Anda di halaman 1dari 6

Tugas Individu

Mata Kuliah : Gizi Kesehatan Masyarakat Lanjut

Faktor Risiko Obesitas yang Paling Dominan


pada Orang Dewasa dan pada Anak

Oleh:
YANI ANDRIANY SHOLIHAH
P1803214003

PROGRAM PASCA SARJANA KOSENTRASI GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

Obesitas telah menjadi epidemi di seluruh dunia dan dinyatakan oleh World Health
Organization (WHO) sebagai masalah kesehatan kronis terbesar pada orang dewasa. Masalah
obesitas dapat terjadi pada usia anak-anak, remaja hingga dewasa. Di dunia prevalensi dari
penyakit-penyakit kronis dan penyakit yang tidak menular meningkat pada level yang
membahayakan. Kurang lebih 18 juta orang meninggal tiap tahun dari penyakit kardiovaskuler,
dimana diabetes dan hipertensi adalah faktor predisposisi paling banyak. Yang mendorong
kenaikan dari kasus diabetes dan hipertensi adalah prevalensi dari overweight dan obesitas.
Sekarang ini lebih dari 1,1 milyar orang dewasa di seluruh dunia mempunyai berat badan yang
berlebihan dan 312 juta dari mereka termasuk dalam kriteria obesitas. Tidak hanya pada orang
dewasa, berdasarkan data dari International Obesity Task Force, 155 juta anak-anak di dunia
juga termasuk dalam kriteria overweight atau obesitas.
Di Negara berkembang seperti Indonesia, masalah gizi saat ini memasuki masalah ganda.
Artinya, masalah gizi kurang masih belum teratasi sepenuhnya, sementara sudah muncul
masalah gizi lebih. Kelebihan gizi yang menimbulkan obesitas dapat terjadi baik pada anak-anak
maupun usia dewasa. Riset kesehatan dasar 2007 melaporkan bahwa prevalensi nasional
obesitas umum pada penduduk umur 15 tahun adalah 10,3%. Sebanyak 12 provinsi
mempunyai prevalensi obesitas umum pada penduduk umur 15 Tahun diatas prevalensi
nasional, yaitu Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur,
Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku Utara, Papua Barat,
dan Papua. Berdasarkan perbedaan menurut jenis kelamin menunjukkan, bahwa prevalensi
nasional obesitas umum pada laki-laki umur 15 tahun adalah 13,9%, sedangkan prevalensi
nasional obesitas umum pada perempuan umur 15 tahun adalah 23,8% (BPPK, 2007)
Namun sebelumnya perlu kita ketahui apa sebenarnya definisi obesitas. Obesitas adalah
penimbunan lemak yang berlebihan secara umum pada jaringan subkutan dan jaringan lainnya di
seluruh tubuh. Obesitas merupakan kelebihan lemak dalam tubuh bukan kelebihan berat badan.
Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari asupan makanan dan dikeluarkan untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh, aktivitas, dan untuk pertumbuhan. Jika energi
yang masuk sama dengan energi yang dikeluarkan oleh tubuh maka berat badan akan stabil.
Akan tetapi, jika energi yang masuk melebihi energi yang dikeluarkan maka ada terjadi deposit
lemak sehingga menyebabkan terjadinya obesitas.

Untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami obesitas atau tidak bisa dilihat dari
KMS (Kartu Menuju Sehat) atau tabel hubungan antara IMT (Indeks Massa Tubuh) dengan
umur. Menurut NHANES (National Health Examination Survey) II tahun 1984 dan NHANES III
tahun 1993, IMT yang lebih besar dari persentil 95 tergolong obesitas atau ada juga yang
mengelompokkannya sebagai overweight. IMT antara persentil 85 dan persentil 95 digolongkan
kepada anak berisiko obesitas. Pengukuran yang menggunakan IMT ini tidak berlaku pada anak
berumur 2 tahun. Selain menghitung IMT, ada dua cara lain untuk mengukur obesitas pada
anak yaitu dengan mengukur persentase lemak tubuh dan dan mengukur lingkar pinggang.
Persentase lemak tubuh merupakan indikator yang paling tepat untuk obesitas. Anak laki-laki
yang memiliki persentase lemak tubuh diatas 25% dan anak perempuan diatas 32% tergolong
obesitas. Pengukuran persentase lemak ini dilakukan melalui pengukuran tebal lipatan kulit yang
tergolong sulit karena harus dilakukan oleh ahli yang berpengalaman. Dalam hal ukuran lingkar
pinggang, mereka yang berisiko adalah yang berada diatas persentil 90 dari semua usia dan jenis
kelamin.
Obesitas merupakan penyakit multifaktorial yang diduga sebagian besar disebabkan oleh
karena interaksi antara faktor genetik dan lingkungan seperti aktivitas, gaya hidup, sosial
ekonomi, dan nutrisional atau asupan nutrisi.
Faktor genetic (Parental fatness) disebut-sebut merupakan faktor yang berperan sangat
besar. Bila kedua orang tua obesitas, 80% anaknya berpotensi menjadi obesitas. Jika salah satu
orang tua obesitas, 40% anaknya berpotensi menjadi obesitas dan jika kedua orang tua tidak
obesitas, kemungkinan terjadinya obesitas pada anak hanya 14%. Seseorang yang mempunyai
bakat untuk menjadi obesitas jika berhadapan dengan kondisi lingkungan yang mendukung maka
anak tersebut dapat menderita obesitas. Namun perlu diingat bahwa meskipun seseorang
mempunyai bakat (faktor genetic) untuk menjadi obesitas tetapi jika berhadapan dengan kondisi
lingkungan dan perubahan gaya hidup yang lebih baik, maka hal itu dapat mencegah terjadinya
obesitas.
Faktor lingkungan terdiri dari aktivitas fisik, faktor nutrisional, faktor sosial ekonomi.
Aktivitas fisik merupakan komponen utama dari energi yang dikeluarkan yaitu sekitar 20-50%.
Kurang beraktivitas dapat menyebabkan terjadinya obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang
rendah mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar 5 kg.

Faktor lingkungan lain yang berperan adalah faktor nutrisional. Faktor nutrisi berperan
sejak mulai dari kandungan dimana jumlah lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi oleh
berat badan ibu. Kenaikan berat badan dan lemak pada anak dipengaruhi oleh waktu pertama kali
mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemak, serta kebiasaan
mengkonsumsi makanan yang mengandung energi tinggi. Makanan berlemak mempunyai rasa
yang lezat sehingga akan meningkatkan selera makan yang akhirnya terjadi konsumsi yang
berlebihan. Jika cadangan lemak dalam tubuh rendah dan asupan karbohidrat berlebihan, maka
kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Lemak
mempunyai kapasitas penyimpanan yang tidak terbatas. Kelebihan asupan lemak tidak diiringi
dengan oksidasi lemak sehingga sekitar 96% lemak akan disimpan dalam jaringan lemak.
Faktor sosial ekonomi juga berpengaruh terhadap prevalensi terjadinya obesitas pada.
Perubahan pengetahuan, sikap, gaya hidup, pola makan, serta peningkatan pendapatan
mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Beberapa tahun terakhir
terlihat adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktifitas fisik seperti ke
sekolah dengan naik kendaraan dan kurangnya aktifitas bermain dengan teman serta lingkungan
rumah yang tidak memungkinkan anak-anak bermain di luar rumah, sehingga anak lebih senang
bermain komputer/games, menonton TV atau video dibanding melakukan aktivitas fisik.
Dari beberapa faktor risiko tersebut, yang menjadi faktor dominan penyebab obesitas
adalah aktivitas fisik dan pola makan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Dewi Yuliani,
dkk mengenai faktor yang berhubungan dengan kejadian obesitas di kelurahan pai kecamatan
biringkanaya makassar pada tahun 2012, hasil yang didapatkan menyatakan adanya hubungan
antara pola makan dengan kejadian obesitas dengan hasil bivariat (p=0,000) dan terdapat
hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas (p=0,000), dan tidak terdapat hubungan
antara stress dengan kejadian obesitas (p=0,112).
Untuk kejadian obesitas pada anak, aktivitas fisik merupakan variabel paling dominan
yang berhubungan dan berpengaruh terhadap kegemukan. Penelitian terhadap anak di Amerika
dengan tingkat sosial ekonomi yang sama menunjukkan bahwa mereka yang menonton televisi
selama 5 jam per hari mempunyai risiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dibandingkan
dengan mereka yang menonton 2 jam tiap harinya. Sama halnya dengan penelitian yang
dilakukan oleh Niken (2007) di Semarang, didapatkan hasil bahwa anak yang melakukan
aktivitas ringan berisiko 5 kali untuk menjadi obesitas. Bermain di dalam rumah 2 jam berisiko

