Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
Retinopati adalah suatu proses yang bersumber dari degenerasi atau kelainan lain
dari retina, yang secara umum disebabkan oleh gangguan pemberian nutrisi atau
vaskularisasi dan pemberian oksigen dari darah kurang mencukupi untuk kebutuhan
jaringan. Retinopati terjadi antara lain disebabkan oleh hipertensi, arteriosklerosis,
anemia, diabetes mellitus, leukemia. Hipertensi merupakan salah satu penyebab
morbiditas dan mortalitas paling sering di seluruh dunia. Kelainan pembuluh darah ini
dapat berdampak langsung atau tidak langsung terhadap sistem organ tubuh.(1,2)
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri
perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Pada
tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara generalisata.
Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan
intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan degenerasi hyalin. Setelah
itu akan terjadi tahap pembentukan eksudat. Perubahan ini menyebabkan kehilangan
penglihatan secara bertahap, terutama jika mempengaruhi makula, bagian tengah retina.
(1,2,3,4,5)

Diagnosis

retinopati

hipertensi

ditegakkan

berdasarkan

anamnesis

dan

pemeriksaan fisik. Selain itu pemeriksaan penunjang seperti funduskopi, pemeriksaan


visus, pemeriksaan tonometri terutama pada pasien lanjut usia dan pemeriksaan USG BScan untuk melihat kondisi di belakang lensa diperlukan untuk membantu menegakkan
diagnosis pasti. Pemeriksaan laboratorium juga penting untuk menyingkirkan penyebab
lain retinopati selain dari hipertensi.(2,3,5)
Penatalaksanaan retinopati hipertensi bertujuan untuk membatasi
kerusakan dan menghindari komplikasi pada retina. Penatalaksanaan yang diberikan
berdasarkan tingkat kerusakan retina, berupa konservatif dan laser fotokoagulasi.
Prognosis visual tergantung kepada kontrol tekanan darah. Komplikasi retinopati
hipertensi meliputi oklusi cabang vena atau arteri retina sentral, edema makula, dan
vitreoretinopati proliferative. Semua perubahan tersebut akhirnya menyebabkan
penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan.(4)
1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 milimeter. Bola
mata bagian depan depan (kornea) memiliki kelengkungan yang lebih tajam
sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata
dibungkus oleh 3 lapis jaringan yaitu sklera, uvea, dan retina. Sklera merupakan
jaringan ikat yang kenyal yang memberi bentuk pada mata, merupakan bagian
terluar yang membentuk bola mata. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular.
Jaringan uvea terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris didapatkan pupil
yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar yang masuk ke dalam bola
mata, yaitu otot dilator, sfingter iris, dan otot siliar. Otot siliar yang terletak di
badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Otot melingkari
badan siliar bila berkontraksi pada akomodasi mengakibatkan mengendornya
Zonula Zinn sehingga terjadi pencembungan lensa.(3)
Lapisan dalam retina mendapatkan suplai darah dari arteri retina
sentralis. Arteri ini berasal dari arteri oftalmikus yang masuk ke mata bersamasama dengan nervus optikus dan bercabang pada permukaan dalam retina. Arteri
sentralis merupakan arteri utuh dengan diameter kurang lebih 0,1 mm. Ia
merupakan suatu arteri terminalis tanpa anastomose dan membagi menjadi
empat cabang utama. Sementara itu, lapisan luar retina tidak mempunyai
vaskularisasi. Bagian ini mendapatkan nutrisinya melalui proses difusi dari
lapisan koroid. Arteri retina biasanya berwarna merah cerah, tanpa disertai
pulsasi manakala vena retina berwarna merah gelap dengan pulsasi spontan pada
diskus optikus.(4,5)
Secara histologis, retina terdiri atas 10 lapisan, yaitu:(4,5)
1. Membrana limitans interna (serat saraf glial )

