Anda di halaman 1dari 69

Hakekat Manajemen Sekolah

BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah.
Manajemen sekolah merupakan faktor yang paling penting dalam menyelenggarakan
pendidikan dan pengajaran di sekolah yang keberhasilannya diukur oleh prestasi yang
didapat, oleh karena itu dalam menjalankan kepemimpinan, harus menggunakan suatu
sistem, artinya dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang di dalamnya
terdapat komponen-komponen terkait seperti guru-guru, staff TU, orang tua siswa,
masyarakat, pemerintah, anak didik, dan lain-lain harus berfungsi optimal yang
dipengaruhi oleh kebijakan dan kinerja pimpinan.
Tantangan lembaga pendidikan adalah mengejar ketertinggalan artinya kompetisi dalam
meraih prestasi terlebih dalam menghadapi persaingan global.
B.
1.
2.
3.
4.
5.

Rumusan Masalah

Apakah yang dimaksud dengan manajemen?


Apakah yang dimaksud dengan manajemen sekolah?
Apakah yang dimaksud dengan manajemen pendidikan?
Seperti apakah tujuan manajemen sekolah?
Bagaimana fungsi manajemen sekolah?
C. Tujuan

1.
2.
3.
4.
5.

Menjelaskan pengertian manajemen.


Menjelaskan pengertian manajemen sekolah.
Menjelaskan pengertian manajemen pendidikan.
Menjelaskan tujuan manajemen sekolah.
Menjelaskan fungsi majemen sekolah.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manajemen Sekolah.
Menurut Stoner Manajemen secara umum yang dikutip oleh T. Hani Handoko (1995)
manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber dayasumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Sedangkan dalam konteks sekolah yaitu Manajemen sekolah menurut buku manajamen
sekolah sebenarnya merupakan aplikasi ilmu manajemen dalam bidang persekolahan.
Ketika istilah manajemen diterapkan dalam bidang pemerintahan akan menjadi
manajemen pemerintahan, dalam bidang pendidikan menjadi manajemen pendidikan,
begitu seterusnya.
Sedangkan menurut James Jr. manajemen sekolah adalah proses pendayagunaan
sumber-sumber manusiawi bagi penyelenggara sekolah secara efektif. Sedangkan
dalam konteks pendidikan ada juga manajemen pendidikan.
Menurut Ali Imron manajemen pendidikan adalah proses penataan kelembagaan
pendidikan, dengan melibatkan sumber potensial baik yang bersifat manusia maupun
yang bersifat non manusia guna mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Pada hakekatnya istilah manajemen pendidikan dan manajemen sekolah mempunyai
pengertian dan maksud yang sama. Keduanya susah untuk dibedakan karena sering
dipakai secara bergantian dalam pengertian yang sama. Apa yang menjadi bidang
manajemen pendidikan adalah juga merupakan bidang manajemen sekolah. Demikian
pula proses kerjanya ditempuh melalui fungsi-fungsi yang sama, yang diturunkan dari
teori administrasi dan manajemen pada umumnya.
B. Tujuan Manajemen Sekolah.
Tujuan Manajemen Sekolah menurut Sagala (2007) adalah mewujudkan tata kerja yang
lebih baik dalam empat hal.
(1)

meningkatnya efesiensi penggunaan sumber daya dan penugasan staf.

(2)

meningkatnya profesionalisme guru dan tenaga kependidikan di sekolah.

(3) munculnya gagasan-gagasan baru dalam implementasi kurikulum, penggunaan teknologi


pembelajaran, dan pemanfaatan sumber-sumber belajar.
(4)

meningkatnya mutu partisipasi masyarakat dan stakeholder.

Tujuan utama penerapan Manajemen Sekolah pada intinya adalah untuk


penyeimbangan struktur kewenangan antara sekolah, pemerintah daerah pelaksanaan
proses dan pusat sehingga manajemen menjadi lebih efisien. Kewenangan terhadap
pembelajaran di serahkan kepada unit yang paling dekat dengan pelaksanaan proses
pembelajaran itu sendiri yaitu sekolah.
Disamping itu untuk memberdayakan sekolah agar sekolah dapat melayani masyarakat
secara maksimal sesuai dengan keinginan masyarakat tersebut. Tujuan penerapan
Manajemen sekolah adalah untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui

kewenangan kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan


keputusan secara partisipatif.
Lebih rincinya Manajemen sekolah bertujuan untuk:
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam
mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam menyelenggarakan
pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah
tentang mutu sekolahnya.
4. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan
dicapai.
C.

Fungsi-fungsi Manajemen Sekolah.


1.

Menurut Percy E. Burrup fungsi-fungsi manajemen pendidikan di sekolah


adalah:
Merencanakan cara dan langkah-langkah mewujudkan tujuan program

2.

sekolah.
Mengalokasikan baik sumber daya maupun kegiatan mengajar sehingga

3.

masig-masing tahu tugas dan tanggung jawab.


Memotifasi dan menstimulir kegiatan staf pengajar sehingga mereka dapat

4.

melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya.


Mengkoordinir kegiatan anggota staf pengajar dan setiap satuan tugas di

5.

sekolah sehingga tenaga dapat digunakan seefektif mungkin.


Menilai efektifitas program dan pelaksanaan tugas pengajaran dan tujuantujuan sekolah yang ditentukan sudah tercapai apa belum. Dan menilai
pertumbuhan kemampuan mengajar tiap guru.

Fungsi manajemen sekolah dilihat dari bentuk masalahnya terdiri dari bidang-bidang
substansi dan manajemen sekolah. Masalah-masalah yang merupakan bidang dari
manajemen sekolah terdiri dari:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Bidang pengajaran atau lebih luas disebut kurikulum.


Bidang kesiswaan.
Bidang personalia.
Bidang keuangan.
Bidang sarana.
Bidang prasarana.
Bidang hubungan sekolah dengan masyarakat (humas)

Fungsi manajemen sekolah dilihat dari akivitas atau kegiatan manajemen, meliputi:
a.

Kegiatan manajerial yang dilakukan oleh para pimpinan. Kegiatan manajerial


meliputi:
1. Perencanaan
2. Pengorganisasian

3.
4.
5.
6.
7.
8.
b.

Pengarahan
Pengkoordinasian
Pengawasan
Penilaian
Pelaporan, dan
Penentuan anggaran

Kegiatan yang bersifat operatif, yakni kegiatan yang dilakukan oleh para pelaksana.
Kegiatan ini berkaitan langsung dengan pencapaian tujuan. Artinya, bagaimanapun
baiknya kegiatan manajerial (seperti perencanaan) tanpa didukung oleh
pelaksanaan pekerjaan yang elah direncanakan tersebut, mustahil tujuan organisasi
dapat dicapai dengan baik. Fungsi operatif ini meliputi pekerjaan-pekerjaan:
1)

Ketatausahaan

2)

Perbekalan

3)

Kepegawaian

4)

Keuangan dan

5)

Humas

Pelaksanaan manajemen sekolah yang efektif dan efisien menuntut dilaksanakan


beberapa fungsi manajemen tersebut secara terpadu dan terintegrasi dalam
pengelolaan bidang-bidang manajemen pendidikan.
Jadi melalui penerapan fungsi manajemen sekolah yang efektif dan efisien diharapkan
dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas pendidikan secara
keseluruhan.
D. Prinsip-prinsip Manajemen Sekolah.
Yang dimaksud dengan prinsip (dalam kamus Umum Bahasa Indonesia, 1990) adalah
dasar, azaz (kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak). Prinsip dalam
tulisan ini landasan-landasan yang dijadikan dasar dalam dalam melaksanakan fungsi
atau pekerjaan-pekerjaan manakeman sekolah. Dalam pengelolaan sekolah agar dapat
mencapai tujuan sekolah dengan baik, maka perlu mendasarkan pada prinsio-prinsip
manajemen sebagai berikut:
a. Prinsip efisiensi yakni dengan penggunaan modal yang sedikit dapat
menhasilkan hasil yang optimal.
b. Prinsip efektivitas, yakni ketercapaian sasaran sesuai tujuan yang diharapkan
c. Prinsip pengelolaan, yakni seorang manajer harus melakukan pengelolaan
sumber-sumber daya yang ada
d. Prinsip pengutamaan tugas pengelolaan, yakni seorang manajer harus
mengutamakan tugas-tugas pokoknya. Tugas-tugas yang bersifat operatif

hendaknya dilimpahkan pada orang lain secara proposional . manakala seorang


manajer telah melimpahkan tugas kepada orang lain, tanggung jawab tetap ada
pada pimpinan.
e. Prinsip kerjasama, yakni seorang manajer hendaknya dapat membangun
kerjasama yang baik secara horizontal
Prinsip kepemimpinan yang efekif, yakni bagaimana seorang manajer dapat

f.

memberi pengaruh, ajakan pada orang lain untuk tujuan bersama.


E. Ruang Lingkup Manajemen Sekolah.
Yang dimaksud dengan ruang lingkup dalam tulisan ini adalah luasnya bidang
manajemen sekolah. Pada awal telah disebutkan bahwa dilihat dari wujud
permasalahannya manajemen sekolah secara substansial meliputi beberapa
bidang antara lain:
a.
b.
c.
d.

Bidang kurikulum (pengajaran)


Bidang kesiswaan
Bidang personalia yang mencakup tenaga edukatif dan tenaga administrasi
Bidang sarana yang mencakup segala hal yang menunjang secara langsung

pada pencapaian tujuan


e. Bidang prasarana, mencakup segala hal yang menunjang secara tidak
f.

langsung pada pencapaian tujuan


Bidang hubungan dengan masyarakat, berkaitan langsung dengan bagaimana
sekolah dapat menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar.

Semua bidang manajemen sekolah ini harus dikelola dengan memperhatikan aktivitasaktivitas manajerial dan didukung oleh aktivitas pelaksana. Dengan demikian akan
terjadi sinergi dalam pencapaian tujuan sekolah.
F. Istilah-istilah yang berkaitan dengan manajemen.
Sebagaimana dikemukakan pada sub bab sebelumnya, istilah manajemen disamakan
secara substansial dengan istilah administrasi. Manakala kita membahas administrasi
maka di dalamnya ada aktivitas manajemen, ada aktivitas organisasi, ada aktivitas
kepemimpinan, dan inti dari semuanya adalah pengambilan keputusan dan pengambilan
keputusan tersebut haruslah manusiawi. Artinya, bahwa bahwa pengambilan keputusan
yang dilakukan harus dapat diterima oleh manusia pada umumnya. Yakni, manusia yang
memiliki kekuaan, kelemahan, manusia sebagai makhluk sosial sekaligus yang juga
memiliki kepentingan individu dan seterusnya.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN.
Jadi dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen atau pengelolaan
merupakan komponen integral dan tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara
keseluruhan, karena dengan adanya manajemen yang baik maka tujuan pendidikan
dapat diwujudkan secara optimal, efektif dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Sutomo., dkk. 2009. Manajemen Sekolah. Semarang: UPT MKK UNNES.


Sudrajat, Akhmad. 2008. Manajemen Sekolah.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/03/konsep-manajemen-sekolah/. Diakses
pada tanggal 16 Maret 2013.
Nafaty,Tri.2012.Hakekat Manajemen Sekolah.
http://threenafathy.blogspot.com/2012/09/hakekat-manajemen-sekolah.html. Diakses
pada tanggal 16 Maret 2013.
Ikhlasiyah, Ifa. 2012. Hakekat Manajemen Sekolah.
http://ifaikhlass.blogspot.com/2012/03/hakikat-manajemen-sekolah.html. Diakses pada
tanggal 16 Maret 2013.
Diposkan 21st March 2013 oleh Hendy
0
.

Manajemen Berbasisi Sekolah ( MBS )


BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang

Sistem manajemen pendidikan yang sentralistis tidak membawa kemajuan yang berarti
bagi peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya. Dalam kasus-kasus tertentu,
manajemen sentralistis telah menyebabkan terjadinya pemandulan kreativitas pada
satuan pendidikan dan berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Untuk mengatasi
terjadinya stagnasi dibidang pendidikan ini diperlukan adanya paradigma baru dibidang
pendidikan.
Seiring bergulirnya era otonomi daerah, terbukalah peluang untuk melakukan reorientasi
paradigma pendidikan menuju kearah desentralisasi pengelolaan pendidikan. Peluang

tersebut semakin tampak nyata setelah dikelurkanya kebijakan mengenai otonomi


pendidikan melalui strategi pemberlakuan manajemen berbasis sekolah (MBS). MBS
bukan sekedar mengubah pendekatan pengelolaan sekolah dari yang sentralistis ke
desentralistis, tetapi lebih dari itu melalui MBS maka akan muncul kemandirian sekolah.

B. Rumusan Masalah
Apa latar belakang manajemen berbasis sekolah?
Bagaimanakah konsep manajemen berbasis sekolah?
Bagaimanakah Karakteristik MBS?
Apa sajakah urusan-urusan yang menjadi kewenangan tanggung jawab sekolah?

BAB II
PEMBAHASAN
A.

LATAR BELAKANG MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH


Dalam era otonomi daerah, pendidikan perlu dikelola dengan memperhatikan
kepentingan sekolah itu sendiri untuk berkembang secara optimal dan mandiri.
Oleh karena itu, MBS merupakan pilihan yang tepat untuk dilakukan oleh
pemerintah daerah.
Definisi komprehensif mengenai MBS yang dikemukakan oleh Malen
sebagaimana dikutip Ibtisam Abu Duhou adalah suatu perubahan formal struktur
penyelenggaraan, sebagai suatu bentuk desentralisasi yang mengidentifikasikan
sekolah itu sendiri sebagai unit utama peningkatan serta bertumpu pada
redistribusi kewenangan pembuatan keputusan sebagai sarana penting yang
dengannya pendidikan dapat didorong dan ditopang.[1]

Selanjutnya, Candoli mendefinisikan MBS, sebagai suatu cara untuk memaksa


sekolah itu sendiri mengambil tanggung jawab atas apa saja yang terjadi pada
anak menurut jurisdiksinya dan mengikuti sekolahnya.[2] Konsep ini menegaskan
bahwa ketika sekolah itu sendiri dibebani dengan pengembangan total program
kependidikan yang bertujuan melayani kebutuhan anak dalam mengikuti sekolah,
personil sekolah akan mengembangkan program yang lebih meyakinkan karena
mereka mengetahui kebutuhan belajar siswa.
Definisi tentang MBS menegaskan bahwa konsep tersebut mengacu pada
manajemen sumber daya di tingkat sekolah dan bukan di suatu sistem atau
tingkat yang sentralistik. Melalui MBS, sekolah diberi pengawasan lebih besar
atas arah yang akan dicapai oleh organisasi sekolah tersebut. Pengawasan atas
anggaran dianggap merupakan inti dari MBS.
Terkait erat dengan kebijaksanaan anggaran adalah pengawasan atas
penetapan peran, penggajian, dan pengembangan staf. Pada ekstrim lainnya,
beberapa sekolah diberi pengawasan atas kurikulum sebagai bagian dari MBS.
Di sini suatu kurikulum berbasis sekolah berarti bahwa masing-masing sekolah
memutuskan bahan-bahan ajar apa akan digunakan, dan juga model
pelaksanaan spesifik. Para staf menentukan beberapa kebutuhan
pengembangan profesional mereka sendiri, serta beberapa struktur di mana
proses pendidikan akan dikembangkan.[3]
MBS ditawarkan sebagai salah satu alternatif jawaban pemberian otonomi
daerah di bidang pendidikan, mengingat prinsip dan kecenderungannya yang
mengembalikan pengelolaan manajemen sekolah pada pihak-pihak yang
dianggap paling mengetahui kebutuhan riel sekolah.
Oleh karena itu, jika kita semua sedang gencar berbicara tentang reformasi
pendidikan, maka dalam konteks MBS, tema sentral yang diangkat adalah isu
desentralisasi. Desentralisasi dalam pengertian sebagai pengalihan tanggung
jawab pemerintahan pusat dalam hal perencanaan, manajemen, penggalian
dana, dan alokasi sumberdaya ke pemerintah daerah.
Terkait dengan desentralisasi, MBS dikembangkan untuk membangun sekolah
yang efektif. Hanya saja konsep desentralisasi model MBS mengacu pada
sekolah swa-manajemen (self managing school) bukan pada penyelenggara
sekolah mandiri (self governing school).[4]
Respon yang muncul atas MBS bermacam-macam. Depdiknas merumuskan
pengertian MBS sebagai model manajemen yang memberikan otonomi yang
lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif
yang melibatkan secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah,

karyawan, orang tua, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah


berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.
Dengan otonomi yang lebih besar, sekolah memiliki kewenangan yang lebih
besar dalam mengelola sekolahnya, sehingga sekolah lebih mandiri.[5] Maksud
yang sama dikemukakan oleh Miarso yang menyatakan bahwa arti pengelolaan
berbasis sekolah ini adalah pelimpahan wewenang pada lapis sekolah untuk
mengambil keputusan mengenai alokasi dan pemanfaatan sumber-sumber
berdasarkan aturan akuntabilitas yang berkaitan dengan sumber tersebut.[6]
Asumsi kebijakan manajemen berbasis sekolah adalah bahwa dengan
pelimpahan dan tanggung jawab yang meningkat ke sekolah, serta proporsi
dana lebih besar dalam mendukung pencapaian tujuan kebijakan sesuai dengan
serangkaian garis pedoman kebijakan yang lebih eksplisit dan meletakkan
strategi manajemen prestasi yang terartikulasi di atas perencanaan tersebut,
maka hal tersebut akan memudahkan dan mendorong peningkatan efektivitas
dan efisiensi pendidikan publik.[7]
Hal ini berarti bahwa tugas manajemen sekolah ditentukan sesuai dengan
karakteristik dan kebutuhan sekolah itu sendiri. Oleh karena itu, anggota
pengelola sekolah (dewan direktur, pengawas, kepala sekolah, guru, orang tua,
siswa dan seterusnya) memiliki otonomi dan tanggung jawab lebih besar dalam
mengelola kegiatan pendidikan di sekolah.
Tujuan utama MBS adalah meningkatkan efesiensi, mutu dan pemeratan
pendidikan. Peningkatan efesiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola
sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi.
Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua, kelenturan
pengelolaan sekolah, peningkatan propesionalisme guru, adanya hadiah dan
hukuman sebagai control, serta hal lain yang dapat menumbuhkembangkan
suasana yang kondusif.
Latar belakang munculnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) tak lepas dari
kinerja pendididkan di suatu Negara berdasarkan system pendidikan yang ada
sebelumnya. Diantara tahun 1960-an hingga 1970-an berbagai inovasi dilakukan
melalui pengenalan kurikulum baru dan pendekatan metode pengajaran baru
dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, namun hasilnya tidak
memuaskan. Demikian juga di banyak Negara lain seperti Kanada, Amerika,
Australia, Inggris, Perancis, Selandia Baru, dan Indonesia.
Sebelum berbagai inovasi yang diterapkan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan difokuskan pada lingkup kelas, seperti perbaikan kurikulum,
profesionalisme guru, metode pengajaran, dan system evaluasi, dan

kesemuanya itu kurang memberikan hasil yang memuaskan. Bersamaan dengan


berbagai upaya itu, pada tehun 1980-an terjadi perkembangan yang
menggembirakan di bidang manajemen modern, yaitu atas keberhasilan
penerapannya di bidang industry dan organisasi komersial. Keberhasilan aplikasi
manajemen modern itulah yang kemudian diadopsi untuk diterapkan di dunia
pendidikan. Sejak saat itulah masyarakat mulai sadar bahwa untuk meningkatkan
kualitas pendidikan perlu melompat atau keluar dari lingkup pengajaran di dalam
kelas secara sempit ke lingkup organisasi sekolah. Oleh karena itu, diperlukan
reformasi system secara structural dan gaya manajemen sekolah.
Setelah adanya kesadaran itu muncullah berbagai gerakan reformasi seperti
gerakan sekolah efektif yang mencari dan mempromosikan karakteristik sekolahsekolah efektif. Ada gerakan sekolah mandiri, yang menekankan otonomi
penggunaan sumber dana sekolah. Ada yang memfokuskan pada desentralisasi
otoritas dari kantor pendidikan pusat kepada aktivitas-aktivitas yang dipusatkan
disekolah seperti pengembangan kurikulum berbasis sekolah, bimbingan siswa
berbasis sekolah, dan sebagainya. Gerakan reformasi yang menggunakan
pendekatan berbeda-beda tersebut kemudian melahirkan model-model MBS.
Di Indonesia, latar belakang munculnya MBS tidak jauh berbeda dengan Negaranegara maju yang terlebih dahulu menerapkannya. Perbedaan yang mencolok
ialah lambatnya kesadaran para pengambil kebijakan pendidikan di Indonesia.
Bayangkan saja di banyak Negara gerakan reformasi pendidikan model MBS ini
sudah terjadi pada tahun 1970-an dan disusul banyak Negara pada tahun 1980an, namun di Indonesia baru dimulai 30 tahun kemudian. Hal ini tidak terlepas
dari system otoriter selama orde baru. Semua diatur dari pusat, yaitu di Jakarta
baik dalam penentuan kurikulum sekolah, anggaran pendidikan, pengangkatan
guru, metode pembelajaran, buku pelajaran, alat peraga hingga jam sekolah
maupun jenis upacara yang harus dilaksanakan di sekolah.
Selama bertahun-tahun upaya perbaikan pendidikan selalu dilaksanakan dengan
cara tambal sulam, karena belum ada upaya yang maksimal dari birokrat
pendidikan di atas sana. Dengan demikian, dapat dirumuskan bahwa Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) muncul karena beberapa alasan. Pertama, terjadinya
ketimpangan kekuasaan dan kewenangan yang terlalu terpusat pada atasan
yang mengesampingkan bawahan. Kedua, kinerja pendidikan yang tidak kunjung
membaik bahkan cenderung menurun di banyak Negara. Ketiga, adanya
kesadaran para birokrat dan desakan dari para pecinta pendidikan untuk
merestrukturisasi pengelolaan pendidikan.

Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan


kualitas pendidikan yang mana selama ini masih dirasa masih kurang,
diantaranya dengan membuat program progaram antara lain aku anak sekolah
dan dana bantuan operasional. Program tersebut diharapkan mampu menjunjung
kualitas maupun kuantitas pendidikan di Indonesia, akantetapi karena
pengelolaannya masih terpusat dan kaku, program tersebut tidak dapat
memberikan dampak positif. Dugaannya adalah masalah manajemen yang
belum sesuai. Hingga munculah suatu pemikiran atau gagasan baru dalam
pengelolaan pendidikan yang memberi kebijakan kepada masing masing sekolah
untuk mengatur dan melaksanakan berbagai kebijakan dari pemerintah.
Pemikiran inilah yang disebut dengan manajemen berbasis sekolah (MBS).
BPPN dan Bank Dunia (1999) dalam Mulyasa, memberi pengertian bahwa MBS
merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi di bidang
pendidikan, yang ditandai oleh otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi
masyarakat, dan dalam kerangka kebijakan nasional. Sedangkan Depdikbud
dalam , mengemukakan MBS adalah suatu penawaran bagi sekolah untuk
menyediakan pendidikan yang lebih baik dan lebih memadai bagi para peserta
didik. Mulyasa (2002) mengemukakan Manajemen Berbasis Sekolah adalah
pradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah
(pelibatan masyarakat) dalam rangka kebijakan pendidikan nasional.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) adalah kebijakan pemerintah yang diberikan masing-masing
sekolah untuk mengelola dan mengoptimalkan pendidikan di daerahnya sesuai
dengan karakteristik di daerahnya masing-masing dan keikutsertaan masyarakat
dalam mewujudkan tujuan pendidikan.[8]
B.

KONSEP MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAHn melibatkan semua pemangku


Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah penyerasian
sumber daya yang dilakukan secara mendiri oleh sekolah dengan semua
pemangku kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam
proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu
sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan.

C.

KARAKTERISTIK MBS
Apabila manajemen berbasis lokasi lebih difokuskan pada tingkat sekolah, maka
MBS menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap
kebutuhan masyarakat dimana sekolah itu berada. Ciri-ciri (karakteristik) MBS

bisa dilihat dari sudut sejauh mana sekolah tersebut dapat mengoptimalkan
kinerja organisasi sekolah, pengelolaan sumber daya manusia (SDM), proses
belajar-mengajar dan sumber daya sebagaimana digambarkan dalam tabel
berikut:
Organisasi Sekolah

Proses Belajar-

Mengajar
Menediakan

Meningkatkan
Manajemen/organisasi kualitas belajar
kepemimpinan
siswa
transformasional
dalam mencapai
tujuan sekolah

Sumber Daya

Manusia
Memberdayakan
staf dan
menempatkan
personel yang dapat
melayani keperluan
siswa

Sumber Daya dan


Administrasi
Mengidentifikasi
sumber daya yang
diperlukan dan
mengalokasikan
sumber daya
tersebut, sesuai
dengan kebutuhan.

D. URUSAN-URUSAN YANG MENJADI KEWENANGAN TANGGUNG JAWAB


SEKOLAH
Secara umum, pergeseran dimensi-dimensi pendidikan dari manajemen berbasis pusat
menjadi manajemen berbasis sekolah telah diuraikan pada Butir A. Secara lebih spesifik,
pertanyaannya adalah: Urusan-urusan apa sajakah yang perlu menjadi kewenangan
dan tanggungjawab sekolah? Pada dasarnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urutan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah kabupaten/Kota harus
digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pendidikan. Dengan demikian,
desentralisasi urusan-urusan pendidikan harus dalam koridor peraturan perundangundangan yang berlaku. Perlu dicatat bahwa desentralisasi bukan berarti semua urusan
di limpahkan ke sekolah. Artinya, tidak semua urusan di desentralisasikan sepenuhnya
ke sekolah, sebagian urusan masih merupakan kewenangan dan tanggungjawab
Pemerintah, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan sebagian urusan
lainnya diserahkan ke sekolah. Berikut adalah urusan-urusan pendidikan yang sebagian
menjadi kewenangan dan tanggungjawab sekolah, yaitu:
1.

proses belajar mengajar,

2.

perencanaan dan evaluasi program sekolah,

3.

pengelolaan kurikulum,

4.

pengelolaan ketenagaan,

5.

pengelolaan peralatan dan perlengkapan,

6.

pengelolaan keuangan,

7.

pelayanan siswa,

8.

hubungan sekolah-masyarakat, dan

9.

pengelolaan kultur sekolah.


a.

Pengelolaan Proses Belajar Mengajar


Proses belajar mengajar merupakan kegiatan utama sekolah. Sekolah diberi
kebebasan memilih strategi, metode, dan teknik-teknik pembelajaran dan
pengajaran yang paling efektif, sesuai dengan karakteristik mata pelajaran,
karakteristik siswa, karakteristik guru, dan kondisi nyata sumberdaya yang
tersedia di sekolah. Secara umum, strategi/metode/teknik pembelajaran dan
pengajaran yang dipilih harus pro-perubahan yaitu yang mampu menumbuhkan
dan mengembangkan daya kreasi, inovasi dan eksperimentasi peserta didik
untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan baru. Pembelajaran dan
pengajaran kontekstual, pembelajaran kuantum, pembelajaran kooperatif, adalah
contoh-contoh yang dimaksud dengan pembelajaran yang pro-perubahan.

b.

Perencanaan dan Evaluasi


Sekolah diberi kewenangan untuk menyusun rencana pengembangan sekolah
(RPS) atau school-based plan sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan yang
dimaksud, misalnya, kebutuhan untuk meningkatkan pemerataan, mutu,
relevansi, dan efisiensi sekolah. Oleh karena itu, sekolah harus melakukan
analisis kebutuhan pemerataan, mutu, relevansi dan efisiensi sekolah.
Berdasarkan hasil analisis kebutuhan tersebut, kemudian sekolah membuat
rencana peningkatan pemerataan, mutu, relevansi dan efisiensi sekolah.
Untuk itu, sekolah harus melakukan evaluasi, khususnya evaluasi yang dilakukan
secara internal. Evaluasi internal dilakukan oleh warga sekolah untuk memantau
proses pelaksanaan dan untuk mengevaluasi hasil program-program yang telah
dilaksanakan. Evaluasi semacam ini sering disebut evaluasi diri. Evaluasi diri
harus jujur dan transparan agar benar-benar dapat mengungkap informasi yang
sebenarnya.

c.

Pengelolaan Kurikulum
Saat ini telah terjadi desentralisasi sebagian pengelolaan kurikulum dari
pemerintah pusat ke sekolah melalui Permendiknas 22/2006, 23/2006, dan
24/2006. Pengelolaan kurikulum yang dimaksud dinamakan kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP). Pemerintah Pusat hanya menetapkan standar dan

sekolah diharapkan mengoperasionalkan standar yang ditetapkan oleh


pemerintah pusat. Padahal kondisi sekolah pada umumnya sangat beragam.
Dalam kondisi seperti ini, sekolah dipersilakan memilih cara-cara yang paling
sesuai dengan kondisi masing-masing. Sekolah dapat mengembangkan
(memperdalam, memperkaya, memperkuat, memperluas, mendiversifikasi)
kurikulum, namun tidak boleh mengurangi standar isi yang telah tertuang dalam
Permendiknas 22/2006. Selanjutnya sekolah berhak mengembangkan KTSP ke
dalam silabus, materi pokok pembelajaran, proses pembelajaran, indikator kunci
kinerja, sistem penilaian, dan rencana pelaksanaan pembelajaran.
Sekolah dibolehkan memperkaya mata pelajaran yang diajarkan, artinya, apa
yang diajarkan boleh diperluas dari yang harus, yang seharusnya, dan yang
dapat diajarkan. Demikian juga, sekolah dibolehkan mendiversifikasi kurikulum,
artinya, apa yang diajarkan boleh dikembangkan agar lebih kontekstual dan
selaras dengan karakteristik peserta didik. Selain itu, sekolah juga diberi
kebebasan untuk mengembangkan muatan local dan pengembangan diri.
d.

Pengelolaan Ketenagaan (Pendidik dan Tenaga Kependidikan)


Pengelolaan ketenagaan, mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan,
rekrutmen, pengembangan, hadiah dan sangsi (reward and punishment),
hubungan kerja, sampai evaluasi kinerja tenaga kerja sekolah (guru, tenaga
administrasi, laboran, dan sebagainya.) dapat dilakukan oleh sekolah, kecuali
yang menyangkut pengupahan/imbal jasa dan rekrutmen guru pegawai negeri,
yang sampai saat ini masih ditangani oleh birokrasi di atasnya.

e.

Pengelolaan Fasilitas (Peralatan dan Perlengkapan)


Pengelolaan fasilitas sudah seharusnya dilakukan oleh sekolah, mulai dari
pengadaan, pemeliharaan dan perbaikan, hingga pengembangan. Hal ini
didasari oleh kenyataan bahwa sekolahlah yang paling mengetahui kebutuhan
fasilitas, baik kecukupan, kesesuaian, maupun kemutakhirannya, terutama
fasilitas yang sangat erat kaitannya secara langsung dengan proses belajar
mengajar.

f.

Pengeloaan Keuanagan
Pengelolaan keuangan, terutama pengalokasian/penggunaan uang sudah
sepantasnya dilakukan oleh sekolah. Hal ini juga didasari oleh kenyataan bahwa
sekolahlah yang paling memahami kebutuhannya, sehingga desentralisasi
pengalokasian/penggunaan uang sudah seharusnya dilimpahkan ke sekolah.
Sekolah juga harus diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang
mendatangkan penghasilan (income generating activities), sehingga sumber
keuangan tidak semata-mata tergantung pada pemerintah.

g.

Pelayanan Siswa
Pelayanan siswa, mulai dari penerimaan siswa baru, pengembangan/
pembinaan/pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan sekolah atau untuk
memasuki dunia kerja, hingga sampai pada pengurusan alumni, sebenarnya dari
dahulu memang sudah didesentralisasikan. Karena itu, yang diperlukan adalah
peningkatan intensitas dan ekstensitasnya.

h.

Hubungan Sekolah-Masyarakat
Esensi hubungan sekolah-masyarakat adalah untuk meningkatkan keterlibatan,
kepedulian, kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat terutama dukungan
moral dan finansial. Dalam arti yang sebenarnya, hubungan sekolah-masyarakat
dari dahulu sudah didesentralisasikan. Oleh karena itu, sekali lagi, yang
dibutuhkan adalah peningkatan intensitas dan ekstensitas hubungan sekolahmasyarakat.

i.

Pengelolaan Kultur Sekolah


Kultur sekolah (pisik dan nir-pisik) yang kondusif-akademik merupakan
prasyarat bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang aktif, kreatif,
inovatif, efektif, dan menyenangkan. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib,
optimisme dan harapan/ekspektasi yang tinggi dari warga sekolah, kesehatan
sekolah, dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa (student-centered
activities) adalah contoh-contoh kultur sekolah yang dapat menumbuhkan
semangat belajar siswa. Kultur sekolah sudah merupakan kewenangan dan
tanggungjawab sekolah sehingga yang diperlukan adalah upaya-upaya yang
lebih intensif dan ekstentif.
BAB III
PENUTUP

A.

KESIMPULAN

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas maka dapat disimpulkan ke dalam beberapa


hal sebagai berikut:
1. Manajemen pendidikan berbasis sekolah, menuntut adanya sekolah yang otonom
dan kepala sekolah yang memiliki otonomi, khususnya otonomi kepemimpinan
atas sekolah yang dipimpinnya. Oleh karena itu, perlu langkah-langkah yang
bersifat implementatif dan aplikatif untuk merealisir manajemen pendidikan
berbasis sekolah di lembaga pendidikan persekolahan.
2. Keberhasilan penerapan manajemen pendidikan berbasis sekolah sangat
ditentukan oleh political will pemerintah dan kepemimpinan di persekolahan.

3. Penerapan MBS yang efektif seyogianya dapat mendorong kinerja kepala sekolah
dan guru yang pada gilirannya akan meningkatkan prestasi murid. Oleh sebab itu,
harus ada keyakinan bahwa MBS memang benar-benar akan berkontribusi bagi
peningkatan prestasi murid. Ukuran prestasi harus ditetapkan multidimensional,
jadi bukan hanya pada dimensi prestasi akademik. Dengan taruhan seperti itu,
daerah-daerah yang hanya menerapkan MBS sebagai mode akan memiliki
peluang yang kecil untuk berhasil

DAFTAR PUSTAKA
A. Malik Fadjar, Kata Pengantar dalam dalam Ibtisam Abu Duhou, School-Base
Management, Penerjemah Noryamin Aini, dkk, h. xvii
Amiruddin Siahaan dkk, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, (Jakarta: Quantum
Teaching, 2006), h. 5.
Candoli, Site-Based Management in Education: How to Make It Work in Your School,
(Lancaster: Technomic Publishing Co, 1995), xi
Fasli Jalal dan Dedi Supriadi (ed) Reformasi Pendidikan Dalam Otonomi Daerah,
(Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2001), h. 122
http://edukasi.kompasiana.com/2012/03/12/latar-belakang-munculnya-mbs/ diakses
pada tanggal 15 Oktober 2012
Ibtisam Abu Duhou, School-Based Management, Penerjemah Noryamin Aini, dkk,
(Jakarta: Logos, 2002), h.. 16
Ibtisam Abu Duhou, School-Based Management, Penerjemah Noryamin Aini, dkk, h.. 25

Yusufhadi Miarso. Perubahan Paradigma Pendidikan Peran Tekhnologi Pendidikan


dalam Penyampaian Misi dan Informasi Pendidikan, dalam Menyemai Benih Tekhnologi
Pendidikan, h. 696-697
[1]

Ibtisam Abu Duhou, School-Based Management, Penerjemah Noryamin Aini,


dkk, (Jakarta: Logos, 2002), h.. 16
[2]
Candoli, Site-Based Management in Education: How to Make It Work in Your
School, (Lancaster: Technomic Publishing Co, 1995), xi
[3]
Ibtisam Abu Duhou, School-Based Management, Penerjemah Noryamin Aini,
dkk, h.. 25
[4]
Fasli Jalal dan Dedi Supriadi (ed) Reformasi Pendidikan Dalam Otonomi
Daerah, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2001), h. 122
[5]
A. Malik Fadjar, Kata Pengantar dalam dalam Ibtisam Abu Duhou, School-Base
Management, Penerjemah Noryamin Aini, dkk, h. xvii
[6]
Yusufhadi Miarso. Perubahan Paradigma Pendidikan Peran Tekhnologi
Pendidikan dalam Penyampaian Misi dan Informasi Pendidikan, dalam Menyemai
Benih Tekhnologi Pendidikan, h. 696-697
[7]
Amiruddin Siahaan dkk, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, (Jakarta:
Quantum Teaching, 2006), h. 5.
[8] http://edukasi.kompasiana.com/2012/03/12/latar-belakang-munculnya-mbs/
diakses pada tanggal 15 Oktober 2012

MANAJEMEN PENDIDIKAN SEKOLAH


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manajemen sekolah merupakan faktor yang terpenting dalam menyelenggarakan
pendidikan dan pengajaran di sekolah yang keberhasilannya diukur oleh prestasi
tamatan (out put), oleh karena itu dalam menjalankan kepemimpinan, harus berpikir
sistem artinya dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah komponen-komponen
terkait seperti: guru-guru, staff TU, Orang tua siswa/Masyarakat, Pemerintah, anak didik,
dan lain-lain harus berfungsi optimal yang dipengaruhi oleh kebijakan dan kinerja
pimpinan.
Tantangan lembaga pendidikan (sekolah) adalah mengejar ketinggalan artinya kompetisi
dalam meraih prestasi terlebih dalam menghadapi persaingan global, terutama dari
Sekolah Menengah Kejuruan dimana tamatan telah memperoleh bekal pengetahuan,

sikap dan keterampilan sebagai tenaga professional tingkat menengah hal ini sesuai
dengan tuntunan Kurikulum SMK 2004.
Tantangan ini akan dapat teratasi bila pengaruh kepemimpinen sekolah terkonsentrasi
pada pencapaian sasaran dimaksud. Pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah
disamping mengejar ketinggalan untuk mengatasi tantangan tersebut di atas, hal-hal lain
perlu diperhatikan: Ciptakan keterbukaan dalam proses penyelenggaraan pendidikan
dan pengajaran. Ciptakan iklim kerja yang menyenangkan Berikan pengakuan dan
penghargaan bagi personil yang berprestasi Tunjukan keteladanan Terapkan fungsifungsi manajemen dalam proses penyelenggaraan pendidikan, seperti:
PerencanaanPengorganisasian Penentuan staff atas dasar kemampuan, kesanggupan
dan kemauan Berikan bimbingan dan pembinaan kearah yang menuju kepada
pencapaian tujuan Adalah kontrol terhadap semua kegiatan penyimpangan sekecil
apapun dapat ditemukan sehingga cepat teratasi Adakan penilaian terhadap semua
program untuk mengukurkeberhasilan serta menemukan cara untuk mengatasi
kegagalan.
B. MASALAH
Bagai manakah manajemen pendidikan sekolah ?
Apa makna dari manajemen pendidikan sekolah. ?
Apa sajakah ruang limgkup manajemen sekolah ?

