PEDAHULUAN
I.1
LATAR BELAKANG
Gangguan pendengaran pada anak perlu dideteksi seawal mungkin
sehingga penduduk usia lanjut akan semakin banyak yang membawa konsekuensi
peningkatan prevalensi degenerasi sehubungan dengan usia. Faktor lain, yaitu
gaya hidupmasyarakat yang kurang menguntungkan, seperti mendengarkan musik
dengan suara keras, lingkungan tempat kerja dengan tingkat kebisingan yang
tinggi dan lain-lain. Walaupun demikian 50% gangguan pendengaran dan ketulian
inidapat dicegah.Ini dapat dilakukan melalui upaya-upaya promosi, mengontrol
faktor penyebab, deteksi dini penyakit dan penatalaksanaan yang sesuai standar.3
Dari hasil WHO Multi Center Study pada tahun 1998, Indonesia
termasuk 4 negara di Asia Tenggara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi,
yaitu sebesar (4,6%).3
Untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran pada anak diperlukan
pemeriksaan fungsi pendengaran yang lebih sulit dibandingkan orang dewasa.
Proses pendengaran pada anak sangat kompleks dan bervariasi karena
menyangkut aspek tumbuh kembang, perkembangan embriologi, anatomi,
fisiologi, neurologi, dan audiologi. Pada sisi lain pemeriksa diharapkan dapat
mendeteksi gangguan pada kelompok usia sedini mungkin.4
Pemeriksaan skrining pendengaran sangat penting dilakukan untuk
mendeteksi gangguan pendengaran secara dini, yaitu dengan melalui beberapa
tahap pemeriksaan untuk menilai ambang dengarnya. Selain pemeriksaan rutin
secara subyektif dengan menggunakan noise maker, Audiometri, Behavioural
Observation Audiometry (BOA), juga telah diperkenalkan pemeriksaan secara
obyektif menggunakan Oto Accoustic Emmision (OAE) dan Automated Auditory
Brainstem Response (AABR).Selama ini masih ada yang beranggapan bahwa tes
pendengaran tidak dilakukan saat masih bayi, harus menunggu hingga anak berbicara (usia
5-6 tahun), padahal kini tes pendengaran bahkan sudah dilakukan saat beberapa jam setelah
anak lahir. Bahkan 10 negara bagian di Amerika Serikat telah mewajibkan tes
pendengaran dilakukan pada bayi baru lahir.1
Beberapa pemeriksaan pendengaran yang dapat dilakukan adalah:
1. Behavioral Observation Audiometry (BOA)
2. Otoacoustic Emission (OAE)
2
3.
4.
5.
6.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.
ANATOMI
Untuk memahami tentang gangguan pendengaran dan cara pemeriksaan
1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit.Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya
kira-kira 2 -3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak
rambut dan kelenjar serumen yang merupakan modifikasi kelenjar keringat.
Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga
bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.6,7,8
2. Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas luar : membran timpani,
batas depan : tuba eustachius, batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis),
batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis, batas atas :
tegmen timpani (mening/otak), batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah
kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window),
tingkap bundar (round window) dan promontorium.6
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran
propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel
kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel
mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapisan lagi di tengah, yaitu
lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara
radial di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam.6,7,8
Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan.Prosessus
longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan
inkus melekat pada stapes.Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan
dengan
koklea.Hubungan
antar
tulang-tulang
pendengaran
merupakan
3. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung
atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani
dengan skala vestibuli.6,7,8
Kanalis semisirklularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap.Pada irisan melintang koklea tampak
skala vestibuler sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media
(duktus koklearis) di antaranya.Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa,
sedangkan skala media berisi endolimfe.Ion dan garam yang terdapat di perilimfa
berbeda dengan endolimfa.Hal ini penting untuk pendengaran.Dasar skala
vestibuler disebut sebagai membran vestibuli (Reissners membrane) sedangkan
dasar skala media adalah membran basalis. Pada skala media terdapat bagian yang
berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat
sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar, dan kanalis corti,
yang membentuk organ corti.6,7,8
Gambar 4. Koklea
(Dikutip dari kepustakaan 21)
II.2.
FISIOLOGI PENDENGARAN
Suara adalah sensasi yang timbul apabila getaran longitudinal molekul di
lingkungan eksternal, yaitu fase pemadatan dan pelonggaran molekul yang terjadi
berselang-seling, mengenai membran timpani. Plot gerakan-gerakan ini sebagai
perubahan tekanan di membran timpani per satuan waktu adalah serangkaian
gelombang, dan gerakan semacam itu dalam lingkungan secara umum disebut
gelombang suara. Gelombang berjalan melalui udara dengan kecepatan sekitar
344 m/det (770 mil/jam) pada 20oC setinggi permukaan laut. Kecepatan suara
meningkat seiring suhu dan ketinggian.9
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke
koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran
7
II.3.
