaaan pada frekuensi pada kelainan
kongenital dan pertumbuhan.
d. Genetik
Adanya mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsurunsur tulang rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam timbulnya
kecenderungan familial pada osteoartritis.
e. Kegemukan den penyakit metabolik
Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan mekanik pada
sendi penahan beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan osteoartritis lutut.
Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang
menanggung beban, tetapi juga dengan osteoartritis sendi lain, diduga terdapat
faktor lain (metabolik) yang berperan pada timbulnya kaitan tersebut antara lain
penyakit jantung koroner,diabetes melitus dan hipertensi.
f. Cedera sendi, pekerjaan, olahraga
g. Kelainan pertumbuhan
h. Kepadatan tulang, dan lain-lain (Soeroso, 2006).
3. Klasifikasi
Osteoarthritis

diklasifikasikan

sebagai

osteoarthritis

primer

(idiopatik)

dan

osteoarthritis sekunder karena sebab lain.


Oateoarthritis primer (idiopatik) merupakan osteosrthritis yang terjadi akibat proses
degeneratif yang berlangsung seiring bertambahanya usia. Proses perusakan tulang
rawan sendi ini dapat dipercepat pada orang orang yang mempunyai faktor resiko
genetik, ataupun pada orang-orang yang aktivitasnya mempergunakan sendi-sendinya
secara berlebihan (Salter,1999)
Osteoarthritis primer dapat terlokalisir pada sendi-sendi tertentu dan biasanya
digolongkan sesuai sendi yang terkena dampaknya, misalnya osteoarthritis lutut,
7

panggul, sendi tangan dan kaki. Jika osteoarthritis primer melibatkan beberapa sendi,
maka dapat disebut sebagai osteoarthritis generalisata primer. (Wieland, et.all, 2005)
Osteoarthritis dapat terjadi sekunder akibat adanya penyakit, deformitas, ataupun
mekanisme trauma yang mengubah environment pada sendi dan emmperceat
kerusakan tulang rawan sendi.

IDIOPATIK
Setempat
Tangan:
- nodus Heberden dan Bouchard (nodal)
- artritis erosif interfalang
- karpal-metakarpal I
Kaki:
- haluks valgus
- haluks rigidus
- jari kontraktur (hammer/cock-up toes)
- talonavikulare
Coxa
- eksentrik (superior)
- konsentrik (aksial, medial)
- difus (koksa senilis)
Vertebra
- sendi apofiseal
- sendi intervertebral
- spondilosis (osteofit)
- ligamentum (hiperostosis, penyakit
Forestier, diffuse idiopathic skeletal
hyperostosis=DISH)
Tempat lainnya:
- glenohumeral
- akromioklavikular
- tibiotalar
- sakroiliaka
- temporomandibular

SEKUNDER
Trauma
akut
kronik (okupasional, port)
Kongenital atau
developmental:
Gangguan setempat:
Penyakit Leg-CalvePerthes
Dislokasi koksa kongenital
Slipped epiphysis
Faktor mekanik
Panjang tungkai tidak sama
Deformitas valgus / varus
Sindroma hipermobilitas
Metabolik
Okronosis (alkaptonuria)
Hemokromatosis
Penyakit Wilson
Penyakit Gaucher
Endokrin
Akromegali
Hiperparatiroidisme
Diabetes melitus
Obesitas
Hipotiroidisme
Penyakit Deposit
Kalsium
deposit kalsium pirofosfat
dihidrat
artropati hidroksiapatit
Penyakit Tulang dan

Menyeluruh:

Sendi lainnya
8

Meliputi 3 atau lebih daerah yang tersebut


diatas (Kellgren-Moore)

