Anda di halaman 1dari 15

http://komunitaspenyuluhperikanan.blogspot.

com/2013/07/pencegahan
-kepunahan-ikan-belida.html
PENCEGAHAN KEPUNAHAN IKAN BELIDA
TAKSONOMI IKAN BELIDA
Secara taksonomi, ikan belida dapat di klasifikasikan sebagai berikut :
Phylum

: Chordata

Kelas

: Pisces

Sub-Kelas

: Teleostei

Ordo

: Isospondyli

Family

: Notopteridae

Genus

: Notopterus

Spesies

: Notopterus Chitala

Di setiap daerah, ikan belida mempunyai nama spesifik, yaitu belido


(Sumatera Selatan dan Jambi), belida (Kalimantan Barat) dan ikan pipih
(Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah). Nama dagang ikan belida
adalah knife fishes. Ikan belida ini dapat tumbuh hingga mencapai 87,5
cm. Di Sumatera Selatan (sungai Lempuing), ikan belida berukuran 83
cm dengan bobot 6 kg pernah ditemui (Adjie & Utomo, 1994).

HABITAT IKAN BELIDA


Ikan belida menghuni perairan sungai dan rawa banjiran di bagian
tengah dari daerah aliran sungai (DAS). Pengamatan
DAS Musi
menunjukkan bahwa ikan belida banyak ditemui di sungai yang
banyak terdapat rantingatau kayu dan diperairan rawa banjiran yang
berhutan. Tempat tersebut merupakan habitat ikan belida untuk
menjalankan siklus kehidupannya, mulai mematangkan gonad,
memijah, merawat telur, merawat anakan hingga tumbuh besar
menjadi induk. Habitat pemijahan induk ikan belida yaitu bagian
perairan yang mempunyai kedalaman dari 1,5-2 m. Selama musim
kemarau, ikan belida menghuni anak sungai dan ia akan menyebar ke
perairan sekitarnya (rawa banjiran dan persawahan) selama musim
penghujan.

BIOLOGI-REPRODUKSI IKAN BELIDA


Ikan belida mempunyai bentuk badan pipih. Pola pertumbuhannya
mengikuti alometrik. Ikan belida betina lebih gemuk dari pada ikan
jantan. Untuk mencapai pertumbuhan tersebut, ikan belida menyantap
ikan sebagai menu utamanya dan udang serta serangga air sebagai
menu pelengkanya, sehingga ikan belida dapat dikategorikan ke dalam
ikan buas (karnivora).
Menurut Adjie & Utomo (1994), ikan belida berukuran lebih dari 50 cm
sudah memasuki usia dewasa dan diduga berusia lebih dari 3 (tiga)
tahun. Selanjutnya jumlah telur pada ikan belida ukuran 81-83 cm
dengan bobot 4-6 kg per ekor adalah sekitar 1.194 8.320 butir.
Pengamatan Adjie et al. (1999) di Sungai Batanghari dari bulan Mei
November menunjukkan bahwa ikan belida berukuran 70 93 cm
dengan bobot 1,9 7,0 kg per ekor telah mempunyai telur, namun
diameternya bervariasi dari 0,15 3,55 mm. Smith (1945) melaporkan
bahwa tidak semua telur ikan belida dikeluarkan pada saat memijah.
Menurut Adjie et al. (1999) mengemukakan bahwa puncak musim
pemijahan ikan belida terjadi pada bulan Juli (musim kemarau).
Nelayan memancing pada musim kemarau dengan menggunakan
pancing, empang arat, jaring insang, serta jaring insang khusus
dipasang mendatar di permukaan air.

POPULASI IKAN BELIDA DI ALAM


Dari data produksi secara umum yang diambil dari Statistik Perikanan
Indonesia selama 10 tahun (1989 1998) Anonim, 2000. secara umum
terlihat bahwa produksi ikan belida dicapai pada tahun 1991. setelah
itu produksinya cenderung menurun hingga tahun 1995 dan kemudian
stabil hingga tahun 1998. penurunan produksi ikan belida tersebut
menunjukkan bahwa populasi ikan tersebut sudah terancam
kelestariannya. Di Sumatera ikan belida sudah mulai sulit didapat sejak
1995 dan banyak tertangkap di Sumatera Selatan. Sedangkan menurut
survei plasma nutfah ikan di DAS Batanghari mengemukakan bahwa
ikan belida sudah termasuk jenis ikan yang terancam kelestariannya.