AUDIOLOGI DASAR
Aspek diagnostik audiologi makin hari makin merupakan bagian yang
integral pada praktek THT. Dasar evaluasi pendengaran merupakan cara cepat
yang efektif untuk mengetahui kepekaan sistem pendengaran dan fungsi telinga
tengah. Jumlah pemeriksaan audiologi untuk membedakan masalah otologi pun
memang banyak termasuk salah satunya yaitu audiometri nada tutur.8,10
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai audiometri nada tutur, kita
harus memahami dulu hal mengenai audiologi dasar yang meliputi: sifat bunyi,
intensitas bunyi, batas pendengaran manusia, dan audiogram.8,10
1.
Sifat Bunyi
Bunyi di udara merupakan hasil penekanan dan pengembangan partikel
2.
Intensitas Bunyi
Jajaran tekanan suara yang dapat diterima oleh telinga normal sangat luas
ini hanya nilai rata-rata karena kemampuan mendengar frekuensi tinggi menurun
sesuai pertambahan usia. Penurunan ini telah dimulai pada umur dekade 2 atau 3
dan dapat menurunkan batas atas sampai 10.000 Hz atau kurang pada umur
dekade ke-6.6,10
Batas
intensitas
pendengaran
manusia
dapat
ditentukan
dengan
tepat.Tingkat tekanan bunyi dari nada yang nyaris dapat didengar bervariasi pada
berbagai frekuensi. Pada daerah yang sangat sensitif (1000-4000 Hz), hampir
mendekati 0,0002 dyne/cm2. Batas intensitas tertinggi kira-kira 140 dB diatas
0,0002 dyne/cm2. Pada tingkat ini, suara dari frekuensi manapun akan
menimbulkan rasa nyeri. Apabila terlalu lama mendengar suara di atas 85 dB
dapat mengakibatkan kerusakan pendengaran.10
4.
Audiogram
Bentuk yang umum digunakan untuk menggambarkan hasil uji
11
II.4.
PEMERIKSAAN PENDENGARAN
Ada tiga jenis gangguan pendengaran yang dapat dikenali dengan uji
pendengaran yaitu tuli konduktif, tuli saraf (sensorineural deafness) serta tuli
campuran (mixed deafness).Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara,
disebabkan oleh kelainan atau penyakit di telinga luar atau di telinga tengah.Pada
tuli saraf (perseptif, sensorineural) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam),
nervus VIII atau di pusat pendengaran, sedangkan tuli campuran, disebabkan oleh
kombinasi tuli konduktif dan tuli saraf.Tuli campur dapat merupakan satu
penyakit, misalnya radang telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam atau
merupakan dua penyakit yang berlainan, misalnya tumor nervus VIII (tuli saraf)
dengan radang telinga tengah (tuli konduktif). Jadi jenis ketulian sesuai dengan
letak kelainan.6
Suara yang didengar dapat dibagi dalam bunyi, nada murni dan
bising.Bunyi (frekuensi 20Hz-18.000Hz) merupakan frekuensi nada murni yang
dapat didengar oleh telinga normal.Nada murni (pure tone), hanya satu frekuensi,
misalnya dari garpu tala, piano.Bising (noise) dibedakan antara NB (narrow
band), terdiri atas beberapa frekuensi, spektrumnya terbatas dan WN (white
noise), yang terdiri dari banyak frekuensi.6,8
Pemeriksaan
mempergunakan
pendengaran
garpu
tala
dilakukan
dan
secara
kuantitatif
kualitatif
dengan
dengan
menggunakan
impedans,elektrokokleograf,
brain
evoked
response
II.5.
gejala
pada
anak
dengan
kemungkinan
mengalami
gangguan pendengaran yang bisa diamati sehari-hari oleh orang tua untuk anak
usia prasekolah atau usia yang lebih besar dari 24 bulan:1
1. Kurang responsif terhadap suara-suara yang ada di sekitarnya: vacuum cleaner ,
klakson mobil, petir.
2. Anak kelihatannya kurang perhatian terhadap apa yang terjadi disekitarnya,
kecuali yang bisa dinikmati dengan melihat. Anak tidak mudah tertarik dengan
pembicaraan atau suara-suarayang ada di sekelilingnya.
3. Cenderung berusaha melihat muka lawan bicara dengan tujuan mencaripetunjuk dari
gerak bibir dan ekspresi muka guna mendapat informasi tambahan apa yang diucapkan.
