Makalah Managemen Pendidikan
Makalah Managemen Pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah.
Manajemen sekolah merupakan faktor yang paling penting dalam menyelenggarakan
pendidikan dan pengajaran di sekolah yang keberhasilannya diukur oleh prestasi yang
didapat, oleh karena itu dalam menjalankan kepemimpinan, harus menggunakan suatu
sistem, artinya dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang di dalamnya
terdapat komponen-komponen terkait seperti guru-guru, staff TU, orang tua siswa,
masyarakat, pemerintah, anak didik, dan lain-lain harus berfungsi optimal yang
dipengaruhi oleh kebijakan dan kinerja pimpinan.
Tantangan lembaga pendidikan adalah mengejar ketertinggalan artinya kompetisi dalam
meraih prestasi terlebih dalam menghadapi persaingan global.
B.
1.
2.
3.
4.
5.
Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manajemen Sekolah.
Menurut Stoner Manajemen secara umum yang dikutip oleh T. Hani Handoko (1995)
manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber dayasumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Sedangkan dalam konteks sekolah yaitu Manajemen sekolah menurut buku manajamen
sekolah sebenarnya merupakan aplikasi ilmu manajemen dalam bidang persekolahan.
Ketika istilah manajemen diterapkan dalam bidang pemerintahan akan menjadi
manajemen pemerintahan, dalam bidang pendidikan menjadi manajemen pendidikan,
begitu seterusnya.
Sedangkan menurut James Jr. manajemen sekolah adalah proses pendayagunaan
sumber-sumber manusiawi bagi penyelenggara sekolah secara efektif. Sedangkan
dalam konteks pendidikan ada juga manajemen pendidikan.
Menurut Ali Imron manajemen pendidikan adalah proses penataan kelembagaan
pendidikan, dengan melibatkan sumber potensial baik yang bersifat manusia maupun
yang bersifat non manusia guna mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Pada hakekatnya istilah manajemen pendidikan dan manajemen sekolah mempunyai
pengertian dan maksud yang sama. Keduanya susah untuk dibedakan karena sering
dipakai secara bergantian dalam pengertian yang sama. Apa yang menjadi bidang
manajemen pendidikan adalah juga merupakan bidang manajemen sekolah. Demikian
pula proses kerjanya ditempuh melalui fungsi-fungsi yang sama, yang diturunkan dari
teori administrasi dan manajemen pada umumnya.
B. Tujuan Manajemen Sekolah.
Tujuan Manajemen Sekolah menurut Sagala (2007) adalah mewujudkan tata kerja yang
lebih baik dalam empat hal.
(1)
(2)
2.
sekolah.
Mengalokasikan baik sumber daya maupun kegiatan mengajar sehingga
3.
4.
5.
Fungsi manajemen sekolah dilihat dari bentuk masalahnya terdiri dari bidang-bidang
substansi dan manajemen sekolah. Masalah-masalah yang merupakan bidang dari
manajemen sekolah terdiri dari:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Fungsi manajemen sekolah dilihat dari akivitas atau kegiatan manajemen, meliputi:
a.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
b.
Pengarahan
Pengkoordinasian
Pengawasan
Penilaian
Pelaporan, dan
Penentuan anggaran
Kegiatan yang bersifat operatif, yakni kegiatan yang dilakukan oleh para pelaksana.
Kegiatan ini berkaitan langsung dengan pencapaian tujuan. Artinya, bagaimanapun
baiknya kegiatan manajerial (seperti perencanaan) tanpa didukung oleh
pelaksanaan pekerjaan yang elah direncanakan tersebut, mustahil tujuan organisasi
dapat dicapai dengan baik. Fungsi operatif ini meliputi pekerjaan-pekerjaan:
1)
Ketatausahaan
2)
Perbekalan
3)
Kepegawaian
4)
Keuangan dan
5)
Humas
f.
Semua bidang manajemen sekolah ini harus dikelola dengan memperhatikan aktivitasaktivitas manajerial dan didukung oleh aktivitas pelaksana. Dengan demikian akan
terjadi sinergi dalam pencapaian tujuan sekolah.
F. Istilah-istilah yang berkaitan dengan manajemen.
Sebagaimana dikemukakan pada sub bab sebelumnya, istilah manajemen disamakan
secara substansial dengan istilah administrasi. Manakala kita membahas administrasi
maka di dalamnya ada aktivitas manajemen, ada aktivitas organisasi, ada aktivitas
kepemimpinan, dan inti dari semuanya adalah pengambilan keputusan dan pengambilan
keputusan tersebut haruslah manusiawi. Artinya, bahwa bahwa pengambilan keputusan
yang dilakukan harus dapat diterima oleh manusia pada umumnya. Yakni, manusia yang
memiliki kekuaan, kelemahan, manusia sebagai makhluk sosial sekaligus yang juga
memiliki kepentingan individu dan seterusnya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN.
Jadi dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen atau pengelolaan
merupakan komponen integral dan tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara
keseluruhan, karena dengan adanya manajemen yang baik maka tujuan pendidikan
dapat diwujudkan secara optimal, efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Latar Belakang
Sistem manajemen pendidikan yang sentralistis tidak membawa kemajuan yang berarti
bagi peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya. Dalam kasus-kasus tertentu,
manajemen sentralistis telah menyebabkan terjadinya pemandulan kreativitas pada
satuan pendidikan dan berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Untuk mengatasi
terjadinya stagnasi dibidang pendidikan ini diperlukan adanya paradigma baru dibidang
pendidikan.
Seiring bergulirnya era otonomi daerah, terbukalah peluang untuk melakukan reorientasi
paradigma pendidikan menuju kearah desentralisasi pengelolaan pendidikan. Peluang
B. Rumusan Masalah
Apa latar belakang manajemen berbasis sekolah?
Bagaimanakah konsep manajemen berbasis sekolah?
Bagaimanakah Karakteristik MBS?
Apa sajakah urusan-urusan yang menjadi kewenangan tanggung jawab sekolah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
C.
KARAKTERISTIK MBS
Apabila manajemen berbasis lokasi lebih difokuskan pada tingkat sekolah, maka
MBS menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap
kebutuhan masyarakat dimana sekolah itu berada. Ciri-ciri (karakteristik) MBS
bisa dilihat dari sudut sejauh mana sekolah tersebut dapat mengoptimalkan
kinerja organisasi sekolah, pengelolaan sumber daya manusia (SDM), proses
belajar-mengajar dan sumber daya sebagaimana digambarkan dalam tabel
berikut:
Organisasi Sekolah
Proses Belajar-
Mengajar
Menediakan
Meningkatkan
Manajemen/organisasi kualitas belajar
kepemimpinan
siswa
transformasional
dalam mencapai
tujuan sekolah
Sumber Daya
Manusia
Memberdayakan
staf dan
menempatkan
personel yang dapat
melayani keperluan
siswa
2.
3.
pengelolaan kurikulum,
4.
pengelolaan ketenagaan,
5.
6.
pengelolaan keuangan,
7.
pelayanan siswa,
8.
9.
b.
c.
Pengelolaan Kurikulum
Saat ini telah terjadi desentralisasi sebagian pengelolaan kurikulum dari
pemerintah pusat ke sekolah melalui Permendiknas 22/2006, 23/2006, dan
24/2006. Pengelolaan kurikulum yang dimaksud dinamakan kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP). Pemerintah Pusat hanya menetapkan standar dan
e.
f.
Pengeloaan Keuanagan
Pengelolaan keuangan, terutama pengalokasian/penggunaan uang sudah
sepantasnya dilakukan oleh sekolah. Hal ini juga didasari oleh kenyataan bahwa
sekolahlah yang paling memahami kebutuhannya, sehingga desentralisasi
pengalokasian/penggunaan uang sudah seharusnya dilimpahkan ke sekolah.
Sekolah juga harus diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang
mendatangkan penghasilan (income generating activities), sehingga sumber
keuangan tidak semata-mata tergantung pada pemerintah.
g.
Pelayanan Siswa
Pelayanan siswa, mulai dari penerimaan siswa baru, pengembangan/
pembinaan/pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan sekolah atau untuk
memasuki dunia kerja, hingga sampai pada pengurusan alumni, sebenarnya dari
dahulu memang sudah didesentralisasikan. Karena itu, yang diperlukan adalah
peningkatan intensitas dan ekstensitasnya.
h.
Hubungan Sekolah-Masyarakat
Esensi hubungan sekolah-masyarakat adalah untuk meningkatkan keterlibatan,
kepedulian, kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat terutama dukungan
moral dan finansial. Dalam arti yang sebenarnya, hubungan sekolah-masyarakat
dari dahulu sudah didesentralisasikan. Oleh karena itu, sekali lagi, yang
dibutuhkan adalah peningkatan intensitas dan ekstensitas hubungan sekolahmasyarakat.
i.
A.
KESIMPULAN
3. Penerapan MBS yang efektif seyogianya dapat mendorong kinerja kepala sekolah
dan guru yang pada gilirannya akan meningkatkan prestasi murid. Oleh sebab itu,
harus ada keyakinan bahwa MBS memang benar-benar akan berkontribusi bagi
peningkatan prestasi murid. Ukuran prestasi harus ditetapkan multidimensional,
jadi bukan hanya pada dimensi prestasi akademik. Dengan taruhan seperti itu,
daerah-daerah yang hanya menerapkan MBS sebagai mode akan memiliki
peluang yang kecil untuk berhasil
DAFTAR PUSTAKA
A. Malik Fadjar, Kata Pengantar dalam dalam Ibtisam Abu Duhou, School-Base
Management, Penerjemah Noryamin Aini, dkk, h. xvii
Amiruddin Siahaan dkk, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, (Jakarta: Quantum
Teaching, 2006), h. 5.
Candoli, Site-Based Management in Education: How to Make It Work in Your School,
(Lancaster: Technomic Publishing Co, 1995), xi
Fasli Jalal dan Dedi Supriadi (ed) Reformasi Pendidikan Dalam Otonomi Daerah,
(Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2001), h. 122
http://edukasi.kompasiana.com/2012/03/12/latar-belakang-munculnya-mbs/ diakses
pada tanggal 15 Oktober 2012
Ibtisam Abu Duhou, School-Based Management, Penerjemah Noryamin Aini, dkk,
(Jakarta: Logos, 2002), h.. 16
Ibtisam Abu Duhou, School-Based Management, Penerjemah Noryamin Aini, dkk, h.. 25
sikap dan keterampilan sebagai tenaga professional tingkat menengah hal ini sesuai
dengan tuntunan Kurikulum SMK 2004.