C. TUJUAN
Tujuan pembahasan makalah ini untuk mengetahui apasaja ruang lingkup dari
manajemen pendidikan sekolah
D. BATASAN MASALAH
Berdasarkan platabelakang masalah maka makalah ini hanya membahas tentang
manajemen pendidikan sekolah

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Manajemen Sekolah
Dalam konteks pendidikan, memang masih ditemukan kontroversi dan inkonsistensi
dalam penggunaan istilah manajemen. Di satu pihak ada yang tetap cenderung
menggunakan istilah manajemen, sehingga dikenal dengan istilah manajemen
pendidikan. Di lain pihak, tidak sedikit pula yang menggunakan istilah administrasi
sehingga dikenal istilah adminitrasi pendidikan. Dalam studi ini, penulis cenderung untuk
mengidentikkan keduanya, sehingga kedua istilah ini dapat digunakan dengan makna
yang sama.
Selanjutnya, di bawah ini akan disampaikan beberapa pengertian umum tentang
manajemen yang disampaikan oleh beberapa ahli. Dari Kathryn . M. Bartol dan David C.
Martin yang dikutip oleh A.M. Kadarman SJ dan Jusuf Udaya (1995) memberikan
rumusan bahwa :
Manajemen adalah proses untuk mencapai tujuan tujuan organisasi dengan
melakukan kegiatan dari empat fungsi utama yaitu merencanakan (planning),
mengorganisasi (organizing), memimpin (leading), dan mengendalikan (controlling).
Dengan demikian, manajemen adalah sebuah kegiatan yang berkesinambungan.
Sedangkan dari Stoner sebagaimana dikutip oleh T. Hani Handoko (1995)
mengemukakan bahwa:
Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber dayasumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Secara khusus dalam konteks pendidikan, Djaman Satori (1980) memberikan
pengertian manajemen pendidikan dengan menggunakan istilah administrasi pendidikan
yang diartikan sebagai keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua

sumber personil dan materil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Sementara itu, Hadari Nawawi (1992)
mengemukakan bahwa administrasi pendidikan sebagai rangkaian kegiatan atau
keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai
tujuan pendidikan secara sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu
terutama berupa lembaga pendidikan formal.
Meski ditemukan pengertian manajemen atau administrasi yang beragam, baik yang
bersifat umum maupun khusus tentang kependidikan, namun secara esensial dapat
ditarik benang merah tentang pengertian manajemen pendidikan, bahwa : (1)
manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan; (2) manajemen pendidikan
memanfaatkan berbagai sumber daya; dan (3) manajemen pendidikan berupaya untuk
mencapai tujuan tertentu.
B. Fungsi Manajemen
Dikemukakan di atas bahwa manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan.
Kegiatan dimaksud tak lain adalah tindakan-tindakan yang mengacu kepada fungsifungsi manajamen. Berkenaan dengan fungsi-fungsi manajemen ini, H. Siagian (1977)
mengungkapkan pandangan dari beberapa ahli, sebagai berikut:
Menurut G.R. Terry terdapat empat fungsi manajemen, yaitu :
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) actuating (pelaksanaan); dan
(4) controlling (pengawasan).
Sedangkan menurut Henry Fayol terdapat lima fungsi manajemen, meliputi :
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) commanding (pengaturan);
(4) coordinating (pengkoordinasian); dan
(5) controlling (pengawasan).
Sementara itu, Harold Koontz dan Cyril O Donnel mengemukakan lima fungsi
manajemen, mencakup :
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (penagorganisasian);
(3) staffing (penentuan staf);
(4) directing (pengarahan); dan
(5) controlling (pengawasan).
Selanjutnya, L. Gullick mengemukakan tujuh fungsi manajemen, yaitu :
(1) planning (perencanaan)a;

(2) organizing (pengorganisasian);


(3) staffing (penentuan staf);
(4) directing (pengarahan);
(5) coordinating (pengkoordinasian);
(6) reporting (pelaporan); dan
(7) budgeting (penganggaran).
Untuk memahami lebih jauh tentang fungsi-fungsi manajemen pendidikan, di bawah
akan dipaparkan tentang fungsi-fungsi manajemen pendidikan dalam perspektif
persekolahan, dengan merujuk kepada pemikiran G.R. Terry, meliputi :
1. Perencanaan (planning)
Perencanaan tidak lain merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai
beserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana disampaikan oleh
Louise E. Boone dan David L. Kurtz (1984) bahwa: planning may be defined as the
proses by which manager set objective, asses the future, and develop course of action
designed to accomplish these objective. Sedangkan T. Hani Handoko (1995)
mengemukakan bahwa :
Perencanaan (planning) adalah pemilihan atau penetapan tujuan organisasi dan
penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem,
anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Pembuatan keputusan
banyak terlibat dalam fungsi ini.
Arti penting perencanaan terutama adalah memberikan kejelasan arah bagi setiap
kegiatan, sehingga setiap kegiatan dapat diusahakan dan dilaksanakan seefisien dan
seefektif mungkin. T. Hani Handoko mengemukakan sembilan manfaat perencanaan
bahwa perencanaan:
Membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan
lingkungan;
Membantu dalam kristalisasi persesuaian pada masalah-masalah utama;
Memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran;
Membantu penempatan tanggung jawab lebih tepat;
Memberikan cara pemberian perintah untuk beroperasi;
Memudahkan dalam melakukan koordinasi di antara berbagai bagian organisasi
Membuat tujuan lebih khusus, terperinci dan lebih mudah dipahami;
Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti; dan
Menghemat waktu, usaha dan dana.
Indriyo Gito Sudarmo dan Agus Mulyono (1996) mengemukakan langkah-langkah pokok
dalam perencanaan, yaitu :

1. Penentuan tujuan dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut : (a) menggunakan


kata-kata yang sederhana, (b) mempunyai sifat fleksibel, (c) mempunyai sifat stabilitas,
(d) ada dalam perimbangan sumber daya, dan (e) meliputi semua tindakan yang
diperlukan.
2. Pendefinisian gabungan situasi secara baik, yang meliputi unsur sumber daya
manusia, sumber daya alam, dan sumber daya modal.
3. Merumuskan kegiatan yang akan dilaksanakan secara jelas dan tegas.
Hal senada dikemukakan pula oleh T. Hani Handoko (1995) bahwa terdapat empat
tahap dalam perencanaan, yaitu :
Menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan;
Merumuskan keadaan saat ini;
Mengidentifikasi segala kemudahan dan hambatan;
Mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian tujuan
Pada bagian lain, Indriyo Gito Sudarmo dan Agus Mulyono (1996) mengemukakan
bahwa atas dasar luasnya cakupan masalah serta jangkauan yang terkandung dalam
suatu perencanaan, maka perencanaan dapat dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu : (1)
rencana global yang merupakan penentuan tujuan secara menyeluruh dan jangka
panjang, (2) rencana strategis merupakan rencana yang disusun guna menentukan
tujuan-tujuan kegiatan atau tugas yang mempunyai arti strategis dan mempunyai
dimensi jangka panjang, dan (3) rencana operasional yang merupakan rencana
kegiatan-kegiatan yang berjangka pendek guna menopang pencapaian tujuan jangka
panjang, baik dalam perencanaan global maupun perencanaan strategis.
Perencanaan strategik akhir-akhir ini menjadi sangat penting sejalan dengan
perkembangan lingkungan yang sangat pesat dan sangat sulit diprediksikan, seperti
perkembangan teknologi yang sangat pesat, pekerjaan manajerial yang semakin
kompleks, dan percepatan perubahan lingkungan eksternal lainnya.
Pada bagian lain, T. Hani Handoko memaparkan secara ringkas tentang langkahlangkah dalam penyusunan perencanaan strategik, sebagai berikut:
1. Penentuan misi dan tujuan, yang mencakup pernyataan umum tentang misi, falsafah
dan tujuan. Perumusan misi dan tujuan ini merupakan tanggung jawab kunci manajer
puncak. Perumusan ini dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dibawakan manajer. Nilai-nilai ini
dapat mencakup masalah-masalah sosial dan etika, atau masalah-masalah umum
seperti macam produk atau jasa yang akan diproduksi atau cara pengoperasian
perusahaan.
2. Pengembangan profil perusahaan, yang mencerminkan kondisi internal dan
kemampuan perusahaan dan merupakan hasil analisis internal untuk mengidentifikasi

tujuan dan strategi sekarang, serta memerinci kuantitas dan kualitas sumber daya
-sumber daya perusahaan yang tersedia. Profil perusahaan menunjukkan kesuksesan
perusahaan di masa lalu dan kemampuannya untuk mendukung pelaksanaan kegiatan
sebagai implementasi strategi dalam pencapaian tujuan di masa yang akan datang.
3. Analisa lingkungan eksternal, dengan maksud untuk mengidentifikasi cara-cara dan
dalam apa perubahan-perubahan lingkungan dapat mempengaruhi organisasi.
Disamping itu, perusahaan perlu mengidentifikasi lingkungan lebih khusus, seperti para
penyedia, pasar organisasi, para pesaing, pasar tenaga kerja dan lembaga-lembaga
keuangan, di mana kekuatan-kekuatan ini akan mempengaruhi secara langsung operasi
perusahaan.
Meski pendapat di atas lebih menggambarkan perencanaan strategik dalam konteks
bisnis, namun secara esensial konsep perencanaan strategik ini dapat diterapkan pula
dalam konteks pendidikan, khususnya pada tingkat persekolahan, karena memang
pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang menghadapi berbagai tantangan internal
maupun eksternal, sehingga membutuhkan perencanaan yang benar-benar dapat
menjamin sustanabilitas pendidikan itu sendiri.
2. Pengorganisasian (organizing)
Fungsi manajemen berikutnya adalah pengorganisasian (organizing). George R. Terry
(1986) mengemukakan bahwa : Pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan
hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka dapat
bekerja sama secara efisien, dan memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan
tugas-tugas tertentu, dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau
sasaran tertentu.
Lousie E. Boone dan David L. Kurtz (1984) mengartikan pengorganisasian : as the
act of planning and implementing organization structure. It is the process of arranging
people and physical resources to carry out plans and acommplishment organizational
obtective.
Dari kedua pendapat di atas, dapat dipahami bahwa pengorganisasian pada dasarnya
merupakan upaya untuk melengkapi rencana-rencana yang telah dibuat dengan
susunan organisasi pelaksananya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam
pengorganisasian adalah bahwa setiap kegiatan harus jelas siapa yang mengerjakan,
kapan dikerjakan, dan apa targetnya.
Berkenaan dengan pengorganisasian ini, Hadari Nawawi (1992) mengemukakan
beberapa asas dalam organisasi, diantaranya adalah : (a) organisasi harus profesional,
yaitu dengan pembagian satuan kerja yang sesuai dengan kebutuhan; (b)
pengelompokan satuan kerja harus menggambarkan pembagian kerja; (c) organisasi
harus mengatur pelimpahan wewenang dan tanggung jawab; (d) organisasi harus

mencerminkan rentangan kontrol; (e) organisasi harus mengandung kesatuan perintah;


dan (f) organisasi harus fleksibel dan seimbang.
Ernest Dale seperti dikutip oleh T. Hani Handoko mengemukakan tiga langkah dalam
proses pengorganisasian, yaitu : (a) pemerincian seluruh pekerjaan yang harus
dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi; (b) pembagian beban pekerjaan total
menjadi kegiatan-kegiatan yang logik dapat dilaksanakan oleh satu orang; dan (c)
pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk mengkoordinasikan pekerjaan
para anggota menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis.
3. Pelaksanaan (actuating)
Dari seluruh rangkaian proses manajemen, pelaksanaan (actuating) merupakan fungsi
manajemen yang paling utama. Dalam fungsi perencanaan dan pengorganisasian lebih
banyak berhubungan dengan aspek-aspek abstrak proses manajemen, sedangkan
fungsi actuating justru lebih menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung
dengan orang-orang dalam organisasi
Dalam hal ini, George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa actuating merupakan
usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka
berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan dan sasaran anggotaanggota perusahaan tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai
sasaran-sasaran tersebut.
Dari pengertian di atas, pelaksanaan (actuating) tidak lain merupakan upaya untuk
menjadikan perencanaan menjadi kenyataan, dengan melalui berbagai pengarahan dan
pemotivasian agar setiap karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal sesuai
dengan peran, tugas dan tanggung jawabnya.
Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pelaksanan (actuating) ini adalah bahwa
seorang karyawan akan termotivasi untuk mengerjakan sesuatu jika : (1) merasa yakin
akan mampu mengerjakan, (2) yakin bahwa pekerjaan tersebut memberikan manfaat
bagi dirinya, (3) tidak sedang dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain yang lebih
penting, atau mendesak, (4) tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi yang
bersangkutan dan (5) hubungan antar teman dalam organisasi tersebut harmonis.
4. Pengawasan (controlling)
Pengawasan (controlling) merupakan fungsi manajemen yang tidak kalah pentingnya
dalam suatu organisasi. Semua fungsi terdahulu, tidak akan efektif tanpa disertai fungsi
pengawasan. Dalam hal ini, Louis E. Boone dan David L. Kurtz (1984) memberikan
rumusan tentang pengawasan sebagai : the process by which manager determine
wether actual operation are consistent with plans.
Sementara itu, Robert J. Mocker sebagaimana disampaikan oleh T. Hani Handoko

(1995) mengemukakan definisi pengawasan yang di dalamnya memuat unsur esensial


proses pengawasan, bahwa : Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik
untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan tujuan perencanaan,
merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan
standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpanganpenyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin
bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan
efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.
Dengan demikian, pengawasan merupakan suatu kegiatan yang berusaha untuk
mengendalikan agar pelaksanaan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan
memastikan apakah tujuan organisasi tercapai. Apabila terjadi penyimpangan di mana
letak penyimpangan itu dan bagaimana pula tindakan yang diperlukan untuk
mengatasinya.
Selanjutnya dikemukakan pula oleh T. Hani Handoko bahwa proses pengawasan
memiliki lima tahapan, yaitu :
Penetapan standar pelaksanaan;
Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan;
Pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata;
Pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan penganalisaan
penyimpangan-penyimpangan; dan
Pengambilan tindakan koreksi, bila diperlukan.
Fungsi-fungsi manajemen ini berjalan saling berinteraksi dan saling kait mengkait antara
satu dengan lainnya, sehingga menghasilkan apa yang disebut dengan proses
manajemen. Dengan demikian, proses manajemen sebenarnya merupakan proses
interaksi antara berbagai fungsi manajemen.
Dalam perspektif persekolahan, agar tujuan pendidikan di sekolah dapat tercapai secara
efektif dan efisien, maka proses manajemen pendidikan memiliki peranan yang amat
vital. Karena bagaimana pun sekolah merupakan suatu sistem yang di dalamnya
melibatkan berbagai komponen dan sejumlah kegiatan yang perlu dikelola secara baik
dan tertib. Sekolah tanpa didukung proses manajemen yang baik, boleh jadi hanya akan
menghasilkan kesemrawutan lajunya organisasi, yang pada gilirannya tujuan pendidikan
pun tidak akan pernah tercapai secara semestinya.
Dengan demikian, setiap kegiatan pendidikan di sekolah harus memiliki perencanaan
yang jelas dan realisitis, pengorganisasian yang efektif dan efisien, pengerahan dan
pemotivasian seluruh personil sekolah untuk selalu dapat meningkatkan kualitas
kinerjanya, dan pengawasan secara berkelanjutan.
C. Bidang Kegiatan Pendidikan

Berbicara tentang kegiatan pendidikan, di bawah ini beberapa pandangan dari para ahli
tentang bidang-bidang kegiatan yang menjadi wilayah garapan manajemen pendidikan.
Ngalim Purwanto (1986) mengelompokkannya ke dalam tiga bidang garapan yaitu :
1. Administrasi material, yaitu kegiatan yang menyangkut bidang-bidang materi/ bendabenda, seperti ketatausahaan sekolah, administrasi keuangan, gedung dan alat-alat
perlengkapan sekolah dan lain-lain.
2. Administrasi personal, mencakup di dalamnya administrasi personal guru dan
pegawai sekolah, juga administrasi murid. Dalam hal ini masalah kepemimpinan dan
supervisi atau kepengawasan memegang peranan yang sangat penting.
3. Administrasi kurikulum, seperti tugas mengajar guru-guru, penyusunan sylabus atau
rencana pengajaran tahunan, persiapan harian dan mingguan dan sebagainya.
Hal serupa dikemukakan pula oleh M. Rifai (1980) bahwa bidang-bidang administrasi
pendidikan terdiri dari :
1. Bidang kependidikan atau bidang edukatif, yang menyangkut kurikulum, metode dan
cara mengajar, evaluasi dan sebagainya.
2. Bidang personil, yang mencakup unsur-unsur manusia yang belajar, yang mengajar,
dan personil lain yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar.
3. Bidang alat dan keuangan, sebagai alat-alat pembantu untuk melancarkan siatuasi
belajar mengajar dan untuk mencapai tujuan pendidikan sebaik-baiknya.
Sementara itu, Thomas J. Sergiovani sebagimana dikutip oleh Uhar Suharsaputra
(2002) mengemukakan delapan bidang administrasi pendidikan, mencakup : (1)
instruction and curriculum development; (2) pupil personnel; (3) community school
leadership; (4) staff personnel; (5) school plant; (6) school trasportation; (7) organization
and structure dan (8) School finance and business management.
Di lain pihak, Direktorat Pendidikan Menengah Umum Depdiknas (1999) telah
menerbitkan buku Panduan Manajemen Sekolah, yang didalamnya mengetengahkan
bidang-bidang kegiatan manajemen pendidikan, meliputi: (1) manajemen kurikulum; (2)
manajemen personalia; (3) manajemen kesiswaan; (4) manajemen keuangan; (5)
manajemen perawatan preventif sarana dan prasarana sekolah.
Dari beberapa pendapat di atas, agaknya yang perlu digarisbawahi yaitu mengenai
bidang administrasi pendidikan yang dikemukakan oleh Thomas J. Sergiovani. Dalam
konteks pendidikan di Indonesia saat ini, pandangan Thomas J. Sergiovani kiranya
belum sepenuhnya dapat dilaksanakan, terutama dalam bidang school transportation
dan business management. Dengan alasan tertentu, kebijakan umum pendidikan
nasional belum dapat menjangkau ke arah sana. Kendati demikian, dalam kerangka
peningkatkan mutu pendidikan, ke depannya pemikiran ini sangat menarik untuk
diterapkan menjadi kebijakan pendidikan di Indonesia.