Setempat:
Fraktur
Nekrosis avaskular

3. Patofisiologi
Komposisi matriks ekstraseluler pada tulang rawan sendi berperan penting alam
menyokong fungsi sendi sebagai penahan beban mekanik. Degradasi komponen
matriks merupakan mekanisme utama terjadinya osteoarthtritis, dimana terjadi
kerusakan matriks ekstraseluler pada tulag rawan sendi., sehingga tidak dapat lagi
berfungsi sebagaimana mestinya.
Perubahan awal biokimia pada penyakit sendi degenaratif selalu diawali dari kartilago
artrikular, dimana hilangnya proteoglikan dari matriks sehingga kartilago melunak
(chondromalacia) dan hilangnya elastisitas normal yaitu kemampuannya untuk
shocking absorbing. Ditambah kandungan kolagen kurang sehingga mudah sekali
terjadi friksi dari fungsi sendi. Hal ini menyebabkan lapisan tangensial kartilago
berakselerasi dan bagian vertikal dalamnya berpisah dengan konsekuensinya terjadi
fissuring dan fibrillation.(Wieland, et.all, 2005)
Osteoartritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan suatu
peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh khondrosit sebagai
kompensasi perbaikan (repair). Osteoartritis terjadi sebagai hasil kombinasi antara
degradasi rawan sendi, remodelling tulang dan inflamasi cairan sendi (Tjokroprawiro,
2007).
Dengan kata lain terdapat satu keseimbangan antara proses sintesis dan degradasi
rawan sendi. Gangguan keseimbangan ini yang pada umumnya berupa peningkatan
proses degradasi, akan menandai penipisan rawan sendi dan selanjutnya kerusakan
rawan sendi yang berfungsi sebagai bantalan redam kejut. Sintesis matriks rawan
sendi tetap ada terutama pada awal proses patologik OA, namun kualitas matriks
rawan sendi yang terbentuk tidak baik. Pada proses akhir kerusakan rawan sendi,
adanya sintesis yang buruk tidak mampu lagi mengatasi proses destruksi sendi yang
cepat. Hal ini terlihat dari menurunya produksi proteoglikan yang ditandai dengan
menurunnya fungsi khondrosit. (Tjokroprawiro, 2007).
Khondrosit yang merupakan aktor tunggal pada proses ini akan dipengaruhi oleh
faktor anabolik dan katabolik dalam mempertahankan keseimbangan sintesis dan
degradasi. Faktor katabolik utama diperankan oleh sitokin Interleukin-1 (IL-1) dan
tumour necrosis factor a (TNFa) yang dikeluarkan oleh sel lain di dalam sendi.

Sedangkan faktor anabolik diperankan oleh transforming growth factor b(TGFb) dan
insulin like growth factor-1 (IGF-1). (Tjokroprawiro, 2007).
Perubahan patologik pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan
mengalami fibrosis serta distorsi. Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses
peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini
menyebabkan terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh
darah subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan
subkondral tersebut. Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti
prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat
subkondral yang diketahui mengandung ujung saraf sensibel yang dapat
menghantarkan rasa sakit. Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari
dilepasnya mediator kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan
radang sendi, peregangan tendon atau ligamentum serta spasmus otot-otot
ekstraartikuler akibat kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh
adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla
spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena intrameduler
karena proses remodelling pada trabekula dan subkondral (Tjokroprawiro, 2007).
Sinovium mengalami keradangan dan akan memicu terjadinya efusi serta proses
keradangan kronik sendi yang terkena. Permukaan rawan sendi akan retak dan terjadi
fibrilasi serta fisura yang lama-kelamaan akan menipis dan tampak kehilangan rawan
sendi fokal. Selanjutnya akan tampak respon dari tulang subkhondral berupa
penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan kista. Pada ujung tulang dapat
dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan jaringan ikat sekitarnya. Oleh sebab
itu pembesaran tepi tulang ini memberikan gambaran seolah persendian yang terkena
itu bengkak (Tjokroprawiro, 2007).