Tantangan ini akan dapat teratasi bila pengaruh kepemimpinen sekolah terkonsentrasi
pada pencapaian sasaran dimaksud. Pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah
disamping mengejar ketinggalan untuk mengatasi tantangan tersebut di atas, hal-hal lain
perlu diperhatikan: Ciptakan keterbukaan dalam proses penyelenggaraan pendidikan
dan pengajaran. Ciptakan iklim kerja yang menyenangkan Berikan pengakuan dan
penghargaan bagi personil yang berprestasi Tunjukan keteladanan Terapkan fungsifungsi manajemen dalam proses penyelenggaraan pendidikan, seperti:
PerencanaanPengorganisasian Penentuan staff atas dasar kemampuan, kesanggupan
dan kemauan Berikan bimbingan dan pembinaan kearah yang menuju kepada
pencapaian tujuan Adalah kontrol terhadap semua kegiatan penyimpangan sekecil
apapun dapat ditemukan sehingga cepat teratasi Adakan penilaian terhadap semua
program untuk mengukurkeberhasilan serta menemukan cara untuk mengatasi
kegagalan.
B. MASALAH
Bagai manakah manajemen pendidikan sekolah ?
Apa makna dari manajemen pendidikan sekolah. ?
Apa sajakah ruang limgkup manajemen sekolah ?
C. TUJUAN
Tujuan pembahasan makalah ini untuk mengetahui apasaja ruang lingkup dari
manajemen pendidikan sekolah
D. BATASAN MASALAH
Berdasarkan platabelakang masalah maka makalah ini hanya membahas tentang
manajemen pendidikan sekolah
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Manajemen Sekolah
Dalam konteks pendidikan, memang masih ditemukan kontroversi dan inkonsistensi
dalam penggunaan istilah manajemen. Di satu pihak ada yang tetap cenderung
menggunakan istilah manajemen, sehingga dikenal dengan istilah manajemen
pendidikan. Di lain pihak, tidak sedikit pula yang menggunakan istilah administrasi
sehingga dikenal istilah adminitrasi pendidikan. Dalam studi ini, penulis cenderung untuk
mengidentikkan keduanya, sehingga kedua istilah ini dapat digunakan dengan makna
yang sama.
Selanjutnya, di bawah ini akan disampaikan beberapa pengertian umum tentang
manajemen yang disampaikan oleh beberapa ahli. Dari Kathryn . M. Bartol dan David C.
Martin yang dikutip oleh A.M. Kadarman SJ dan Jusuf Udaya (1995) memberikan
rumusan bahwa :
Manajemen adalah proses untuk mencapai tujuan tujuan organisasi dengan
melakukan kegiatan dari empat fungsi utama yaitu merencanakan (planning),
mengorganisasi (organizing), memimpin (leading), dan mengendalikan (controlling).
Dengan demikian, manajemen adalah sebuah kegiatan yang berkesinambungan.
Sedangkan dari Stoner sebagaimana dikutip oleh T. Hani Handoko (1995)
mengemukakan bahwa:
Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber dayasumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Secara khusus dalam konteks pendidikan, Djaman Satori (1980) memberikan
pengertian manajemen pendidikan dengan menggunakan istilah administrasi pendidikan
yang diartikan sebagai keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua
sumber personil dan materil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Sementara itu, Hadari Nawawi (1992)
mengemukakan bahwa administrasi pendidikan sebagai rangkaian kegiatan atau
keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai
tujuan pendidikan secara sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu
terutama berupa lembaga pendidikan formal.
Meski ditemukan pengertian manajemen atau administrasi yang beragam, baik yang
bersifat umum maupun khusus tentang kependidikan, namun secara esensial dapat
ditarik benang merah tentang pengertian manajemen pendidikan, bahwa : (1)
manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan; (2) manajemen pendidikan
memanfaatkan berbagai sumber daya; dan (3) manajemen pendidikan berupaya untuk
mencapai tujuan tertentu.
B. Fungsi Manajemen
Dikemukakan di atas bahwa manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan.
Kegiatan dimaksud tak lain adalah tindakan-tindakan yang mengacu kepada fungsifungsi manajamen. Berkenaan dengan fungsi-fungsi manajemen ini, H. Siagian (1977)
mengungkapkan pandangan dari beberapa ahli, sebagai berikut:
Menurut G.R. Terry terdapat empat fungsi manajemen, yaitu :
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) actuating (pelaksanaan); dan
(4) controlling (pengawasan).
Sedangkan menurut Henry Fayol terdapat lima fungsi manajemen, meliputi :
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (pengorganisasian);
(3) commanding (pengaturan);
(4) coordinating (pengkoordinasian); dan
(5) controlling (pengawasan).
Sementara itu, Harold Koontz dan Cyril O Donnel mengemukakan lima fungsi
manajemen, mencakup :
(1) planning (perencanaan);
(2) organizing (penagorganisasian);
(3) staffing (penentuan staf);
(4) directing (pengarahan); dan
(5) controlling (pengawasan).
Selanjutnya, L. Gullick mengemukakan tujuh fungsi manajemen, yaitu :
(1) planning (perencanaan)a;
tujuan dan strategi sekarang, serta memerinci kuantitas dan kualitas sumber daya
-sumber daya perusahaan yang tersedia. Profil perusahaan menunjukkan kesuksesan
perusahaan di masa lalu dan kemampuannya untuk mendukung pelaksanaan kegiatan
sebagai implementasi strategi dalam pencapaian tujuan di masa yang akan datang.
3. Analisa lingkungan eksternal, dengan maksud untuk mengidentifikasi cara-cara dan
dalam apa perubahan-perubahan lingkungan dapat mempengaruhi organisasi.
Disamping itu, perusahaan perlu mengidentifikasi lingkungan lebih khusus, seperti para
penyedia, pasar organisasi, para pesaing, pasar tenaga kerja dan lembaga-lembaga
keuangan, di mana kekuatan-kekuatan ini akan mempengaruhi secara langsung operasi
perusahaan.
Meski pendapat di atas lebih menggambarkan perencanaan strategik dalam konteks
bisnis, namun secara esensial konsep perencanaan strategik ini dapat diterapkan pula
dalam konteks pendidikan, khususnya pada tingkat persekolahan, karena memang
pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang menghadapi berbagai tantangan internal
maupun eksternal, sehingga membutuhkan perencanaan yang benar-benar dapat
menjamin sustanabilitas pendidikan itu sendiri.
2. Pengorganisasian (organizing)
Fungsi manajemen berikutnya adalah pengorganisasian (organizing). George R. Terry
(1986) mengemukakan bahwa : Pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan
hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka dapat
bekerja sama secara efisien, dan memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan
tugas-tugas tertentu, dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau
sasaran tertentu.
Lousie E. Boone dan David L. Kurtz (1984) mengartikan pengorganisasian : as the
act of planning and implementing organization structure. It is the process of arranging
people and physical resources to carry out plans and acommplishment organizational
obtective.
Dari kedua pendapat di atas, dapat dipahami bahwa pengorganisasian pada dasarnya
merupakan upaya untuk melengkapi rencana-rencana yang telah dibuat dengan
susunan organisasi pelaksananya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam
pengorganisasian adalah bahwa setiap kegiatan harus jelas siapa yang mengerjakan,
kapan dikerjakan, dan apa targetnya.
Berkenaan dengan pengorganisasian ini, Hadari Nawawi (1992) mengemukakan
beberapa asas dalam organisasi, diantaranya adalah : (a) organisasi harus profesional,
yaitu dengan pembagian satuan kerja yang sesuai dengan kebutuhan; (b)
pengelompokan satuan kerja harus menggambarkan pembagian kerja; (c) organisasi
harus mengatur pelimpahan wewenang dan tanggung jawab; (d) organisasi harus
Berbicara tentang kegiatan pendidikan, di bawah ini beberapa pandangan dari para ahli
tentang bidang-bidang kegiatan yang menjadi wilayah garapan manajemen pendidikan.
Ngalim Purwanto (1986) mengelompokkannya ke dalam tiga bidang garapan yaitu :
1. Administrasi material, yaitu kegiatan yang menyangkut bidang-bidang materi/ bendabenda, seperti ketatausahaan sekolah, administrasi keuangan, gedung dan alat-alat
perlengkapan sekolah dan lain-lain.
2. Administrasi personal, mencakup di dalamnya administrasi personal guru dan
pegawai sekolah, juga administrasi murid. Dalam hal ini masalah kepemimpinan dan
supervisi atau kepengawasan memegang peranan yang sangat penting.
3. Administrasi kurikulum, seperti tugas mengajar guru-guru, penyusunan sylabus atau
rencana pengajaran tahunan, persiapan harian dan mingguan dan sebagainya.
Hal serupa dikemukakan pula oleh M. Rifai (1980) bahwa bidang-bidang administrasi
pendidikan terdiri dari :
1. Bidang kependidikan atau bidang edukatif, yang menyangkut kurikulum, metode dan
cara mengajar, evaluasi dan sebagainya.
2. Bidang personil, yang mencakup unsur-unsur manusia yang belajar, yang mengajar,
dan personil lain yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar.
3. Bidang alat dan keuangan, sebagai alat-alat pembantu untuk melancarkan siatuasi
belajar mengajar dan untuk mencapai tujuan pendidikan sebaik-baiknya.
Sementara itu, Thomas J. Sergiovani sebagimana dikutip oleh Uhar Suharsaputra
(2002) mengemukakan delapan bidang administrasi pendidikan, mencakup : (1)
instruction and curriculum development; (2) pupil personnel; (3) community school
leadership; (4) staff personnel; (5) school plant; (6) school trasportation; (7) organization
and structure dan (8) School finance and business management.
Di lain pihak, Direktorat Pendidikan Menengah Umum Depdiknas (1999) telah
menerbitkan buku Panduan Manajemen Sekolah, yang didalamnya mengetengahkan
bidang-bidang kegiatan manajemen pendidikan, meliputi: (1) manajemen kurikulum; (2)
manajemen personalia; (3) manajemen kesiswaan; (4) manajemen keuangan; (5)
manajemen perawatan preventif sarana dan prasarana sekolah.
Dari beberapa pendapat di atas, agaknya yang perlu digarisbawahi yaitu mengenai
bidang administrasi pendidikan yang dikemukakan oleh Thomas J. Sergiovani. Dalam
konteks pendidikan di Indonesia saat ini, pandangan Thomas J. Sergiovani kiranya
belum sepenuhnya dapat dilaksanakan, terutama dalam bidang school transportation
dan business management. Dengan alasan tertentu, kebijakan umum pendidikan
nasional belum dapat menjangkau ke arah sana. Kendati demikian, dalam kerangka
peningkatkan mutu pendidikan, ke depannya pemikiran ini sangat menarik untuk
diterapkan menjadi kebijakan pendidikan di Indonesia.
BAB III
PANALISA
MANAJEMEN PENDIDIKAN SEKOLAH
Merujuk kepada kebijakan Direktorat Pendidikan Menengah Umum Depdiknas dalam
buku Panduan Manajemen Sekolah, berikut ini akan diuraikan secara ringkas tentang
bidang-bidang kegiatan pendidikan di sekolah, yang mencakup :
A. Manajemen kurikulum
Manajemen kurikulum merupakan subtansi manajemen yang utama di sekolah. Prinsip
dasar manajemen kurikulum ini adalah berusaha agar proses pembelajaran dapat
berjalan dengan baik, dengan tolok ukur pencapaian tujuan oleh siswa dan mendorong
guru untuk menyusun dan terus menerus menyempurnakan strategi pembelajarannya.
