PENDAHULUAN
Latar Belakang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
fraktur yang sering terjadi dibandingkan dengan fraktur pada tulang panjang
lainnya. Periosteum yang melapisi tibia agak tipis terutama pada daerah depan
yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan biasanya
fragmen frakturnya bergeser karena berada langsung dibawah kulit sehingga
sering juga ditemukan fraktur terbuka.3
Fraktur Kominutif Adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen,
atau terputusnya keutuhan jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.
Neglected adalah kata dari bahasa inggris yang berarti terlantar/ terbengkalai.9
M. gastrocnemius
2.
M. soleus
3.
M. plantaris
M. popliteus
2.
3.
4.
M. tibialis posterior
M. peroneus longus
2.
M. peroneus brevis
C. Etiologi
Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:
1. Peristiwa trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan,
pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat
patah pada tempat yang terkena, jaringan lunaknya juga pasti rusak. Bila
terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami fraktur pada
tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu, kerusakan
jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.
2. Fraktur kelelahan atau tekanan
Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau
metatarsal, terutama pada atlet, penari, dan calon tentara yang jalan
berbaris dalam jarak jauh.
3. Fraktur patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu
lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh
(misalnya pada penyakit Paget).
Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang
kaki dalam tingkat yang berbeda; daya angulasi menimbulkan
fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya pada tingkatyang
sama. Pada cedera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang
dapat menembus kulit; cedera langsung akan menembus atau
Dua pandangan
Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X tunggal dan
sekurang-kurangnya harus dilakukan 2 sudut pandang (AP & Lateral/Oblique).
Dua sendi
Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur atau angulasi.
Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain juga patah,
atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-sendi diatas dan di bawah fraktur
keduanya harus disertakan dalam foto sinar-X.
Dua tungkai
Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis fraktur. Foto pada
tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.
Dua cedera
Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari 1 tingkat.
Karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto
sinar-X pada pelvis dan tulang belakang.
Dua kesempatan
Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit dilihat, kalau ragu-ragu,
sebagai akibatresorbsi tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari kemudian dapat
memudahkan diagnosis.
2. Pencitraan Khusus
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu
dinyatakan apakah fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana yang terkena
dan lokalisasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur
itu sendiri. Konfigurasi fraktur dapat menentukan prognosis serta waktu
penyembuhan
fraktur,
misalnya
penyembuhan
fraktur
transversal
fraktur atau keseluruhan fraktur tidak nyata pada sinar-X biasa. Tomografi
mungkin berguna untuk lesi spinal atau fraktur kondilus tibia. CT atau MRI
mungkin merupakan satu-satunya cara yang dapat membantu, sesungguhnya
potret transeksional sangat penting untuk visualisasi fraktur secara tepat pada
tempat yang sukar. Radioisotop scanning berguna untuk mendiagnosis
fraktur-tekanan yang dicurigai atau fraktur tak bergeser yang lain.1,2,9
H. Diagnosis
Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis lengkap
dan melakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting untuk
dikonfirmasikan dengan melakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen
untuk membantu mengarahkan dan menilai secara objektif keadaan yang
sebenarnya.1,2,3,5
I. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur terbuka.9
1. Semua fraktur terbuka dikelola secara emergensi .
2. Lakukan penilaian awal akan adanya cedera lain yang dapat mengancam
jiwa .
3. Berikan antibiotika yang sesuai dan adekuat .
4. Lakukan debridement dan irigasi luka .
5. Lakukan stabilisaasi fraktur .
6. Lakukan rehabilitasi ektremitas yang mengalami fraktur
Tahap-Tahap Penanganan Fraktur Terbuka
1. pembersihan luka
pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis
secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.
2. eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)
semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat
pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit, jaringan
subkutaneus, lemak, fascia, otot dan fragmen2 yang lepas
10
11
K. Prognosis
Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat. Dengan terbukanya
barier jaringan lunak, maka patah tulang tersebut terancam untuk terjadinya
infeksi. Seperti kita ketahui bahwa periode 6 jam sejak patah tulang terbuka, luka
yang terjadi masih dalam stadium kontaminasi (golden periode) dan setelah
waktu tersebut, luka berubah menjadi luka infeksi.