2. Lapisan serat saraf optikus (akson dari 3rd neuron)


3. Lapisan sel ganglion (nuklei ganglion sel dari 3rd neuron)
4. Lapisan fleksiform dalam (sinapsis akson 2nd - dendrit dari 3rd neuron)
5. Lapisan nuklear dalam
6. Lapisan fleksiform luar (sinapsis akson 1st - dendrit 2nd neuron)
7. Lapisan nuklear luar (1st neuron)
8. Membrana limitans eksterna
9. lapisan fotoreseptor (rods dan cones)
10. Retinal Pigment Epithelium

Gambar 1 . Penampang histologi retina

Alur cahaya melalui lapisan retina akan melewati beberapa tahap.


Apabila radiasi elektromagnetik dalam spektrum cahaya (380-760 nm)
menghantam retina, ia akan diserap oleh fotopigmen yang berada dilapisan luar.
Sinyal listrik terbentuk dari serangkaian reaksi fotokimiawi. Sinyal ini kemudian
akan mencapai fotoreseptor sebagai aksi potensial dimana ia akan diteruskan ke
neuron kedua, ketiga keempat sehingga akhirnya mencapai korteks visual.(4,5)

2.2 Epidemiologi
Sejak tahun 1990, sebanyak tujuh penelitian epidemiologis telah
dilakukan ke atas sekelompok populasi penduduk yang menunjukkan gejala
retinopati hipertensi. Berdasarkan grading dari gambaran funduskopi, menurut
studi yang dijalankan didapatkan bahwa kelainan ini banyak ditemukan pada uia
40 tahun ke atas, walau pada mereka yang tidak pernah mempunyai riwayat
hipertensi. Kadar prevalensi bervariasi antar 2%-15% untuk banyak macam
tanda-tanda retinopati. Data ini berbeda dengan hasil studi epidemiologi yang
dilakukan oleh Framingham Eye Study yang mendapatkan hasil prevalensi ratarata kurang dari 1%. Ini mungkin disebabkan oleh sensivitas alat yang semakin
baik apabila dibandingkan dengan pemeriksaan oftalmoskopik di klinik-klinik.
Prevalensi yang lebih tinggi juga ditemukan pada orang berkulit hitam
berbanding orang kulit putih berdasarkan insiden kejadian hipertensi yang lebih
banyak ditemukan pada orang berkulit hitam. Akan tetapi, tidak ada predileksi
rasial yang pernah dilaporkan berkaitan kelainan ini hanya saja pernah
dilaporkan bahwa hipertensi lebih banyak ditemukan pada orang Caucasian
berbanding orang America Utara.(1,2,4,6)
2.3 Patofisiologi
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami
beberapa seri perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan
tekanan darah. Terdapat teori bahwa terjadi spasme arterioles dan kerusakan
endothelial pada tahap akut sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi
pembuluh darah yang menyebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah.
(1,2,3)

Pada tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi


secara generalisata. Ini merupakan akibat dari peningkatan tonus arteriolus dari
mekanisme autoregulasi yang seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi. Pada

pemeriksaan funduskopi akan kelihatan penyempitan arterioles retina secara


generalisata.(1,2,4,5,7,8)
Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan
terjadinya penebalan intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media
dan degenerasi hyalin. Pada tahap ini akan terjadi penyempitan arteriolar yang
lebih berat dan perubahan pada persilangan arteri-vena yang dikenal sebagai
arteriovenous nicking. Terjadi juga perubahan pada refleks cahaya arteriolar
yaitu terjadi pelebaran dan aksentuasi dari refleks cahaya sentral yang dikenal
sebagai copper wiring.(1,2,4,5,7,8)
Setelah itu akan terjadi tahap pembentukan eksudat, yang akan
menimbulkan kerusakan pada sawar darah-retina, nekrosis otot polos dan sel-sel
endotel, eksudasi darah dan lipid, dan iskemik retina. Perubahan-perubahan ini
bermanifestasi pada retina sebagai gambaran mikroaneurisma, hemoragik, hard
exudate dan infark pada lapisan serat saraf yang dikenal sebagai cotton-wool
spot. Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap ini, dan biasanya
meripakan indikasi telah terjadi peningkatan tekanan darah yang sangat berat.
(1,2,4,5,7,8)