Tahapan manajemen kurikulum di sekolah dilakukan melalui empat tahap :
Perencanaan;
Pengorganisasian dan koordinasi;
Pelaksanaan; dan
Pengendalian.
Dalam konteks Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Tita Lestari (2006)
mengemukakan tentang siklus manajemen kurikulum yang terdiri dari empat tahap :
1. Tahap perencanaan; meliputi langkah-langkah sebagai : (1) analisis kebutuhan; (2)
merumuskan dan menjawab pertanyaan filosofis; (3) menentukan disain kurikulum; dan
(4) membuat rencana induk (master plan): pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian.
2. Tahap pengembangan; meliputi langkah-langkah : (1) perumusan rasional atau dasar
pemikiran; (2) perumusan visi, misi, dan tujuan; (3) penentuan struktur dan isi program;
(4) pemilihan dan pengorganisasian materi; (5) pengorganisasian kegiatan
pembelajaran; (6) pemilihan sumber, alat, dan sarana belajar; dan (7) penentuan cara
mengukur hasil belajar.
3. Tahap implementasi atau pelaksanaan; meliputi langkah-langkah: (1) penyusunan
rencana dan program pembelajaran (Silabus, RPP: Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran); (2) penjabaran materi (kedalaman dan keluasan); (3) penentuan strategi
dan metode pembelajaran; (4) penyediaan sumber, alat, dan sarana pembelajaran; (5)
penentuan cara dan alat penilaian proses dan hasil belajar; dan (6) setting lingkungan
pembelajaran
4. Tahap penilaian; terutama dilakukan untuk melihat sejauhmana kekuatan dan
kelemahan dari kurikulum yang dikembangkan, baik bentuk penilaian formatif maupun
sumatif. Penilailain kurikulum dapat mencakup Konteks, input, proses, produk (CIPP) :
Penilaian konteks: memfokuskan pada pendekatan sistem dan tujuan, kondisi aktual,
pemahaman tentang :
Fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para guru.
1. Seberapa besar kontribusi pekerjaan guru bagi pencapaian tujuan pendidikan di
sekolah.melakukan pekerjaan dengan baik
2. Bagaimana guru dan kepala sekolah bekerja sama untuk mempertahankan,
memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja guru yang sudah ada sekarang.
3. Bagaimana prestasi kerja akan diukur.
4. Mengenali berbagai hambatan kinerja dan berupaya menyingkirkannya.
Selanjutnya, Robert Bacal mengemukakan pula bahwa dalam manajemen kinerja
diantaranya meliputi perencanaan kinerja, komunikasi kinerja yang berkesinambungan
dan evaluasi kinerja.
Perencanaan kinerja merupakan suatu proses di mana guru dan kepala sekolah bekerja
sama merencanakan apa yang harus dikerjakan guru pada tahun mendatang,
menentukan bagaimana kinerja harus diukur, mengenali dan merencanakan cara
mengatasi kendala, serta mencapai pemahaman bersama tentang pekerjaan itu.
Komunikasi yang berkesinambungan merupakan proses di mana kepala sekolah dan
guru bekerja sama untuk saling berbagi informasi mengenai perkembangan kerja,
hambatan dan permasalahan yang mungkin timbul, solusi yang dapat digunakan untuk
mengatasi berbagai masalah, dan bagaimana kepala sekolah dapat membantu guru. Arti
pentingnya terletak pada kemampuannya mengidentifikasi dan menanggulangi kesulitan
atau persoalan sebelum itu menjadi besar.
Evaluasi kinerja adalah salah satu bagian dari manajemen kinerja, yang merupakan
proses di mana kinerja perseorangan dinilai dan dievaluasi. Ini dipakai untuk menjawab
pertanyaan, Seberapa baikkah kinerja seorang guru pada suatu periode tertentu ?.
Metode apapun yang dipergunakan untuk menilai kinerja, penting sekali bagi kita untuk
menghindari dua perangkap. Pertama, tidak mengasumsikan masalah kinerja terjadi
secara terpisah satu sama lain, atau selalu salahnya guru. Kedua, tiada satu pun
taksiran yang dapat memberikan gambaran keseluruhan tentang apa yang terjadi dan
mengapa. Penilaian kinerja hanyalah sebuah titik awal bagi diskusi serta diagnosis lebih
lanjut.
Sementara itu, Karen Seeker dan Joe B. Wilson (2000) memberikan gambaran tentang
proses manajemen kinerja dengan apa yang disebut dengan siklus manajemen kinerja,
yang terdiri dari tiga fase yakni perencanaan, pembinaan, dan evaluasi.
Perencanaan merupakan fase pendefinisian dan pembahasan peran, tanggung jawab,
dan ekpektasi yang terukur. Perencanaan tadi membawa pada fase pembinaan, di
mana guru dibimbing dan dikembangkan mendorong atau mengarahkan upaya
mereka melalui dukungan, umpan balik, dan penghargaan. Kemudian dalam fase
evaluasi, kinerja guru dikaji dan dibandingkan dengan ekspektasi yang telah ditetapkan
dalam rencana kinerja. Rencana terus dikembangkan, siklus terus berulang, dan guru,
kepala sekolah, dan staf administrasi , serta organisasi terus belajar dan tumbuh.
Setiap fase didasarkan pada masukan dari fase sebelumnya dan menghasilkan
keluaran, yang pada gilirannya, menjadi masukan fase berikutnya lagi. Semua dari
ketiga fase Siklus Manajemen Kinerja sama pentingnya bagi mutu proses dan ketiganya
harus diperlakukan secara berurut. Perencanaan harus dilakukan pertama kali,
kemudian diikuti Pembinaan, dan akhirnya Evaluasi.
Dengan tidak bermaksud mengesampingkan arti penting perencanaan kinerja dan
pembinaan atau komunikasi kinerja. Di bawah ini akan dipaparkan tentang evaluasi
kinerja guru. Bahwa agar kinerja guru dapat ditingkatkan dan memberikan sumbangan
yang siginifikan terhadap kinerja sekolah secara keseluruhan maka perlu dilakukan
evaluasi terhadap kinerja guru. Dalam hal ini, Ronald T.C. Boyd (2002) mengemukakan
bahwa evaluasi kinerja guru didesain untuk melayani dua tujuan, yaitu :
1. Untuk mengukur kompetensi guru dan
2. Mendukung pengembangan profesional.
Sistem evaluasi kinerja guru hendaknya memberikan manfaat sebagai umpan balik
untuk memenuhi berbagai kebutuhan di kelas (classroom needs), dan dapat
memberikan peluang bagi pengembangan teknik-teknik baru dalam pengajaran, serta
mendapatkan konseling dari kepala sekolah, pengawas pendidkan atau guru lainnya
untuk membuat berbagai perubahan di dalam kelas.
Untuk mencapai tujuan tersebut, seorang evaluator (baca: kepala sekolah atau
pengawas sekolah) terlebih dahulu harus menyusun prosedur spesifik dan menetapkan
standar evaluasi. Penetapan standar hendaknya dikaitkan dengan :
1. Keterampilan-keterampilan dalam mengajar;
2. Bersifat seobyektif mungkin;
3. Komunikasi secara jelas dengan guru sebelum penilaian dilaksanakan dan ditinjau
ulang setelah selesai dievaluasi, dan
4. Dikaitkan dengan pengembangan profesional guru .
Para evaluator hendaknya mempertimbangkan aspek keragaman keterampilan
pengajaran yang dimiliki guru. dan menggunakan berbagai sumber informasi tentang
kinerja guru, sehingga dapat memberikan penilaian secara lebih akurat. Beberapa
prosedur evaluasi kinerja guru yang dapat digunakan oleh evaluator, diantaranya :
1. Mengobservasi kegiatan kelas (observe classroom activities). Ini merupakan bentuk
umum untuk mengumpulkan data dalam menilai kinerja guru. Tujuan observasi kelas
adalah untuk memperoleh gambaran secara representatif tentang kinerja guru di dalam
kelas. Kendati demikian, untuk memperoleh tujuan ini, evaluator dalam menentukan
hasil evaluasi tidak cukup dengan waktu yang relatif sedikit atau hanya satu kelas. Oleh
karena itu observasi dapat dilaksanakan secara formal dan direncanakan atau secara
informal dan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu sehingga dapat diperoleh informasi
yang bernilai (valuable)
2. Meninjau kembali rencana pengajaran dan catatan catatan dalam kelas. Rencana
pengajaran dapat merefleksikan sejauh mana guru dapat memahami tujuan-tujuan
pengajaran. Peninjauan catatan-cataan dalam kelas, seperti hasil test dan tugas-tugas
merupakan indikator sejauhmana guru dapat mengkaitkan antara perencanaan
pengajaran , proses pengajaran dan testing (evaluasi).
3. Memperluas jumlah orang-orang yang terlibat dalam evaluasi. Jika tujuan evaluasi
untuk meningkatkan pertumbuhan kinerja guru maka kegiatan evaluasi sebaiknya dapat
melibatkan berbagai pihak sebagai evaluator, seperti : siswa, rekan sejawat, dan tenaga
administrasi. Bahkan self evaluation akan memberikan perspektif tentang kinerjanya.
Namun jika untuk kepentingan pengujian kompetensi, pada umumnya yang bertindak
sebagai evaluator adalah kepala sekolah dan pengawas.
Setiap hasil evaluasi seyogyanya dilaporkan. Konferensi pasca-observasi dapat
memberikan umpan balik kepada guru tentang kekuatan dan kelemahannya.
Dalam hal ini, beberapa hal yang harus diperhatikan oleh evaluator :
Penyampaian umpan balik dilakukan secara positif dan bijak;
Penyampaian gagasan dan mendorong untuk terjadinya perubahan pada guru;
menjaga derajat formalitas sesuai dengan keperluan untuk mencapai tujuan-tujuan
evaluasi;
Menjaga keseimbangan antara pujian dan kritik;
Memberikan umpan balik yang bermanfaat secara secukupnya dan tidak berlebihan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan makalah diatas dapt disimpulkan beberapa kesimpulan:
a. Perekat organisasi pendidikan adalah kepercayaan pimpinan kepada bawahan,
keakraban/kebersamaan, dan kejujuran dan tanggung jawab.
b. Kepemimpinan sangat berpengaruh dalam proses penyelenggaraan pendidikan di
sekolah, agar pengaruh yang timbul dapat meningkatkan kinerja personil secara optimal.