BAB III
PANALISA
MANAJEMEN PENDIDIKAN SEKOLAH
Merujuk kepada kebijakan Direktorat Pendidikan Menengah Umum Depdiknas dalam
buku Panduan Manajemen Sekolah, berikut ini akan diuraikan secara ringkas tentang
bidang-bidang kegiatan pendidikan di sekolah, yang mencakup :
A. Manajemen kurikulum
Manajemen kurikulum merupakan subtansi manajemen yang utama di sekolah. Prinsip
dasar manajemen kurikulum ini adalah berusaha agar proses pembelajaran dapat
berjalan dengan baik, dengan tolok ukur pencapaian tujuan oleh siswa dan mendorong
guru untuk menyusun dan terus menerus menyempurnakan strategi pembelajarannya.
Tahapan manajemen kurikulum di sekolah dilakukan melalui empat tahap :
Perencanaan;
Pengorganisasian dan koordinasi;
Pelaksanaan; dan
Pengendalian.
Dalam konteks Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Tita Lestari (2006)
mengemukakan tentang siklus manajemen kurikulum yang terdiri dari empat tahap :
1. Tahap perencanaan; meliputi langkah-langkah sebagai : (1) analisis kebutuhan; (2)
merumuskan dan menjawab pertanyaan filosofis; (3) menentukan disain kurikulum; dan
(4) membuat rencana induk (master plan): pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian.
2. Tahap pengembangan; meliputi langkah-langkah : (1) perumusan rasional atau dasar
pemikiran; (2) perumusan visi, misi, dan tujuan; (3) penentuan struktur dan isi program;
(4) pemilihan dan pengorganisasian materi; (5) pengorganisasian kegiatan
pembelajaran; (6) pemilihan sumber, alat, dan sarana belajar; dan (7) penentuan cara
mengukur hasil belajar.
3. Tahap implementasi atau pelaksanaan; meliputi langkah-langkah: (1) penyusunan
rencana dan program pembelajaran (Silabus, RPP: Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran); (2) penjabaran materi (kedalaman dan keluasan); (3) penentuan strategi
dan metode pembelajaran; (4) penyediaan sumber, alat, dan sarana pembelajaran; (5)
penentuan cara dan alat penilaian proses dan hasil belajar; dan (6) setting lingkungan
pembelajaran
4. Tahap penilaian; terutama dilakukan untuk melihat sejauhmana kekuatan dan
kelemahan dari kurikulum yang dikembangkan, baik bentuk penilaian formatif maupun
sumatif. Penilailain kurikulum dapat mencakup Konteks, input, proses, produk (CIPP) :
Penilaian konteks: memfokuskan pada pendekatan sistem dan tujuan, kondisi aktual,

masalah-masalah dan peluang. Penilaian Input: memfokuskan pada kemampuan sistem,


strategi pencapaian tujuan, implementasi design dan cost benefit dari rancangan.
Penilaian proses memiliki fokus yaitu pada penyediaan informasi untuk pembuatan
keputusan dalam melaksanakan program. Penilaian product berfokus pada mengukur
pencapaian proses dan pada akhir program (identik dengan evaluasi sumatif)
B. Manajemen Kesiswaan
Dalam manajemen kesiswaan terdapat empat prinsip dasar, yaitu :
1. Siswa harus diperlakukan sebagai subyek dan bukan obyek, sehingga harus didorong
untuk berperan serta dalam setiap perencanaan dan pengambilan keputusan yang
terkait dengan kegiatan mereka;
2. Kondisi siswa sangat beragam, ditinjau dari kondisi fisik, kemampuan intelektual,
sosial ekonomi, minat dan seterusnya. Oleh karena itu diperlukan wahana kegiatan yang
beragam, sehingga setiap siswa memiliki wahana untuk berkembang secara optimal;
3. Siswa hanya termotivasi belajar, jika mereka menyenangi apa yang diajarkan; dan
4. Pengembangan potensi siswa tidak hanya menyangkut ranah kognitif, tetapi juga
ranah afektif, dan psikomotor.
C. Manajemen personalia
Terdapat empat prinsip dasar manajemen personalia yaitu :
1. dalam mengembangkan sekolah, sumber daya manusia adalah komponen paling
berharga;
2. Sumber daya manusia akan berperan secara optimal jika dikelola dengan baik,
sehingga mendukung tujuan institusional;
3. Kultur dan suasana organisasi di sekolah, serta perilaku manajerial sekolah sangat
berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pengembangan sekolah; dan
4. Manajemen personalia di sekolah pada prinsipnya mengupayakan agar setiap warga
dapat bekerja sama dan saling mendukung untuk mencapai tujuan sekolah.
Disamping faktor ketersediaan sumber daya manusia, hal yang amat penting dalam
manajamen personalia adalah berkenaan penguasaan kompetensi dari para personil di
sekolah. Oleh karena itu, upaya pengembangan kompetensi dari setiap personil sekolah
menjadi mutlak diperlukan.
D. Manajemen keuangan
Manajemen keuangan di sekolah terutama berkenaan dengan kiat sekolah dalam
menggali dana, kiat sekolah dalam mengelola dana, pengelolaan keuangan dikaitkan
dengan program tahunan sekolah, cara mengadministrasikan dana sekolah, dan cara
melakukan pengawasan, pengendalian serta pemeriksaan.
Inti dari manajemen keuangan adalah pencapaian efisiensi dan efektivitas. Oleh karena
itu, disamping mengupayakan ketersediaan dana yang memadai untuk kebutuhan

pembangunan maupun kegiatan rutin operasional di sekolah, juga perlu diperhatikan


faktor akuntabilitas dan transparansi setiap penggunaan keuangan baik yang bersumber
pemerintah, masyarakat dan sumber-sumber lainnya.
E. Manajemen perawatan preventif sarana dan prasana sekolah
Manajemen perawatan preventif sarana dan prasana sekolah merupakan tindakan yang
dilakukan secara periodik dan terencana untuk merawat fasilitas fisik, seperti gedung,
mebeler, dan peralatan sekolah lainnya, dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja,
memperpanjang usia pakai, menurunkan biaya perbaikan dan menetapkan biaya efektif
perawatan sarana dan pra sarana sekolah.
Dalam manajemen ini perlu dibuat program perawatan preventif di sekolah dengan cara
pembentukan tim pelaksana, membuat daftar sarana dan pra saran, menyiapkan jadwal
kegiatan perawatan, menyiapkan lembar evaluasi untuk menilai hasil kerja perawatan
pada masing-masing bagian dan memberikan penghargaan bagi mereka yang berhasil
meningkatkan kinerja peralatan sekolah dalam rangka meningkatkan kesadaran
merawat sarana dan prasarana sekolah.
Sedangkan untuk pelaksanaannya dilakukan : pengarahan kepada tim pelaksana,
mengupayakan pemantauan bulanan ke lokasi tempat sarana dan prasarana,
menyebarluaskan informasi tentang program perawatan preventif untuk seluruh warga
sekolah, dan membuat program lomba perawatan terhadap sarana dan fasilitas sekolah
untuk memotivasi warga sekolah.
F. Manajemen Kinerja Guru
Dalam perspektif manajemen, agar kinerja guru dapat selalu ditingkatkan dan mencapai
standar tertentu, maka dibutuhkan suatu manajemen kinerja (performance
management). Dengan mengacu pada pemikiran Robert Bacal (2001) dalam bukunya
Performance Management di bawah ini akan dibicarakan tentang manajemen kinerja
guru.
Robert Bacal mengemukakan bahwa manajemen kinerja, sebagai : sebuah proses
komunikasi yang berkesinambungan dan dilakukan dalam kemitraan antara seorang
karyawan dan penyelia langsungnya. Proses ini meliputi kegiatan membangun harapan
yang jelas serta pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan. Ini merupakan
sebuah sistem. Artinya, ia memiliki sejumlah bagian yang semuanya harus diikut
sertakan, kalau sistem manajemen kinerja ini hendak memberikan nilai tambah bagi
organisasi, manajer dan karyawan.
Dari ungkapan di atas, maka manajemen kinerja guru terutama berkaitan erat dengan
tugas kepala sekolah untuk selalu melakukan komunikasi yang berkesinambungan,
melalui jalinan kemitraan dengan seluruh guru di sekolahnya. Dalam mengembangkan
manajemen kinerja guru, didalamnya harus dapat membangun harapan yang jelas serta

pemahaman tentang :
Fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para guru.
1. Seberapa besar kontribusi pekerjaan guru bagi pencapaian tujuan pendidikan di
sekolah.melakukan pekerjaan dengan baik
2. Bagaimana guru dan kepala sekolah bekerja sama untuk mempertahankan,
memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja guru yang sudah ada sekarang.
3. Bagaimana prestasi kerja akan diukur.
4. Mengenali berbagai hambatan kinerja dan berupaya menyingkirkannya.
Selanjutnya, Robert Bacal mengemukakan pula bahwa dalam manajemen kinerja
diantaranya meliputi perencanaan kinerja, komunikasi kinerja yang berkesinambungan
dan evaluasi kinerja.
Perencanaan kinerja merupakan suatu proses di mana guru dan kepala sekolah bekerja
sama merencanakan apa yang harus dikerjakan guru pada tahun mendatang,
menentukan bagaimana kinerja harus diukur, mengenali dan merencanakan cara
mengatasi kendala, serta mencapai pemahaman bersama tentang pekerjaan itu.
Komunikasi yang berkesinambungan merupakan proses di mana kepala sekolah dan
guru bekerja sama untuk saling berbagi informasi mengenai perkembangan kerja,
hambatan dan permasalahan yang mungkin timbul, solusi yang dapat digunakan untuk
mengatasi berbagai masalah, dan bagaimana kepala sekolah dapat membantu guru. Arti
pentingnya terletak pada kemampuannya mengidentifikasi dan menanggulangi kesulitan
atau persoalan sebelum itu menjadi besar.
Evaluasi kinerja adalah salah satu bagian dari manajemen kinerja, yang merupakan
proses di mana kinerja perseorangan dinilai dan dievaluasi. Ini dipakai untuk menjawab
pertanyaan, Seberapa baikkah kinerja seorang guru pada suatu periode tertentu ?.
Metode apapun yang dipergunakan untuk menilai kinerja, penting sekali bagi kita untuk
menghindari dua perangkap. Pertama, tidak mengasumsikan masalah kinerja terjadi
secara terpisah satu sama lain, atau selalu salahnya guru. Kedua, tiada satu pun
taksiran yang dapat memberikan gambaran keseluruhan tentang apa yang terjadi dan
mengapa. Penilaian kinerja hanyalah sebuah titik awal bagi diskusi serta diagnosis lebih
lanjut.
Sementara itu, Karen Seeker dan Joe B. Wilson (2000) memberikan gambaran tentang
proses manajemen kinerja dengan apa yang disebut dengan siklus manajemen kinerja,
yang terdiri dari tiga fase yakni perencanaan, pembinaan, dan evaluasi.
Perencanaan merupakan fase pendefinisian dan pembahasan peran, tanggung jawab,
dan ekpektasi yang terukur. Perencanaan tadi membawa pada fase pembinaan, di
mana guru dibimbing dan dikembangkan mendorong atau mengarahkan upaya
mereka melalui dukungan, umpan balik, dan penghargaan. Kemudian dalam fase

evaluasi, kinerja guru dikaji dan dibandingkan dengan ekspektasi yang telah ditetapkan
dalam rencana kinerja. Rencana terus dikembangkan, siklus terus berulang, dan guru,
kepala sekolah, dan staf administrasi , serta organisasi terus belajar dan tumbuh.
Setiap fase didasarkan pada masukan dari fase sebelumnya dan menghasilkan
keluaran, yang pada gilirannya, menjadi masukan fase berikutnya lagi. Semua dari
ketiga fase Siklus Manajemen Kinerja sama pentingnya bagi mutu proses dan ketiganya
harus diperlakukan secara berurut. Perencanaan harus dilakukan pertama kali,
kemudian diikuti Pembinaan, dan akhirnya Evaluasi.
Dengan tidak bermaksud mengesampingkan arti penting perencanaan kinerja dan
pembinaan atau komunikasi kinerja. Di bawah ini akan dipaparkan tentang evaluasi
kinerja guru. Bahwa agar kinerja guru dapat ditingkatkan dan memberikan sumbangan
yang siginifikan terhadap kinerja sekolah secara keseluruhan maka perlu dilakukan
evaluasi terhadap kinerja guru. Dalam hal ini, Ronald T.C. Boyd (2002) mengemukakan
bahwa evaluasi kinerja guru didesain untuk melayani dua tujuan, yaitu :
1. Untuk mengukur kompetensi guru dan
2. Mendukung pengembangan profesional.
Sistem evaluasi kinerja guru hendaknya memberikan manfaat sebagai umpan balik
untuk memenuhi berbagai kebutuhan di kelas (classroom needs), dan dapat
memberikan peluang bagi pengembangan teknik-teknik baru dalam pengajaran, serta
mendapatkan konseling dari kepala sekolah, pengawas pendidkan atau guru lainnya
untuk membuat berbagai perubahan di dalam kelas.
Untuk mencapai tujuan tersebut, seorang evaluator (baca: kepala sekolah atau
pengawas sekolah) terlebih dahulu harus menyusun prosedur spesifik dan menetapkan
standar evaluasi. Penetapan standar hendaknya dikaitkan dengan :
1. Keterampilan-keterampilan dalam mengajar;
2. Bersifat seobyektif mungkin;
3. Komunikasi secara jelas dengan guru sebelum penilaian dilaksanakan dan ditinjau
ulang setelah selesai dievaluasi, dan
4. Dikaitkan dengan pengembangan profesional guru .
Para evaluator hendaknya mempertimbangkan aspek keragaman keterampilan
pengajaran yang dimiliki guru. dan menggunakan berbagai sumber informasi tentang
kinerja guru, sehingga dapat memberikan penilaian secara lebih akurat. Beberapa
prosedur evaluasi kinerja guru yang dapat digunakan oleh evaluator, diantaranya :
1. Mengobservasi kegiatan kelas (observe classroom activities). Ini merupakan bentuk
umum untuk mengumpulkan data dalam menilai kinerja guru. Tujuan observasi kelas
adalah untuk memperoleh gambaran secara representatif tentang kinerja guru di dalam
kelas. Kendati demikian, untuk memperoleh tujuan ini, evaluator dalam menentukan

hasil evaluasi tidak cukup dengan waktu yang relatif sedikit atau hanya satu kelas. Oleh
karena itu observasi dapat dilaksanakan secara formal dan direncanakan atau secara
informal dan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu sehingga dapat diperoleh informasi
yang bernilai (valuable)
2. Meninjau kembali rencana pengajaran dan catatan catatan dalam kelas. Rencana
pengajaran dapat merefleksikan sejauh mana guru dapat memahami tujuan-tujuan
pengajaran. Peninjauan catatan-cataan dalam kelas, seperti hasil test dan tugas-tugas
merupakan indikator sejauhmana guru dapat mengkaitkan antara perencanaan
pengajaran , proses pengajaran dan testing (evaluasi).
3. Memperluas jumlah orang-orang yang terlibat dalam evaluasi. Jika tujuan evaluasi
untuk meningkatkan pertumbuhan kinerja guru maka kegiatan evaluasi sebaiknya dapat
melibatkan berbagai pihak sebagai evaluator, seperti : siswa, rekan sejawat, dan tenaga
administrasi. Bahkan self evaluation akan memberikan perspektif tentang kinerjanya.
Namun jika untuk kepentingan pengujian kompetensi, pada umumnya yang bertindak
sebagai evaluator adalah kepala sekolah dan pengawas.
Setiap hasil evaluasi seyogyanya dilaporkan. Konferensi pasca-observasi dapat
memberikan umpan balik kepada guru tentang kekuatan dan kelemahannya.
Dalam hal ini, beberapa hal yang harus diperhatikan oleh evaluator :
Penyampaian umpan balik dilakukan secara positif dan bijak;
Penyampaian gagasan dan mendorong untuk terjadinya perubahan pada guru;
menjaga derajat formalitas sesuai dengan keperluan untuk mencapai tujuan-tujuan
evaluasi;
Menjaga keseimbangan antara pujian dan kritik;
Memberikan umpan balik yang bermanfaat secara secukupnya dan tidak berlebihan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan makalah diatas dapt disimpulkan beberapa kesimpulan:
a. Perekat organisasi pendidikan adalah kepercayaan pimpinan kepada bawahan,
keakraban/kebersamaan, dan kejujuran dan tanggung jawab.
b. Kepemimpinan sangat berpengaruh dalam proses penyelenggaraan pendidikan di
sekolah, agar pengaruh yang timbul dapat meningkatkan kinerja personil secara optimal.
Maka pemimpin harus memiliki wawasan dan kemampuan dalam melaksanakan gaya
kepemimpinan
c. Kemampuan pemimpin dalam memerankan gaya kepemimpinan yang bertumpu
kepada partisipasi aktif semua personil sekolah akan memunculkan keberhasilan
seorang pemimpin

d. Bahwa tujuannya antara lain adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat
menerapkan, mengembangkan, memperkya khanazah ilmu pengetahuan, teknologi,
kesenian, serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan
masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
e. Budaya organisasi di lembaga pendidikan adalah pemaknaan bersama seluruh
anggota organisasi di suatu lembaga pendidikan yang berkaitan dengan nilai, keyakinan,
tradisi dan cara berpikir unik yang dianutnya dan tampak dalam perilaku mereka,
sehingga membedakan antara lembaga pendidikan dengan lembaga pendidikan lainnya.
f. Pemimpin harus memiliki pemahaman tentang konsep sistem (berpikir secara
sistematik) dalam memahami suatu sekolah sebagai suatu kesatuan yang utuh.
g. Pemimpin harus memahami wawasan jauh kedepan agar tantangan masadepan telah
menjadi program dalam penyelenggaraan pendidikan.
h. Konsentrasi pemimpin terhadap kinerja personil pada akhirnya sasaran yang hendak
dicapai adalah peningkatan prestasi sekolah pada umumnya dapat tercapai adalah
peningkatan prestasi sekolah pada umumnya dapat tercapai dan pada khususnya
menghasilkan tamatan yang berkualitas.
B. Saran-Saran
Seorang kepala sekolah, di samping harus mampu melaksanakan proses manajemen
yang merujuk pada fungsi-fungsi manajemen, juga dituntut untuk memahami sekaligus
menerapkan seluruh substansi kegiatan pendidikan.
a.
b.
c.
d.

Kepala sekolah dituntut untuk memiliki kemampuan:


Menjabarkan sumber daya sekolah untuk mendukung pelaksanaan proses belajar
mengajar, b. Kepala administrasi,
Sebagai manajer perencanaan dan pemimpin pengajaran, dan
Mempunyai tugas untuk mengatur, mengorganisir dan memimpin
keseluruhan pelaksanaan tugas-tugas pendidikan di sekolah

MANAJEMEN PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kondisi apapun komitmen pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan
hendaknya tidak berubah. Pemerintah tetap konsisten untuk meningkatkan kuantitas,
maupun kualitas pendidikan. Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan salah satu
upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan
ilmu dan teknologi. Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan landassan dalam
pengembangan pendidikan di indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara
makro, meso maupun mikro. Kerangka makro erat kaitannya dengan upaya polotik yang
saat ini sedang ramai dibicarakan yaitu desentralisasi kewenangan dari pemerintah
pusat ke daerah, aspekk mesonya berkaitan dengan kebijakan daerah tingkat provinsi
sampai tingkat kabupaten, sedangkan aspek mikro melibatkan seluruh sektor dan
lembaga pendidkan yang paling bawah, tetapi terdepan dalam pelaksanaannya, yaitu
sekolah.
Pemberian otonomi pendidikan yang luas pada sekolah merupakan kepedulian
pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat serta upaya peningkatan
mutu pendidkan secaraa umum. Pemberian otonomi ini menurut pendekatan
manajemen yang lebih kondusif di sekolah agar dapat mengakomodasi seluruh
keinginan sekaligus memberdayakan berbagai komponen masyarakat secara efektif,
guna mendukung kemajuan dan sistem yang ada di sekolah. Dalam kerangka inilah,
MBS tampil sebagai alternatif paradigma baru manajemen pendidikan yang ditawarkan.
MBS merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk
menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efesiensi adn
pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat
serta menjalin kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
C.

Latar Belakang Manajemen Pendidikan


Perlunya Manajemen Pendidikan
Prinsip Manajemen Pendidikan
Unsur-unsur Utama Dalam Manajemen Pendidikan
Implikasi Manajemen Pendidikan Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan
Tujuan pembelajaran
Makalah ini bertujuan agar rekan-rekan penimak memahami tentang:

BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Manajemen Pendidikan
1. Definisi Manajemen
Manajemen dalam bahasa Inggris artinya to manage, yaitu mengatur atau mengelola.
Dalam rti khusus bermakna memimpin dan kepemimpinan, yaitu kegiatan yang
dilakukan untuk mengeloa lembaga atau organisasi, yaitu memimpin dan menjalankan
kepemimpinan dalam organisasi. Orang yang memimpin organisasi disebut manajer.
Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia
secara efektif, yang didukung oleh sumber-sumber lainnyadalam suatu organisasi untuk
mencapai tujuan tertentu.
Banyak ahli memberikan pengertian tentang manajemen sebagai mana dikemukakan
oleh beberapa penulis manajemen diantaranya Malayu S.P.Hasibun ia mengatakan
bahwa manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan tenaga dan
profesionalitas orang lain. Sedangkan menurut Mary Parker manajemen dalah suatu
seni karena untuk melakukan suatu pekerjaan melalui orang lain dibutuhkan
keterampilan khusus, terutama keterampilan mengarahkan, mempengaruhi dan
membina para pekerja agar melaksanakan keinginan pemimpin demi tercapainya tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya.
Menurut Horold Koontz dan Cyril ODonel manajemen adalah usaha untuk mencapai
tujuan tertentu melalui kegiatan oranglain. G.R Terry mengatakan manajemen
merupakan satu proses khas yang terdiri atas tindakan-tindakan perencanaan,
pengorganisaian, penggerakan, dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan
serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya
manusia dan sumber daya lainnya.
Dengan demikian menejemen merupakan kemampuan dan keterampilan khusus yang
dimiliki seseorang untuk melakukan suatu kegiatan baik secara perorangan ataupun
bersama orang lain atau melalui orang lain dalam upaya mencapai tujuan secara
produktif, efektif dan efesian.

a.

2.
Definisi pendidikan
Banyak definisi pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli yaitu sebagai berikut:
Pendidikan dari segi bahasa berasal dari kata didik dan diberi awalan men- menjadi
mendidik, yaitu kata kerja yang artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran).
Pendidikan sebagai kata benda berarti proses prubahan sikap dan tingkah laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan. Pendidikan, yaitu pendewasaan diri melalui pengajaran dan
latihan.

b.