4. Anak kurang responsif apabila diajak bicara tanpa diberi kesempatan
5.
6.
7.
8.
kekerasan tertentu.
9. Anak memberikan respons yang tidak konsisten pada waktu yang berbeda,
kemungkinan mengalami gangguan pendengaran yang hilang timbul sebagai akibat
otitis media serosa. Orang tua sering menganggap karena anak cuek atau bandel, hanya
memberikan respons kalau anak sedang mau saja.
10. Kesulitan menangkap pembicaraan di dalam ruangan yang ramai.
Anak dengan gangguan pendengaran ringan atau sedang masih mampu menangkap
pembicaraan di lingkungan yang ribut seperti di kelas atau di rumah dengan
suara-suara TV yang cukup mengganggu. Anak dengan pendengaran yang normal
mempunyai kemampuan mengatasi kesulitan dilingkungan mendengar yang sulit.
11. Ucapan anak yang sulit dimengerti merupakan salah satu kemungkinan anak
mengalami gangguan pendengaran. Hal ini disebabkan anak tidak mampu menangkap
semua elemen pembicaraan dengan jelas sehingga anak akan mengalami kesulitan
meniru ucapan dengan betul dan baik.. Anak juga akan mengalami gangguan pola
berbicara yang sering rancu dengan masalah intelegensinya.
12. Bicara anak lemah atau bahkan terlalu keras. Hal ini menunjukkan bahwa anak tidak
mendengar suaranya sendiri. Anak yang bicaranya pelan kemungkinan mengalami tuli
13
konduktif karena anak dapat menangkap suaranya sendiri melalui jalur hantaran tulang
sekalipun hantaran udaranya mengalami gangguan. Anak dengan tuli
sensorineural akan berbicara lebih keras supaya bisa menangkap suaranya sendiri.
13. Kemampuan berbicara dan pemahaman kata-kata terbatas. Anak dengan
gangguan pendengaran akan mengalami penurunan kemampuan mendengar dan
memahami arti kata-kata sehingga menghambat proses perkembangan bicara.
14. Nilai di sekolah menurun atau di bawah rata-rata kelas.
15. Masalah tingkah laku, baik di sekolah maupun di rumah.
II.6.
derajat ketulian yang dialami seorang anak hanya bersifat ringan, namun dalam
perkembangan selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan berbicara dan
berbahasa. Untuk menegakkan diagnosis sedini mungkin maka diperlukan
skrining pendengaran pada anak.14
Perubahan perilaku anak terhadap stimulus suara tergantung pada beberapa
faktor antara lain faktor usia, status mental yang mencakup kondisi mental anak, kemauan
melakukan tes, rasa takut, status neurologik yang berhubungan dengan perkembangan motorik
dan persepsi.1
Selama ini masih ada yang beranggapan bahwa tes pendengaran tidak bisa
dilakukan saat masih bayi, harus menunggu hingga anak bisa berbicara (usia 5-6 tahun),
padahal kini tes pendengaran bahkan sudah bisa dilakukan saat beberapa jam setelah anak
lahir. Bahkan 10 negara bagian di Amerika Serikat telah mewajibkan tes pendengaran
dilakukan pada bayi baru lahir.1
Beberapa pemeriksaan pendengaran yang dapat dilakukan adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
II.7.
14
menggunakan
Gambar 8. Pemeriksaan
ASSR
(Dikutip dari kepustakaan
23)
II.7.3. Indikasi
15
kepala
berisi
amplitudo
periodik
atau
variasi
frekuensi
yang
intensitas 80 dB, maka disarankan untuk melakukan tes ASSR untuk mengetahui
derajat gangguan pendengaran bayi dan anak.16
17
18
BAB III
KESIMPULAN
Gangguan pendengaran pada anak perlu dideteksi seawal mungkin
mengingat pentingnya peranan fungsi pendengaran dalam proses perkembangan
bicara. Identifikasi gangguan pendengaran pada anak secara awal dengan cara
pengamatan reaksi anak terhadap suara atau tes fungsi pendengaran dengan
metode dan peralatan yang sederhana, perlu dipahami oleh semua profesi di
bidang kesehatan yang banyak menghadapi bayi dan anak. Penilaian fungsi
pendengaran pada anak-anak memerlukan pemahaman, latihan dan pengalaman
klinis yang cukup luas.Hasil pemeriksaan berdasarkan pengamatan tingkah laku
anak terhadap stimulus suara sangat dipengaruhi oleh keterbatasan perkembangan
dan kematangan bayi/ anak.