Maka pemimpin harus memiliki wawasan dan kemampuan dalam melaksanakan gaya
kepemimpinan
c. Kemampuan pemimpin dalam memerankan gaya kepemimpinan yang bertumpu
kepada partisipasi aktif semua personil sekolah akan memunculkan keberhasilan
seorang pemimpin
d. Bahwa tujuannya antara lain adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat
menerapkan, mengembangkan, memperkya khanazah ilmu pengetahuan, teknologi,
kesenian, serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan
masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
e. Budaya organisasi di lembaga pendidikan adalah pemaknaan bersama seluruh
anggota organisasi di suatu lembaga pendidikan yang berkaitan dengan nilai, keyakinan,
tradisi dan cara berpikir unik yang dianutnya dan tampak dalam perilaku mereka,
sehingga membedakan antara lembaga pendidikan dengan lembaga pendidikan lainnya.
f. Pemimpin harus memiliki pemahaman tentang konsep sistem (berpikir secara
sistematik) dalam memahami suatu sekolah sebagai suatu kesatuan yang utuh.
g. Pemimpin harus memahami wawasan jauh kedepan agar tantangan masadepan telah
menjadi program dalam penyelenggaraan pendidikan.
h. Konsentrasi pemimpin terhadap kinerja personil pada akhirnya sasaran yang hendak
dicapai adalah peningkatan prestasi sekolah pada umumnya dapat tercapai adalah
peningkatan prestasi sekolah pada umumnya dapat tercapai dan pada khususnya
menghasilkan tamatan yang berkualitas.
B. Saran-Saran
Seorang kepala sekolah, di samping harus mampu melaksanakan proses manajemen
yang merujuk pada fungsi-fungsi manajemen, juga dituntut untuk memahami sekaligus
menerapkan seluruh substansi kegiatan pendidikan.
a.
b.
c.
d.
MANAJEMEN PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kondisi apapun komitmen pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan
hendaknya tidak berubah. Pemerintah tetap konsisten untuk meningkatkan kuantitas,
maupun kualitas pendidikan. Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan salah satu
upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan
ilmu dan teknologi. Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan landassan dalam
pengembangan pendidikan di indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara
makro, meso maupun mikro. Kerangka makro erat kaitannya dengan upaya polotik yang
saat ini sedang ramai dibicarakan yaitu desentralisasi kewenangan dari pemerintah
pusat ke daerah, aspekk mesonya berkaitan dengan kebijakan daerah tingkat provinsi
sampai tingkat kabupaten, sedangkan aspek mikro melibatkan seluruh sektor dan
lembaga pendidkan yang paling bawah, tetapi terdepan dalam pelaksanaannya, yaitu
sekolah.
Pemberian otonomi pendidikan yang luas pada sekolah merupakan kepedulian
pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat serta upaya peningkatan
mutu pendidkan secaraa umum. Pemberian otonomi ini menurut pendekatan
manajemen yang lebih kondusif di sekolah agar dapat mengakomodasi seluruh
keinginan sekaligus memberdayakan berbagai komponen masyarakat secara efektif,
guna mendukung kemajuan dan sistem yang ada di sekolah. Dalam kerangka inilah,
MBS tampil sebagai alternatif paradigma baru manajemen pendidikan yang ditawarkan.
MBS merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk
menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efesiensi adn
pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat
serta menjalin kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
C.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Manajemen Pendidikan
1. Definisi Manajemen
Manajemen dalam bahasa Inggris artinya to manage, yaitu mengatur atau mengelola.
Dalam rti khusus bermakna memimpin dan kepemimpinan, yaitu kegiatan yang
dilakukan untuk mengeloa lembaga atau organisasi, yaitu memimpin dan menjalankan
kepemimpinan dalam organisasi. Orang yang memimpin organisasi disebut manajer.
Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia
secara efektif, yang didukung oleh sumber-sumber lainnyadalam suatu organisasi untuk
mencapai tujuan tertentu.
Banyak ahli memberikan pengertian tentang manajemen sebagai mana dikemukakan
oleh beberapa penulis manajemen diantaranya Malayu S.P.Hasibun ia mengatakan
bahwa manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan tenaga dan
profesionalitas orang lain. Sedangkan menurut Mary Parker manajemen dalah suatu
seni karena untuk melakukan suatu pekerjaan melalui orang lain dibutuhkan
keterampilan khusus, terutama keterampilan mengarahkan, mempengaruhi dan
membina para pekerja agar melaksanakan keinginan pemimpin demi tercapainya tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya.
Menurut Horold Koontz dan Cyril ODonel manajemen adalah usaha untuk mencapai
tujuan tertentu melalui kegiatan oranglain. G.R Terry mengatakan manajemen
merupakan satu proses khas yang terdiri atas tindakan-tindakan perencanaan,
pengorganisaian, penggerakan, dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan
serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya
manusia dan sumber daya lainnya.
Dengan demikian menejemen merupakan kemampuan dan keterampilan khusus yang
dimiliki seseorang untuk melakukan suatu kegiatan baik secara perorangan ataupun
bersama orang lain atau melalui orang lain dalam upaya mencapai tujuan secara
produktif, efektif dan efesian.
a.
2.
Definisi pendidikan
Banyak definisi pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli yaitu sebagai berikut:
Pendidikan dari segi bahasa berasal dari kata didik dan diberi awalan men- menjadi
mendidik, yaitu kata kerja yang artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran).
Pendidikan sebagai kata benda berarti proses prubahan sikap dan tingkah laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan. Pendidikan, yaitu pendewasaan diri melalui pengajaran dan
latihan.
b.
c.
sekolah.
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 dinyatakan
bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menciptakan suasana
belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, sikap sosial,
dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dengan demikian pendidikan merupakan satu sistem terencana untuk menciptakan
manusia seutuhnya.
3. Hakekat Manajemen Pendidikan
Hakikat manajemen pendidikan terletak pada pengelolaan kependidikan, yaitu
pengelolaan lembaga pendidikan yang merupakan sistem. Oleh karena itu, secara
keseluruhan yang harus dikelola adalah:
a. Kinerja para pegawai lembaga pendidikan
b. Pengadministrasian kegiatan pendidikan
c. Aktivitas para pendidik, merupakan tugas dan kewajibannya
d. Kurikulum sebagai konsep dan tujuan pendidikan
e. Sistem pembelajaran dan metode belajar mengajar
f. Penawasan dan supervaisi pendidikan
g. Evaluasi pendidikan dan
h. Pembiyayaan pendidikan dari segi fasilitas, alat-alat, sarana dan prasarana.
Manajemen pendidikan artinya pengelolaan terhadap semua kebutuhan
institusional dalam pendidikan dengan cara yang efektif dan efesien. Manajemen
pendidikan sebagai salah satu komponen dari sistem yang semua subsistemnya saling
berkaitan satu dengan yang lainnya. Manajemen pendidikan adalah aktivitas-aktifitas
untukl mencapai suatu tujuan, atau proses penyelenggraan kerja untuk mencapai suatu
tujuan yang telah ditetapkan dalam pendidikan.
Manajemen pendidikan adalah keseluruhan proses penyelenggaraan dalam
usaha kerjasama dua orang atau lebih dan atau usaha bersama untuk mendayagunakan
semua sumber secara efektif, efesien dan rasional untuk menunjang tercapainya tujan
pendidikan.
Manajemen pendidikan pada hakikatnya adalah usaha-usaha yang berhubungan
aktifitas pendidikan yang terjadi proses mempengaruhi, memotivasi kreativitas anak didik
dengan menggunakan alat-alat pendidikan, metode, media, sarana dan prasarana yang
diungerlukan dalam melaksanakan pendidikan.
4.
Dilakukan manajemen agar pelaksanaan suatu usaha terencana secara sistematis dan
dapat dievaluasi secara benar, akurat dan lengkap sehingga mencapai tujuan secara
produktif, berkualitas, efektif dan efesien.
a. Produktifitas
Produktifitas adalah perbandingan terbaik antara hasil yang diperoleh (output) dengan
jumlah sumber yang dipergunakan (input) produktifitas dapat dinyatakan secara
kuantitas maupun kualitas. Kuantitas output berupa jumlah tamatan dan kuantitas input
berupa jumlah tenaga kerja dan sumber datya selebihnya (uang, peralatan,
perlengkapan, bahan dsb). Produktifitas dalam ukuran kualitas tidak dapat diukur
dengan uang, produktivitas ini digambarkan dari ketetapan menggunakan metode atau
cara kerja dan alat yang tersedia sehingga volume dan beban kerja dapat diselesaikan
sesuai dengan waktu yang tersedia dan mendapat respon positif dan bahkan pujian dari
orang lain atas hasil kerjanya. Kajian terhadap produktifitas secara lebih komprehensif
adalah keluaran yang banyak dan bermutu dari tiap-tiap fungsi atau peranan
penyelenggaraan pendidikan.
b. Kualitas
Menunjukan pada suatu ukuran penilaian atau penghargaan yang diberikan atau
dikenakan pada barang atau jasa tertentu berdasarkan pertimbangan objektif atas bobot
dan kinerjanya. Dengan demikian mutu adalah jasa atau produk yang menyamai bahkan
melebihi harapan pelanggan sehingga pelanggan mendapat kepuasan.
c. Efektifitas
Ukuran keberhasilan tujuan organisasi. Efektifitas institusi pendidikan terdiri dari dimensi
manajemen dan kepemimpinan sekolah, guru, tenaga kependidikan, siswa, kurikulum,
sarana prasarana, pengelolaan kelas, hubungan sekolah dengan masyarakatnya.
Efektifitas dapat juga ditelaah dari: (1) masukan yang merata, (2) keluaran yang banyak
dan bermutu tinggi (3) ilmu dan keluaran yang relevan dengan kebutuhan masyarakat
yang sedang membangun (4) pendapatan tamatan yang memadai (Engkoswara,1987)
d.
Efisiensi
Efesiensi berkaitan dengan cara yaitu membuat suatu dengan betul. Efisiensi lebih
ditekankan pada perbandingan antara input atau sumberdaya dengan output. Suatu
kegiatan dikatakan efesiensi bila tujuan dapat dicapai secara optimal dengan
penggunaan atau pemakaian sumberdaya yang minimal. Efesiensi pendidikan adalah
bagainmana tujuan dapat dicapai dengan memiliki tingkat efesiensi waktu, biaya, tenaga
dan sarana.
5.
1)
didefinisikan sebagai seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Husaini, 2010:9). Manajemen pendidikan untuk saat ini
merupakan hal yang harus diprioritaskan untuk kelangsungan pendidikan sehingga
menghasilkan out put yang berkualitas tinggi.Kenyataan yang ada, sekarang ini banyak
institusi pendidikan yang belum memilikimanajemen yang bagus dalam pengelolaan
pendidikannya.Manajemen yang digunakan masih konvensional, sehingga kurang bisa
menjawabtantangan zaman dan terkesan tertinggal dari modernitas.
Dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah, maka sekolah
akan lebih inisiatif/kreatif dalam meningkatkan mutu sekolah.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
1. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk
meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orangtua
peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.
2. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang
berubah dengan cepat.[3]
3.
f.