Rechey dalam bukunya, Planing for Teaching. An Introduction, menjelaskan pengertian


pendidikan sebagai berikut, Istilah pendidikan berkenaan dengan fungsi yang luas dari
pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat, terutama untuk
memperkenalkan warga masyarakat baru (generasi muda) pada pengenalan terhadap
kewajiban dan tanggungjawabnya di tengah masyarakat. Dengan demikian, proses
pendidikan jauh lebih luas daripada proses belajar mengajar yang berlangsung di

c.

sekolah.
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 dinyatakan
bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menciptakan suasana
belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, sikap sosial,
dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dengan demikian pendidikan merupakan satu sistem terencana untuk menciptakan
manusia seutuhnya.
3. Hakekat Manajemen Pendidikan
Hakikat manajemen pendidikan terletak pada pengelolaan kependidikan, yaitu
pengelolaan lembaga pendidikan yang merupakan sistem. Oleh karena itu, secara
keseluruhan yang harus dikelola adalah:
a. Kinerja para pegawai lembaga pendidikan
b. Pengadministrasian kegiatan pendidikan
c. Aktivitas para pendidik, merupakan tugas dan kewajibannya
d. Kurikulum sebagai konsep dan tujuan pendidikan
e. Sistem pembelajaran dan metode belajar mengajar
f. Penawasan dan supervaisi pendidikan
g. Evaluasi pendidikan dan
h. Pembiyayaan pendidikan dari segi fasilitas, alat-alat, sarana dan prasarana.
Manajemen pendidikan artinya pengelolaan terhadap semua kebutuhan
institusional dalam pendidikan dengan cara yang efektif dan efesien. Manajemen
pendidikan sebagai salah satu komponen dari sistem yang semua subsistemnya saling
berkaitan satu dengan yang lainnya. Manajemen pendidikan adalah aktivitas-aktifitas
untukl mencapai suatu tujuan, atau proses penyelenggraan kerja untuk mencapai suatu
tujuan yang telah ditetapkan dalam pendidikan.
Manajemen pendidikan adalah keseluruhan proses penyelenggaraan dalam
usaha kerjasama dua orang atau lebih dan atau usaha bersama untuk mendayagunakan
semua sumber secara efektif, efesien dan rasional untuk menunjang tercapainya tujan
pendidikan.
Manajemen pendidikan pada hakikatnya adalah usaha-usaha yang berhubungan
aktifitas pendidikan yang terjadi proses mempengaruhi, memotivasi kreativitas anak didik
dengan menggunakan alat-alat pendidikan, metode, media, sarana dan prasarana yang
diungerlukan dalam melaksanakan pendidikan.
4.

Tujuan Dan Manfaat Manajemen Pendidikan

Dilakukan manajemen agar pelaksanaan suatu usaha terencana secara sistematis dan
dapat dievaluasi secara benar, akurat dan lengkap sehingga mencapai tujuan secara
produktif, berkualitas, efektif dan efesien.
a. Produktifitas
Produktifitas adalah perbandingan terbaik antara hasil yang diperoleh (output) dengan
jumlah sumber yang dipergunakan (input) produktifitas dapat dinyatakan secara
kuantitas maupun kualitas. Kuantitas output berupa jumlah tamatan dan kuantitas input
berupa jumlah tenaga kerja dan sumber datya selebihnya (uang, peralatan,
perlengkapan, bahan dsb). Produktifitas dalam ukuran kualitas tidak dapat diukur
dengan uang, produktivitas ini digambarkan dari ketetapan menggunakan metode atau
cara kerja dan alat yang tersedia sehingga volume dan beban kerja dapat diselesaikan
sesuai dengan waktu yang tersedia dan mendapat respon positif dan bahkan pujian dari
orang lain atas hasil kerjanya. Kajian terhadap produktifitas secara lebih komprehensif
adalah keluaran yang banyak dan bermutu dari tiap-tiap fungsi atau peranan
penyelenggaraan pendidikan.
b. Kualitas
Menunjukan pada suatu ukuran penilaian atau penghargaan yang diberikan atau
dikenakan pada barang atau jasa tertentu berdasarkan pertimbangan objektif atas bobot
dan kinerjanya. Dengan demikian mutu adalah jasa atau produk yang menyamai bahkan
melebihi harapan pelanggan sehingga pelanggan mendapat kepuasan.
c. Efektifitas
Ukuran keberhasilan tujuan organisasi. Efektifitas institusi pendidikan terdiri dari dimensi
manajemen dan kepemimpinan sekolah, guru, tenaga kependidikan, siswa, kurikulum,
sarana prasarana, pengelolaan kelas, hubungan sekolah dengan masyarakatnya.
Efektifitas dapat juga ditelaah dari: (1) masukan yang merata, (2) keluaran yang banyak
dan bermutu tinggi (3) ilmu dan keluaran yang relevan dengan kebutuhan masyarakat
yang sedang membangun (4) pendapatan tamatan yang memadai (Engkoswara,1987)
d.
Efisiensi
Efesiensi berkaitan dengan cara yaitu membuat suatu dengan betul. Efisiensi lebih
ditekankan pada perbandingan antara input atau sumberdaya dengan output. Suatu
kegiatan dikatakan efesiensi bila tujuan dapat dicapai secara optimal dengan
penggunaan atau pemakaian sumberdaya yang minimal. Efesiensi pendidikan adalah
bagainmana tujuan dapat dicapai dengan memiliki tingkat efesiensi waktu, biaya, tenaga
dan sarana.
5.

1)

Fungsi Manajemen Pendidikan


Sedangkan fungsi pokok manajemen pendidikan dibagi 4 macam, yaitu:
a.
Perencanaan
Perencanaan program pendidikan memiliki dua fungsi utama, yaitu :
Perencanaan merupakan upaya sistematis yang menggambarkan penyusunan
rangkaian tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi atau lembaga

dengan mempertimbangkan sumber-sumber yang tersedia atau sumber-sumber yang


dapat disediakan.
2)
Perencanaan merupakan kegiatan untuk mengerahkan atau menggunakan
sumber-sumber yang terbatas secara efisien, dan efektif untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
b. Pelaksanaan
Pelaksana merupakan kegiatan untuk merealisasikan rencana menjadi tindakan nyata
dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien, dan akan memiliki nilai jika
dilaksanakan dengan efektif dan efisien.
c. Pengawasan
Pengawasan dapat diartikan sebagai upaya untuk mengamati secara sistematis dan
berkesinambungan; merekam; memberi penjelasan, petunjuk, pembinaan dan
meluruskan berbagai hal yang kurang tepat; serta memperbaiki kesalahan, dan
merupakan kunci keberhasilan dalam keseluruhan proses manajemen.
d. Pembinaan
Pembinaan merupakan rangkaian upaya pengendalian secara profesional semua unsur
organisasi agar berfungsi sebagaimana mestinya sehingga rencana untuk mencapai
tujuan dapat terlaksana secara efektif dan efisien.
6. Peranan Manajemen Pendidikan
Manajemen pendidikan dapat meningkatkan akuntabilitas kepala sekoalh dan guru
trhadap peserta didik, orang tua siswa, dan masyarakat. Mekanisme akuntabilitas yang
semula masih harus menunggu adanya laporan tertulis (kalau ada) dari kepala sekolah
atau para guru, maka dengan penerapan Manajemmen Pendidikan sejak awal apa yang
ahrus dilaporkan itu telah dapat diketahui secara lebih awal. Misalnya, sebelum
manajemen pendidikan, belum banyak pemangku kepentingan yang mengetahui berapa
besar anggaran yang tertuang di dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Sekolah (RAPBS). Namun dengan penerapan manajemen pendidikan pada awal tahun
pelajaran baru, semuanya telah mengetahui RAPBS yang memang harus di apjang di
papan pengumuman sekolah.
Manajemen pendidikan memberikan keterbukaan kepada semua pemangku
kepentingan dalam memberikan saran dan amsukan untuk penentukan kebijakankebijakan penting yang diperlukan oleh sekolah. Dengan demikian, aspirasi dari semua
pemangku kepentingan sangat dihargai untuk menjadi bagian penting dalam penentukan
kebijakan yang akan diambil oleh lembaga pendidikan sekolah.
Penerapan manajemen pendidikan sekolah merupakan indikator kunci pelaksanaan
desentralisasi pendidikan atau otonomi pendidikan pada level akar rumput. Jika pada
desentralisasi atau otonomi urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan telah
diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota maka pada level yang paling bawah,
penerapan desentralisasi atau otonomi pendidikan tersebut telah diserahkan kepada

satuan pendidikan sekolahmelalui penerapan MBS. Dengan penerapan MBS,


masyarakat peduli pendidikan terlibat dalam proses perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, dan evaluasi dalam pelaksanaan program pendidikan. Melalui MBS,
semua unsur pemangku kepentingan dalam bidang pendidikan dapat meningkatkan
sinergi untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah disepakati bersama, yakni
pendidikan yang merata dan bermutu.

B. Urgensi-Urgensi Dan Paradigma Baru Dalam Manajemen Pendidikan


1. Latar Belakang Manajemen Pendidikan
Manajemen pendidikan disusun untuk menghadapi tantangan pendidikan dimasa depan.
Dalam hal ini manager pendidikan atau gurulah yang mendapatkan tantangan tersebut.
Tantangan guru dimasa depan bangsa, antara lain untuk menghadapi: era globalisasi,
era informasi, era IPTEK, dan era perubahan cepat.
Guru sebagai manajer pendidikan harus selalu siap menghadapi tantangan tersebut.
Salah satunya adalah dengan menyusun serta merencanakan manajemen dimasa
depan. Hal ini perlu dilakukan guna meningkatkan mutu pendidikan yang ada.
Manajemen dalam pendidikan diperlukan untuk mengantisipasi perubahan global yang
disertai oleh kemajuan ilmu pengetahun dan teknologi informasi. Perubahan itusendiri
sangat cepat dan pesat, sehingga perlu ada perbaikan yang berkelanjutan(continous
improvement ) di bidang pendidikan sehingga output pendidikan dapat bersaingdalam
era globalisasi seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologikhususnya
teknologi informasi. Persaingan tersebut hanya mungkin dimenangkan olehlembaga
pendidikan yang tetap memperhatikan kualitas/mutu pendidikan
dalam pengelolaannya.Suatu sistem pendidikan dapat dikatakan berkualitas/bermutu,
jika proses belajar-mengajar berlangsung secara menarik dan menantang sehingga
peserta didik dapat belajar sebanyak mungkin melalui proses belajar yang berkelanjutan.
Proses pendidikan yang bermutu akan membuahkan hasil pendidikan yang bermutu dan
relevan dengan pembangunan.Untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu dan efisien
perlu disusun dandilaksanakan program-program pendidikan yang mampu
membelajarkan peserta didik secara berkelanjutan, karena dengan kualitas pendidikan
yang optimal, diharapkan akandicapai keunggulan sumber daya manusia yang dapat
menguasai pengetahuan,keterampilan dan keahlian sesuai dengan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang terus berkembang.
Oleh karena itu demi tercapainya tujuan pendidikan yang berkualitas, diperlukan
manajemen pendidikan yang dapat menggerakkan segala sumber daya
pendidikan.Manajemen pendidikan itu terkait dengan manajemen peserta didik yang
isinya merupakan pengelolaan dan juga pelaksanaannya.Manajamen pendidikan dapat

didefinisikan sebagai seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Husaini, 2010:9). Manajemen pendidikan untuk saat ini
merupakan hal yang harus diprioritaskan untuk kelangsungan pendidikan sehingga
menghasilkan out put yang berkualitas tinggi.Kenyataan yang ada, sekarang ini banyak
institusi pendidikan yang belum memilikimanajemen yang bagus dalam pengelolaan
pendidikannya.Manajemen yang digunakan masih konvensional, sehingga kurang bisa
menjawabtantangan zaman dan terkesan tertinggal dari modernitas.

2. Perlunya Manajemen Pendidikan


Berdasarkan keputusan Kementerian Pendidikan Nasional ada beberapa alasan yang
mendasari penerapan Manajemen Berbasis Sekolah, yaitu :
1.

Dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah, maka sekolah
akan lebih inisiatif/kreatif dalam meningkatkan mutu sekolah.

2.

Dengan pemberian fleksibilitas/keluwesan-keluwesan yang lebih besar


kepada sekolah untuk mengelola sumberdayanya, maka sekolah akan lebih luwes dan
lincah dalam mengadakan dan memanfaatkan sumberdaya sekolah secara optimal
untuk meningkatkan mutu sekolah.

3.

Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi


dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia
untuk memajukan sekolahnya.

4.

Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input


pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan
sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.

5.

Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk


memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang
terbaik bagi sekolahnya.

6.

Penggunaan sumberdaya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana


dikontrol oleh masyarakat setempat.

7.

Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan


keputusan sekolah menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.

8.

Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-masing


kepada pemerintah, orangtua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga
dia akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran
mutu pendidikan yang telah direncanakan.

1. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk
meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orangtua
peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.
2. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang
berubah dengan cepat.[3]

3.

Prinsip Manajemen Pendidikan


Douglas (1963:13-17) merumuskan prinsip-prinsip manajemen pendidikan
sebagai berikut .

a. Memprioritaskan tujuan diatas kepentingan pribadi dan kepentingan mekanisme kerja.


b. Mengkoordinasikan wewenangdan tanggungjawab
c. Memberikan tanggungjawab pada personil sekolah hendaknya sesuai dengan sifat-sifat
dan kemampuannya.
d. Mengenal secara baik faktor-faktor psikologis manusia
e. Realitas nilai-nilai
f. Prinsip diatas memiliki esensi bahwa manajemen dalam ilmu dan praktiknya harus
memperhatikan tujuan, orang-orang, tugas-tugas, dan nilai-nilai.
4. Unsur-unsur Utama Dalam Manajemen Pendidikan
George. R Terry mengemukakan bahwa usur dasar (basic elements) yang merupakan
sumber yang dapat digunakan (availabel resources) untuk mencapai tujuan dalam
manajemen adalah :
a. Men (manusia, orang-orang, tenaga kerja)
b. Tenaga kerja ini meliputi tenaga kerja eksekutif maupun operatif. Dalam kegiatan
manajemen faktor manusia adalah yang paling menentukan. Titik pusat dari manajemen
adalah manusia, sebab mnusia membuat tujuan dan diapulalah yang melakukan proses
kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan itu. Tanpa tenaga kerja tidak akan
ada proses kerja. Hanyasaja manajemen tidak akan timbul apabila setiap orang bekerja
untuk dirinya sendiri tanpa mengadakan kerjasama dengan yang lain. Manajemen timbul
karena adanya orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
c. Money (uang yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan)
d. Uang merupakan unsur yang penting dalam mencapai tujuan disamping faktor manusia
yang menjadi unsur paling penting dan faktor-faktor lainnya. Dalam dunia modern yang
menjadi faktor penting sebagai alat tukar dan alat pengukur nilai suatu usaha. Uang
digunakan pada setiap kegiatan manusia untuk mencapai tujuannya. Terlebih dalam
pelaksanaan manajemen ilmiah, harus ada perhatian yang sungguh-sungguh terhadap
faktor uang karena segala sesuatu diperhitungkan secara rasional yaitu
memperhitungkan berapa jumlah tenaga yang harus dibayar, berapa alat-alat yang
dibutuhkan yang harus dibeli dn berapa pula hasil yang dapat dicapai dari suatu
intervestasi.
e. Machines (mesin atau alat-alat yang diperlukan untuk mencapai tujuan)

f.

Dalam setiap organisasi, peranan mesin-mesin sebagai alat pembantu kerja sangat
diperlukan . mesin dapat meringankan dan memudahkan dalam melaksanakan
pekerjaan. Hanya yang perlu diingat bahwa penggunaan mesin sangat tergantung pada
manusia, bukan manusia yang tergantung atau bahkan diperbudak oleh mesin. Mesin itu
sendiri tidak akan ada kalau tidak ada yang menemukannya, sedangkan yang
menemukan adalah manusia. Mesin dibuat adalah untuk mempermudah atau membantu

tercapainya tujuan hidup manusia.


a. Methods (metode atau cara yang digunakan dalam usaha mencapai tujuan).
g. Cara untuk melaksanakan pekerjaan dalam mencapai suatu tujuan yang telah ditetpkan
sebelumnya sangat menentukan hasil kerja seseorang . metode ini diperlukan dalam
setiap kegiatan manajemen yaitu dalam kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan dan pengawasan. Dengan cara kerja yang baik akan mempermudah dan
memperlancar dan memudahkan pelaksanaan pekerjaan. Tetapi walaupun metode kerja
yang telah dirumuskan atau ditetapkan itu baik, kalau orang yang diserahi tugas
pelaksanaannya kurang mengerti atau tidak berpengalaman maka hasil kerjanyapun
kurang baik, oleh karena itu hasil penggunaan atau penerapan suatu metode tergantung
pula pada orangnya.
a. Materials (bahan atau perlengkapan yang diperlukan untuk mencapai tujuan )
h. Manusia tanpa material atau bahan-bahan tidak akan dapat mencapai tujuan yang
dikehendakinya, sehingga unsur material dalam manajemen tidak dapat diabaikan.
a. Market (pasar untuk menjual output/barang yang dihasilkan)
i. Pasar merupakan tempat kita memasarkan produk yang telah diproduksi. Pasar sangat
dibutuhkan dalam suatu perusahaan. Pasar itu berupa masyarakat (pelanggan) itu
sendiri. Tanpa adanya pasar suatu perusahaan akan mengalami kebangkrutan. Jadi
perusahaan seharusnyamemikirkan manajemen pasar(pemasaran) dengan baik.
Dengan manajemen pasar (pemasaran) yang baik (juga didukung oleh pasar yang tepat)
distribusi produk dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan apa yang diharakan.
a. Informasi
j. Tentu saja informasi sangat dibutuhkan dalam suatu perusahaan. Informasi tentang apa
yang sedang populer, apa yang sedang disukai, apa yang sedang terjadi di masyarakat,
dsb. Manajemen informasi sangat penting juga dalam menganalis produk yang telah dan
akan dipasarkan.
k. Ketujuh unsur manajemen tersebut lebih dikenal dengan sebutan 6 M + I , yaitu man,
money, material, machine, method, market dan information. Setiap unsur tersebut
memiliki karakteristik yang berbeda. Manajemen tidak dapat berjalan dengan baik tanpa
adanya ketujuh unsur tersebut.

5. Implikasi Manajemen Pendidikan Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan


MBS sangat potensial untuk mendukung paradigma baru manajemen pendidikan dalam
konteks otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan dalam upaya peningkatan mutu

pendidikan. Untuk itu khususnya di Indonesia, konsep Manajemen Berbasis Sekolah,


perlu mendapat tanggapan dan apresiasi yang antusias dan bijak dari semua pihak
untuk kemajuan dunia pendidikan di Indonesia. Beberapa simpulan yang dapat
dikemukakan dari pembahasan makalah ini adalah
1. Konsep kualitas pendidikan dapat dilihat dari beberapa sudut pandang :
a. Mutu pendidikan dapat dilihat dari segi proses dan hasil pendidikan. Proses pendidikan
yang bermutu apabila seluruh komponen pendidikan terlibat dalam proses pendidikan itu
sendiri. Sedangkan mutu pendidikan dari segi hasil pendidikan mengacu pada tingkat
keberhasilan yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu dalam
berbagai bidang (akademik, keterampilan dan suasana serta kondisi sekolah).
b. Mutu pendidikan juga dapat ditelaah dalam konsep relatif, terutama berhubungan erat
dengan kepuasan pelanggan

1) Pelanggan internal (kepala sekolah, guru dan staf kependidikan) berkembang


baik fisik maupun psikis.
2) Pelanggan eksternal:
eksternal primer (para siswa) menjadi subjek yang mandiri, kreatif dan
bertanggung-jawab akan hidupnya dan perkembangan masyarakat.
eksternal sekunder (orang tua, para pemimpin pemerintahan dan perusahan)
mendapatkan konstribusi dan sumbangan yang positif
(outcomes) dari output pendidikan.
eksternal tersier (pasar kerja dan masyarakat luas) memperoleh
sumbangan dari output pendidikan sehingga masyarakat dapat
berkembang.
2. Untuk mencapai pendidikan yang berkualitas tentunya dibutuhkan perencanaan
program pendidikan yang baik. Dalam perencanaan pendidikan untuk mencapai
pendidikan yang berkualitas perlu memperhatikan kondisi-kondisi yang
mempengaruhi, strategi-strategi yang tepat, langkah-langkah perencanaan dan
memiliki kriteria penilaian.
3. Konsep yang dapat dipergunakan sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan
adalah
Total Quality Management (TQM). TQM dalam pendidikan adalah pendekatan
pengelolaan peningkatan mutu secara menyeluruh melalui upaya perbaikan
terusmenerus
dengan mempergunakan dan memberdayakan berbagai sumber daya
pendidikan yang tersedia.
4. Manajemen Berbasis Sekolah dapat menjadi alternatif peningkatan mutu pendidikan.