Akan tetapi, perubahan-perubahan ini tidak bersifat spesifik terhadap


hipertensi saja, karena ia juga dapat terlihat pada pnyakit kelainan pembuluh
darah retina yang lain. Perubahan yang terjadi juga tidak bersifat sequential.
Contohnya perubahan tekanan darah yang terjadi mendadak dapat langsung
menimbulkan hard exudate tanpa perlu mengalami perubahan-perubahan lain
terlebih dulu.(1,2,4,5,7,8)
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi tradisional retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada
tahun 1939 oleh Keith et al.

Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939)


Stadium Karakteristik
Stadium I Penyempitan ringan, sklerosis dan tortuosity arterioles retina;
hipertensi ringan, asimptomatis
Stadium II Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan nicking
arteriovenous; ekanan darah semakin meninggi, timbul beberapa
Stadium

gejala dari hipertensi


Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik); tekanan

III

darah terus meningkat dan bertahan, muncul gejala sakit kepala,


vertigo, kesemutan, kerusakan ringan organ jantung, otak dan

Stadium

fungsi ginjal
Edema neuroretinal termasuk papiledema, garis Siegrist, Elschig

IV

spot; peningkatan tekanan darah secara persisten, gejala sakit


kepala, asthenia, penurunan berat badan, dyspnea, gangguan

penglihatan, kerusakan organ jantung, otak dan fungsi ginjal


WHO membagikan stadium I dan II dari Keith dkk sebagai retinopati
hipertensi dan stadium III dan IV sebagai malignant hipertensi
Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of Ophtalmology
Stadium
Stadium 0
Stadium I
Stadium II
Stadium III
Stadium IV

Karakteristik
Tiada perubahan
Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi
Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal
Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat
Stadium III + papiledema

Gambar 2 : GRADE 1 :
Tortuosity (twisting) of retinal
arteries with increased
reflectiveness (silver wiring)

Gambar 3 : GRADE 2 : Grade 1


+ Arteriovenous napping
(thickened retinal arteries pass
over retinal veins)

Gambar 4 : GRADE 3 : Grade 2


+ flamed shape haemorrhage
and cotton wool exudates (due to
small infarct)

Gambar 5 : GRADE 4 : Grade 3


+ papilloedema (blurry margin
of the optic disc)

2.5 Diagnosis
7

Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan


pemeriksaan fisis. Selain itu pemeriksaan penunjang seperti funduskopi,
pemeriksaan visus, pemeriksaan tonometri terutama pada pasien lanjut usia dan
pemeriksaan USG B-Scan untuk melihat kondisi di belakang lensa diperlukan
untuk membantu menegakkan diagnosis pasti. Pemeriksaan laboratorium juga
penting untuk menyingkirkan penyebab lain retinopati selain dari hipertensi.
Pasien dengan hipertensi biasanya akan mengeluhkan sakit kepala dan
nyeri pada mata. Penurunan penglihatan atau penglihatan kabur hanya terjadi
pada stadium III atau stadium IV peubahan vaskularisasi akibat hipertensi.
Arteriosklerosis tidak memberikan simptom pada mata.(2,3,4,5,6,9)
Hipertensi dan perubahan arteriosklerosis pada fundus diketahui melalui
pemeriksaan funduskopi, dengan pupil dalam keadaan dilatasi. Biasa didapatkan
perubahan pada vaskularisasi retina, Pada bentuk yang ringan, hipertensi akan
meyebabkan peningkatan reflek arteriolar yang akan terlihat sebagai gambaran
copper wire atau silver wire. Penebalan lapisan adventisia vaskuler akan
menekan venule yang berjalan dibawah arterioler sehingga terjadi perlengketan
atau nicking arteriovenousa. Pada bentuk yang lebih ekstrem, kompresi ini dapat
menimbulkan oklusi cabang vena retina (Branch Retinal Vein Occlusion/
BRVO). Dengan level tekanan darah yang lebih tinggi dapat terlihat perdarahan
intraretinal dalam bentuk flame shape yang