Dalam setiap organisasi, peranan mesin-mesin sebagai alat pembantu kerja sangat
diperlukan . mesin dapat meringankan dan memudahkan dalam melaksanakan
pekerjaan. Hanya yang perlu diingat bahwa penggunaan mesin sangat tergantung pada
manusia, bukan manusia yang tergantung atau bahkan diperbudak oleh mesin. Mesin itu
sendiri tidak akan ada kalau tidak ada yang menemukannya, sedangkan yang
menemukan adalah manusia. Mesin dibuat adalah untuk mempermudah atau membantu
Karena itu MBS sudah diterapkan di banyak negara. Apabila dicermati MBS yang
diterapkan di berbagai negara, pada intinya adalah :
a. Adanya prinsip desentralisasi, yakni pelimpahan dan penyerahan wewenang
kepada daerah dan sekolah untuk mengelola pendidikannya secara otonom dalam
kerangka pengembangan pendidikan secara nasional.
b. Pemberdayaan semua sumber daya pendidikan (sekolah) dan semua pihak
(stakeholder) pendidikan, terutama partisipasi orang tua dan masyarakat untuk
mengembangkan pendidikan.
c. MBS diterapkan dengan maksud utama untuk peningkatan mutu pendidikan
sesuai dengan kebutuhan dan tujuan setiap negara.
5. Model MBS yang ideal adalah MBS dalam konsep sistem, yakni adanya
pemberdayaan dan sinergi semua aspek pendidikan dan berbagai sumber daya
pendidikan pada tingkat sekolah, secara efektif dan efisien dalam satu kesatuan yang
utuh untuk mencapai produktifitas dan mutu pendidikan.
BAB I PENDAHULUAN
Penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan semakin merata akan
menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Efisiensi pendidikan menuntut
pengelolaan yang semakin terdesentralisasikan. Aparatur pendidikan di daerah harus
semakin mampu mengelola dan melaksanakan teknis kependidikan secara otonom. Hal
ini diperlukan untuk membangun masyarakat di daerah masing-masing ke arah
kemandirian untuk mencapai kehidupan yang semakin merata dan sejahtera.
Kemajuan masyrakat modern dewasa ini tidak mungkin dicapai tanpa kehadiran
sekolah sebagai organisasi yang menyelenggarakan proses pendidikan secara formal.
Namun sekolah bukan satu-satunya lembaga yang menyelenggarakan pendidikan,
karena masih ad institusi keluarga dan pendidikan luar sekolah. Untuk itu, pendidikan
perlu dipahami dalam konsep yang lebih luas dari sekedar sistem sekolah formal (formal
schoolling).
Bagaimanapun, pendidikan merupakan usaha suatu kelompok masyarakat atau
bangsa untuk mengembangkan kemampuan generasi muda untuk mengenali dan
menghayati nilai-nilai kebaikan dan kemuliaan hidup melalui pembinaan potensi dan
transformasi budaya mereka. Bloom menjelaskan bahwa sekolah diciptakan untuk
memberi bagian penting pendidikan generasi muda. Untuk mewujudkan itu semua,
maka masing-masing bagian penting dalam pendidikan haruslah dikelola dengan baik.
Pembahasan lebih lanjut tentang manajemen-manjemen yang terkait dengan pendidikan
akan dibahas dalam bab pembahasan.
BAB II PEMBAHASAN
Bidang garapan manajemen pendidikan meliputi: manajemen kurikulum,
manajemen kesiswaan, manajemen sarana dan prasarana, manajemen
MANAJEMEN KURIKULUM
Kurikulum memiliki pengertian yang sangat luas yaitu mencakup komponen yang
lengkap terdiri dari rumusan tujua pendidikan suatu lembaga (tujuan institusional)
sampai dengan penjabarannya dalam bentuk satuan acara perkuliahan yang akan
dilakukan oleh seorang tenaga pengajar sehari-hari. Oleh karena itu, menurut Oliver
(1977) kurikulum merupakan keseluruhan program pendidikan di lembaga pendidikan
yang meliputi; elemen program studi, elemen pengalaman belajar, elemen pelayanan,
dan elemen kurikulum tersembunyi. Pengelolaan kurikulum di sekolah harus melalui
beberapa tahapan, antara lain:
a.
Tahapan prencanaan; pada tahap ini kurikulum perlu dijabarkan sampai menjadi
rencana pengajaran (RP).
b.
Tahapan pengorganisasian dan koordinasi; kepala sekolah pada tahap ini mengatur
pembagian tugas mengajar, menyusun jadwal pelajaran, dan jadwal kegiatan
ekstrakurikuler.
c.
Tahapan pelaksanaan; dalam tahap ini tugas utama kepala sekolah adalah melakuka
supervisi dengan tujuan untuk membantu guru menemukan dan mengatasi kesulitan
yang dihadapi.
d.
Tahapan pengendalian; dalam tahap ini ada dua aspek yang perlu di perhatikan, yaitu:
evaluasi dikaitkan dengan tujuannya dan pemanfaatan hasil evaluasi.[1]
Menurut Norwood dan kawan-kawan, kurikulum persekolahan hendaknya
mengandung:
a.
b.
c.
Memberikan sejumlah pengetahuan dan pengertian tentang fakta-fakta dan peristiwaperistiwa yang menentukan dunia kehidupan yang bakal dialaminya,
d.
Mengembangkan kemampuan murid untuk menyadari masalah-masalah dan resikoresiko yang bakal muncul di dalam pengambilan tindakan atau pilihan di sepanjang
hidupnya kelak.
Menurut laporan Newson (1963), yang di dalamnya banyak memuat tentang
konten dan sifat kurikulum masa lampau dan metode pengajarannya, maka tujuan
kurikulum baru itu haruslah;
a.
b.
c.
d.
e.
f.
B.
MANAJEMEN KESISWAAN
Berkenaan dengan manajemen kesiswaan, ada beberapa prinsip dasar yang
harus mendapat perhatian berikut ini;Semua siswa harus diperlakukan sebagai subjek
bukan sebagai objek, sehingga harus didorong untuk berperan serta dalam setiap
perencanaan dan pengambilan keputusan yang terkait dengan kegiatan mereka.
a.
Keadaan dan kondisi siswa sangat beragam, ditinjau dari kondisi fisik, kemampuan
intelektual, sosial ekonomi, minat dan sebagainya.
b.
Pada dasarnya siswa hanya akan termotivasi belajar, jika mereka menyenangi apa
yang diajarkan. Perkembangan kondisi anak tidak hanya menyangkut ranah kognitif,
tetapi juga ranah afektif dan psikomotorik.[3]
C.
D.
MANAJEMEN PERSONALIA/ANGGOTA
c.
d.
E.
MANAJEMEN KEUANGAN
Ada tidak tiga persoalan pokok dalam manajemen pebiayaan pendidikan, yaitu:
(1) financing, menyangkut dari mana sumber pembiayaan diperoleh, (2) budgeting,
bagaimana dana pendidikan dialokasikan, dan (3) accountabillty, bagaimana anggaran
yang diperoleh digunakan dan dipertanggungjawabkan.
Pembiayaan sekolah adalah kegitan mendapatkan biaya serta mengelola
anggaran pendapatan dan belanja pendidikanterutama tingkat menengah, sebab untuk
pendidikan dasar, berkenaan dengan adanya Wajib Belajar, semestinya pembiayaan
ditanggung oleh pemerintah. Bagi sekolah-sekolah yang berstatus negeri, sumber dana
sekolah terbagi dua bagian, yaitu: (1) dana dari pemerintah, yang umumnya terdiri dari
dana rutin, meliputi jagi serta biaya operasional sekolah dan perawatan fasilitas, dan
dana dari masyarakat, yang sekarang melalui komite sekolah, ada yang digali dari orang
tua siswa maupun sumbangan dari masyarakat luas maupun dunia usaha dan bahkan
ada beberapa sekolah yang mampu membangun networking cukup bagus sehingga
mendapatkan pembiayaan pendidikan yang cukup besar.
Dilihat dari segi penggunaan, sumber dana dapat dibagi menjadi (1) anggaran
untuk kegiatan rutin, yaitu gaji, biaya operasional keseharian sekolah, dan anggaran
untuk pengembangan sekolah. Lahirnya UU Otonomi Daerah ( UU Nomor 22 dan 25
Tahun 1999, kemudian disempurnakan dengan UU Nomor 32 dan 33 Tahun 2004), yang
diikuti dengan peraturan perundang-undangan lainnya, mempunyai dampak yang besar
bagi sistem manajemen pembiayaan pendidikan di Indonesia.[10]
Anggaran berfungsi sebagai perencanaan dan pengendalian kegiatan. Secara
formal pengendalian anggaran menentukan pelaksanaan anggaran dan
membandingkannya dengan data-data anggaran, untuk menentukan apakah perlu
mengadakan tindakan-tindakan perbaikan.[11]
F.
suprasistem. Hanya sistem terbuka yang memiliki negentropy, yaitu suatu usaha yang
terus-menurus untuk menghalangi kemungkinan terjadinya entropy atau kepunahan.
Lembaga pendidikan sesungguhnya melaksanakan fungsi rangkab terhadap masyarakat
yaitu memberi layanan dan sebagai agen pembaru atau penerang, Stoop menyebutnya
sebagai fungsi layanan yaitu karena ia melayani kebutuhan-kebutuhan masyarakat, dan
fungsi pemimpin sebab ia memimpin masyarakat disertai dengan penemuanpenemuannya untuk memajukan kebutuhan masyarakat. Sebagai lembaga yang
berfungsi sebagai agen pembaruan terhadap masyarakatnya, ia hendaknya
mengikutsertakan masyarakat agar pekerjaannya lebih efektif. Dalam usaha membina
hubungan dan kerja sama antara lembaga pendidikan dan masyarakat, sesungguhnya
sudah ada beberapa badan yang dapat membantu para manajer pendidikan, seperti;
Dewan Penyantun bergerak di perguruan tinggi, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
bergerak di sekolah, dan Yayasan Pendidikan bisa bergerak di perguruan tinggi atau
sekolah yang berstatus swasta.[14]
Keberadaan Komite Sekolah bersama Dewan Pendidikan secara legal formal
telah dituangkan dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002.