Karena itu MBS sudah diterapkan di banyak negara. Apabila dicermati MBS yang
diterapkan di berbagai negara, pada intinya adalah :
a. Adanya prinsip desentralisasi, yakni pelimpahan dan penyerahan wewenang
kepada daerah dan sekolah untuk mengelola pendidikannya secara otonom dalam
kerangka pengembangan pendidikan secara nasional.
b. Pemberdayaan semua sumber daya pendidikan (sekolah) dan semua pihak
(stakeholder) pendidikan, terutama partisipasi orang tua dan masyarakat untuk
mengembangkan pendidikan.
c. MBS diterapkan dengan maksud utama untuk peningkatan mutu pendidikan
sesuai dengan kebutuhan dan tujuan setiap negara.
5. Model MBS yang ideal adalah MBS dalam konsep sistem, yakni adanya
pemberdayaan dan sinergi semua aspek pendidikan dan berbagai sumber daya
pendidikan pada tingkat sekolah, secara efektif dan efisien dalam satu kesatuan yang
utuh untuk mencapai produktifitas dan mutu pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN
Penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan semakin merata akan
menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Efisiensi pendidikan menuntut
pengelolaan yang semakin terdesentralisasikan. Aparatur pendidikan di daerah harus
semakin mampu mengelola dan melaksanakan teknis kependidikan secara otonom. Hal
ini diperlukan untuk membangun masyarakat di daerah masing-masing ke arah
kemandirian untuk mencapai kehidupan yang semakin merata dan sejahtera.
Kemajuan masyrakat modern dewasa ini tidak mungkin dicapai tanpa kehadiran
sekolah sebagai organisasi yang menyelenggarakan proses pendidikan secara formal.
Namun sekolah bukan satu-satunya lembaga yang menyelenggarakan pendidikan,
karena masih ad institusi keluarga dan pendidikan luar sekolah. Untuk itu, pendidikan
perlu dipahami dalam konsep yang lebih luas dari sekedar sistem sekolah formal (formal
schoolling).
Bagaimanapun, pendidikan merupakan usaha suatu kelompok masyarakat atau
bangsa untuk mengembangkan kemampuan generasi muda untuk mengenali dan
menghayati nilai-nilai kebaikan dan kemuliaan hidup melalui pembinaan potensi dan
transformasi budaya mereka. Bloom menjelaskan bahwa sekolah diciptakan untuk
memberi bagian penting pendidikan generasi muda. Untuk mewujudkan itu semua,
maka masing-masing bagian penting dalam pendidikan haruslah dikelola dengan baik.
Pembahasan lebih lanjut tentang manajemen-manjemen yang terkait dengan pendidikan
akan dibahas dalam bab pembahasan.
BAB II PEMBAHASAN
Bidang garapan manajemen pendidikan meliputi: manajemen kurikulum,
manajemen kesiswaan, manajemen sarana dan prasarana, manajemen

personalia/anggota, manajemen keuangan, manajemen hubungan sekolah dengan


masyarakat dan manajemen layanan khusus dan tantangan manajemen sekolah.
A.

MANAJEMEN KURIKULUM
Kurikulum memiliki pengertian yang sangat luas yaitu mencakup komponen yang
lengkap terdiri dari rumusan tujua pendidikan suatu lembaga (tujuan institusional)
sampai dengan penjabarannya dalam bentuk satuan acara perkuliahan yang akan
dilakukan oleh seorang tenaga pengajar sehari-hari. Oleh karena itu, menurut Oliver
(1977) kurikulum merupakan keseluruhan program pendidikan di lembaga pendidikan
yang meliputi; elemen program studi, elemen pengalaman belajar, elemen pelayanan,
dan elemen kurikulum tersembunyi. Pengelolaan kurikulum di sekolah harus melalui
beberapa tahapan, antara lain:

a.

Tahapan prencanaan; pada tahap ini kurikulum perlu dijabarkan sampai menjadi
rencana pengajaran (RP).

b.

Tahapan pengorganisasian dan koordinasi; kepala sekolah pada tahap ini mengatur
pembagian tugas mengajar, menyusun jadwal pelajaran, dan jadwal kegiatan
ekstrakurikuler.

c.

Tahapan pelaksanaan; dalam tahap ini tugas utama kepala sekolah adalah melakuka
supervisi dengan tujuan untuk membantu guru menemukan dan mengatasi kesulitan
yang dihadapi.

d.

Tahapan pengendalian; dalam tahap ini ada dua aspek yang perlu di perhatikan, yaitu:
evaluasi dikaitkan dengan tujuannya dan pemanfaatan hasil evaluasi.[1]
Menurut Norwood dan kawan-kawan, kurikulum persekolahan hendaknya
mengandung:

a.

Upaya pembinaan rasa tanggungjawab dan menghargai akal budi,

b.

Menumbukan sikap di dalam melakukan telaahan, serta mengembangkan sikap


intelektual yang bebas dan bertanggungjawab,

c.

Memberikan sejumlah pengetahuan dan pengertian tentang fakta-fakta dan peristiwaperistiwa yang menentukan dunia kehidupan yang bakal dialaminya,

d.

Mengembangkan kemampuan murid untuk menyadari masalah-masalah dan resikoresiko yang bakal muncul di dalam pengambilan tindakan atau pilihan di sepanjang
hidupnya kelak.
Menurut laporan Newson (1963), yang di dalamnya banyak memuat tentang
konten dan sifat kurikulum masa lampau dan metode pengajarannya, maka tujuan
kurikulum baru itu haruslah;

a.

Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar,

b.

Mengembangkan kemampuan berfikir, hasrat ingin tahu dan membina kesadaran


moral dan tingkah laku sosial,

c.

Menanamkan pengertian mengenai dunia fisik dan dunia masyarakat manusia,

d.

Mengembangkan rasa tanggung jawab pribadi dan sosial,

e.

Memadukan aktivitas-aktivitas ekstrakurikuler ke dalam totalitas program sekolah, dan

f.

Menjelajahi dunia kehidupan lingkungannya guna menjejaki berbagai kemungkinan,


baik bagi upaya pengembangan masyarakat lingkungannya, maupun bagi
pengembangan minat dan karirnya.[2]

B.

MANAJEMEN KESISWAAN
Berkenaan dengan manajemen kesiswaan, ada beberapa prinsip dasar yang
harus mendapat perhatian berikut ini;Semua siswa harus diperlakukan sebagai subjek
bukan sebagai objek, sehingga harus didorong untuk berperan serta dalam setiap
perencanaan dan pengambilan keputusan yang terkait dengan kegiatan mereka.

a.

Keadaan dan kondisi siswa sangat beragam, ditinjau dari kondisi fisik, kemampuan
intelektual, sosial ekonomi, minat dan sebagainya.

b.

Pada dasarnya siswa hanya akan termotivasi belajar, jika mereka menyenangi apa
yang diajarkan. Perkembangan kondisi anak tidak hanya menyangkut ranah kognitif,
tetapi juga ranah afektif dan psikomotorik.[3]

C.

MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA


Dari segi jenisnya, secara makro seluruh lingkungan fisik dalam suatu satuan
pendidikan yang dirancamg untuk memberikan fasilitas dalam proses pedidikan, seperti
rancangan halaman, tata letak gedung, taman, prasarana jalan, tempat parkir dan lainlain, merupakan sarana pendidikan yang memerlukan pengololaan yang baik.
Sedangkan secara mikro, ada tiga komponen sarana pendidikan yang secara langsung
mempengaruhi kualitas hasil pembelajaan, yaitu buku pelajaran dan perpustakaan,
peralatan laboratorium atau bengkel kerja atau alat praktiknya, dan peralatan pendidikan
di dalam kelas.
Ditinjau dari segi fungsi dan pemanfaatannya, terutama dalam konteks
pembelajaran, Suharsimi membedakan menjadi tiga macam, yaitu; alat pelajaran, alat
peraga dan media pengajaran. Lebih jauh, Suharsimi garis besar sarana dan prasarana
meliputi lima hal, yaitu; penentuan kebutuhan, proses pengadaan, pemakaian,
pencatatan/ pengurusan, dan pertanggungjawaban.[4]

D.

MANAJEMEN PERSONALIA/ANGGOTA

Menurut KBBI, personalia adalah mengenai orang-orang tentang urusan. Bagian


personalia adalah bagian dari suatu kantor yang mengurus tentang kepentingan
kepegawaian; bagian personel.[5]
Menurut John B. Miner dan Mary Green Miner, personnel management may be
defined as the process of developing, applying and evaluating policies, producers,
methods and programs relating to the individual in the organization.[6]
Personalia adalah semua anggota organisasi yang bekerja untuk kepentingan
organisasi yaitu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Manajemen personalia
adalah bagian manajemen yang memperhatikan orang-orang dalam organisasi, yang
merupakan salah satu sub manajemen. Perhatian terhadap orang-orang itu mencakup
merekrut, menempatkan, melatih, mengembangkan dan meningkatkan kesejahteraan
mereka yang dikatakan fungsi manajemen personalia. Fungsi ini menunjukan apa yang
harus ditangani oleh manajer pada segi personalia.
Ruang lingkup manajemen personalia meliputi pembentukan staf dan penilaian,
melatih dan mengembangkan, memberi kesejahteraan uang dan pelayanan,
memperhatikan kesehatan dan keamanan, memperbaiki antar hubungan,
merencanakan personalia serta mengadakan penelitian personalia.[7]
Ada istilah yang lebih populer dari manajemen personalia yaitu Man Power
Management atau Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Persamaannya dengan
manajemen personalia adalah keduanya merupakan ilmu yang mengatur unsur manusia
dalam suatu organisasi, agar mendukung terwujudnya tujuan. Sedangkan
perbedaannya, yaitu: 1. MSDM dikaji secara makro, sedangkan manajemen personalia
dikaji secara mikro, 2. MSDM menganggap bahwa karyawan adalah kekayaan (asset)
utama organisasi, jadi harus dipelihara dengan baik. Manajemen personalia
menganggap bahwa karyawan adalah faktor produksi, jadi harus dimanfaatkan secara
produktif, 3. MSDM pendekatannya secara moderen, sedangkan manajemen personalia
pendekatannya secara klasik.
MSDM adalah suatu bidang manajemen yang khusus mempelajari hubungan
dan peranan manusia dalam organisasi.[8]
Ada beberapa pendekatan dalam perencanaan pendidikan antara lain adalah
pendekatan tuntunan sosial, ketenagakerjaan, biaya keuntungan, ekonomi dan
sebagainya. Perencanaan personalia terutama menyangkut pendekatan
ketenagakerjaan. Perencanaan personalia mencakup jumlah dan jenis
kerampilan/keahlian orang, ditempatkan pada pekerjaan yang tepat, pada waktu tertentu
yang dalam jangka panjang memberikan keuntungan bagi individu dan organisasi.
Komponen-komponen dalam segi personalia adalah tujuan, perencanaan organisasi,
pendataan personalia, menafsirkan kebutuhan personalia, dan program tindakan.

Pendataan personalia adalah pengumpulan data tentang personaliadalam lembaga


pendidikan dan menganalisisnya biasanya dalam janka waktu satu tahun.
Salah satu aktivitas untuk mempertahankan kelangsungan suatu organisasi
pendidikan adalah dengan jalan mengembangkan personalia pendidikan yang bertujuan
untuk mencegah pemakaian pengetahuan yang sudah usang dan pelaksanaan tugas
yang sudah ketinggalan zaman. Tujuan latihan dan pendidikan personalia adalah (1)
untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas output, (2) merealisasi perencanaan
personalia, (3) meningkatkan moral kerja dan penghasilan/kesejahteraan serta
kesehatan dan keamanan, (4) untuk mengembangkan personalia dan mencegah
ketuaan.
Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipegang oleh kepala sekolah dalam
menerapkan manajemen personalia, yaitu:
a.
b.

Dalam mengembangkan sekolah, SDM adalah komponen paling berharga;


SDM akan berperan secara optimal jika dikelola dengan baik sehingga mendukung

c.

tercapainya tujuan institusi/lembaga sekolah;


Kultur dan suasana organisasi di sekolah, serta prilaku manajerial kepala sekolah

d.

sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pengembangan sekolah;


Manajemen personalia di sekolah pada prinsipnya mengupayakan agar setiap warga
dapat bekerja sama dan saling mendukung untuk mencapai tujuan sekolah.[9]

E.

MANAJEMEN KEUANGAN
Ada tidak tiga persoalan pokok dalam manajemen pebiayaan pendidikan, yaitu:
(1) financing, menyangkut dari mana sumber pembiayaan diperoleh, (2) budgeting,
bagaimana dana pendidikan dialokasikan, dan (3) accountabillty, bagaimana anggaran
yang diperoleh digunakan dan dipertanggungjawabkan.
Pembiayaan sekolah adalah kegitan mendapatkan biaya serta mengelola
anggaran pendapatan dan belanja pendidikanterutama tingkat menengah, sebab untuk
pendidikan dasar, berkenaan dengan adanya Wajib Belajar, semestinya pembiayaan
ditanggung oleh pemerintah. Bagi sekolah-sekolah yang berstatus negeri, sumber dana
sekolah terbagi dua bagian, yaitu: (1) dana dari pemerintah, yang umumnya terdiri dari
dana rutin, meliputi jagi serta biaya operasional sekolah dan perawatan fasilitas, dan
dana dari masyarakat, yang sekarang melalui komite sekolah, ada yang digali dari orang
tua siswa maupun sumbangan dari masyarakat luas maupun dunia usaha dan bahkan
ada beberapa sekolah yang mampu membangun networking cukup bagus sehingga
mendapatkan pembiayaan pendidikan yang cukup besar.
Dilihat dari segi penggunaan, sumber dana dapat dibagi menjadi (1) anggaran
untuk kegiatan rutin, yaitu gaji, biaya operasional keseharian sekolah, dan anggaran
untuk pengembangan sekolah. Lahirnya UU Otonomi Daerah ( UU Nomor 22 dan 25

Tahun 1999, kemudian disempurnakan dengan UU Nomor 32 dan 33 Tahun 2004), yang
diikuti dengan peraturan perundang-undangan lainnya, mempunyai dampak yang besar
bagi sistem manajemen pembiayaan pendidikan di Indonesia.[10]
Anggaran berfungsi sebagai perencanaan dan pengendalian kegiatan. Secara
formal pengendalian anggaran menentukan pelaksanaan anggaran dan
membandingkannya dengan data-data anggaran, untuk menentukan apakah perlu
mengadakan tindakan-tindakan perbaikan.[11]

F.

MANAJEMEN HUBUNGAN SEKOLAH DAN MASYARAKAT


Istilah Humas pertama kali dikemukakan oleh Thomas Jefferson (presiden AS)
tahun 1807. Namun, apa yang dimaksud dengan istila public relations pada waktu itu
dihubungkan dengan foreign relations. Menurut Griswold (1966), humas merupakan
fungsi manajemen yang diadakan untuk menilai dan menyimpulkan sikap-sikap publik,
menyusuaikan policy dan prosedur instansi atau organisasi dengan kepentingan umum,
menjalankan suatu program untuk mendapatkan pengertian dan dukungan masyarakat.
Sementara itu, Bonar (1977) mengemukakan bahwa humas menjalankan usahanya
untuk mecapai hubungan yang harmonis antara suatu badan organisasi dengan
masyarakat sekelilingnya. Hadari Nawawi (1981) menyebutkan bahwa beban tagas
humas adalah melakukan publilitas tentang kegiatan organisasi kerja yang patut
diketahui oleh pihak luar secara luas. Dalam konteks pendidikan, Purwanto (1975)
mengemukakan bahwa hubungan sekolah dengan masyarakat mencakup hubungan
sekolah dengan sekolah lain, sekolah dengan pemerintah setempat, sekola dengan
instansi dan jawatan lain, dan sekolah dengan masyarakat pada umumnya. Hendaknya
semua hubungan itu merupakan hubungan kerja sama yang bersifat pedagogis,
sosiolois, dan produktif yang dapat mendatangkan keuntungan dan perbaikan serta
kemajuan bagi kedua belah pihak.[12]
Scotter menjelaskan education as an embryonic community. In practice the
school would offer many new learning environments for the student, including libraries,
gymnasiums, working areas, art and music rooms, science laboratories, gardens and
playgrounds. Beyond the classroom walls, he envisioned the school as a dynamic center
of the community. Secara sistematik dapat dijelaskan bahwa hubungan sekolah dan
masyarakat dapat dilihat dari dua segi, yaitu: (1) sekolah sebagai partner masyarakat di
dalam melakukan fungsi pendidikan, dan (2) sekolah sebagai produsen yang melayani
pesanan-pesanan pendidikan dari masyarakat lingkungannya.[13]
Organisasi pendidikan merupakan sistem yang terbuka yang berarti lembaga
pendidikan selalu mengadakan kontak hubungan dengan lingkungannya yang disebut

suprasistem. Hanya sistem terbuka yang memiliki negentropy, yaitu suatu usaha yang
terus-menurus untuk menghalangi kemungkinan terjadinya entropy atau kepunahan.
Lembaga pendidikan sesungguhnya melaksanakan fungsi rangkab terhadap masyarakat
yaitu memberi layanan dan sebagai agen pembaru atau penerang, Stoop menyebutnya
sebagai fungsi layanan yaitu karena ia melayani kebutuhan-kebutuhan masyarakat, dan
fungsi pemimpin sebab ia memimpin masyarakat disertai dengan penemuanpenemuannya untuk memajukan kebutuhan masyarakat. Sebagai lembaga yang
berfungsi sebagai agen pembaruan terhadap masyarakatnya, ia hendaknya
mengikutsertakan masyarakat agar pekerjaannya lebih efektif. Dalam usaha membina
hubungan dan kerja sama antara lembaga pendidikan dan masyarakat, sesungguhnya
sudah ada beberapa badan yang dapat membantu para manajer pendidikan, seperti;
Dewan Penyantun bergerak di perguruan tinggi, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
bergerak di sekolah, dan Yayasan Pendidikan bisa bergerak di perguruan tinggi atau
sekolah yang berstatus swasta.[14]
Keberadaan Komite Sekolah bersama Dewan Pendidikan secara legal formal
telah dituangkan dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002.
Berdasarkan Keputusan Mendiknas tersebut, Komite Sekolah merupakan sebuah badan
mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu
pemerataan dan efisiensi pengelolaan pendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah,
maupun jalur pendidikan luar sekolah. Peran dan fungsi juga tertuang dalam UU Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada Pasal 54 dikemukakan: (1)
peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi perorangan, kelompok, keluarga,
organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan
dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan; (2) masyarakat dapat berperan serta
sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.[15] Nugent mengatakan
bahwa pengajarlah yang mengintervensi hubungan siswa dengan orang tuanya,
walaupun ia harus tunduk kepada kerelaan orang itu. Demikian pula dengan perguruan
tinggi, perguruan tinggi juga bisa melakukan pendekatan dengan masyarakat melalui
kegiatan-kegiatan putra-putrinya sebagai mahasiswa. Ada dua kemungkinan yaitu
pertama intervensi tersebut akan lebih berarti sebab mahasiswa dapat menjelaskan
kegiatannya secara panjang lebar kepada orang tuanya sehingga orang tua semakin
tertarik kepada pendidikan. Atau kemungkinan kedua orang tua tidak terpngaruh oleh
usaha dosen, sebab orang tua memandang putranya sudah dewasa.[16]
G.

