Anda di halaman 1dari 5

Tugas Kuliah Teknologi Produksi Agens Hayati

Beberapa Contoh Agens Hayati Mikroba


Achmad Fitriadi TR 125040200111077
Kelas C
1. Agens Hayati Virus
NPV adalah virus yang berbentuk segi banyak dan terdapat di dalam inclusion bodies
yang disebut polihedra dan bereplikasi di dalam inti sel (nukleus). NPV memiliki badan
inklusi berbentuk polihedral yang merupakan kristal protein pembungkus virion dengan
diameter 0.2 20 mm. Kristal protein ini disebut dengan protein polihedrin yang berukuran
kurang lebih 29.000 sampai 31.000 Dalton. Kristal protein ini berfungsi sebagai pelindung
infektifitas partikel virus dan menjaga viabilitasnya di alam serta melindungi DNA virus dari
degradasi akibat sinar ultra violet matahari.

NPV telah ditemukan pada 523 spesies serangga, sebagian besar NPV bersifat
spesifik inang, yaitu hanya dapat menginfeksi dan mematikan spesies inang alaminya.
Sehingga pada mulanya penamaan NPV disesuaikan dengan nama inang asli dimana dia
pertama kali diisolasi sebagai contoh NPV yang menginfeksi ulat Spodoptera litura dinamai
Spodoptera litura Nucleopolyhedrovirus (SlNPV) dan yang menginfeksi ulat Spodoptera
exigua dinamai Spodoptera exigua Nucleopolyhedrovirus (SeNPV).

Mekanisme dan Siklus Hidup NPV di Alam


Di alam, NPV biasanya ditemukan pada permukaan tanaman dan tanah. Jika termakan
oleh serangga inang (ulat) dan masuk ke dalam saluran pencernaan yang memiliki pH tinggi
(> 10), maka polihedra akan pecah melepaskan virion infektif. Virion yang terlepas dari
matrik protein (pembungkus) akan memulai infeksi ke dalam sel-sel saluran pencernaan ulat
yang kemudian DNA akan mengadakan reflikasi di inti sel.
Proses infeksi SlNPV atau SeNPV dimulai dari tertelannya polihedra (berisi virus)
bersama pakan. Di dalam saluran pencernaan yang bersuasana alkalis, polihedra larut
sehingga membebaskan virus (virion). Selanjutnya virus menginfeksi sel-sel yang rentan.

Dalam waktu 1 2 hari setelah polihedra tertelan, ulat yang terinfeksi akan mengalami gejala
abnormal secara morfologis, fisiologis dan perilakunya.
Secara morfologis, hemolimfa ulat yang semula jernih berubah keruh dan secara
fisiologis, ulat tampak berminyak dan perubahan warna tubuh menjadi pucat kemerahan,
terutama bagian perut. Sedangkan secara perilaku, ulat cenderung merayap ke pucuk
tanaman, yang kemudian mati dalam keadaan menggantung dengan kaki semunya pada
bagian tanaman.

Permukaan kulit ulat akan mengalami perubahan warna dari pucat mengkilap pada
awal terinfeksi kemudian akan menghitam dan hancur. Apabila tersentuh, tubuh ulat akan
mengeluarkan cairan kental berbau seperti nanah yang berisi partikel virus. Ulat mati dalam
waktu 3 7 hari setelah polihedra VIR (berisi virus) tertelan. Sebelum mati ulat masih dapat
merusak tanaman, namun kerusakan yang diakibatkan ulat yang sudah terinfeksi sangat
rendah, karena terjadi penurunan kemampuan makan dari ulat grayak sampai 84 %.

VIR-L dan VIR-X yang berbahan aktif SeNPV dan SlNPV diaplikasikan dengan alat
semprot, sama seperti yang digunakan untuk menyemprot pestisida (knapsack sprayer).
Aplikasi sebaiknya ditujukan untuk mengendalikan ulat instar 1 3. Penyemprotan sebaiknya
diarahkan ke permukaan daun bagian bawah dan dilakukan pada sore atau malam hari agar
tidak langsung terkena pengaruh sinar matahari, disamping itu ulat grayak Spodoptera
memiliki sifat nocturnal yaitu mencari makan pada malam hari. (instar : fase antar 2 ganti
kulit larva/ulat)
2. Agens Hayati Bakteri
Bakteri bisa menekan pertumbuhan patogen dalam tanah secara alamiah, beberapa
genus yang banyak mendapat perhatian yaitu Agrobacterium, Bacillus, dan Pseudomonas.
Pseudomonas sp. telah diteliti sebagai agen pengendalian hayati penyakit tumbuhan.
Strain P. fluorescens dan P. putida yang diaplikasikan pada umbi kentang telah menggalakkan
pertumbuhan umbi kentang. Pseudomonas pendarfluor meningkatkan hasil panen umbi
kentang 5-33%, gula beet 4-8 ton/ha. dan menambah berat akar tumbuhan radish 60-144%.
Strain ini dan strain-strain yang sama dengannya disebut sebagai rizobakteri perangsang
pertumbuhan tanaman (Plant Growth-Promoting Rhizobacteria, PGPR). Sebutan sebagai
rizobakteri pada bakteri Pseudomonas spp. Kemampuan PGPR sebagai agen pengendalian