Berdasarkan Keputusan Mendiknas tersebut, Komite Sekolah merupakan sebuah badan
mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu
pemerataan dan efisiensi pengelolaan pendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah,
maupun jalur pendidikan luar sekolah. Peran dan fungsi juga tertuang dalam UU Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada Pasal 54 dikemukakan: (1)
peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi perorangan, kelompok, keluarga,
organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan
dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan; (2) masyarakat dapat berperan serta
sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.[15] Nugent mengatakan
bahwa pengajarlah yang mengintervensi hubungan siswa dengan orang tuanya,
walaupun ia harus tunduk kepada kerelaan orang itu. Demikian pula dengan perguruan
tinggi, perguruan tinggi juga bisa melakukan pendekatan dengan masyarakat melalui
kegiatan-kegiatan putra-putrinya sebagai mahasiswa. Ada dua kemungkinan yaitu
pertama intervensi tersebut akan lebih berarti sebab mahasiswa dapat menjelaskan
kegiatannya secara panjang lebar kepada orang tuanya sehingga orang tua semakin
tertarik kepada pendidikan. Atau kemungkinan kedua orang tua tidak terpngaruh oleh
usaha dosen, sebab orang tua memandang putranya sudah dewasa.[16]
G.
a. Tujuan dan model berkisar pada proses pengorganisasian iptek mengenai informasi
pengembangan pengembangan pengetahuan,
b. Dasar kekuatannya adalah perluasan kekuatan kognitif dengan teknologi tinggi,
c. Paradigma adalah berfikir sistemik munculnya hubungan sebab-akibat, kompleksitas
dinamis, orientasi ekologi,
d. Berkembangnya teknologi: proses pengumpulan, pengorganisasian, penyimpanan
informasi, jaringan komunikasi,dan sistem perencanaan dan rancangan,
e. Komoditi pokok: informsi dan pengetahuan sebagai kunci produk, manusia profesional
dan pelayanan teknik adalah komoditi utama,
f. Pola kosumsi: lebih kecil dan efesien
g. Karakteristik organisasi: keterpaduan, sinergi, perubahan dan fleksibelitas.[18]
Banyak peluang yang dapat dimanfaatkan sekolah di antaranya: gerakan mutu,
kemajuan media komunikasi massa, multi media dan kesadaran masyarakat baru akan
pendidikan berkualitas dan berbasis kepada masyarakat (Community Based Education).
Artinya, kepala sekolah bersama guru-guru dan pihak terkait (stakeholder) perlu
bersikap proaktif dalam menjawab tantangan perubahan agar sekolah mampu
memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan. Menurut Suparno, SJ. et. dkk.
(2003) pola kepemimpinan kepala sekolah amat berpengaruh dan sangat menentukan
kemajuan sekolah. Kepemimpinan kolaboratif diperkirakan yang akan dapat
menyediakan fasilitas dan dapat menyediakan sumber daya (resources) bagi kemajuan
sekolah. Sedangkan tantangan sekolah di era informasi, di antara: perubahan niainilai/norma, liberalisasi, ekonomi, Iptek yang canggih dan bahaya narkoba. Setiap
peluang perlu dimanfaatkan dan dioptimalkan, sedangkan setiap tantangan perlu
diantispasi, sehingga peranan sekolah tetap dapat ditingkatkan sesuai dengan peluang
yang ada.peranan sekolah berkaitan secara langsung dengan pengembangan sumber
daya manusia (human resources development).
Sekolah harus menjadi penyalur semua informasi, pengetahuan, sumberdaya dan
metodelogi belajar, sekolah juga harus menjadi tempat dan pusat pembelajaran, tempat
kerja dan pusat pemeliharaan. Menghadapi tantangan pada era informasi dn perubahan
sosial yang semakin cepat, pendidikan masa depan perlu sejak dini (mulai pendidikan
dasar) melatih peserta didik untuk mampu belajar mandiri. Tranformasi dari masyarakat
yang lamban, tidak kreatif dan bodoh kepada terbentuknya masyarakat yang belajar
(Learning Society) dengan kreativitas yang tinggi menjadi sasaran pembelajaran.[19]
Perolehan dan penggunaan pengetahuan adalah proses penting dalam proses inovasi,
perubahan dan pembangunan masyarakat,
b.
Penetahuan tertentu harus didasarkan atas kerjasama dari orang dalam berbagai
kelompok,
c.
d.
Semua tingkatan usia dri pembelajar harus mencakup dorongan kebutuhan menuju
munculnya pembelajaran efektif.[20]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dalam era globalisasi, pendidikan semakin menjadi sasaran masyarakat untuk
penentuan masa depan anak bangsa. Hal ini menjadi tantangan penting untuk lembaga
pendidikan, di antara tantangan yang paling penting daam kaitan pelaksanaan otonomi
daerah adalah tersusunnya kebijakan untuk mendelegasikan sebagian wewenang
pemerintah pusat ke daerah di bidang pendidikan berdasarkan perundang-undangan
yang berlaku.
Jalannya suatu organisasi sangat di pengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain;
personalia sebagai faktor produksi dalam suatu organisasi pendidikan, siswa sebagai
input, masyarakat sebagai stakeholder, masayarakat sebagai relasi yang paling utama,
dan pembiayaan atau keuangan sebagai penunjang organisasi. Semua faktor ini harus
dikelola secara baik dan benar oleh manajer selaku EMASLIM.
B.
SARAN
Kehandalan manajer dalam memilih dan menempatkan personalia menjadi
landasan utama dalam suatu organisasi, agar organisasi benar-benar berjalan sesuai
dengan perencanaan yang sudah dibuat, maka hendaklah memilih pemimpin atau
manajer yang benar-benar handal dalam memimpin. Guru sebagai personalia yang
handal dan profesional akan selalu menjalankan kewajibannya sebagai seorang
pendidik dengan menerapkan nilai-niai agama dalam setiap kegiatannya. Mahasiswa
sebagai agen of change khususnya di Sekolah Tinggi Agama Islam, hendaklah benarbenar belajar untuk menjadi generasi penerus yang berguna bagi negara dan agama.
Wallahu alam bisshawab.
DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah, Otonomi Pendidikan, Jakarta : PT. RajaGrafindo, 2007.
Hasibuan, Melayu S.P., Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2007.
Pidarta, Made, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2004.
Syarufuddin & Nasution, Irwan, Manajemen Pembelajaran, Jakarta : Quantum Teaching, 2005.
Terry, George R., Prinsip-Prinsip Manajemen, Terj. J. Smith D.F.M. Jakarta : PT. Bumi Aksara,
2006.
Yandianto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bandung : M2s, 2003.
http://www.sarjanaku.com/2011/01/makalah-manajemen-sekolah.html. (diakses tanggal 15
Oktober 2012).
[1] Hasbullah, Otonomi Pendidikan, (Jakarta : PT. RajaGrafindo, 2007), hal. 114-116
[2] Sosiologi Pendidikan, hal. 145-150
[3] Hasbullah, Otonomi Pendidikan, .., hal. 121-122
[4] Ibid, hal. 119-120
[5] Yandianto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Bandung : M2s, 2003), hal. 431
[6] Melayu S.P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta : PT.
Bumi Aksara, 2007), hal. 11
[7] Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta : PT. Rineka Cipta,
2004), hal. 108-111
[8] Melayu S.P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, ..hal. 9-10
MANAJEMEN SEKOLAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Apa pengertian Manajemen Sekolah?
Bagaimana Manajemen dan Kepemimpinan Sekolah?
Apa itu Manager Sekolah?
Bagaimana Kepemimpinan Kepala Sekolah?
Bagaaimana Cara Mengkomunikasikan Visi Sekolah?
Bagaimana Cara Memberdayakan dan Pemberdayaan Guru?
Bagaimana Cara Membuat Rencana Pengembangan Sekolah (RPP) ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Menurut Stoner Manajemen secara umum yang dikutip oleh T. Hani Handoko (1995)
manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber dayasumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Sedangkan dalam konteks sekolah yaitu Manajemen sekolah menurut buku
manajamen sekolah sebenarnya merupakan aplikasi ilmu manajemen dalam bidang
persekolahan. Ketika istilah manajemen diterapkan dalam bidang pemerintahan akan
menjadi manajemen pemerintahan, dalam bidang pendidikan menjadi manajemen
pendidikan, begitu seterusnya.
Sedangkan menurut James Jr. manajemen sekolah adalah proses
pendayagunaan sumber-sumber manusiawi bagi penyelenggara sekolah secara efektif.
Sedangkan dalam konteks pendidikan ada juga manajemen pendidikan.
Menurut Ali Imron manajemen pendidikan adalah proses penataan kelembagaan
pendidikan, dengan melibatkan sumber potensial baik yang bersifat manusia maupun
yang bersifat non manusia guna mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Pada hakekatnya istilah manajemen pendidikan dan manajemen sekolah
mempunyai pengertian dan maksud yang sama. Keduanya susah untuk dibedakan
karena sering dipakai secara bergantian dalam pengertian yang sama. Apa yang
menjadi bidang manajemen pendidikan adalah juga merupakan bidang manajemen
sekolah. Demikian pula proses kerjanya ditempuh melalui fungsi-fungsi yang sama, yang
diturunkan dari teori administrasi dan manajemen pada umumnya.
B. Manajemen dan Kepemiminan Sekolah
Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan berkembang secara efektif
dan efesien dari dan oleh serta untuk masyarakat, merupakan perangkat yang
berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam mendidik warga
negara. Sekolah dikelola secara formal, hierarkis dan kronologis yang berhaluan pada
falsafah dan tujuan pendidikan nasional.[1]
Sebagaimana disepakati oleh para praktisi pendidikan bahwa pendidikan bisa berjalan
karena dibangun oleh beberapa komponen dasar seperti: guru, siswa, kurikulum,
bangunan, fisik, media pembelajaran dan sebagainya. Namun dari kesemua yang
dianggap mendasar itu, faktor komponen manusia yang terlibat dalam pelaksanaan
pendidikan merupakan faktor yang paling menentukan.[2]
Sebuah lembaga pendidikan yang dijalankan secara profesional tentunya memiliki
sumber daya manusia yang memadai. Sumber daya tersebut berupa kepala sekolah,
guru dan tenaga kependidikan. Dalam menentukan arah serta kebijakan sekolah
tentunya fungsi kepala sekolah menjadi sangat urgen. Berhasil tidaknya sekolah dalam
mencapai tujuannya tergantung visi kepala sekolah, karena kendali pengelolaan sekolah
berada di tangannya. Kepala sekolah adalah the leader di sekolahnya.
Manajemen dan kepemimpinan sebenarnya memiliki kajian yang berbeda. Tetapi
keduanya memiliki hubungan yang dekat. Memimpin terkait dengan menggerakkan dan
mengarahkan kegiatan orang, sedangkan memanage terkait dengan kegiatan
mengatur orang. Mengatur bisa dimaknai secara luas, misalnya menempatkan, memberi
tugas, membagi-bagi, mencarikan jalan keluar, memperlancar dan mengubah-ubah
tugas yang diberikan. Mengelola pendidikan bukanlah hal hal yang mudah untuk
dilakukan karena mengelola pendidikan sangat rumit. Di sekolah, diperlukan adanya
manajemen yang efektif agar pekerjaan dapat berjalan lancar.
Mengingat beratnya proses pengelolaan pendidikan di sekolah, maka kepala
sekolah sebagai pemimpin harus memahami seni memimpin. Dalam kata lain kepala
sekolah harus menjadi manajer-leader di sekolah yang mengerti serta menerapakan
manajemen kepemimpinan.