10

Gambar 1.1 : Gambaran sendi normal dan sendi yang mengalami osteoarthrtritis
Diambil dari : http://www.medicinenet.com/osteoarthritis
4. Gejala dan tanda klinis
Gejala klinis
Diagnosis klinis dari osteoarthtritis meliputi rasa nyeri dan kekakuan pada sendi,
disertai mobilitas sendi yang berkurang tanpa adanya presentasi sistemik seperti
demam. (Goncharov, 2011)
Nyeri sendi adalah gejala yang paling sering ditimbulkan. Rasa nyeri tersebut dapat
terlokalisir, diffuse, atau bahkan reffered pain di tempat yang jauh, misalnya nyeri
pada osteoarthrtritis sendi panggul juga dapat dirasakan hingga sendi lutut. Nyeri
biasanya timbyl perlahan hingga bertambah memberat dalam hitungan bulan atau
tahun. Rasa nyeri tersebut bertambah berat dengan aktivitas fisik dan membaik
dengan istirahat. Pada stadium lanjut, nyeri yang hebat dapat dirasakan walaupun
sedang dalam keadaan istirahat. Sumber rasa nyeri dapat berasal dari radang
sinovium, eriosteum, ligamen, otot, ataupun tekanan pada tulang subkondral. Nyeri
tidak berasal dari tulang rawan karena struktur tulang rawan avaskuler dan sangat
sedikit mendapat suplai saraf. (Felson, 2008)
Kekakuan pada sendi sering ditemukan pada osteoarthritis. Pada stadium awal
penyakit, rasa kaku sering timbul pada periode pasien sedang inaktif, misalnya
dirasakan ketika bangun tidur atau ketika setelah duduk dan berdiri yang lama, namun
durasi kaku sendi tersebut lebih singkat pada artritis reumatoid. Kekakuan sendi dapat
menjadi progresif dan konstan dalam waktu yang lama. (Felson,2008)
Bengkak (deformitas) sendi dapat terjadi secara intermitten ataupun kontinyu.
Deformitas dapat berasal dari kontraktur kapsular atau instabilitas sendi.
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang biasanya
tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk permukaan
sendi berubah ( Soeroso, 2006 )
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini umum
dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan adanya
sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Seiring
11

dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu


( Soeroso, 2006 )
Penurunan fungsi sendi seringkali merupakan gejala yang menyebabkan distress pada
pasien. Kkai menjadi pincang, kesulitan dalam naik tangga, ketidakmampuan berjalan
jauh, atau keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari menjadi alasan pasien
untuk mencari pertolongan medis. Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan
pasien dan merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih
pada pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi
tumpuan berat badan terutama pada OA lutut ( Soeroso, 2006 ).
Tanda Klinis
a. Pembengkakan sendi perifer (terutama jari-jari tangan, pergelangan, lutut, dan
jari-jari kaki). Terjadi akibat efusi.
b. Deformitas mudah ditemukan pada sendi yang terkena, misalnya pada sendi lutut,
atau sendi metatarsofalangeal pada ibu jari kaki. Deformitas yang terjadi pada
sendi panggul seringkali tidak terlihat
c. Nyeri tekan lokal seringkali ditemukan, dan pada cairan sendi superficial,
synovial thickening atau osteofit dapat ditemukan.
d. Pergerakan sendi terbatas pada arah tertentu dan kadang dengan nyeri pada gerak
yang ekstrim.
e. Krepitasi dapat dirasakan pada sendi (paling sering pada sendi lutut) ketika
menggerakkan sendi secara pasif.
f. Instabilitas sendi sering ditemukan pada stadium lanjut dari destruksi komponen
sendi, tapi juga dapat dideteksi pada stadium awal. Instabilitas dapat terjadi karena
hilangnya lapisan tulang atau tulang rawan, kontraktur kapsular asimmetris dan
atau kelemahan otot.
5. Diagnosis
Diagnosis osteoarthritis lutut berdasrkan klinis, klinis dan radiologis, serta klinis dan
laboratoris (JH Klippel, 2001) :
a

Klinis:
Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:

umur > 50 tahun

kaku sendi < 30 menit

krepitus

nyeri tekan tepi tulang

pembesaran tulang sendi lutut

tidak teraba hangat pada sendi


12

Catatan: Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.


b

Klinis, dan radiologis:


Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:

umur > 50 tahun

kaku sendi <30 menit

krepitus disertai osteofit


Catatan: Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.