5,2 kali, bermain di luar rumah <2 jam berisiko 5,67 kali, jumlah jam tidur total 11jam berisiko
5,46 kali, jumlah jam tidur siang 1,5 jam berisiko 10 kali, menonton tv/bermain game di
komputer 2 jam berisiko 5,46 kali.
Sedangkan untuk obesitas pada dewasa, faktor risiko yang paling dominan adalah faktor
dari asupan nutrisi atau pola makan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nurzakiah,dkk tahun
2010 disimpulkan bahwa faktor risiko obesitas pada orang dewasa yang paling dominan
berdasarkan kategori IMT sampel adalah asupan karbohidrat (OR=3,32;CI 95%:1,38-7,99).
Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan Ida Trisna dan Sudihati Hamid menyatakan
bahwa variabel yang paling dominan berhubungan dengan kejadian obesitas sentral adalah
variabel asupan karbohidrat (p=0,000) dengan OR10,9.
Obesitas merupakan faktor risiko penyakit degenerative, beberapa komplikasi obesitas
lainnya yaitu gangguan pada sistem kardiovaskuler seperti tekanan darah yang naik, kholesterol
total naik, trigliserida serum naik, LDL (Low Density Lipoprotein) naik, dan VLDL (Very Low
Density Lipoprotein) naik. Selain itu obesitas pada anak juga dapat menyebabkan
hiperinsulinemia, kolelitiasis, penyakit Blount dan epifisis kaput femoris terlepas, pseudotumor
serebri, serta gangguan pada paru seperti sindrom Pickwickian dan kelainan uji fungsi paru.
Mengingat penyebab obesitas bersifat multifaktorial, maka penatalaksanaan obesitas
harus dilaksanakan secara multidisiplin. Prinsip dari tatalaksana obesitas adalah mengurangi
asupan energi serta meningkatkan keluaran energi dengan cara pengaturan diet, peningkatan
aktivitas fisik, dan memodifikasi pola hidup yang lebih sehat.
Bagaimanapun mencegah selalu lebih baik daripada mengobati. Ada banyak hal yang
perlu dilakukan untuk mencegah agar tidak terkena obesitas. Terutama untuk mencegah
terjadinya obesitas pada anak, peran orang tua sangat besar pengaruhnya. Pola makan anak harus
dijaga, kebiassan ngemil makanan yang tidak sehat harus dikurangi, dan yang paling penting
mengontrol uang jajan si anak. Kebiasaan di rumah seperti sarapan pagi bersama keluarga yang
pastinya dengan makanan yang sehat dan bergizi perlu digalakkan. Kebiasaan menonton TV di
rumah juga perlu dikontrol oleh orang tua karena efek dari iklan makanan instan dan fast food
begitu menggoda. Anak-anak tertipu dengan bentuk serta kelezatan dari makanan ini padahal
nilai gizinya sangat minim dan kaya akan lemak. Tak hanya orang tua, pemerintah pun turut
andil dalam mencegah obesitas pada anak ini. Salah satunya adalah dengan mempromosikan
jajanan sehat dan pola hidup yang sehat di TV dan media massa.

DAFTAR PUSTAKA
Nurul, Hidayati Siti dkk. (2014). Obesitas pada Anak. Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak. FK Unair RS.dr.Soetomo Surabaya.
Nurzakiah, dkk. (2010). Faktor Risiko Obesitas pada Orang Dewasa Urban dan Rural. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 5, No. 1, Agustus 2010.
Simatupang, Romauli. (2008). Pengaruh Pola Konsumsi, Aktivitas Fisik dan Keturunan terhadap
Kejadian Obesitas pada Siswa Sekolah Dasar Swasta di Kecamatan Medan Baru Kota
Medan. USU Repository.
Suprihatun, Niken. (2007). Aktivitas Fisik dan Perilaku Ibu sebagai Faktor Risiko terjadinya
Obesitas pada Anak TK. Program Studi Ilmu Gizi. Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro. Semarang.
Trisna, Ida dan Hamid. (2008). Faktor-faktor yang berhubungan dengan Obesitas Sentral pada
Wanita Dewasa (30-50tahun) di Kecamatan Lubuk sikaping Tahun 2008. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, Maret - September 2009, Vol. 03, No. 2
Yuliani, Dewi. (2012). Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Obesitas di Kelurahan Pai
Kecamatan Biringkanaya Makassar. Volume 1 Nomor 1 Tahun 2012. ISSN : 2302-2531

Anda mungkin juga menyukai