KH. Toto tasmara dalam buku Spiritual Centered Leadership memberikan
gambaran tentang perbedaan antara manajer dan leader. Manajer bagaikan seorang
yang mengendarai kendaraan. Dia harus terampil dan meyakinkan bahwa kendaraannya
berada dalam kondisi yang baik untuk menempuh perjalanan. Sedangkan
kepemimpinan berhubungan dengan kemampuan menentukan arah dan memastikan
bahwa kendaraan berada dalam jalan yang sesuai dengan peta yang
ditetapkan.Manajer bekerja sesuai dengan sistem, sedangkan kepemimpinan
memperbaiki sistem serta membuat arah, tujuan, dan segala hal yang berkaitan dengan
esensi dan substansi. Manajer berbicara tentang apa yang harus dikerjakan,
kepemimpinan berbicara tentang mengapa dan apa akibatnya bila hal tersebut harus
dikerjakan.[3]
Para peneliti biasanya mendefenisikan kepemimpinan menurut pandangan
pribadi mereka, serta aspek-aspek fenomena dari kepentingan yang paling baik bagi
para pakar yang bersangkutan. Bahkan Stogdil membuat kesimpulan, bahwa: There are
almost as many definitions of leadership as there are persons who have attempted to
define the concept.[4]
Kepemimpinan diterjemahkan ke dalam istilah sifat-sifat, perilaku pribadi, pengaruh
terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan kerja sama antarperan, kedudukan
dari satu jabatan administratif, dan persepsi dari lain-lain tentang legitimasi pengaruh.[5]
Kepemimpinan pendidikan adalah suatu kemampuan dan proses mempengaruhi,
membimbing, mengkoordinir, dan menggerakkan orang lain yang ada hubungannya
dengan pengembangan ilmu pendidikan dan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran,
agar kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat lebih efisien dan efektif di dalam
pencapaian tujuan-tujuan pendidikan dan pengajaran.
Dalam pelaksanaan manajemen diperlukan adanya teknik. Teknik-teknik
manajemen kepemimpinan pendidikan di sekolah, yaitu:
1.
Teknik Manajemen Konvensional
Teknik manajemen konvensional banyak menekankan pada aspek mekanisasi dan dekat
dengan hubungan kemanusiaan.
2.
Management by personality
Teknik ini dilaksanakan dengan diwarnai oleh pengakuan akan kewibawaan seseorang
mengelola organisasi.
3.
Management by reward
Teknik ini memunculkan dorongan kerja dengan motivasi ekstrinsik. Orang dianggap
mau bekerja apabila diberi hadiah-hadiah atau pujian.
4.
Teknik Manajemen Modern
Pada zaman sekarang, falsafah dasar demokrasi sudah berkembang dan kemudian
muncul upaya baru dalam memanajemen proses pendidikan.
5.
Management by delegation
Teknik ini dilaksanakan dengan memberikan kepercayaan dan pengakuan atas prestasi
dan kemampuan anggota.
6.
Management by system
Teknik ini dilaksanakan dengan melihat komponen-komponen yang ada dalam
organisasi pendidikan sebagai kesatuan yang utuh. Misalnya, sekolah.
C.
Manajer Sekolah
Sebagai seorang manajer, kepala sekolah harus mengatur sekolahnya sesuai dengan
prinsip-prinsip umum manajemen. Menurut Henry Fayol, prinsip tersebut terdiri dari:
1.
sekolah terlebih dahulu harus memetakan tugas dan sumber daya yang akan
melaksanakan tugas tersebut. Pembagian kerja harus disesuaikan dengan kemampuan
dan keahlian sehingga pelaksanaan kerja berjalan efektif. Kepala sekolah harus
mengikuti prinsip the right man in the right place and in the right time. Pembagian kerja
harus rasional/objektif, bukan emosional subjektif yang didasarkan atas dasar like and
dislike. Dengan adanya prinsip the right man in the right place akan memberikan jaminan
terhadap kestabilan, kelancaran dan efesiensi kerja.[6]
2.
Wewenang dan tanggung jawab. Selain melakukan pembagian kerja, sebagai
manajer kepala sekolah harus memberikan wewenang dan tanggung jawab kepada
bawahannya. Wewenang merupakan senjata bagi orang yang diberikan tugas untuk
melaksankan tugasnya dengan semaksimal mungkin sedangkan tanggung jawab adalah
pekerjaan yang harus diselesaikan.
3.
Aturan dan Disiplin. Aturan adalah tata cara bekerja yang disetujui bersama dan
harus dilaksanakan oleh semua komponen yang berada di dalam lingkungan tersebut.
Agar suasana kerja di sekolah tertib dan teratur maka harus disusun peraturan. Disiplin
adalah prilaku yang taat peraturan. Kepala sekolah perlu membudayakan disiplin di
lingkungan sekolah agar seluruh komponen bisa mengikuti. Disiplin merupakan faktor
utama dari keberhasilan sebuah instansi.
4.
Kesatuan perintah dan pengarahan. Pemahan terhadap kesatuan perintah dan
pengarahan sangat penting dimiliki oleh seluruh komponen sekolah. Dalam
melaksanakan tugasnya, bawahan harus memperhatikan kepada siapa dia bertanggung
jawab oleh karenanya dia harus mendengarkan perintah juga arahannya.
5.
Penggajian. Kepala sekolah harus peka terhadap kebutuhan bawahannya. Sistem
penggajian merupakan nyawa bagi sekolah yang kaitannya dengan semangat kerja.
Selain lima hal diatas sebagai manajer kepala sekolah juga harus memahami serta
melaksanakan definisi manajemen, sebagaimana dijelaskan oleh Ricky W. Griffin,
manajemen adalah sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian,
dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan
efesien.[7]
D. Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepala sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat
kompleks karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi
yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang bersifat unik
karena sekolah memiliki karakter tersendiri, dimana terjadi proses belajar mengajar,
tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan manusia. Karena sifatnya yang
kompleks dan unik tersebut, sekolah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi
yang tinggi. Keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah.
Di antara pemimpin pendidikan yang bermacam-macam jenis dan tingkatannya,
kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang sangat penting karena kepala
sekolah berhubungan langsung dengan pelaksanaan program pendidikan di sekolah.
Menurut Pidarta (1990), kepala sekolah merupakan kunci kesuksesan sekolah dalam
mengadakan perubahan. Sehingga kegiatan meningkatkan dan memperbaiki program
dan proses pembelajaran di sekolah sebagian besar terletak pada diri kepala sekolah itu
sendiri. Pidarta (1997) menyatakan bahwa kepala sekolah memiliki peran dan
tanggungjawab sebagai manajer pendidikan, pemimpin pendidikan, supervisor
pendidikan dan administrator pendidikan
1. Manajer Sekolah
Tugas manajer pendidikan adalah merencanakan sesuatu atau mencari strategi yang
terbaik, mengorganisasi dan mengkoordinasi sumber-sumber pendidikan yang masih
berserakan agar menyatu dalam melaksanakan pendidikan, dan mengadakan kontrol
terhadap pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kepala Sekolah memiliki kewenangan
dalam mengambil keputusan, karena atas perannya sebagai manajer di sekolah dituntut
untuk mampu : (1) mengadakan prediksi masa depan sekolah, misalnya tentang kualitas
yang diinginkan masyarakat, (2) melakukan inovasi dengan mengambil inisiatif dan
kegiatan-kegiatan yang kreatif untuk kemajuan sekolah, (3) menciptakan strategi atau
kebijakan untuk mensukseskan pikiran-pikiran yang inovatif tersebut, (4) menyusun
perencanaan, baik perencanaan strategis maupun perencanaan operasional, (5)
menemukan sumber-sumber pendidikan dan menyediakan fasilitas pendidikan, (6)
melakukan pengendalian atau kontrol terhadap pelaksanaan pendidikan dan hasilnya.
2. Pemimpin Sekolah
Menurut Lipoto (1988) peranan kepemimpinan kepala sekolah adalah sebagai: (1)
figurehead (symbol); (2) leader (memimpin; (3) liason (antara); (4) monitor memonitor;
(5) disseminator (menyebarkan) informasi; (6) spokesmen (juru bicara); (7) entrepreneur
( wiraswasta); (8) Disturbance handler ( menangani gangguan); (9) Resource allocator e
(pengumpul dana); (j) negotiator ( perunding).
3.
Administrator Sekolah
Kepala sekolah sebagai administrator dalam lembaga pendidikan mempunyai tugastugas antara lain : melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengkoordinasian, pengawasan terhadap bidang-bidang seperti ; kurikulum, kesiswaan,
kantor, kepegawaian, perlengkapan, keuangan, dan perpustakaan. Jadi kepala sekolah
harus mampu melakukan; (1) pengelolaan pengajaran; (2) pengelolaan kepegawaian;
(3) pengelolaan kesiswaan; (4) pengelolaan sarana dan prasarana; (5) pengelolaan
keuangan dan; (6) pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat.
4.
Supervisor Sekolah
5.
sebagai pencipta iklim bekerja dan belajar yang kondusif. Sesuai dengan peran
dan tugas-tugas di atas, kepala sekolah sebagai manajer sekolah dituntut untuk
dapat menciptakan manajemen sekolah yang efektif.
Menurut Mantja (2000), keefektifan manajemen pendidikan ditentukan oleh
profesionalisme manajer pendidikan. Adapun sebagai manajer terdepan kepala
sekolah merupakan figur kunci dalam mendorong perkembangan dan kemajuan
sekolah. Kepala sekolah tidak hanya meningkatkan tanggung jawab dan
otoritasnya dalam program-program sekolah, kurikulum dan keputusan personil,
tetapi juga memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan akuntabilitas
keberhasilan siswa dan programnya. Kepala sekolah harus pandai memimpin
kelompok dan mampu melakukan pendelegasian tugas dan wewenang.
E.
Dalam perspektif manajemen, visi sekolah memiliki arti penting terutama berkaitan
dengan keberlanjutan (sustainability) organisasi sekolah itu sendiri, Tanpa visi,
organisasi dan orang-orang di dalamnya tidak mempunyai arahan yang jelas, tidak
mempunyai cara yang tepat dalam melangkah ke masa depan dan tidak memiliki
komitmen (Foreman, 1998).
Saat ini tidak sedikit sekolah yang berjalan secara stagnan dan bahkan terpaksa
harus gulung tikar, hal ini sangat mungkin dikarenakan tidak memiliki visi yang jelas alias
asal-asalan atau setidaknya tidak berusaha fokus dan konsisten terhadap visi yang
dicita-citakannya.
Visi bukanlah sekedar slogan berupa kata-kata tanpa makna bahkan bukan
sekedar sebuah gambaran kongkrit yang diberikan oleh pimpinan sekolah, melainkan
sebuah rumusan yang dapat memberikan klarifikasi dan artikulasi seperangkat nilai
(Hopkins, 1996). Menurut Block (1987), visi adalah masa depan yang dipilih, sebuah
keadaan yang diinginkan dan merupakan sebuah ekspresi optimisme dalam organisasi.