FAKTOR - FAKTOR PENDORONG ANCAMAN KELESTARIAN IKAN BELIDA


1. Peningkatan Intensitas Penangkapan
Intensitas penangkapan ikan belida di perairan umum terkait dengan
peningkatan kebutuhan pasar. Permintaan pasar ikan belida terus
meningkat akibat pasar makanan khas Sumatera Selatan tidak

terbatas hanya di Sumatera Selatan saja. Hal ini mendorong


peningkatan jumlah nelayan dan alat tangkap yang di operasikan
untuk menangkap ikan belida. Laju peningkatan mortalitas ikan belida
dialam oleh penangkapan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan laju
pemulihan kembali ketersediaan ikan tersebut dialam sehingga
populasi ikan belida cepat berkurang.

2. Penangkapan Induk Ikan Belida


Sungguhpun penangkapan ikan belida menggunakan alat tangkap
sederhana, tetap akan terancam populasinya karena ukuran ikan yang
ditangkap adalah besar sudah tergolong induk atau calon induk. Induk
belida dengan bobot 6 kg mengandung telur sebanyak 8.320 butir
(Adjie & Utomo, 1994). Jika kita gunakan asumsi bahwa sekitar 1 % dari
total telur (fekunditas) ikan belida dengan bobot 6 kg berhasil kembali
menjadi induk, maka jumlah sediaan ikan di alam adalah sekitar 80
ekor atau setara dengan 480 kg. Artinya penangkapan satu ekor induk
belida akan mengurangi
jumlah ikan sebanyak 80 ekor yang
mempunyai potensi telur sekitar 640.000 butir.

3.
Pengoperasian Alat Tangkap
Lingkungan

Terlarang dan Tidak

Ramah

Saat ini, alat tangkap racun sudah meluas digunakan oleh masyarakat,
terutama yang tinggal di sekitar perairan, setiap saat. Ditambah lagi
dengan penggunaan alat tangkap listrik yang menyebabkan kematian
ikan
secara
massal.
Di
Sumatera
Selatan,
nelayan
juga
mengoperasikan jenis alat tangkap tuguk yang di pasang melintang di
sungai kecil dan besar. Tuguk dianggap tidak ramah lingkungan karena
prinsip kerjanya seperti trawl (pukat harimau) yang sangat tidak
selektif.

4. Peningkatan Tekanan Ekologis oleh Limbah


Sudah menjadi tradisi bahwa sungai merupakan tempat pembuangan
limbah, semakin ke hilir, kadar limbahnya semakin tinggi. Menurut
Pollnac & Malvestuto (1992), DAS Musi sebagai tempat hidup ikan
belida dapat digolongkan ke dalam perairan yang mempunyai tekanan
ekologis tinggi di Indonesia dibandingkan dengan Kalimantan (DAS
Kapuas).
Penurunan kualitas perairan akibat limbah dapat
mengganggu siklus hidup ikan belida.

5. Pembukaan Lahan dan Pembangunan Infrastruktur


Pembukaan lahan dan pembangunan infrastruktur seperti jalan raya
menjadi sumber gangguan siklus kehidupan ikan, termasuk belida.
Selama musim hujan tanah terkikis dan menjadi sumber peningkatan
tingkat kekeruhan perairan dan pendangkalan perairan. Kekeruhan
yang tinggi akan mengganggu proses sintesis fitoplankton dan
selanjutnya mempengaruhi struktur komunitas di atasnya, khususnya
larva dan ikan kecil yang menggantungkan hidupnya pada plankton.
Gangguan tersebut akan mempersempit peluang ikan belida untuk
mendapatkan makanan. Sehingga hal demikian akan mengganggu
kestabilan ekosistem suatu perairan.

6. Proses Penuaan Alami


Proses penuaan tidak bisa dielakkan lagi. Hanya makhluk hidup yang
kuat saja yang mampu bertahan hidup. Menurut Pollnac & Malvestuto
(1992), perubahan kondisi lingkungan perairan dan penangkapan ikan
yang berlebihan dapat menurunkan populasi ikan. Perusakan habitat
sangat berbahaya terutama bagi jenis yang hidup endemik yang dapat
mengakibatkan kepunahan jenis ikan tersebut. Oleh karena itu kita
harus berbuat agar anak cucu kita masih dapat menikmati rasa dan
keindahan ikan belida, khususnya bagi masyarakat di Sumatera
Selatan.