Saat ini sudah banyak metode untuk menilai fungsi pendengaran anak baik
secara subyektif maupun obyektif Tes pendengaran secara obyektif dibidang
audiologi dengan peralatan elektrofisiologik saat ini sudah banyak dikembangkan
di beberapa Rumah Sakit salah satunya adalah ASSR (Auditory Steady State
Response) yang merupakan tes yang bersifat objektif untuk mengukur
kemampuan mendengar anak yang masih belum mampu menjalani prosedur tes
subjektif seperti play audiometri atau audiometri nada murni.Pada dasarnya, cara
pemeriksaan pada tes ASSR ini sama dengan pemeriksaan pada BERA. Yang
membedakan adalah frekuensi yang diperiksa serta gambaran hasil tes.Hasil tes
BERA gambarannya berupa gelombang-gelombang sedangkan hasil tes ASSR
berupa audiogram.
Yang perlu dipertimbangkan adalah penilaian fungsi pendengaran pada
anak-anak merupakan proses yang dilakukan secara berkelanjutan dan harus
dipandang sebagai bagian yang integral dalam menangani gangguan pendengaran
pada anak .
19
DAFTAR PUSTAKA
1. American academy of audiology. Childhood hearing screening guidelines.
[online]url:http://www.cdc.gov/ncbddd/hearingloss/documents/aaa_childh
ood-hearing-guidelines_2011.pdf [diakses tanggal 28 juli 2013].
2. Inspektorat Jenderal Kementrian Kesehatan. Hari Kesehatan Telinga dan
Pendengaran Nasional 2013.[Accessed on 31st July 2013]; Available from:
http://www.itjen.depkes.go.id/berita/read/28/15/HARI-KESEHATANTELINGA-DAN-PENDENGARAN-NASIONAL-2013.
3. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Rencana Strategi Nasional
Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian untuk Mencapai
Sound Hearing 2030.
4. Hendarmin H, Suwento R. Gangguan pendengaran pada bayi dan anak.
Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
Leher, edisi keenam. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2007. 32-36.
5. Feldman M.H.Children Evaluation and Management of Language and
Speech Disorders in Preschool. In : pediatrics in review. Vol 26. American
academy of pediatrics.page 131-142.
6. Soepardi, Efiaty Arsyad et al. Gangguan Pendengaran dan Kelainan
Telinga. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorokan, Kepala Leher. Jakarta. Balai Penerbit FKUI; 2008; 10-22.
7. Moller, Aage R. Hearing : Anatomy, Physiology, and Disorders of The
Auditory System. 2nd ed. United States of America: Elsevier. 2006.
8. Dhingra PL. Assesment of Hearing. In: Disease of Ear, Nose and Throat.4 th
Edition. New Delhi: Elsevier; 2007. Page 22-29.
9. Sherwood, Lauralee. Fisiologi manusia dari sel ke sel. Edisi 2.
EGC: Virginia; 2001. Hal.176-189.
10. Feldman AS, Grimes CT. Audiologi. Dalam: Ballenger JJ. Penyakit
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi 13. Jilid 2. Jakarta:
Binarupa Aksara; 1997. Hal.273-303.
20
11. Lassman AS, Grimes CT. Audiologi.Dalam: BOIES. Buku Ajar Penyakit
THT. Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997. Hal. 46-73.
12. Lalwani AK. In Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology - Head
and Neck Surgery. 2nd Edition. McGraw-Hill; 2008. Page 595-600.
13. Mansjoer, Arif, Kuspuji T, Rakhmi S, Wahyu I, Wiwiek. Kapita Selekta.
Edisi III Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius 3. 2001. Hal. 85-87.
14. Workshop proceedings. National workshop on mild and unilateral hearing
loss.[online] url:www.cdc.gov/ncbddd/ehdi [diakses tanggal 31 juli 2013]
15. Sowita
Hearing
Center.
Audiometri
Nada
Murni.
http://pedulipendengaran.com/index.php/aunm[diakses tanggal 31 juli
2013.]
16. California
Ear
Institute.
Auditory
Steady
State
Response
31st
on
July
2013];Available
from:
http://www.britannica.com/EBchecked/media/530/Structure-of-the-humanear.
22. Auditory Brainstem Response Online. [Accessed on 10th August 2013];
Available from : http://emedicine.medscape.com/article/836277-overview
23. SmartEP-ASSR Quick and Objective Auditory Treshold Detection.
[Accessed
on
10th
August
2013];
Available
from
http://www.ihsys.com/site/SmartEPASSR.asp
21
http://www.luminaabc.co.id/hearing-center/fasilitas-hearing-
center.html
22
23