B. Anatomi
Gerakangerakan yang
gelang
terjadi
di
bahu
dimungkinkan
oleh
sejumlah sendi
yang
saling
12
mengambil dompet, dan sebagainya atas kerjasama yang harmonis dan simultan
dengan sendi-sendi lainnya.10
13
C. Etiologi
Penyebab utama dislokasi sendi bahu ialah trauma dengan lengan
mengalami rotasi internal dan abduksi, menyebabkan caput humerus subluksasio
ke arah depan. Subluksasio ke arah posterior terjadi dari terjatuh dengan posisi
lengan terulur. Dislokasi inferior dapat terjadi dari lemahnya tonus otot dengan
hemiplegia dan dari berat lengan menarik humerus ke arah bawah. Dislokasi
glenohumeral anterior biasa terjadi pada atlit, khususnya pemain sepak bola.11
D. Klasifikasi
14
1. Dislokasi anterior
2. Dislokasi posterior
3. Dislokasi inferior atau luksasi erekta
4. Dislokasi disertai fraktur.12
E. Mekanisme Trauma
1. Dislokasi Sendi Bahu anterior
Merupakan jenis dislokasi yang paling sering terjadi pada sendi mayor.
Biasanya terjadi karena rotasi eksternal secara paksa dan ekstensi dari bahu.
Kaput humerus kemudian terdorong ke depan, dan sering menyebabkan robekan
pada kartilago glenoid labrum dan kapsul dari batas anterior kavum glenoid. 13
Lebih jarang dislokasi ini juga dapat terjadi pada pasien yang terjatuh dengan
bertumpu pada tangan dan sendi bahu dalam posisi ekstensi. Pada dislokasi ini,
kaput humerus mengalami pergeseran ke arah medial ke glenoid, tepat di bawah
prosesus korakoid.14
Pada dislokasi berulang kapsul dan labrum sering terlepas dari anterior glenoid.
Tetapi pada beberapa kasus labrum tetap utuh dan kapsul serta ligamentum
glenohumerus keduanya terlepas atau terentang ke arah anterior dan inferior.
Selain itu mungkin ada indentasi pada bagian posterolateral kaput humerus (lesi
Hill-Sachs) yaitu suatu fraktur kompresi akibat kaput humerus menekan lingkar
glenoid anterior setiap kali mengalami dislokasi.15
dengan posisi adduksi dan rotasi internal, karena kejang epileptic (akibat epilepsy
atau terkena aliran listrik), atau intoksikasi alkohol. 13,14 Dislokasi mungkin
disertai dengan fraktur proksimal humerus, kapsul posterior terlepas dari tulang
atau teregang, dan mungkin ada indentasi dari aspek anterior dari kaput
humerus.15
Ketika sendi bahu yang sebelumnya mengalami dislokasi posterior, mengalami
dislokasi ulang karena cedera lain, dislokasi kedua dan selanjutnya disebut
dislokasi rekuren. Pada kasus dimana pasien dapat mendislokasikan dan
mereduksi sendi bahu sesuai keinginan disebut dislokasi habitual. Hal ini
biasanya terjadi karena gangguan kongenital generalisata pada ligament.14
F. Manifestasi Klinis
1. Dislokasi sendi bahu anterior
Pasien biasanya datang dengan keluhan utama nyeri. Pasien juga
mengeluhkan seperti sesuatu keluar dari tempatnya sehingga dia tidak dapat
menggerakkan tangannya. Pasien kemudian menggunakan tangan yang lain untuk
membantu menyanggahnya.14 Pada kejadian akut yang pertama kali pasien dapat
menjelaskan dengan baik mekanisme trauma; adanya ruda paksa pada bahu
dalam keadaan abduksi, rotasi eksternal, dan ekstensi.15
Pada pemeriksaan fisik ditemukan beberapa tanda diantaranya adanya nyeri,
terdapat benjolan pada bagian depan bahu, posisi lengan abduksi-eksorotasi, tepi