TINDAKAN PENCEGAHAN KEPUNAHAN IKAN BELIDA


Di Sumatera Selatan dan Jambi fakta menunjukkan bahwa
secara umum ikan belida sudah terancam kepunahan populasinya.
Untuk mencegah kepunahan jenis ikan tersebut, maka perlu membuat
suatu keseimbangan antara kematian akibat penangkapan dan proses
alami dengan rekrutmen sediaan ikan tersebut. Diantara cara
mencegah kepunahan ikan belida tersebut adalah :
v Mendirikan suaka perikanan
v Domestikasi
v Penebaran kembali, dan
v Pengembangan budidaya menjadi alternatif pencegahan kepunahan
yang strategis
Suaka perikanan, khususnya daerah pemijahan menjadi penting
dalam tindakan mencegah kepunahan ikan belida. Suaka perikanan

tersebut akan menajdi peluang kepada ikan belida untuk melakukan


proses reproduksinya secara normal.
Domestikasi adalaj upaya manusia untuk menjinakkan ikan liar
agar dapat tumbuh dan berkembang dalam kondisi terkontrol sesuai
dengan keinginan mereka. Proses domestikasi dapat dimulai
pemeliharaan ikan belida ukuran kecil
(benih) atau
besar yang
ditangkap dari alam dalam
wadah budidaya. Ikan tersebut diberi pakan secara teratur sehingga
matang kelamin dan dipijahkan secara terkontrol.
Keberhasilan domestikasi ikan belida akan mendorong
pengembangan
budidaya
yang
dapat
mengurangi
tekanan
penangkapan. Selain itu benih hasil pemijahan dapat ditebar kembali
ke perairan umum.
PENANGANAN HAMA DAN PENYAKIT IKAN
Karena ikan belida merupakan ikan yang belum ada
dibudidayakan dan masyarakat memperolehnya melalui penangkapan
di alam, maka sampai saat ini belum diperoleh referensi/literatur yang
mengindentifikasi tentang hama dan penyakit yang menyerang ikan
belida.
Dari hasil konfirmasi kami pada Dinas Kelautan dan Perikanan
Propinsi Sumatera Selatan, bahwa saat ini, di Balai Riset Perikanan
Perairan Umum Palembang sedang melakukan penelitian mengenai
indentifikasi secara umum hingga pada penyakit yang dapat
menyerang ikan belida. Data akan dapat diperoleh setelah penelitian
ini selesai dan dipublikasikan pada masyarakat. Akan tetapi yang
umum dan pasti terjadi yaitu penyakit stres pada ikan belida yang
berpengaruh dapat mengganggu pola reproduksi dan perkembangan
ikan belida karena disebabkan semakin buruknya lingkungan perairan
Sungai Musi Palembang, dan perlakuan pada saat penangkapan.
Tabel 1. Tindakan preventif untuk mencegah penyakit pada ikan belida
yang disebabkan oleh stres
NO

PENYAKIT

PENYEBAB

PENCEGAHAN

PENGOBATAN ALAMI

PENGOBATAN KIMIA
1.

Stres

o Kondisi lingkungan persirsn yang buruk


o Penanganan pada saat penangkapan

o Kurangi pembuangan limbah yang berakibat terjadinya pencemaran


perairan DAS Musi sebagai habitat ikan belida
o Hindari penangkapan yang menyebabkan iiritasi/luka pada saat
penangkapan
o
Jangan menggunakan alat tangkap dengan bahan racun dan
sejenisnya, sebab dapat dapat menyebabkan kepunahan secara total.
o Setelah melakukan penangkpan masukkan ikan belida ke dalam bak
penampungan yang terlindung baik dari cahaya ataupun gangguan
manusia dan beri aerasi.

o Apabila ikan stress dan ikan tidak nafsu makan dapat diberikan
ekstrak sambiloto sebanyak 0,6 ml/liter air.
o Kalau terjadi luka dapat diberi antiseptik dengan daun sirih.

o Rendam dengan PK (kalium permanganat) KMNO4 dosis 1 ppm per


10 liter air, direndam selama 10 15 menit

DAFTAR PUSTAKA

Balai Riset kelautan dan Perikanan (2002). Warta Penelitian Perikanan


Indonesia.