MANAJEMEN LAYANAN KHUSUS


Manajemen layanan khusus di sekolah ditetapkan dan diorganisasikan untuk
memudahkan atau memperlancar pembelajaran, serta dapat memenuhi kebutuhan

khusus siswa di sekolah. Diantaranya meliputi: manajemen layanan bimbingan


konseling, layanan perpustakaan sekolah, layanan kesehatan, layanan asrama, dan
manajemen layanan kafetaria/kantin sekolah. Layanan-layanan tersebut harus di kelola
secara baik dan benar sehingga dapat membantu memperlancar pencapaian tujuan
pendidikan di sekolah. Kusmintardjo, pelayanan khusus atau pelayanan bantuan
diselenggarakan di sekolah dengan maksud untuk memperlancar pelaksanaan
pengajaran dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan di sekolah. Berikut ini adalah
jenis-jenis layanan khusus yang di sediakan sekolah: Layanan Bimbingan dan Konseling
(BK), layanan Kesehatan Sekolah (UKS), layanan kafetaria sekolah, layanan asrama
sekolah, layanan transportasi sekolah, layanan perpustakaan sekolah, layanan
laboratorium sekolah.[17]
H.

TANTANGAN MANAJEMEN SEKOLAH


Dalam era informasi keberadaan keluarga memberikan implikasi penting bagi sistem
baru pendidikan. Menurut Reigeluth dan Garfinkel bahwa model karakteristik masyarakat
informasi sebagai berikut:

a. Tujuan dan model berkisar pada proses pengorganisasian iptek mengenai informasi
pengembangan pengembangan pengetahuan,
b. Dasar kekuatannya adalah perluasan kekuatan kognitif dengan teknologi tinggi,
c. Paradigma adalah berfikir sistemik munculnya hubungan sebab-akibat, kompleksitas
dinamis, orientasi ekologi,
d. Berkembangnya teknologi: proses pengumpulan, pengorganisasian, penyimpanan
informasi, jaringan komunikasi,dan sistem perencanaan dan rancangan,
e. Komoditi pokok: informsi dan pengetahuan sebagai kunci produk, manusia profesional
dan pelayanan teknik adalah komoditi utama,
f. Pola kosumsi: lebih kecil dan efesien
g. Karakteristik organisasi: keterpaduan, sinergi, perubahan dan fleksibelitas.[18]
Banyak peluang yang dapat dimanfaatkan sekolah di antaranya: gerakan mutu,
kemajuan media komunikasi massa, multi media dan kesadaran masyarakat baru akan
pendidikan berkualitas dan berbasis kepada masyarakat (Community Based Education).
Artinya, kepala sekolah bersama guru-guru dan pihak terkait (stakeholder) perlu
bersikap proaktif dalam menjawab tantangan perubahan agar sekolah mampu
memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan. Menurut Suparno, SJ. et. dkk.
(2003) pola kepemimpinan kepala sekolah amat berpengaruh dan sangat menentukan
kemajuan sekolah. Kepemimpinan kolaboratif diperkirakan yang akan dapat
menyediakan fasilitas dan dapat menyediakan sumber daya (resources) bagi kemajuan
sekolah. Sedangkan tantangan sekolah di era informasi, di antara: perubahan niainilai/norma, liberalisasi, ekonomi, Iptek yang canggih dan bahaya narkoba. Setiap
peluang perlu dimanfaatkan dan dioptimalkan, sedangkan setiap tantangan perlu

diantispasi, sehingga peranan sekolah tetap dapat ditingkatkan sesuai dengan peluang
yang ada.peranan sekolah berkaitan secara langsung dengan pengembangan sumber
daya manusia (human resources development).
Sekolah harus menjadi penyalur semua informasi, pengetahuan, sumberdaya dan
metodelogi belajar, sekolah juga harus menjadi tempat dan pusat pembelajaran, tempat
kerja dan pusat pemeliharaan. Menghadapi tantangan pada era informasi dn perubahan
sosial yang semakin cepat, pendidikan masa depan perlu sejak dini (mulai pendidikan
dasar) melatih peserta didik untuk mampu belajar mandiri. Tranformasi dari masyarakat
yang lamban, tidak kreatif dan bodoh kepada terbentuknya masyarakat yang belajar
(Learning Society) dengan kreativitas yang tinggi menjadi sasaran pembelajaran.[19]

Pengetahuan dan pembelajaran masyarakat dalam era informasi bermakna Trier


dalam Prospects, sebagai berikut:
a.

Perolehan dan penggunaan pengetahuan adalah proses penting dalam proses inovasi,
perubahan dan pembangunan masyarakat,

b.

Penetahuan tertentu harus didasarkan atas kerjasama dari orang dalam berbagai
kelompok,

c.

Kesiapan dari pengetahuan masyarakat harus didasarkan atas kritera dan


pengorganisasian dari pembelanjaan masyarakat, dan

d.

Semua tingkatan usia dri pembelajar harus mencakup dorongan kebutuhan menuju
munculnya pembelajaran efektif.[20]

BAB III
PENUTUP
A.

KESIMPULAN
Dalam era globalisasi, pendidikan semakin menjadi sasaran masyarakat untuk
penentuan masa depan anak bangsa. Hal ini menjadi tantangan penting untuk lembaga
pendidikan, di antara tantangan yang paling penting daam kaitan pelaksanaan otonomi
daerah adalah tersusunnya kebijakan untuk mendelegasikan sebagian wewenang
pemerintah pusat ke daerah di bidang pendidikan berdasarkan perundang-undangan
yang berlaku.
Jalannya suatu organisasi sangat di pengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain;
personalia sebagai faktor produksi dalam suatu organisasi pendidikan, siswa sebagai
input, masyarakat sebagai stakeholder, masayarakat sebagai relasi yang paling utama,

dan pembiayaan atau keuangan sebagai penunjang organisasi. Semua faktor ini harus
dikelola secara baik dan benar oleh manajer selaku EMASLIM.
B.

SARAN
Kehandalan manajer dalam memilih dan menempatkan personalia menjadi
landasan utama dalam suatu organisasi, agar organisasi benar-benar berjalan sesuai
dengan perencanaan yang sudah dibuat, maka hendaklah memilih pemimpin atau
manajer yang benar-benar handal dalam memimpin. Guru sebagai personalia yang
handal dan profesional akan selalu menjalankan kewajibannya sebagai seorang
pendidik dengan menerapkan nilai-niai agama dalam setiap kegiatannya. Mahasiswa
sebagai agen of change khususnya di Sekolah Tinggi Agama Islam, hendaklah benarbenar belajar untuk menjadi generasi penerus yang berguna bagi negara dan agama.
Wallahu alam bisshawab.

DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah, Otonomi Pendidikan, Jakarta : PT. RajaGrafindo, 2007.
Hasibuan, Melayu S.P., Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2007.
Pidarta, Made, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2004.
Syarufuddin & Nasution, Irwan, Manajemen Pembelajaran, Jakarta : Quantum Teaching, 2005.
Terry, George R., Prinsip-Prinsip Manajemen, Terj. J. Smith D.F.M. Jakarta : PT. Bumi Aksara,
2006.
Yandianto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bandung : M2s, 2003.
http://www.sarjanaku.com/2011/01/makalah-manajemen-sekolah.html. (diakses tanggal 15
Oktober 2012).

[1] Hasbullah, Otonomi Pendidikan, (Jakarta : PT. RajaGrafindo, 2007), hal. 114-116
[2] Sosiologi Pendidikan, hal. 145-150
[3] Hasbullah, Otonomi Pendidikan, .., hal. 121-122
[4] Ibid, hal. 119-120
[5] Yandianto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Bandung : M2s, 2003), hal. 431
[6] Melayu S.P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta : PT.
Bumi Aksara, 2007), hal. 11
[7] Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta : PT. Rineka Cipta,
2004), hal. 108-111
[8] Melayu S.P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, ..hal. 9-10

[9] Hasbullah, Otonomi Pendidikan, .., hal. 113


[10] Ibid, hal. 122-123
[11] George R. Terry, Prinsip-Prinsip Manajemen, Terj. J. Smith D.F.M. (Jakarta : PT.
Bumi Aksara, 2006), hal. 192
[12] Hasbullah, Otonomi Pendidikan, .., hal.123-1125
[13] Syarufuddin & Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran, (Jakarta : Quantum
Teaching, 2005), hal. 4-5
[14] Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia,.. hal. 177-189.
[15] Hasbullah, Otonomi Pendidikan,hal. 89-92.
[16] Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia,.. hal.. 191-198
[17]http://www.sarjanaku.com/2011/01/makalah-manajemen-sekolah.html.
(diakses tanggal 15 Oktober 2012).
[18] Syarufuddin & Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran,.hal. 10-11
[19] Syarufuddin & Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran,hal. 13-16
[20] Ibid, hal. 11-12

MANAJEMEN SEKOLAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang

Manajemen sekolah merupakan faktor yang paling penting dalam menyelenggarakan


pendidikan dan pengajaran di sekolah yang keberhasilannya diukur oleh prestasi yang
didapat, oleh karena itu dalam menjalankan kepemimpinan, harus menggunakan suatu
sistem, artinya dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang di dalamnya
terdapat komponen-komponen terkait seperti guru-guru, staff TU, orang tua siswa,
masyarakat, pemerintah, anak didik, dan lain-lain harus berfungsi optimal yang
dipengaruhi oleh kebijakan dan kinerja pimpinan.
Tantangan lembaga pendidikan adalah mengejar ketertinggalan artinya kompetisi dalam
meraih prestasi terlebih dalam menghadapi persaingan global.
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Rumusan Masalah
Apa pengertian Manajemen Sekolah?
Bagaimana Manajemen dan Kepemimpinan Sekolah?
Apa itu Manager Sekolah?
Bagaimana Kepemimpinan Kepala Sekolah?
Bagaaimana Cara Mengkomunikasikan Visi Sekolah?
Bagaimana Cara Memberdayakan dan Pemberdayaan Guru?
Bagaimana Cara Membuat Rencana Pengembangan Sekolah (RPP) ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.

Pengertian Manajemen Sekolah

Menurut Stoner Manajemen secara umum yang dikutip oleh T. Hani Handoko (1995)
manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber dayasumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Sedangkan dalam konteks sekolah yaitu Manajemen sekolah menurut buku
manajamen sekolah sebenarnya merupakan aplikasi ilmu manajemen dalam bidang
persekolahan. Ketika istilah manajemen diterapkan dalam bidang pemerintahan akan
menjadi manajemen pemerintahan, dalam bidang pendidikan menjadi manajemen
pendidikan, begitu seterusnya.
Sedangkan menurut James Jr. manajemen sekolah adalah proses
pendayagunaan sumber-sumber manusiawi bagi penyelenggara sekolah secara efektif.
Sedangkan dalam konteks pendidikan ada juga manajemen pendidikan.
Menurut Ali Imron manajemen pendidikan adalah proses penataan kelembagaan
pendidikan, dengan melibatkan sumber potensial baik yang bersifat manusia maupun
yang bersifat non manusia guna mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Pada hakekatnya istilah manajemen pendidikan dan manajemen sekolah
mempunyai pengertian dan maksud yang sama. Keduanya susah untuk dibedakan
karena sering dipakai secara bergantian dalam pengertian yang sama. Apa yang
menjadi bidang manajemen pendidikan adalah juga merupakan bidang manajemen
sekolah. Demikian pula proses kerjanya ditempuh melalui fungsi-fungsi yang sama, yang
diturunkan dari teori administrasi dan manajemen pada umumnya.
B. Manajemen dan Kepemiminan Sekolah
Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan berkembang secara efektif
dan efesien dari dan oleh serta untuk masyarakat, merupakan perangkat yang
berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam mendidik warga
negara. Sekolah dikelola secara formal, hierarkis dan kronologis yang berhaluan pada
falsafah dan tujuan pendidikan nasional.[1]
Sebagaimana disepakati oleh para praktisi pendidikan bahwa pendidikan bisa berjalan
karena dibangun oleh beberapa komponen dasar seperti: guru, siswa, kurikulum,
bangunan, fisik, media pembelajaran dan sebagainya. Namun dari kesemua yang
dianggap mendasar itu, faktor komponen manusia yang terlibat dalam pelaksanaan
pendidikan merupakan faktor yang paling menentukan.[2]
Sebuah lembaga pendidikan yang dijalankan secara profesional tentunya memiliki
sumber daya manusia yang memadai. Sumber daya tersebut berupa kepala sekolah,
guru dan tenaga kependidikan. Dalam menentukan arah serta kebijakan sekolah

tentunya fungsi kepala sekolah menjadi sangat urgen. Berhasil tidaknya sekolah dalam
mencapai tujuannya tergantung visi kepala sekolah, karena kendali pengelolaan sekolah
berada di tangannya. Kepala sekolah adalah the leader di sekolahnya.
Manajemen dan kepemimpinan sebenarnya memiliki kajian yang berbeda. Tetapi
keduanya memiliki hubungan yang dekat. Memimpin terkait dengan menggerakkan dan
mengarahkan kegiatan orang, sedangkan memanage terkait dengan kegiatan
mengatur orang. Mengatur bisa dimaknai secara luas, misalnya menempatkan, memberi
tugas, membagi-bagi, mencarikan jalan keluar, memperlancar dan mengubah-ubah
tugas yang diberikan. Mengelola pendidikan bukanlah hal hal yang mudah untuk
dilakukan karena mengelola pendidikan sangat rumit. Di sekolah, diperlukan adanya
manajemen yang efektif agar pekerjaan dapat berjalan lancar.
Mengingat beratnya proses pengelolaan pendidikan di sekolah, maka kepala
sekolah sebagai pemimpin harus memahami seni memimpin. Dalam kata lain kepala
sekolah harus menjadi manajer-leader di sekolah yang mengerti serta menerapakan
manajemen kepemimpinan.
KH. Toto tasmara dalam buku Spiritual Centered Leadership memberikan
gambaran tentang perbedaan antara manajer dan leader. Manajer bagaikan seorang
yang mengendarai kendaraan. Dia harus terampil dan meyakinkan bahwa kendaraannya
berada dalam kondisi yang baik untuk menempuh perjalanan. Sedangkan
kepemimpinan berhubungan dengan kemampuan menentukan arah dan memastikan
bahwa kendaraan berada dalam jalan yang sesuai dengan peta yang
ditetapkan.Manajer bekerja sesuai dengan sistem, sedangkan kepemimpinan
memperbaiki sistem serta membuat arah, tujuan, dan segala hal yang berkaitan dengan
esensi dan substansi. Manajer berbicara tentang apa yang harus dikerjakan,
kepemimpinan berbicara tentang mengapa dan apa akibatnya bila hal tersebut harus
dikerjakan.[3]
Para peneliti biasanya mendefenisikan kepemimpinan menurut pandangan
pribadi mereka, serta aspek-aspek fenomena dari kepentingan yang paling baik bagi
para pakar yang bersangkutan. Bahkan Stogdil membuat kesimpulan, bahwa: There are
almost as many definitions of leadership as there are persons who have attempted to
define the concept.[4]
Kepemimpinan diterjemahkan ke dalam istilah sifat-sifat, perilaku pribadi, pengaruh
terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan kerja sama antarperan, kedudukan
dari satu jabatan administratif, dan persepsi dari lain-lain tentang legitimasi pengaruh.[5]
Kepemimpinan pendidikan adalah suatu kemampuan dan proses mempengaruhi,
membimbing, mengkoordinir, dan menggerakkan orang lain yang ada hubungannya
dengan pengembangan ilmu pendidikan dan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran,

agar kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat lebih efisien dan efektif di dalam
pencapaian tujuan-tujuan pendidikan dan pengajaran.
Dalam pelaksanaan manajemen diperlukan adanya teknik. Teknik-teknik
manajemen kepemimpinan pendidikan di sekolah, yaitu:
1.
Teknik Manajemen Konvensional
Teknik manajemen konvensional banyak menekankan pada aspek mekanisasi dan dekat
dengan hubungan kemanusiaan.
2.
Management by personality
Teknik ini dilaksanakan dengan diwarnai oleh pengakuan akan kewibawaan seseorang
mengelola organisasi.
3.
Management by reward
Teknik ini memunculkan dorongan kerja dengan motivasi ekstrinsik. Orang dianggap
mau bekerja apabila diberi hadiah-hadiah atau pujian.
4.
Teknik Manajemen Modern
Pada zaman sekarang, falsafah dasar demokrasi sudah berkembang dan kemudian
muncul upaya baru dalam memanajemen proses pendidikan.
5.
Management by delegation
Teknik ini dilaksanakan dengan memberikan kepercayaan dan pengakuan atas prestasi
dan kemampuan anggota.
6.
Management by system
Teknik ini dilaksanakan dengan melihat komponen-komponen yang ada dalam
organisasi pendidikan sebagai kesatuan yang utuh. Misalnya, sekolah.
C.

Manajer Sekolah

Sebagai seorang manajer, kepala sekolah harus mengatur sekolahnya sesuai dengan
prinsip-prinsip umum manajemen. Menurut Henry Fayol, prinsip tersebut terdiri dari:
1.

Pembagian kerja/tugas. Ketika akan melaksanakan pembagian kerja, kepala

sekolah terlebih dahulu harus memetakan tugas dan sumber daya yang akan
melaksanakan tugas tersebut. Pembagian kerja harus disesuaikan dengan kemampuan
dan keahlian sehingga pelaksanaan kerja berjalan efektif. Kepala sekolah harus
mengikuti prinsip the right man in the right place and in the right time. Pembagian kerja
harus rasional/objektif, bukan emosional subjektif yang didasarkan atas dasar like and
dislike. Dengan adanya prinsip the right man in the right place akan memberikan jaminan
terhadap kestabilan, kelancaran dan efesiensi kerja.[6]
2.
Wewenang dan tanggung jawab. Selain melakukan pembagian kerja, sebagai
manajer kepala sekolah harus memberikan wewenang dan tanggung jawab kepada
bawahannya. Wewenang merupakan senjata bagi orang yang diberikan tugas untuk
melaksankan tugasnya dengan semaksimal mungkin sedangkan tanggung jawab adalah
pekerjaan yang harus diselesaikan.
3.
Aturan dan Disiplin. Aturan adalah tata cara bekerja yang disetujui bersama dan
harus dilaksanakan oleh semua komponen yang berada di dalam lingkungan tersebut.
Agar suasana kerja di sekolah tertib dan teratur maka harus disusun peraturan. Disiplin

adalah prilaku yang taat peraturan. Kepala sekolah perlu membudayakan disiplin di
lingkungan sekolah agar seluruh komponen bisa mengikuti. Disiplin merupakan faktor
utama dari keberhasilan sebuah instansi.
4.
Kesatuan perintah dan pengarahan. Pemahan terhadap kesatuan perintah dan
pengarahan sangat penting dimiliki oleh seluruh komponen sekolah. Dalam
melaksanakan tugasnya, bawahan harus memperhatikan kepada siapa dia bertanggung
jawab oleh karenanya dia harus mendengarkan perintah juga arahannya.
5.
Penggajian. Kepala sekolah harus peka terhadap kebutuhan bawahannya. Sistem
penggajian merupakan nyawa bagi sekolah yang kaitannya dengan semangat kerja.
Selain lima hal diatas sebagai manajer kepala sekolah juga harus memahami serta
melaksanakan definisi manajemen, sebagaimana dijelaskan oleh Ricky W. Griffin,
manajemen adalah sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian,
dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan
efesien.[7]
D. Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepala sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat
kompleks karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi
yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang bersifat unik
karena sekolah memiliki karakter tersendiri, dimana terjadi proses belajar mengajar,
tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan manusia. Karena sifatnya yang
kompleks dan unik tersebut, sekolah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi
yang tinggi. Keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah.
Di antara pemimpin pendidikan yang bermacam-macam jenis dan tingkatannya,
kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang sangat penting karena kepala
sekolah berhubungan langsung dengan pelaksanaan program pendidikan di sekolah.
Menurut Pidarta (1990), kepala sekolah merupakan kunci kesuksesan sekolah dalam
mengadakan perubahan. Sehingga kegiatan meningkatkan dan memperbaiki program
dan proses pembelajaran di sekolah sebagian besar terletak pada diri kepala sekolah itu
sendiri. Pidarta (1997) menyatakan bahwa kepala sekolah memiliki peran dan
tanggungjawab sebagai manajer pendidikan, pemimpin pendidikan, supervisor
pendidikan dan administrator pendidikan
1. Manajer Sekolah
Tugas manajer pendidikan adalah merencanakan sesuatu atau mencari strategi yang
terbaik, mengorganisasi dan mengkoordinasi sumber-sumber pendidikan yang masih
berserakan agar menyatu dalam melaksanakan pendidikan, dan mengadakan kontrol
terhadap pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kepala Sekolah memiliki kewenangan
dalam mengambil keputusan, karena atas perannya sebagai manajer di sekolah dituntut

untuk mampu : (1) mengadakan prediksi masa depan sekolah, misalnya tentang kualitas
yang diinginkan masyarakat, (2) melakukan inovasi dengan mengambil inisiatif dan
kegiatan-kegiatan yang kreatif untuk kemajuan sekolah, (3) menciptakan strategi atau
kebijakan untuk mensukseskan pikiran-pikiran yang inovatif tersebut, (4) menyusun
perencanaan, baik perencanaan strategis maupun perencanaan operasional, (5)
menemukan sumber-sumber pendidikan dan menyediakan fasilitas pendidikan, (6)
melakukan pengendalian atau kontrol terhadap pelaksanaan pendidikan dan hasilnya.
2. Pemimpin Sekolah
Menurut Lipoto (1988) peranan kepemimpinan kepala sekolah adalah sebagai: (1)
figurehead (symbol); (2) leader (memimpin; (3) liason (antara); (4) monitor memonitor;
(5) disseminator (menyebarkan) informasi; (6) spokesmen (juru bicara); (7) entrepreneur
( wiraswasta); (8) Disturbance handler ( menangani gangguan); (9) Resource allocator e
(pengumpul dana); (j) negotiator ( perunding).
3.