Klinis dan laboratoris:


Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:

usia >50 tahun

kaku sendi <30 menit

Krepitus

nyeri tekan tepi tulang

pembesaran tulang

tidak teraba hangat pada sendi terkena

LED<40 mm/jam

RF <1:40

analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis


Catatan: Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.
Kriteria diagnosis osteoarthritis tangan adalah nyeri tangan, ngilu atau kaku dan
disertai 3 atau 4 kriteria berikut:

pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan

pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea (DIP)

pembengkakan < 3 sendi metacarpo-phalanea (MCP)

deformitas pada 1 diantara 10 sendi tangan


Catatan: 10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3 dan CMC 1
masing-masing tangan. Sensitivitas 94% dan spesifisitas 87%.

6. Penatalaksanaan
Pengeloaan OA berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat ringannya OA yang
diderita ( Soeroso, 2006 ). Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu :
13

Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien dapat
mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya, bagaimana
agar penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar persendiaanya

tetap terpakai ( Soeroso, 2006 ).


Terapi fisik atau rehabilitasi
Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini
dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai dan

melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit. ( Soeroso, 2006 ).


Terapi farmakologis
Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang timbul,
mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasimanifestasi klinis dari ketidakstabilan sendi ( Felson, 2006 ).
a. Obat Antiinflamasi Nonsteroid ( AINS ), Inhibitor Siklooksigenase-2 (COX2), dan Asetaminofen
Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut, penggunaan obat
AINS dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada penggunaan
asetaminofen. Namun karena risiko toksisitas obat AINS lebih tinggi daripada
asetaminofen, asetaminofen tetap menjadi obat pilihan pertama dalam
penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain untuk mengurangi dampak
toksisitas dari obat AINS adalah dengan cara mengombinasikannnya dengan

menggunakan inhibitor COX-2 ( Felson, 2006 ).


Chondroprotective Agent
Chondroprotective Agent adalah obat obatan yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat obatan yang
termasuk dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat,
kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya ( Felson, 2006

).
Terapi pembedahan
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk mengurangi rasa
sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang
mengganggu aktivitas sehari hari.
Tindakan operatif yang dpat dilakukan termasukatroskopi dan rekontruksi sendi.
Pilihan rekontruksi sendi adalah osteotomi, repalcement, dan artrodesis. Penggantian
(replacement) sendi dapat berupa unikompartemen atau total (total knee arthroplasty)
Artroskopi biasanya diindikasikan sebagai prosedur pertama pada pasien yang
mengeluhkan nyeri akut atau subakut. Gejala klinis robekan kartilag artikuler yang
tidak stabil, robekan meniscus, atau adanya loose bodies merupakan indikasi umum
14

untuk dilakukan artroskopi. Untuk mendapatkan prognosis yang baik setelah


dilakukan artroskopi maka syarat pasien adalah tidak boleh malalignment, instabilitas
ligamen, dan artritis tahap akir/ lanjut.
Osteotomi diindikasikan untuk arthrtitis unikompartemen dengan maalignment atau
untuk malunion post trauma di sekitar lutut dengan nyeri artritirgenu. Artroplasti
diindikasikan pada pasien yang bukan merupakan kandidat artroplasti atau osteotomi,
pada pasien dengan keterlibatan artritis yang lebih diffuse.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
15