Yayan dan Syafei L.S, 2005. Buku Seri Kesehatan Ikan Ikan Belida
Sehat Produksi Meningkat. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian,
Jurusan Penyuluhan Perikanan, Bogor.

Diposkan oleh Fahrur Razi, SST di 09.33 Kirimkan Ini lewat


EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

Ikan BelidaRiwayatmu kini..

September 8th 2014 Biologi Konservasi 21 Comments

ikan belida tutul

Gambar 1. Ikan Belida

Indonesia.Riwayatmu kini

Sepenggal kalimat tersebut mengingatkan kepada saya salah lirik lagu


nasional Indonesia, yang sampai saat ini juga saya tidak mengetahui
judul lagu tersebut apa. Oke tidak apa-apa..bukan saya kurang

nasionalis..tapi saya hanya..LUPA. Baiklahsaya lanjutkan lagiLirik


tersebut juga menginspirasi saya sebagai WNI (Warga Negara
Indonesia) yang gemar mengkonsumsi Empek-empek Palembang! Nah
sekarang saya sudah jadi nasionalis

Empek empek Palembang dan mahkluk indah yang ada di atas sangat
erat hubungannyabukan karena mereka bertetangga, lantas
hubungan mereka baik-baik saja. Melainkan Empek-empek yang asli
Palembang menggunakan daging dari Ikan belida ini, yang kemudian di
olah dan dijadikan seporsi Empek-Empek yang rasanya @##$%^&.
Enak sekali! Selain Empek-empek, ikan belida juga bisa dibuat kerupuk
(kemplang). Ikan belida
ini merupakan ikan khas dan langka
keberadaannya di Indonesia, yang salah satunya dapat hidup di daerah
Sumatera Selatan, Palembang. Penduduk disekitar biasa menyebut
ikan ini dengan nama Belido

Sebenarnya banyak ikan lain yang bisa dimanfaatkan dagingnya untuk


diolah menjadi empek-empek..yaitu ikan gabus, ikan tenggiri, dan ikan
sepatnamun yang membedakan empek empek dari daging ikan
belida dan ikan yang lain (gabus, tenggiri, maupun sepat) adalah cita
rasanyalebih gurih, padat berisi, dan tidak amis tentunya. Ikan ini
memiliki rasa yang lezat, karena kandungan lemaknya yang tinggi
(Sunaro, 2002), dan juga kandungan protein dan vitamin A yang tak
kalah tinggi (Mno,2005). Karena alasan tersebut, ikan ini banyak diburu
untuk dagingnya, dan ada beberapa orang yang memburu ikan lezat
nan indah ini untuk ikan hias tentunya.

pempek2

Gambar 2. Empek Empek Palembang

aneka-kerupuk-kemplang-copy (2)

Gambar 3. Kemplang Palembang

Ikan ini mempunyai beberapa nama, diantaranya ikan lopis, belida


atau ikan pipih. Belida merupakan jenis ikan sungai yang tergolong
dalam suku Notopridae (ikan berpunggung pisau) (Kottelat dkk, 1993).
Jenis ini dapat ditemui di Sumatera, Kalimantan, Jawa dan
semenanjung Melayu (Inoue dkk, 2009). Di Sumatera Selatan
khususnya di daerah Ogan Komering llir, Ogan Komering Ulu, Muara
Enim, Musi Banyuasin, Mursi Rawas, Kodya Palembang dan sebagian
kecil daerah Kabupaten Lahat dapat ditemukan ikan sexy ini. Menurut
masyarakat Sumatera Selatan, Belida artinya makhluk yang pandai
berdiplomasi (be = punya, lida = lidah, pandai bersilat lidah). Wah
dasar ikan yang bisa memutar balikkan fakta nih #Eh. Sebagai
informasi, ternyata ikan asli Indonesia ini sekarang sudah diambang
kepunahan, sebabnya selain konsumsi terhadap ikan ini semakin
meningkat, upaya konservasi masih sangat kurang. Berikut klasifikasi
dari ikan Belida menurut Anonim (2013) :

Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Actinopterygii
Ordo: Osteoglossiformes
Famili: Notopteridae
Genus: Chitala
Spesies: -Chitala lopis
-Notopterus chitala