Administrator Sekolah

Kepala sekolah sebagai administrator dalam lembaga pendidikan mempunyai tugastugas antara lain : melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengkoordinasian, pengawasan terhadap bidang-bidang seperti ; kurikulum, kesiswaan,
kantor, kepegawaian, perlengkapan, keuangan, dan perpustakaan. Jadi kepala sekolah
harus mampu melakukan; (1) pengelolaan pengajaran; (2) pengelolaan kepegawaian;
(3) pengelolaan kesiswaan; (4) pengelolaan sarana dan prasarana; (5) pengelolaan
keuangan dan; (6) pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat.
4.

Supervisor Sekolah

Supervisi merupakan kegiatan membina dan dengan membantu pertumbuhan agar


setiap orang mengalami peningkatan pribadi dan profesinya. Menurut Sahertian (2000),
supervisi adalah usaha memberi layanan kepada guru-guru baik secara individual
maupun secara berkelompok dalam usaha memperbaiki pengajaran dengan tujuan
memberikan layanan dan bantuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang
dilakukan guru di kelas.
Supervisi merupakan pengembangan dan perbaikan situasi belajar mengajar yang pada
akhirnya perkembangan siswa.
1. Beberapa paparan di atas dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah merupakan
penyelenggara pendidikan yang juga, yaitu :
2. menjadi manajer lembaga pendidikan,
3. menjadi pemimpin,
4. sebagai penggerak lembaga pendidikan, (4) sebagai supervisor atau
pengawas,

5.

sebagai pencipta iklim bekerja dan belajar yang kondusif. Sesuai dengan peran
dan tugas-tugas di atas, kepala sekolah sebagai manajer sekolah dituntut untuk
dapat menciptakan manajemen sekolah yang efektif.
Menurut Mantja (2000), keefektifan manajemen pendidikan ditentukan oleh
profesionalisme manajer pendidikan. Adapun sebagai manajer terdepan kepala
sekolah merupakan figur kunci dalam mendorong perkembangan dan kemajuan
sekolah. Kepala sekolah tidak hanya meningkatkan tanggung jawab dan
otoritasnya dalam program-program sekolah, kurikulum dan keputusan personil,
tetapi juga memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan akuntabilitas
keberhasilan siswa dan programnya. Kepala sekolah harus pandai memimpin
kelompok dan mampu melakukan pendelegasian tugas dan wewenang.

E.

Mengkomunikasikan Visi Sekolah


Penerapan konsep manajemen strategis di sekolah menuntut setiap sekolah untuk
dapat menetapkan dan mewujudkan visi yang hendak dicapai dari sekolah tersebut
secara eksplisit. Namun, sayangnya upaya perumusan visi yang terjadi di sekolahsekolah kita saat ini terkesan masih latah (stereotype) dan sekedar pengulangan
dari nilai dan prioritas nasional. Dari beberapa sekolah yang pernah penulis amati,
pada umumnya perumusan visi sekolah cenderung menggunakan rumusan dua
kata yang hampir sama yaitu prestasi dan iman-taqwa, Memang bukahlah hal
yang keliru jika sekolah hendak mengusung visi sekolah dengan merujuk pada
kedua nilai tersebut. Tetapi jika perumusannya menjadi seragam, kurang spesifik
serta kurang inspirasional mungkin masih patut untuk dipertanyakan kembali.
Boleh jadi, hal ini mengindikasikan adanya kesulitan tersendiri dari sekolah
(pemimpin dan warga sekolah sekolah yang bersangkutan) untuk merumuskan visi
yang paling tepat bagi sekolahnya, baik kesulitan yang terkait tentang pengertian
dasar dari visi itu sendiri maupun kesulitan dalam mengidentifikasi dan merefleksi
nilai-nilai utama yang hendak dikembangkan di sekolah.

Dalam perspektif manajemen, visi sekolah memiliki arti penting terutama berkaitan
dengan keberlanjutan (sustainability) organisasi sekolah itu sendiri, Tanpa visi,
organisasi dan orang-orang di dalamnya tidak mempunyai arahan yang jelas, tidak
mempunyai cara yang tepat dalam melangkah ke masa depan dan tidak memiliki
komitmen (Foreman, 1998).
Saat ini tidak sedikit sekolah yang berjalan secara stagnan dan bahkan terpaksa
harus gulung tikar, hal ini sangat mungkin dikarenakan tidak memiliki visi yang jelas alias
asal-asalan atau setidaknya tidak berusaha fokus dan konsisten terhadap visi yang
dicita-citakannya.

Visi bukanlah sekedar slogan berupa kata-kata tanpa makna bahkan bukan
sekedar sebuah gambaran kongkrit yang diberikan oleh pimpinan sekolah, melainkan
sebuah rumusan yang dapat memberikan klarifikasi dan artikulasi seperangkat nilai
(Hopkins, 1996). Menurut Block (1987), visi adalah masa depan yang dipilih, sebuah
keadaan yang diinginkan dan merupakan sebuah ekspresi optimisme dalam organisasi.
Bennis and Nanus (1985) mengartikan visi sebagai pandangan masa depan yang
realistis, kredibel, dan menarik, yang didalamnya tergambarkan cara-cara yang lebih
baik dari cara yang sudah ada sebelumnya.
Memperhatikan pendapat para ahli di atas, tampak bahwa untuk menetapkan visi
sekolah kiranya tidak bisa dilakukan secara sembarangan, tetapi terlebih dahulu
diperlukan pengkajian yang mendalam. Perumusan visi yang tepat harus dapat
memberikan inspirasi dan memotivasi bagi seluruh warga sekolah dan masyarakat untuk
bekerja dengan penuh semangat dan antusias. Menurut Blum dan Butler (1989) visi
sangat identik dengan perbaikan sekolah.
Visi merupakan ciri khas peran kepemimpinan dan upaya untuk pembentukan visi
sekolah sangat bergantung pada pemimpin sekolah yang bersangkutan. Dalam hal ini
pemimpin sekolah dituntut untuk dapat mengidentifikasi, mengklarifikasi dan
mengkomunikasikan nilai-nilai utama yang terkandung dalam visi sekolah kepada
seluruh warga sekolah, agar dapat diyakini bersama dan diwujudkan dalam segala
aktivitas keseharian di sekolah sehingga pada gilirannya dapat membentuk sebuah
budaya sekolah.
Kendati demikian, dalam pembentukan visi sekolah tidak bisa dilakukan secara
top-down yang bersifat memaksa warga sekolah untuk menerima gagasan dari
pemimpinnya (kepala sekolah) yang hanya membuat orang atau anggota membencinya
dan merasa enggan untuk berpartisipasi di dalamnya. Foreman (1998) mengingatkan
bahwa visi tidak bisa dipaksakan dan dimandatkan dari atas. Pembuatan visi adalah
tentang keterlibatan kepentingan dan aspirasi pihak lain.
Untuk lebih jelasnya terkait dengan upaya pembentukan visi ini, Beare et.al. (1993)
menawarkan beberapa pedoman dalam pembentukan visi, yaitu:

Visi seorang pemimpin sekolah mencakup gambaran tentang masa depan

sekolah yang diinginkan.


Visi akan membentuk pandangan pemimpin sekolah tentang apa yang

menyebabkan keutamaan atau keunggulan sekolah.


Visi seorang pemimpin sekolah juga mencakup gambaran masa depan sekolah

yang diinginkan di mata sekolah lain dan masyarakat secara umum.


Visi seorang pemimpin juga mencakup gambaran proses perubahan yang
diinginkan berdasarkan masa depan terbaik yang hendak dicapai.

Masing-masing aspek visi pendidikan dalam sekolah merefleksikan asumsiasumsi, nilai-nilai, dan keyakinan-keyakinan yang berbeda-beda tentang (a) watak dan
sifat manusia; (b) tujuan pendidikan dalam sekolah; (c) peran pemerintah, keluarga,
masyarakat terhadap pendidikan dalam sekolah; (d) pendekatan-pendekatan dalam
pengajaran dan pembelajaran; dan (e) pendekatan-pendekatan terhadap manajemen
perubahan.
Dengan demikian, akan terbentuk visi pendidikan dalam sekolah yang kompetitif dan
merefleksikan banyak hal yang mencakup perbedaan-perbedaan asumsi, nilai dan
keyakinan.
F.

Pemberdayaan dan Memberdayakan Guru


Andi Kirana (1997) mengatakan bahwa kepemimpinan yang memberdayakan
mengimplikasikan suatu keinginan untuk melimpahkan tanggung jawab dan
berusaha membantu dalam menentukan kondisi dimana orang lain dapat
berhasil. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus menjelaskan apa yang
diharapkannya, harus menghargai kontribusi setiap orang, harus membawa lebih
banyak orang keluar kotak organisasi dan harus mendorong setiap orang untuk
berani mengemukakan pendapat.
Sedangkan menurut Mulyadi dan Setiyawan (1999) pemberdayaan staf adalah
pemberian wewenang kepada staf untuk merencanakan dan membuat
keputusan tentang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, tanpa harus
mendapatkan otorisasi secara eksplisit dari atasan. Pemberian wewenang oleh
manajemen kepada staf dilandasi oleh keberdayaan staf. Pemberdayaan bersifat
mendukung budaya dan tidak menyalahkan. Kesalahan dianggap kesempatan
untuk belajar (Mc Kenna & Beech, 2000).

Pemberdayaan menurut Andy Kirana (1997) harus didukung oleh sejumlah etika yang
konsisten, dan orang-orang yang hidup dengan etika tersebut memberikan contoh bagi
yang lain. Etika dari pemimpin yang memberdayakan adalah menghormati orang dan
menghargai kekuatan dan kontribusi mereka yang berbeda-beda, menekankan
pentingnya komunikasi yang terbuka, jujur, bertanggung jawab untuk bekerjasama
dengan yang lain, mengakui nilai pertumbuhan dan perkembangan pribadi,
mementingkan kepuasaan pelanggan, berusaha memenuhi kebutuhan akan adanya
perbaikan sebagai suatu proses yang tetap dimana setiap orang harus ikut ambil bagian
secara aktif. Nilai-nilai etis ini akan membantu organisasi menjadi lebih kuat dan menjadi
tempat yang lebih baik untuk bekerja bagi setiap individu.
Menurut Mulyadi dan Setiyawan (1999), untuk mewujudkan suatu pemberdayaan dalam
organisasi, seorang pemimpin harus memahami tiga keyakinan dasar berikut ini :

1. Subsidiarity. Prinsip ini mengajarkan bahwa badan yang lebih tinggi kedudukannya
tidak boleh mengambil tanggung jawab yang dapat dan harus dilaksanakan oleh
badan yang berkedudukan lebih rendah. Dengan kata lain, mencuri tanggung jawab
orang merupakan suatu kesalahan, karena keadaan ini akhirnya menjadikan orang
tersebut tidak terampil. Kenyataannya, di masa lalu organisasi lebih banyak
dirancang untuk memastikan bahwa kesalahan tidak pernah terjadi. Dalam jargon
lama organisasi, pengambilalihan tanggung jawab bawahan oleh atasan merupakan
hal yang normal terjadi, dan dibenarkan dengan suatu alasan bahwa suatu
organisasi dibentuk untuk menghindari kesalahan.
2. Staf pada dasarnya baik. Inti pemberdayaan staf adalah keyakinan bahwa orang
pada dasarnya baik. Meskipun kadang-kadang orang gagal, dan kadang-kadang
orang melakukan kesalahan, namun tujuan orang adalah menuju kebaikan. Sebagai
manusia yang berakal sehat dan makhluk yang berfikir, orang memiliki
kecenderungan alami untuk berhasil dalam pekerjaannya. Untuk dapat
memberdayakan orang lain, atasan harus secara sederhana yakin bahwa
sepanjang masa, hampir setiap orang , hampir selalu, akan menggunakan
kekuatannya dalam mewujudkan visinya dan dipandu oleh nilai-nilai kebaikan.
Pemberdayaan staf dapat dipandang sebagai pemerdekaan, karena dengan
pemberdayaan, atasan tidak lagi menggunakan pengawasan, pengecekan,
verifikasi, dan mengatur aktivitas orang yang bekerja dalam organisasi. Atasan
melakukan pemberdayaan dengan memberikan pelatihan dan teknologi yang
memadai kepada staf, memberikan arah yang benar, dan membiarkan staf untuk
mengerjakan semua yang dapat dikerjakan oleh mereka.
3. Trust-based relationship
4. Pemberdayaan staf menekankan aspek kepercayaan yang diletakkan oleh
manajemen kepada staf. Dari pemberdayaan staf, hubungan yang tercipta antara
manajemen dengan staf adalah hubungan berbasis kepercayaan (trust-based
relationship) yang diberikan oleh manajemen kepada staf, atau sebaliknya
kepercayaan yang dibangun oleh staf melalui kinerjanya.
Lebih lanjut Stewart (1998) mengatakan ada enam cara yang dapat digunakan
pemimpin dalam mengembangkan pemberdayaan staf/bawahan, yakni: meningkatkan
kemampuan staf/bawahan (enabling), memperlancar (facilitating) tugas-tugas mereka,
konsultasi (consulting), bekerjasama (collaborating), membimbing (mentoring) bawahan,
dan mendukung (supporting). Namun apapun cara yang ditempuh oleh pemimpin dalam
memberdayakan staf/bawahan, menurut Sarah Cook dan Steve Macaulay (1997),
kepemimpinan yang memberdayakan perlu mengacu pada empat dimensi, yaitu visi,
realita, orang (manusia), dan keberanian.

G.

Menyusun Rencana Pengembangan Sekolah (RPS)


Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) merupakan salah satu wujud dari salah
satu fungsi manajemen sekolah yang amat penting, yang harus dimiliki sekolah
untuk dijadikan sebagai panduan dalam menyelenggarakan pendidikan di sekolah,
baik untuk jangka panjang (20 tahun), menengah (5 tahun) maupun pendek (satu
tahun).

Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) memiliki fungsi amat penting guna memberi
arah dan bimbingan bagi para pelaku sekolah dalam rangka pencapaian tujuan sekolah
yang lebih baik (peningkatan, pengembangan) dengan resiko yang kecil dan untuk
mengurangi ketidakpastian masa depan.
Standar Nasional Pendidikan ( standar kelulusan, kurikulum, proses, pendidikan dan
tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, pengelolaan, dan penilaian
pendidikan) merupakan substansi penting dalam sistem pengelolaan sekolah yang harus
direncanakan sebaik-baiknya dan diakomodir dalam penyusunan Rencana
Pengembangan Sekolah.
1. Pentingnya Rencana Pengembangan Sekolah (RPS). RPS penting dimiliki
untuk memberi arah dan bimbingan para pelaku sekolah dalam rangka menuju
perubahan atau tujuan sekolah yang lebih baik (peningkatan, pengembangan)
dengan resiko yang kecil dan untuk mengurangi ketidakpastian masa depan.
2. Arti Perencanaan Sekolah/RPS. Perencanaan sekolah adalah suatu proses
untuk menentukan tindakan masa depan sekolah yang tepat, melalui urutan
pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia. RPS adalah
dokumen tentang gambaran kegiatan sekolah di masa depan dalam rangka
untuk mencapai perubahan/tujuan sekolah yang telah ditetapkan.
3. Tujuan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS). RPS disusun dengan tujuan
untuk: (1) menjamin agar perubahan/tujuan sekolah yang telah ditetapkan dapat
dicapai dengan tingkat kepastian yang tinggi dan resiko yang kecil; (2)
mendukung koordinasi antar pelaku sekolah; (3) menjamin terciptanya integrasi,
sinkronisasi, dan sinergi baik antar pelaku sekolah, antarsekolah dan dinas
pendidikan kabupaten/kota, dan antarwaktu
4. Sistem Perencanaan Sekolah (SPS). Sistem Perencanaan Sekolah adalah satu
kesatuan tata cara perencanaan sekolah untuk meng-hasilkan rencana-rencana
sekolah (RPS) dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang
dilaksanakan oleh unsur penyelenggara sekolah dan masyarakat (diwakili oleh
komite sekolah).
5. Tahap-tahap Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS),
mencakup: (a) Melakukan analisis lingkungan strategis sekolah; (b) Melakukan

analisis situasi untuk mengetahui status situasi pendidikan sekolah saat ini (IPS);
(c) Memformulasikan pendidikan yang diharapkan di masa mendatang; (d)
Mencari kesenjangan antara butir 2 & 3; (e) Menyusun rencana strategis; (f)
Menyusun rencana tahunan; (g) Melaksanakan rencana tahunan; dan (h)
Memonitor dan mengevaluasi

BAB III
PENUTUP
A.

Kesimpulan
Manajemen didefinisikan sebagai kemampuan atau ketrampilan untuk memperoleh

hasil dalam rangka pencapaian tujuan tertentu melalui cara menggerakkan orang lain.
Manajemen merupakan suatu proses dimana sumber-sumber yang semula tidak
berhubungan satu dengan yang lainnya lalu diintegerasikan menjadi suatu sistem
menyeluruh untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.
Manajemen dan kepemimpinan sebenarnya memiliki kajian yang berbeda. Tetapi
keduanya memiliki hubungan yang dekat. Memimpin terkait dengan menggerakkan dan
mengarahkan kegiatan orang, sedangkan memanage terkait dengan kegiatan
mengatur orang. Mengatur bisa dimaknai secara luas, misalnya menempatkan, memberi
tugas, membagi-bagi, mencarikan jalan keluar, memperlancar dan mengubah-ubah
tugas yang diberikan. Mengelola pendidikan bukanlah hal hal yang mudah untuk
dilakukan karena mengelola pendidikan sangat rumit. Di sekolah, diperlukan adanya
manajemen yang efektif agar pekerjaan dapat berjalan lancar.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Munir, Seni Mengelola Lembaga Pendidikan Islam.

Gary A. Yukl, Leadership In Organizations, 1981, Prentice-Hall, Inc., Englewood


Cliffs, N. J. 07632.
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press. 2009.
KH. Toto Tasmara, Spiritual.
Nizar Ali, Ibi Syatibi, Manajemen Pendidikan Islam.
Sudrajat, Akhmad. 2008. Manajemen Sekolah Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala
Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya, (Jakarta: Rajawali Press. 2008.
http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen diakses pada Senin 30 September 2013.
Ikhlasiyah, Ifa. 2012. Hakekat Manajemen -Sekolah.
http://ifaikhlass.blogspot.com/2012/03/hakikat-manajemen-sekolah.html. Diakses pada
tanggal 16 Maret 2013
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/03/konsep-manajemen-sekolah/.
Diakses pada tanggal 16 Maret 2013.

Anda mungkin juga menyukai