Bennis and Nanus (1985) mengartikan visi sebagai pandangan masa depan yang
realistis, kredibel, dan menarik, yang didalamnya tergambarkan cara-cara yang lebih
baik dari cara yang sudah ada sebelumnya.
Memperhatikan pendapat para ahli di atas, tampak bahwa untuk menetapkan visi
sekolah kiranya tidak bisa dilakukan secara sembarangan, tetapi terlebih dahulu
diperlukan pengkajian yang mendalam. Perumusan visi yang tepat harus dapat
memberikan inspirasi dan memotivasi bagi seluruh warga sekolah dan masyarakat untuk
bekerja dengan penuh semangat dan antusias. Menurut Blum dan Butler (1989) visi
sangat identik dengan perbaikan sekolah.
Visi merupakan ciri khas peran kepemimpinan dan upaya untuk pembentukan visi
sekolah sangat bergantung pada pemimpin sekolah yang bersangkutan. Dalam hal ini
pemimpin sekolah dituntut untuk dapat mengidentifikasi, mengklarifikasi dan
mengkomunikasikan nilai-nilai utama yang terkandung dalam visi sekolah kepada
seluruh warga sekolah, agar dapat diyakini bersama dan diwujudkan dalam segala
aktivitas keseharian di sekolah sehingga pada gilirannya dapat membentuk sebuah
budaya sekolah.
Kendati demikian, dalam pembentukan visi sekolah tidak bisa dilakukan secara
top-down yang bersifat memaksa warga sekolah untuk menerima gagasan dari
pemimpinnya (kepala sekolah) yang hanya membuat orang atau anggota membencinya
dan merasa enggan untuk berpartisipasi di dalamnya. Foreman (1998) mengingatkan
bahwa visi tidak bisa dipaksakan dan dimandatkan dari atas. Pembuatan visi adalah
tentang keterlibatan kepentingan dan aspirasi pihak lain.
Untuk lebih jelasnya terkait dengan upaya pembentukan visi ini, Beare et.al. (1993)
menawarkan beberapa pedoman dalam pembentukan visi, yaitu:
Masing-masing aspek visi pendidikan dalam sekolah merefleksikan asumsiasumsi, nilai-nilai, dan keyakinan-keyakinan yang berbeda-beda tentang (a) watak dan
sifat manusia; (b) tujuan pendidikan dalam sekolah; (c) peran pemerintah, keluarga,
masyarakat terhadap pendidikan dalam sekolah; (d) pendekatan-pendekatan dalam
pengajaran dan pembelajaran; dan (e) pendekatan-pendekatan terhadap manajemen
perubahan.
Dengan demikian, akan terbentuk visi pendidikan dalam sekolah yang kompetitif dan
merefleksikan banyak hal yang mencakup perbedaan-perbedaan asumsi, nilai dan
keyakinan.
F.
Pemberdayaan menurut Andy Kirana (1997) harus didukung oleh sejumlah etika yang
konsisten, dan orang-orang yang hidup dengan etika tersebut memberikan contoh bagi
yang lain. Etika dari pemimpin yang memberdayakan adalah menghormati orang dan
menghargai kekuatan dan kontribusi mereka yang berbeda-beda, menekankan
pentingnya komunikasi yang terbuka, jujur, bertanggung jawab untuk bekerjasama
dengan yang lain, mengakui nilai pertumbuhan dan perkembangan pribadi,
mementingkan kepuasaan pelanggan, berusaha memenuhi kebutuhan akan adanya
perbaikan sebagai suatu proses yang tetap dimana setiap orang harus ikut ambil bagian
secara aktif. Nilai-nilai etis ini akan membantu organisasi menjadi lebih kuat dan menjadi
tempat yang lebih baik untuk bekerja bagi setiap individu.
Menurut Mulyadi dan Setiyawan (1999), untuk mewujudkan suatu pemberdayaan dalam
organisasi, seorang pemimpin harus memahami tiga keyakinan dasar berikut ini :
1. Subsidiarity. Prinsip ini mengajarkan bahwa badan yang lebih tinggi kedudukannya
tidak boleh mengambil tanggung jawab yang dapat dan harus dilaksanakan oleh
badan yang berkedudukan lebih rendah. Dengan kata lain, mencuri tanggung jawab
orang merupakan suatu kesalahan, karena keadaan ini akhirnya menjadikan orang
tersebut tidak terampil. Kenyataannya, di masa lalu organisasi lebih banyak
dirancang untuk memastikan bahwa kesalahan tidak pernah terjadi. Dalam jargon
lama organisasi, pengambilalihan tanggung jawab bawahan oleh atasan merupakan
hal yang normal terjadi, dan dibenarkan dengan suatu alasan bahwa suatu
organisasi dibentuk untuk menghindari kesalahan.
2. Staf pada dasarnya baik. Inti pemberdayaan staf adalah keyakinan bahwa orang
pada dasarnya baik. Meskipun kadang-kadang orang gagal, dan kadang-kadang
orang melakukan kesalahan, namun tujuan orang adalah menuju kebaikan. Sebagai
manusia yang berakal sehat dan makhluk yang berfikir, orang memiliki
kecenderungan alami untuk berhasil dalam pekerjaannya. Untuk dapat
memberdayakan orang lain, atasan harus secara sederhana yakin bahwa
sepanjang masa, hampir setiap orang , hampir selalu, akan menggunakan
kekuatannya dalam mewujudkan visinya dan dipandu oleh nilai-nilai kebaikan.
Pemberdayaan staf dapat dipandang sebagai pemerdekaan, karena dengan
pemberdayaan, atasan tidak lagi menggunakan pengawasan, pengecekan,
verifikasi, dan mengatur aktivitas orang yang bekerja dalam organisasi. Atasan
melakukan pemberdayaan dengan memberikan pelatihan dan teknologi yang
memadai kepada staf, memberikan arah yang benar, dan membiarkan staf untuk
mengerjakan semua yang dapat dikerjakan oleh mereka.
3. Trust-based relationship
4. Pemberdayaan staf menekankan aspek kepercayaan yang diletakkan oleh
manajemen kepada staf. Dari pemberdayaan staf, hubungan yang tercipta antara
manajemen dengan staf adalah hubungan berbasis kepercayaan (trust-based
relationship) yang diberikan oleh manajemen kepada staf, atau sebaliknya
kepercayaan yang dibangun oleh staf melalui kinerjanya.
Lebih lanjut Stewart (1998) mengatakan ada enam cara yang dapat digunakan
pemimpin dalam mengembangkan pemberdayaan staf/bawahan, yakni: meningkatkan
kemampuan staf/bawahan (enabling), memperlancar (facilitating) tugas-tugas mereka,
konsultasi (consulting), bekerjasama (collaborating), membimbing (mentoring) bawahan,
dan mendukung (supporting). Namun apapun cara yang ditempuh oleh pemimpin dalam
memberdayakan staf/bawahan, menurut Sarah Cook dan Steve Macaulay (1997),
kepemimpinan yang memberdayakan perlu mengacu pada empat dimensi, yaitu visi,
realita, orang (manusia), dan keberanian.
G.
Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) memiliki fungsi amat penting guna memberi
arah dan bimbingan bagi para pelaku sekolah dalam rangka pencapaian tujuan sekolah
yang lebih baik (peningkatan, pengembangan) dengan resiko yang kecil dan untuk
mengurangi ketidakpastian masa depan.
Standar Nasional Pendidikan ( standar kelulusan, kurikulum, proses, pendidikan dan
tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, pengelolaan, dan penilaian
pendidikan) merupakan substansi penting dalam sistem pengelolaan sekolah yang harus
direncanakan sebaik-baiknya dan diakomodir dalam penyusunan Rencana
Pengembangan Sekolah.
1. Pentingnya Rencana Pengembangan Sekolah (RPS). RPS penting dimiliki
untuk memberi arah dan bimbingan para pelaku sekolah dalam rangka menuju
perubahan atau tujuan sekolah yang lebih baik (peningkatan, pengembangan)
dengan resiko yang kecil dan untuk mengurangi ketidakpastian masa depan.
2. Arti Perencanaan Sekolah/RPS. Perencanaan sekolah adalah suatu proses
untuk menentukan tindakan masa depan sekolah yang tepat, melalui urutan
pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia. RPS adalah
dokumen tentang gambaran kegiatan sekolah di masa depan dalam rangka
untuk mencapai perubahan/tujuan sekolah yang telah ditetapkan.
3. Tujuan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS). RPS disusun dengan tujuan
untuk: (1) menjamin agar perubahan/tujuan sekolah yang telah ditetapkan dapat
dicapai dengan tingkat kepastian yang tinggi dan resiko yang kecil; (2)
mendukung koordinasi antar pelaku sekolah; (3) menjamin terciptanya integrasi,
sinkronisasi, dan sinergi baik antar pelaku sekolah, antarsekolah dan dinas
pendidikan kabupaten/kota, dan antarwaktu
4. Sistem Perencanaan Sekolah (SPS). Sistem Perencanaan Sekolah adalah satu
kesatuan tata cara perencanaan sekolah untuk meng-hasilkan rencana-rencana
sekolah (RPS) dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang
dilaksanakan oleh unsur penyelenggara sekolah dan masyarakat (diwakili oleh
komite sekolah).
5. Tahap-tahap Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS),
mencakup: (a) Melakukan analisis lingkungan strategis sekolah; (b) Melakukan
analisis situasi untuk mengetahui status situasi pendidikan sekolah saat ini (IPS);
(c) Memformulasikan pendidikan yang diharapkan di masa mendatang; (d)
Mencari kesenjangan antara butir 2 & 3; (e) Menyusun rencana strategis; (f)
Menyusun rencana tahunan; (g) Melaksanakan rencana tahunan; dan (h)
Memonitor dan mengevaluasi
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Manajemen didefinisikan sebagai kemampuan atau ketrampilan untuk memperoleh
hasil dalam rangka pencapaian tujuan tertentu melalui cara menggerakkan orang lain.
Manajemen merupakan suatu proses dimana sumber-sumber yang semula tidak
berhubungan satu dengan yang lainnya lalu diintegerasikan menjadi suatu sistem
menyeluruh untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.
Manajemen dan kepemimpinan sebenarnya memiliki kajian yang berbeda. Tetapi
keduanya memiliki hubungan yang dekat. Memimpin terkait dengan menggerakkan dan
mengarahkan kegiatan orang, sedangkan memanage terkait dengan kegiatan
mengatur orang. Mengatur bisa dimaknai secara luas, misalnya menempatkan, memberi
tugas, membagi-bagi, mencarikan jalan keluar, memperlancar dan mengubah-ubah
tugas yang diberikan. Mengelola pendidikan bukanlah hal hal yang mudah untuk
dilakukan karena mengelola pendidikan sangat rumit. Di sekolah, diperlukan adanya
manajemen yang efektif agar pekerjaan dapat berjalan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Munir, Seni Mengelola Lembaga Pendidikan Islam.