Ikan Belida sendiiri memiliki ciri-ciri : Berukuran sedang, panjang


maksimum 100 cm dan berat rata-rata 0,5-1 kg, di alam aslinya bisa
mencapai 2 4 Kg. Bentuk badannya yang pipih dengan kepala yang
berukuran kecil dan di bagian tengkuknya terlihat bungkuk. Rahang
atas letaknya jauh di belakang mata. Badan tertutup oleh sisik yang
berukuran kecil. Sisik di bagian punggungnya berwarna kelabu
sedangkan di bagian perutnya putih keperakan (Anonim, 2014). Cholik
dkk (2009), menambahkan ciri ciri lain dari ikan belida yaitu memiliki
sirip dubur memiliki sirip dubur yang sangat panjang yang berawal dari
tepat di belakang sirip perut sampai ke bagian sirip ekor, dapat
menghisap udara dari atmosfer.

Pada bagian sisinya terdapat lingkaran putih seperti bola-bola hitam


yang masing-masing dikelilingi lingkaran putih. Dengan bertambahnya
umur, hiasan tubuh ikan belida akan hilang dengan sendirinya dan
diganti oleh garis-garis kehitaman, sistem reproduksi ikan ini dengan
bertelur. Merupakan ikan air tawar yang bersifat predator atau
pemangsa dan nokturnal (aktif pada malam hari) (Anonim, 2014).

Pada siang hari biasanya ikan ini akanbersembunyi di antara vegetasi


air. Makanannya berupa anak-anak ikan dan udang, tak jarang
mangsanya berukuran lebih besar. Ikan belida jantan bertugas
membuat sarang yang dibuatnya dari ranting dan daun, juga menjaga
telur dan anak-anaknya. Ikan belida dapat menghirup udara dari
atmosfir. Ikan karnivora ini hidup di kedalaman 2-3 meter di tempattempat gelap. Saat air sungai meluap, mereka naik ke rawa-rawa untuk
kawin dan melepas telurnya di sana (Anonim,2014).

Adanya aktivitas penangkapan yang lebih, penggunaan alat tangkap


yang tidak ramah lingkungan dan perubahan kondisi linkungan
perairan menyebabkan kelestarian jenis ikan ini menjadi terancam
(Pollnac dan Malvestuto, 1991). Produksi tahunan ikan Belida terus
mengalami penurunan, baik pada tingkat nasional (8.000 ton pada
tahun 1991), 5.000 ton (tahun 1995), dan 3.000 ton (1998) (Direktorat
Jendral Perikanan, 2000). Lebih jauh lagi, ikan belida sudah termasuk
ikan air tawar yang telat dilindungi, berdasarkan atas surat Keputusan
Menteri Pertanian No.716/Kpts/UM/ 10/1980 dan Peraturan Pemerintah
No. 7/1999 yang mengatakan bahwa semua jenis ikan dari genus
Chitala merupakan ikan yang dilindungi.

FAKTOR FAKTOR PENDORONG ANCAMAN KELESTARIAN IKAN BELIDA :


1. Peningkatan Intensitas Penangkapan
Intensitas penangkapan ikan belida di perairan umum terkait dengan
peningkatan kebutuhan pasar. Permintaan pasar ikan belida terus
meningkat akibat pasar makanan khas Sumatera Selatan tidak
terbatas hanya di Sumatera Selatan saja. Hal ini mendorong
peningkatan jumlah nelayan dan alat tangkap yang di operasikan
untuk menangkap ikan belida. Laju peningkatan mortalitas ikan belida
dialam oleh penangkapan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan laju

pemulihan kembali ketersediaan ikan tersebut


populasi ikan belida cepat sekali berkurang.

dialam

sehingga

2. Penangkapan Induk Ikan Belida


Walaupun penangkapan ikan belida menggunakan alat tangkap
sederhana, tetap saja akan terancam populasinya karena ukuran ikan
yang ditangkap adalah besar sudah tergolong induk atau calon induk.
Induk belida dengan bobot 6 kg mengandung telur sebanyak 8.320
butir (Adjie dan Utomo, 1994). Jika kita gunakan asumsi bahwa sekitar
1 % dari total telur (fekunditas) ikan belida dengan bobot 6 kg berhasil
kembali menjadi induk, maka jumlah sediaan ikan di alam adalah
sekitar 80 ekor atau setara dengan 480 kg. Artinya penangkapan satu
ekor induk belida akan mengurangi jumlah ikan sebanyak 80 ekor yang
mempunyai potensi telur sekitar 640.000 butir. WOW!