hayati adalah karena kemampuannya bersaing untuk mendapatkan zat makanan, atau karena
hasil-hasil metabolit seperti siderofor, hidrogen sianida, antibiotik, atau enzim ekstraselluler
yang bersifat antagonis melawan pathogen.
Perlakuan benih timun menggunakan strain PGPR menyebabkan ketahanan sistemik
terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan Colletotrichum arbiculare. Aplikasi P.
fluorescens strain S97 pada benih kacang telah menimbulkan ketahanan terhadap serangan
penyakit hawar disebabkan P. syringe pv. phaseolicola. P. fluorescens strain CHAO
menyebabkan ketahanan pada tumbuhan tembakau terhadap serangan virus nekrotik
tembakau.
Perlakuan bakteri pada benih tumbuhan lobak dan umbi kentang menggunakan P.
fluorescens strain menunjukkan pengaruh pertumbuhan yang nyata. Sedangkan P. putida
strain telah meningkatkan pertumbuhan akar dan produksi umbi kentang. Siderofor dari P.
fluoresces dapat berperan sebagai perangsang pertumbuhan tumbuhan dan menekan
pertumbuhan F. oxysporum f sp. raphani penyebab penyakit layu Fusarium pada tumbuhan
lobak. Hambatan terhadap penyakit layu Fusarium pada tumbuhan carnation diduga
disebabkan persaingan terhadap unsur besi.
Ketahanan sistemik akan terjadi pada timun terhadap infeksi Colletotrichum
orbiculare setelah inokulasi benih timun dengan strain PGPR. Benih kacang dengan P.
fluorescens strain menyebabkan ketahanan sistemik terhadap infeksi Pseudomonas syringae
pv. phaseolicola. Strain Pseudomonas spp. menyebabkan ketahanan sistemik tumbuhan timun
terhadap Pythium aphanidetmatum. Contoh-contoh PGPR yang mampu berperan sebagai
agen penyebab ketahanan sistemik tersebut di atas adalah karena perlakuan akar, tanah, atau
biji dengan rizobakteri. Mekanisme kerja dari agen pengendalian hayati umumnya
digolongkan sebagai persaingan zat makanan, parasitisme, dan antibiosis.
3. Agens Hayati Nematoda
SIKLUS HIDUP NEMATODA STEINERMA

Siklus Hidup Nematoda : Juvenil infective (JT) yang baru keluar dari induk dan
bergerak bebas didalam tanah untuk menghasilkan generasi baru JT stadium ke-3 (jantan dan
betina), jantan dan betina kawin untuk menghasilkan generasi baru. Nematoda Steinernema
betina akan memproduksi banyak juvenil infektif generasi baru di dalam tanah JI akan
berkembang biak menjadi nematoda jantan dan betina dewasa.

Nematoda Steinernema bersimbiosis dengan satu bakteri yaitu Xenorhabdus


luminescens. Simbiosis antara nematoda dan bakteri bersifat mutualisme (saling
menguntungkan) dimana nematoda mendapatkan nutrisi yang dihasilkan oleh bakteri
sedangkan bakteri merasa terlindungi oleh nematoda.
Cara menyerang hama
Cara nematoda menyerang hama adalah nematoda masuk ke dalam tubuh larva
serangga melalui lubang tubuh alami seperti spirakel, anus, atau termakan oleh larva
serangga. Setelah berada di dalam tubuh larva, nematoda langsung melepaskan bakteri
simbiosisnya ke dalam usus larva serangga. Bakteri inilah yang membunuh larva dengan cara
mengeluarkan zat yang bersifat antibiotik atau racun terhadap serangga.
Dalam waktu 1-2 hari larva mati. Larva yang mati biasanya ditunjukkan dengan
gejala yang khas tergantung warna permukaan tubuh ulat. Ulat hongkong yang terserang
nematoda ini menunjukkan gejala warna tubuh coklat kehitaman, tubuh lembek dan sedikit
mengeluarkan cairan. Setelah larva mati, nematoda memperbanyak diri dengan
memanfaatkan nutrisi yang ada di dalam tubuh larva tersebut. Selanjutnya induk nematoda
menghasilkan 2-3 generasi baru di dalam tubuh inangnya tersebut. Setelah nutrisi di dalam
tubuh larva tersebut habis maka nematoda melakukan migrasi dengan cara keluar dari tubuh
larva dan mencari inang lain.

4. Agens Hayati Jamur


Beauveria bassiana
Gambar- gambar mikroskopis Beauveria bassiana

Gambar-gambar serangga yang terinfeksi Beauveria bassiana

Jamur entomopatogen, B. bassiana dapat diperoleh dari tanah terutama pada bagian
atas (top soil) 5 15 cm dari permukaan tanah, karena pada horizon ini diperkirakan banyak
terdapat inokulum B. bassiana. Teknik untuk memperoleh jamur entomopatogen, B. bassiana
dari tanah adalah dengan menggunakan metoda umpan serangga (insect bait method) seperti
dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Teknik untuk memperoleh jamur entomopatogen melalui metoda umpan serangga
(insect bait method).
Jamur B. bassiana dapat bertahan di dalam tanah sebagai kompetitor lemah dan
terdistribusi secara heterogen sehingga dapat diisolasi dari sampel tanah pada kedalaman 5
15 cm.
CARA KERJA B. bassiana
Jamur B. bassiana masuk ketubuh serangga inang melalui kulit, saluran pencernaan,
spirakel dan lubang lainnya. Inokulum jamur yang menempel pada tubuh serangga inang
akan berkecambah dan berkembang membentuk tabung kecambah, kemudian masuk
menembus kulit tubuh.
Penembusan dilakukan secara mekanis dan atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim
atau toksin. Jamur akan berkembang dalam tubuh inang dan menyerang seluruh jaringan
tubuh, sehingga serangga mati. Miselia jamur menembus ke luar tubuh inang, tumbuh
menutupi tubuh inang dan memproduksi konidia. Namun apabila keadaan kurang
menguntungkan perkembangan jamur hanya berlangsung di dalam tubuh inang.
GEJALA SERANGAN
Serangga yang terserang jamur B. bassiana akan mati dengan tubuh mengeras seperti
mumi, dan jamur menutupi tubuh inang dengan warna putih.

Anda mungkin juga menyukai