bahu tampak menyudut, nyeri tekan, dan adanya gangguan gerak sendi bahu. Ada
2 tanda khas pada dislokasi sendi bahu anterior ini yaitu sumbu humeru yang
tidak menunjuk ke bahu dan kontur bahu berubah karena daerah dibawah
16
akromion kosong pada palpasi. Penderita merasakan sendinya keluar dan tidak
mampu menggerakkan lengannya dan lengan yang cedera ditopang oleh tangan
sebelah lain dan tidak mampu menggerakkan lengannya dan lengan yang cedera
ditopang oleh tangan sebelah lain dan ia tidak dapat menyentuh dadanya. Lengan
yang cedera tampak lebih panjang dari normal, bahu terfiksasi sehingga
mengalami fleksi dan lengan bawah berotasi ke arah interna. Posisi badan
penderita miring ke arah sisi yang sakit. Pemeriksa terkadang dapat membuat
scapula bergerak pada dadanya namun tidak akan dapat menggerakkan humerus
pada scapula. Jika pasien tidak terlalu banyak menggerakkan bahunya, maka pada
kasus ini kaput humerus yang tergeser dapat diraba di bawah prosesus
korakoideus. Fungsi nervus sirkumflex harus diperiksa karena rentan mengalami
cedera pada kasus ini.13,14,15,16
2. Dislokasi Sendi Bahu Posterior
Kasus ini jarang terjadi dan sering terabaikan karena pasien terlihat seperti
melindungi ekstrimitasnya.. Biasanya dari anamese didapati riwayat trauma yang
hebat pada bahu, riwayat terkena aliran listrik, atau intoksikasi alkohol.
Dari pemeriksaan fisik terlihat lengan dalam posisi adduksi dan rotasi interna.
Pergerakan rotasi eksternal mengalami tahanan. Pada pasien yang kurus kaput
humerus dapat teraba pada bagian posterior.14,15,16
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Polos
Pemeriksaan radiologis harus meliputi sudut anteroposterior dan lateral.
Pada sudut anteroposterior dapat ditentukan bilamana terjadi nterjadi rotasi
interna dan eksterna. Pada rotasi interna dapat dilihat lesi Hill-Sachs pada
caput hemurus posterolateral.
Pada sudut lateraldapat dilihat sublukasasi glenohumeral ataupun dislokasi,
dapat juga unutk melihat bilamana terdapat fraktur.
Pada dislokasi sendi bahu anterior, kaput hemrus berada di bagian depan
ataupun medial dari glenoid. Pada dislokasi posterior terdapat gambaran
berupa light bulb yang diakibatkan rotasi interna dari humerus.
17
Dislokasi
Dislokasi anterior
anterior
Dislokasi posterior
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksaan Dislokasi Sendi Bahu Anterior
Beraneka ragam metode reduksi dilakukan pada pasien dengan dislokasi
sendi bahu. Untuk pasien yang pernah mengalami dislokasi sebelumnya,
traksi sederhana pada lengan biasanya berhasil dengan baik. Biasanya
penggunaan sedasi atau anestesi general diperlukan.
18
19
arah lateral dan lengan diadduksi dan sendi siku dibawa mendekati tubuh
ke arah garis tengah dan lengan kemudian dirotasi ke medial sehingga
tangan jatuh di daerah dada. Teknik ini kurang direkomendasikan karena
dapat mengakibatkan cidera pada nervus, pembuluh darah dan pada
tulang.
20
21
Gambar.
B. Terlambat
Kaku bahu. Lamanya immobilisasi dapat menyebabkan kekakuan
pada sendi bahu, khususnya pada pasien diatas 40 tahun.
Dislokasi tak tereduksi. Dislokasi sendi bahu terkadang tidak
terdiagnosa. Biasa terjadi pada pasien yang tidak sadar atau terlalu tua.
Reduksi tertutup baik dilakukan sampai 6 minggu setelah cedera;
manipulasi yang dilakukan setelah itu dapat menyebabkan fraktur,
robekan pembuluh darah atau saraf.
Dislokasi rekuren. Jika dislokasi anterior merobek kapsul sendi bahu,
perbaikan diikuti reduksi secara spontan maka dislokasi mungkin tidak
terjadi, tetapi bila glenoid lepas atau kapsul tertanggal didepan leher
glenoid, rekurensi lebih sering terjadi.
: Tn. S
Umur
: 53 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Petani
Agama
: Islam
Alamat
: Bengkulu Utara
Status perkawinan
: Menikah
Suku
: Jawa
Tanggal MRS
: 7/10/2014
B. ANAMNESA
Keluhan utama
23
24
Jantung
Inspeksi : tidak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : teraba ictus cordis
Perkusi : redup
Batas atas : ICS II parasternal sinistra
Batas kanan: ICS IV sterna dextra
Batas kiri : ICS V midclavicula sinistra
Auskultasi : suara jantung S1 & S2 tunggal
Abdomen
Inspeksi : distensi (-)
Palpasi : distensi, nyeri tekan (-)
Perkusi : dalam batas normal.
Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas
Cruris Dextra terdapat luka tertutup kasa dan terpasang spalk.
Status Lokalis : Regio cruris Dextra
25
Look : Luka terbuka ukuran 3x3 cm di cruris. deformitas (+), pembengkakan (+)
perdarahan aktif (-)
Feel : Nyeri tekan setempat (+), sensibilitas (+), suhu rabaan hangat, AVN distal
Normal. NVD (-)
Move: Hip Joint: gerakan bebas, Knee Joint: fleksi dan ekstensi terbatas, Ankle
Joint: gerakan terbatas, Phalang Joint: gerakan bebas
Shoulder joint:
Abduksi (-) Adduksi (-),
fleksi (-), ekstensi (-),
sirkumfleksi (-), eksternal
rotasi (-), internal rotasi (-)
Elbow joint : gerakan bebas
Wrist joint : gerakan bebas
Phalang : gerakan bebas
NVD
:-
Pemeriksaan Penunjang
-
Foto X-ray
Terdapat Fraktur cominutif tibia dan fibula (D) dan Dislokasi anterior
shoulder joint (S)
26
F. DIAGNOSA
1. Open Fraktur gr II, os tibia dan fibula dextra, komunitif, displaced
2. Dislokasi anterior glenohumeral joint
G. PLANNING DIAGNOSA
Debridement + ORIF
Reduksi Dislokasi
H. Tindakan
-UGD :
Infus RL 24 tpm
Ceftriaxone 1 gr iv
Ketorolac 30mg iv
ATS
I. Pembahasan Kasus
Berdasarkan anamnesis, pasien nyeri pada kaki kanan dan bahu kiri
setelah kecelakaan (07/10/2013) mobil yang ditumpangi pasien masuk ke dalam
27
jurang. Setelah jatuh pasien dalam keadaan sadar. Kaki kanannya terdapat luka
dan tidak bisa digerakkan, serta bahu kirinya nyeri dan tidak dapat digerakan
kemudian pasien dibawa ke RS, pulang paksa karena masalah biaya. Dari hal
diatas dapat disimpulkan bahwa nyeri pada kaki kanan dan false movement
merupakan salah satu tanda fraktur. Untuk trauma kepala dan multiple trauma
disangkal, karena setelah kecelakaan pasien sadar penuh sampai datang ke RS.
sesuai dengan tinjauan teori, bahwa open fraktur harus ditangani dengan operasi
CITO dalam periode sebelum golden period untuk meminimalisir infeksi dengan
debridement yang mengubah luka kotor menjadi luka bersih.