3. Pengoperasian Alat Tangkap Terlarang dan Tidak Ramah Lingkungan


Saat ini, alat tangkap dengan penggunaan racun sudah meluas di
kalangan oleh masyarakat, terutama yang tinggal di sekitar perairan.
Ditambah lagi dengan penggunaan alat tangkap listrik yang
menyebabkan kematian ikan secara massal. Di Sumatera Selatan,
nelayan juga mengoperasikan jenis alat tangkap tuguk yang di pasang
melintang di sungai kecil dan besar. Tuguk dianggap tidak ramah
lingkungan karena prinsip kerjanya seperti trawl (pukat harimau) yang
sangat tidak selektif.

4. Peningkatan Tekanan Ekologis oleh Limbah


Sudah menjadi tradisi bahwa sungai merupakan tempat pembuangan
limbah, semakin ke hilir, kadar limbahnya semakin tinggi. Menurut
Pollnac dan Malvestuto (1992), DAS (Daerah Aliran Sungai) Musi
sebagai tempat hidup ikan belida dapat digolongkan ke dalam perairan
yang mempunyai tekanan ekologis tinggi di Indonesia dibandingkan
dengan Kalimantan (DAS Kapuas). Penurunan kualitas perairan akibat
limbah dapat mengganggu siklus hidup ikan belida.

5. Pembukaan Lahan dan Pembangunan Infrastruktur


Pembukaan lahan dan pembangunan infrastruktur seperti jalan raya
menjadi sumber gangguan siklus kehidupan ikan, termasuk belida.

Selama musim hujan tanah terkikis dan menjadi sumber peningkatan


tingkat kekeruhan perairan dan pendangkalan perairan. Kekeruhan
yang tinggi akan mengganggu proses sintesis fitoplankton dan
selanjutnya mempengaruhi struktur komunitas di atasnya, khususnya
larva dan ikan kecil yang menggantungkan hidupnya pada plankton.
Gangguan tersebut akan mempersempit peluang ikan belida untuk
mendapatkan makanan. Sehingga hal demikian akan mengganggu
kestabilan ekosistem suatu perairan.

6. Proses Penuaan Alami


Proses penuaan tidak bisa dielakkan lagi. Hanya makhluk hidup yang
kuat saja yang mampu bertahan hidup. Menurut Pollnac dan
Malvestuto (1992), perubahan kondisi lingkungan perairan dan
penangkapan ikan yang berlebihan dapat menurunkan populasi ikan.
Perusakan habitat sangat berbahaya terutama bagi jenis yang hidup
endemik yang dapat mengakibatkan kepunahan jenis ikan tersebut.
Oleh karena itu kita harus berbuat agar anak cucu kita masih dapat
menikmati rasa dan keindahan ikan Belida, khususnya bagi masyarakat
di Sumatera Selatan.

UPAYA PENCEGAHAN (KONSERVASI) IKAN BELIDA :

Di Sumatera Selatan dan Jambi, fakta menunjukkan bahwa secara


umum ikan belida sudah terancam kepunahan populasinya. Untuk
mencegah kepunahan jenis ikan tersebut, maka perlu dibuat suatu
keseimbangan antara kematian akibat penangkapan dan proses alami
dengan pengambilan beberapa ikan tersebut. Berikut ini adalah caracara mencegah kepunahan ikan belida tersebut adalah :

1. Mendirikan suaka perikanan


2. Domestikasi
3. Penebaran kembali, dan
4. Pengembangan budidaya menjadi alternatif pencegahan kepunahan
yang strategis

Suaka perikanan, khususnya daerah pemijahan menjadi penting dalam


tindakan mencegah kepunahan ikan belida. Suaka perikanan tersebut
akan menajdi peluang kepada ikan belida untuk melakukan proses
reproduksinya secara normal. Domestikasi adalah upaya manusia
untuk menjinakkan ikan liar agar dapat tumbuh dan berkembang
dalam kondisi terkontrol sesuai dengan keinginan mereka. Proses
domestikasi dapat dimulai pemeliharaan ikan belida ukuran kecil
(benih) atau besar yang ditangkap dari alam dalam wadah budidaya.
Ikan tersebut diberi pakan secara teratur sehingga matang kelamin
dan dipijahkan secara terkontrol. Keberhasilan domestikasi ikan belida
akan mendorong pengembangan budidaya yang dapat mengurangi
tekanan penangkapan. Selain itu benih hasil pemijahan dapat ditebar
kembali ke perairan umum (Yayan dan Syafei, 2005).