mengindikasikan bahwa

perdarahannya berada dalam lapisan serat saraf, CWS dan/ atau edema retina.
Malignant hipertensi mempunya ciri-ciri papiledema dan dengan perjalanan
waktu akan terlihat gambaran makula berbentuk bintang.(2,3,4,5,6,9)
Lesi pada ekstravaskuler retina dapat terlihat sebagai gambaran
mikroaneurisme yang diperkirakan akan terjadi pada area dinding kapiler yang
paling lemah. Gambaran ini paling jelas terlihat melalui pemeriksaan dengan
angiografi.

Keadaan

stasis

kapiler

dapat

menyebabkan

anoksia

dan

berkurangnya suplai nutrisi, sehingga menimbulkan formasi mikroanuerisma.


Selain itu, perdarahan retina dapat terlihat. Ini akibat hilang atau berkurangnya

integritas endotel sehingga terjadi ekstravasasi ke plasma, hingga terjadi


perdarahan. Bercak-bercak perdarahan kelihatan berada di lapisan serat saraf
kelihatan lebih jelas dibandingkan dengan perdarahan yang terletak jauh
dilapisan fleksiform luar. Edema retina dan makula diperkirakan terjadi melalui
2 mekanisme. Hayreh membuat postulat bahwa edema retina timbul akibat
transudasi cairan koroid yang masuk ke retina setelah runtuhnya struktur RPE.
Namun selama ini peneliti lain percaya bahwa cairan edematosa muncul akibat
kegagalan autoregulasi, sehingga meningkatkan tekanan transmural pada
arterioles distal dan kapiler proksimal dengan transudasi cairan ke dalam
jeringan retina. Absorpsi komponen plasma dari cairan edema retina akan
menyebabkan terjadinya akumulasi protein. Secara histologis, yang terlihat
adalah residu edema dan makrofag yang mengandung lipid. Walaupun deposit
lipid ini ada dalam pelbagai bentuk dan terdapat dimana-mana di dalam retina,
gambaran macular star merupakan bentuk yang paling dominan. Gambaran
seperti ini muncul akibat orientasi lapisan Henle dari serat saraf yang berbentuk
radier.(2,3,4,5,6,9)
Pemeriksaan laboratorium harus mencantumkan permintaan untuk
pengukuran tekanan darah, urinalisis, pemeriksaan darah lengkap terutama kadar
hematokrit, kadar gula darah, pemeriksaan elektrolit darah terutama kalium dan
kalsium, fungsi ginjal terutama kreatinin, profil lipid dan kadar asam urat. Selain
itu pemeriksaan foto yang dapat dianjurkan termasuk angiografi fluorescein dan
foto toraks. Pemeriksaan lain yang mungkin bermanfaat dapat berupa
pemeriksaan elektrokardiogram.(2)
2.6 Penatalaksanaan
Mengobati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan
perubahan pada fundus akibat retinopati arterial. Tekanan darah harus
diturunkan dibawah 140/90 mmHg. Jika telah terjadi perubahan pada fundus
akibat arteriosklerosis, maka kondisi ini tidak dapat diobati lagi. Beberapa studi
eksperimental dan percobaan klinik menunjukan bahwa tanda-tanda retinopati

hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah. Masih tidak
jelas apakah pengobatan dengan obat anti hipertensi mempunyai efek langsung
terhadap struktur mikrovaskuler. Penggunaan obat ACE Inhibitor terbukti dapat
mengurangi kekeruhan dinding arteri retina sementara penggunaan HCT tidak
memberikan efek apa pun terhadap pembuluh darah retina. Perubahan pola dan
gaya hidup juga harus dilakukan. Pasien dinasehati untuk menurunkan berat
badan jika sudah melewati standar berat badan ideal seharusnya. Konsumsi
makanan dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake lemak tak
jenuh dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu
dibatasi dan pasien memerlukan kegiatan olahraga yang teratur. (1,2,4,6)
2.7 Komplikasi
Pada tahap yang masih ringan, hipertensi akan meningkatkan refleks
cahaya arterioler sehingga timbul gambaran silver wire atau copper wire. Namun
dalam kondisi yang lebih berat, dapat timbul komplikasi seperti oklusi cabang
vena retina (BRVO) atau oklusi arteri retina sentralis (CRAO).(5,10)
Walaupun BVRO akut tidak terlihat pada gambaran funduskopi, dalam
hitungan jam atau hari ia dapat menimbulkan edema yang bersifat opak pada
retina akibat infark pada pembuluh darah retina. Seiring waktu, vena yang
tersumbat akan mengalami rekanalisasi sehingga kembali terjadi reperfusi dan
berkurangnya edema. Namun, tetap terjadi kerusaka yang permanen terhadap
pembuluh darah. Oklusi yang terjadi merupakan akibat dari emboli. Tiga
varietas emboli yang diketahui adalah:(9)
i) kolesterol emboli (plaque Hollenhorst) yang berasal dari arteri karotid
ii) emboli platelet-fibrin yang terdapat pada arteriosklerosis pembuluh arah besar
iii) kalsifik emboli yang berasal dari katup jantung

10

Antara ciri-ciri dari CRAO adalah kehilangan penglihatan yang berat dan
terjadi secara tiba-tiba. Retina menjadi edema dan lebih opak, terutama pada
kutub posterior dimana serat saraf dan lapisan sel ganglion paling tebal. Refleks
oranye dari vaskulatur koroid yang masih intak di bawah foveola menjadi lebih
kontras dari sekitarnya hingga memberikan gambaran cherry-red spot. CRAO
sering disebabkan oleh trombosis akibat arteriosklerosis pada lamina cribrosa (10)
Selain CRAO dan BRVO, sindroma iskmik okuler juga dapat menjadi
komplikasi dari retinopati hipertensi. Sindroma iskemik okuler adalah istilah
yang diberikan untuk simptom okuler dan tanda-tanda yang menandakan suatu
keadaan kronis dari obstruksi arteri karotis yang berat. Arteriosklerosis
merupakan etiologi yang paling sering, namun penyebab lain yang dapat
menimbulkan kondisi ini termasuk sindroma Eisenmenger, giant cell arteritis
dan kondisi inflamasi lain yang berlangsung kronis. Simptom termasuk hilang
penglihatan yang terjadi dalam kurun waktu satu bulan atau lebih, nyeri pada
daerah orbital mata yang terkena dan penyembuhan yang terlambat akibat
paparan cahaya langsung.
2.8 Prognosis
Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan
penglihatan yang serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari
proses hipertensi kecuali terdapat oklusi vena atau arteri lokal. Pasien dengan
perdarahan retina, CWS atau edema retina tanpa papiledema mempunya jangka
hidup kurang lebih 27,6 bulan. Pasien dengan papiledema, jangka hidupnya
diperkirakan sekitar 10,5 bulan. Namun pada sesetengah kasus, komplikasi tetap
tidak terelakkan walaupun dengan kontrol tekanan darah yang baik.(2,4,5)

11

BAB III
KESIMPULAN

Retinopati hipertensi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan


kelainan pada vaskuler retina pada penderita dengan peningkatan tekanan darah.
Berdasarkan grading dari gambaran funduskopi, menurut studi yang dijalankan
didapatkan bahwa kelainan ini banyak ditemukan pada uia 40 tahun ke atas, walau
pada mereka yang tidak pernah mempunyai riwayat hipertensi.
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa
seri perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah.
Pada tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara
generalisata. Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan
terjadinya penebalan intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media
dan degenerasi hyalin. Setelah itu akan terjadi tahap pembentukan eksudat.
Perubahan ini menyebabkan kehilangan penglihatan secara bertahap, terutama jika
mempengaruhi makula, bagian tengah retina.
Terdapat tiga skema mayor dala pengklasifikasian retinopati hipertensi
yaitu klasifikasi Keith-Wagener-Barker, klasifikasi Scheie (1953) dan modifikasi
klasifikasi Scheie oleh American Academy of Ophtalmology. Diagnosis retinopati
hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis dan
pemeriksaan penunjang seperti funduskopi, pemeriksaan visus, pemeriksaan
tonometri, pemeriksaan USG B-Scan, dan pemeriksaan laboratorium.
Penatalaksanaan retinopati hipertensi diberikan berdasarkan tingkat
kerusakan retina, berupa konservatif dan laser fotokoagulasi. Komplikasi
retinopati hipertensi meliputi oklusi cabang vena atau arteri retina sentral, edema
makula, dan vitreoretinopati proliferative. Prognosis tergantung kepada kontrol
tekanan darah

12

Daftar Pustaka
1. Wong TY, Mitchell P, editors. Current concept hypertensive retinopathy. The New
England Journal of Medicine 2004 351:2310-7 [Online]. 2004 Nov 25 [cited 2008
May
21]:
[8
screens].
Available
from:
URL:http://www.nejm.org/cgi/reprint/351/22/2310.pdf
2. Hughes BM, Moinfar N, Pakainis VA, Law SK, Charles S, Brown LL et al, editors.
Hypertension. [Online]. 2007 Jan 4 [cited 2008 May 21]: [7 screens]. Available
from: URL:http://www.emedicine.com/oph/topic488.htm
3. Riodan-Eva P. In: Vaughan DG, Asbury T, Riodan-Eva P, editors. Oftalmologi umum:
anatomi dan embriologi mata. 14th ed. Jakarta. Penerbit Widya Merdeka; 1996. p. 79
4. Lang GK. In: Ophtalmology a short textbook: retina. 1st ed. New York, Thieme
Stuttgart Germany; 2000. p. 299-314, 323-5
5. Pavan PR, Burrows AF, Pavan-Langston D. In: Pavan-Langston D, Azar DT, Azar N,
Beyer J, Baruner SC, Burrows A et at, editors. Manual of ocular diagnosis and
therapy: retina and vitreous. 6th ed. Massachusetts. Lippincotts Williams and
Wilkins; 2008. p. 213-22
6. Wong YT, McIntosh R, editors. Hypertensive retinopathy signs as risk indicators of
cardiovascular morbidity and mortality. British Medical Bulletin 2005;73 and 74;5770. [Online]. 2005 Jul 13 [cited 2008 May 21]: [14 screens]. Available from:
URL:http://bmb.oxforsjournals.org/cgi/reprint/73-74/1/57
7. Sehu WK, Lee WR, editors. In: Ophtalmic pathology an illustrated guide for
clinicians: retina: vascular diseases, degenerations and dystrophies. 1 st ed. Carlton
Australia, Blackwell Publishing Limited; 2005. p. 204, 213-4
8. Khaw PT, Shah P, Elkington AR, editors. In: ABC of eyes: general medical disorders
and the eye. 4th ed. London. BMJ Publishing Group Limited; 2004. p. 69-71
9. Ilyas SH, editor. In: Ilmu penyakit mata : penglihatan turun perlahan tanpa mata
merah: retinopati hipertensi. 3rd ed. Jakarta, Balai Penerbit FKUI; 2005. p. 221-3
10. Section 12 basic and clinical science course 2003-2004: retina and vitreous [CDROM] [cited 2008 May 25]; New York (NY): American Academy of
Ophthalmology; 2004.

13

Anda mungkin juga menyukai