Dari pemeriksaan fisik
Look : Luka terbuka ukuran 3x3 cm di cruris. deformitas (+), pembengkakan (+)
perdarahan aktif (-)
Feel : Nyeri tekan setempat (+), sensibilitas (+), suhu rabaan hangat, AVN distal
Normal. NVD (-)
Move: Hip Joint: gerakan bebas, Knee Joint: fleksi dan ekstensi terbatas, Ankle
Joint: gerakan terbatas, Phalang Joint: gerakan bebas
Shoulder joint:
Abduksi (-) Adduksi (-),
fleksi (-), ekstensi (-),
sirkumfleksi (-), eksternal
rotasi (-), internal rotasi (-)
Elbow joint : gerakan bebas
Wrist joint : gerakan bebas
Phalang : gerakan bebas
NVD
:-
28
29
BAB IV
KESIMPULAN
Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan
lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga
timbul komplikasi berupa infeksi. luka pada kulit dapat berupa tusukan tulang
yang tajam keluar menembus kulit atau dari luar oleh karena tertembus misalnya
oleh peluru atau trauma langsung.
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan
penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. selain mencegah
infeksi juga diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota
gerak. beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur
terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debrideman
yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang
dini serta pemberian antibiotik yang adekuat.
Hubungan dengan dunia luar dapat terjadi karena penyebab rudapaksa
merusak kulit, jaringan lunak dan tulang atau Fragmen tulang merusak jaringan
lunak dan menembus kulit. Klasifikasi yang dianut adalah menurut Gustilo,
Merkow dan Templeman (1990) Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat
darurat. Karena itu penanganan patah tulang terbuka harus dilakukan sebelum
golden periode terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah tulang terbuka
tercapai.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley, Graham, Solomon Louis. Buku ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Appley
Edisi ketujuh. Jakarta : Widya Medika ; 2004.
2. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : Yarsif
Watampone; 2007
3. Sjamsuhidajat, R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005.
4. Snell, Richard S. Anatomim Klinik Edisi 6. Jakarta : EGC; 2006
5. SMF Ilmu Bedah Orthopaedi dan traumatologi. Pedoman Diagnosis dan Terapi.
Surabaya: RSU Dr. Soetomo & FK Unair; 2008.
6. Soft tissue coverage in open fractures of tibia. Available from :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3421938/
Diunduh
tgl
09/10/2014
7. Operative stabilization of open long bone fractures. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3530238/
Diunduh
tgl
09/10/2014
8. Infection
Rates
in
Open
Fractures
of
the
Tibia.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3205596/
Available
from:
Diunduh
tgl
09/10/2014
9. Penanganan
Fraktur
Terbuka.
Available
from:
31
11. Galatz LM, Connor PM, Calfee RP, Hsu JC, Yamaguchi K. 2003. Pectoralis
major transfer for anterior-superior subluxation in massive rotator cuff
insufficiency. J Shoulder Elbow Surg. 12:1-5
12. Ogawa K, Naniwa T. 1998. Deltoid contracture exhibiting anterosuperior
subluxation of the shoulder joint. J Shoulder Elbow Surg. 7:297-300
13. Sharkey NA, Marder RA. 1995. The rotator cuff opposes superior translation
of the humeral head. Am J Sports Med. 23:270-5
14. Simank HG, Dauer G, Schneider S, Loew M. 2006. Incidence of rotator cuff
tears in shoulder dislocations and results of therapy in older patients. Arch
Orthop Trauma Surg. 126:235-40
15. Stayner LR, Cummings J, Andersen J, Jobe CM. 2000. Shoulder dislocations in
patients older than 40 years of age. Orthop Clin North Am. 31:231-9
16. Terrier A, Reist A, Vogel A, Farron A. 2007. Effect of supraspinatus deficiency
on humerus translation and glenohumeral contact force during abduction. Clin
Biomech. 22:645-51
17. Werner CM, Favre P, Gerber C. 2007. The role of the subscapularis in
preventing anterior glenohumeral subluxation in the abducted externally
rotated position of the arm. Clin Biomech 22:495-501
18. Wright WG, Gurfinkel VS, Nutt J, Horak FB, Cordo PJ. 2007. Axial
hypertonicity in Parkinsons disease: Direct measurements of trunk and hip
torque. Exp Neurol. 208: 38-46
32