Upaya konservasi dan pengelolaan sumber daya ikan Belida sangat


dibutuhkan dan menjadi sesuatu yang mendesak demi kelestarian
jenis ikan ini. Manfaat yang diperoleh tidak hanya mempertahankan
sumber daya genetik dan spesies ikan belida, tetapi terkait juga
dengan konservasi keanekaragaman hayati dan manfaat nilai ekonomi
yang bisa diambil dari sumber daya tersebut. Selain itu dipandang juga
dari sisi biologisnya, konservasi spesies ikan ini sangat penting karena
fungsinya yang signifikan terhadap komunitas akuatik dan pentingnya
sistem akuatik tersebut untuk keberlangsungan keseluruhan biosfer.
Oleh karena itu, mari kita selamatkan empek empek Palembang! Eh
salahayo jaga keberadaan ikan belida!!

Salam lestari!!!

DAFTAR PUSTAKA :

Adjie, S. dan Utomo, A.D. 1994. Aspek Biologi Ikan Belida di Perairan
sekitar Lubuk Lampam Sumatera Selatan. Seminar Hasil Penelitian
Perikanan Air Tawar 1993/1994. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikaanan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Sumatera Selatan.

Anonim. 2013. Ikan Belida. http://www.thecrowdvoice.com/post/ikanbelida-13330156.html. 8 Agustus 2014.

Anonim.
2014.
Ikan
Belida.
(http://www.fishyforum.com/fishysalt/fishyronment/101-jenis-ikanpopuler-belida-notopetrus-chitala-h-b.html. 8 Agustus 2014.

Cholik, F., Jagadraya, A.G.,Poernomo, R.P. dan Jauji, A. 2005. Akua Kultur
Tumpuan Harapan, Masa Depan Bangsa. Masyarakat Perikanan
Nusantara dan Taman Akuarium Air Tawar, Jakarta. Hal. 415.

Direktorat Jendral Perikanan. 2000. Statistik Perikanan Indonesia.


Departemen Pertanian, Jakarta.

Inoue, J,G,Y.,Kumazawa, M.,Miya.dan Nishida, M. 2009. The Historical


Biogeography of The Fresh Wate Knifefishes Using Mitogenomic
Approaches : A Mesozoic Origin of Asian Notopterids (Actinopterygi :
Osteoglossonorpha). Molecular Phylogenetics and Evolution. 51 : 486499.

Kottelat, M., Whitten, A.J.,Kartikasari, S.N. dan Wirjoatmodjo, W.


1993.Freshwater Fishes Of Western Indonesia And Sulawesi. Periplus
Editions, Singapore.

Mno.
2005.
Makanan
Untuk
Perlindungan
Mata.
http://www.promosikesehatan.com/tips?nid=74. 8 Oktober 2014.

Pollnac, R.B. dan Malvestuto,S.P. 1991. Biological and Sosio Economic


Condition For The Development and Management of Riverine Fisheries
Resources In The Kapuas and Musi Rivers. The Central Research
Institute for Fisheries.Agency for Articultural Research and
Development. Ministry of Agriculture, Jakarta.

Pollnac, R.B. dan Malvestuto,S.P. 1992. Biological and Sosio Economic


Condition For The Development and Management of Riverine Fisheries
Resources In The Kapuas and Musi Rivers. The Central Research

Institute for Fisheries.Agency for Articultural


Development. Ministry of Agriculture, Jakarta.

Research

and

Sunaro.2002. Selamatkan Plasma Nutfah Ikan Belida. Warta Penelitian


Perikanan Indonesia 8 (4) :2-6.

Yayan dan Syafei L.S. 2005. Buku Seri Kesehatan Ikan Ikan Belida
Sehat Produksi Meningkat. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian,
Jurusan Penyuluhan Perikanan, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai