ISSN-L 2338-3321
PENDAHULUAN
Latar belakang studi ini adalah bahwa produksi batik
sebagai salah satu identitas budaya di tengah masyarakat,
khususnya di Indonesia sedang berubah secara dinamis.
Produksi batik yang esensinya adalah menghias permukaan
kain dengan tehnik wax-resist, rintang warna menggunakan
lilin malam, suatu tehnik warisan pre-moderen hingga
kini masih mampu mengatasi kondisi-kondisi yang
menguntungkan maupun menyulitkan yang dipaksakan
oleh modernitas, dan hadir sebagai sebuah tradisi
kontemporer. Desain pola batik dan keberagaman
penggunaannya menggambarkan keberagaman wajah
masyarakat di Jawa yang terus menerus berubah-ubah
sepanjang masa. Jejak-jejak agama Hindu, Buddha dan
Islam dapat ditemui selain keberagaman etnis dan adatistiadat yang mewarnainya. Sepanjang sejarahnya, para
Jurnal Ilmiah WIDYA
PEMBAHASAN
Batik
mengutamakan warisan
dipajang di museum.
122
panjang.
Tradisi dan Identitas
Di samping masalah teknik pembuatan dan estetika
batik, terdapat pesan-pesan sosial yang dikandung di
dalamnya, termasuk juga penegasan tentang identitas
siapa penggarap dan penggunanya, lingkup kehidupan,
dan yang terpenting world viewatau pandangan hidup
yang mendasari proses kreatifnya. Franz Magnis-Soeseno
(1984) menandai bahwa dalam pandangan dunia Jawa
tersebut, realitas tak dibagi-bagi dalam bidang-bidang
yang terpisah, tanpa hubungan satu sama lain, melainkan
realitas dilihat sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh
dan merupakan suatu kesatuan pengalaman.
Budayawan Umar Kayam (1990) melihat bahwa
konsep tentang keindahan yang dianut oleh penguasa
Jawa adalah refinement, penghalusan untuk mempertegas
identitas aristokrasi. Kebudayaan feodal-aristokratis Jawa
menganggap konsep alus sebagai soko-guru penting
dalam menjaga peradaban, maka di rumah-rumah para
bangsawan, para priyayi birokrat elit Jawa, unsur senitari, bahasa serta pemahaman kesusateraan, termasuk juga
seni membatik merupakan dasar-dasar pendidikan yang
penting. Membatik di rumah bukanlah sebagai pengisi
masa senggang namun juga penghalusan budi.
Sebenarnya, apa yang dapat dianggap dan disebut
sebagai tradisi itu yang tampil atau dinyatakan sebagai
tua seringkali memiliki asal atau awal yang baru, bahkan
merupakan re-invensi baru. Pada tahun-tahun pertama
setelah kemerdekaan dan pemulihan kedaulatan bangsa
Indonesia, ada upaya dari presiden Soekarno untuk
memiliki suatu gaya nasional dengan mengangkat kebaya
dan kain batik sebagai busana bagi perempuan yang
diangankan sebagai suatu semangat pan-Indonesian
yaitu berlaku untuk seluruh Negara. Semangat pencarian
identitas kemudian semakin dipertegas saat Gubernur
Jakarta Ali Sadikin pada tahun 1972 mencanangkan
kebaya batik sebagai busana untuk acara-acara resmi
pengganti jas. Batik sejak itu memang bukan hanya obyek
komoditi, tetapi juga secara resmi menjadi simbol budaya
dalam pencarian identitas bangsa.
123
124
125
126
127
PENUTUP
Kesimpulan
1. Konstruksi teori estetika yang selama ini terbatas pada
penjelasan tentang konsep seni dan berkesenian atau
bagaimana mengapresiasi seni kini dapat diperluas dengan
memasukan unsur para agen perubahan sebagai penentu
dalam perubahan struktur obyektif yaitu kebudayaan.
2. Dalam kaitannya antara Identitas dan Tradisi maka
Re-invensi Tradisi adalah bentukbentuk upaya yang
secara sadar mengkonstruksikan Identitas baru yang
berawal dari Tradisi itu berfungsi selain sebagai
pembentukan ikatan sosial, juga secara politis diperlukan
untuk pelegitimasian status dan otoritas pendukung budaya
tertentu.
3. Konsep estetika batik saat ini tidak lagi sekedar
identifikasinya saja namun dengan memberi tekanan pada
identitas batik, terjadi perluasan orientasi yang tak lagi
hanya regional atau nasional tapi sudah meluas ke global
dengan meredefinisi dan mereposisi diri. Di satu sisi
teknik, media dan desain tradisional dipertahankan, di
sisi lain inovasi, promosi dan perluasan pasar dilakukan
hingga arena produksi budaya diperluas dengan terus
menerus melakukan praksis negosiasi dan dialog globallokal sebagai sumber kreativitas.
Saran-saran
1. Studi lebih lanjut tentang re-invensi dan re-kreasi batik
dari seni tradisi menjadi seni kontemporer akan
menghasilkan tentang proses penciptaan dan transformasi
identitas juga bagaimana mengkonstruksikan identitas
baru yang berangkat dari tradisi.
2. Studi lebih lanjut tentang fenomena produk batik sebagai
bagian dari identitas lokal yang baru di luar pulau Jawa
seperti Batik Papua, Batik Kalimantan dan seterusnya
akan memperkaya khazanah Batik (Baru) di Indonesia.
Dibutuhkan studi perlindungan hukum berupa hak cipta
intelektual Batik Indonesia dari teknik hingga disain
ragam hias dan pola.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Irwan. Dari Bounded System ke Borderless Society:
Krisis Metode Antropologi dalam Memahami Masyarakat Masa
Kini, Antropologi Indonesia, (XXIII) 60:11-18. 1999.
128