Osteoarthritis merupakan penyakit reumatik yang paling ditemukan. Sampai saat ini pathogenesis
yang pasti dari osteoarthritis belum bias dipastikan, tetapi beberapa ahli mengatakan bahwa
osteoarthritis diawali dengan berdegradasinya kartilago artikuler, penebalan subkondral yang
kemudianmenyebabkan terjadinya inflamasi synovial mulai dari ringan samapi berat. Osteoarthritis
lebih seringterjadi pada kelompk resiko tinggi antara lain, wanita, usia tua, berat badan berlebih dan
overusesendi yang terkena. Diagnosis osteoarthritis dapat ditegakkan berdasarkan criteria diagnosis
yaitu adanya nyeri, krepitasi saat gerakan aktif, kaku sendi < 30 menit,usia > 38 tahun, dan adanya
pembesaran pada tulang sendi yang terkena.Penatalaksanaan pada pasien osteoarthritis dapat
diberikan baik dengan terapi farmakologi maupun terapifarmakologi. Terapi nonfarmakologi misal
terapi akupuntur, pelatihan, unloading dan olahraga.Terapi farmakologis yang sampai saat ini masih
menjadi pilihan untuk penanganan osteoarthritis adalah obat obat golongan NSAID untuk
meredakan nyeri, dan obat obat nutrisi glucosamine danchondroitin sulfate.
B. SARAN
1 Sebisa mungkin jaga berat badan agar tetap ideal.
2 Kurangi aktifitas yang dapat mendukung terjadinya osteoarthrtritis
3 Segera konsultasikan ke dokter bila muncul keluhan nyeri pada sendi

DAFTAR PUSTAKA
1

Wiken. 2009. Osteoartritis. http://www.health&medicine.com/share. Diakses


tanggal 5 Februari 2015

Lozada, Carlos J. 2009. Osteoarthritis. http://emedicine.medscape.com. Diakses


tanggal 4 Februari 2015
16

Solomon, Louis, et.al. Textbook Apleys System of Orthopaedics and Fractures.


8th Edition. Oxford University Press Inc, 2001.

Netters concise Orthopedic Anatomy 2nd Edition, Basic science, 2010. Pg.16

Gray, Henry. Anatomy of Human Body. 20th Edition. New York: Bartleby.com,
2000

Quinn, Elizabeth. Knee Anatomy and Physiology. Downloaded from :


http://sportsmedicine.about.com/od/kneepainandinjuries/a/Knee

Anatomy.htm

tanggal 4 Februari 2015


7

Tjokroprawiro, Askandar, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:

Airlangga University Press.


Hoaglund, FT. 2001. Primary Osteoarthritis of the Knee: Etiology and
Epidemiology. Journal of The American Academy of Orthopedic Surgeon 9:320-

327.
Felson, David. Osteorthritis of Knee. New England Journal Medical. 2006;

354:841-848 dari http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp051726


10 Soeroso, J., Isbagio, H., Kalim, H., Broto, R., dan Pramudiyo, R., 2006.
Osteoartrits. Dalam : Alwi, I., Sudoyo, A.W., dan Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta, Indonesia : Penerbit FKUI Pusat, 11951201.
11 Wieland HA, Michaellis M, Kirschbaum BJ, Rudolphi KA. Osteoarthritis-an
unreatable disease? Nat Rev Drug Discov. 2005;4(4):331-334
12 Salter, Robert B. Textbook of Disorder and Injuries of the Muskuloskeletal
System. 3rd Ed. Lippincott William & Wilkins, 1999.
13 Conaghan, P.G., Dickson, J., dan Grant, R.L., 2008. Care and management of
osteoarthritis in adults: summary of NICE guidance.British Medical Journal.
Didapat

dari

http://muse.jhu.edu/journals/journal_of_democracy/related/v019/19.2conaghan.ht
ml diakses pada 4 Februari 2015
14 Centre for Disease Control, 2010. Osteoarthritis Meeting the Challenge, at a Glance.

17

Anda mungkin juga menyukai