Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Udara adalah suatu sampuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi.
Komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Komponen yang konsentrasinya
paling bevariasi adalah air dalam bentuk uap dan karbon dioksida (CO). Jumlah uap air
yag terdapat di udara bervariasi tergantung dari cuaca dan suhu.
Secara alamiah udara mengandung unsur kimia seperti: O, N, NO, CO, H dan lainlain. Penambahan gas ke udara melampaui kandungan alami akibat kegiatan manusia
akan menurunkan kualitas udara. Udara di alam tidak penah ditemukan bersih tanpa
polusi sama sekali. Beberapa gas seperti sulfur dioksida (SO), hidrogen sulfida (HS)
dan karbon monoksida selalu dibebaskan ke udara sebagi produk sampingan dari
proses-proses alami.
Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke
dalam atmosfir yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, gangguan
pada kesehatan manusia secara umum serta menurunkan kualitas lingkungan. Proses
penurunan kualitas lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh masuknya zat
pencemar ke dalam lingkungan udara tersebut, baik alami (seperti: kebakaran hutan oleh
teriknya matahari, debu vulkanik, debu meteorit, pancaran garam dari laut dan
sebagainya) maupun akibat aktivitas manusia yang justru sering menimbulkan masalah
(seperti pancaran gas beracun dari pemupukan pembasmian hama, asap rumah tangga,
transportasi, produk sampingan dari industri dan sebagainya).
Oleh karena itu dengan adanya praktikum Sampling Udara Ambien yang bertempat di
area parkir Fakultas Teknik Universitas Mulawarman kita dapat mengetahui tata cara
sampling kualitas udara ambien menggunakan alat High Volume Air Sampler (HVAS)
dan uji tabung Impinger.

1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui macam-macam teknik sampling udara.
b. Untuk mengetahui prinsip kerja dari alat High Volume Air Sampler (HVAS).
c. Untuk mengetahui kualitas udara ambien di area parkir Fakultas Teknik Universitas
Mulawarman.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Udara Ambien


Teknik sampling kualitas udara dilihat lokasi pemantauannya terbagi dalam dua kategori
yaitu teknik sampling udara emisi dan teknik sampling udara ambien. Sampling udara
emisi adalah teknik sampling udara pada sumbernya seperti cerobong pabrik dan
saluran knalpot kendaraan bermotor. Teknik sampling kualitas udara ambien adalah
sampling kualitas udara pada media penerima polutan udara atau emisi udara (Achmad,
2004).
Untuk sampling kualitas udara ambien, teknik pengambilan sampel kualitas udara
ambien saat ini terbagi dalam dua kelompok besar yaitu pemantauan kualitas udara
secara aktif (konvensional) dan secara pasif. Dari sisi parameter yang akan diukur,
pemantauan kualitas udara terdiri dari pemantauan gas dan partikulat (Achmad, 2004).
Partikulat atau debu adalah suatu benda padat yang tersuspensi di udara dengan ukuran
dari 0,3 m sampai 100 m, berdasarkan besar ukurannya partikulat (debu) ada dua
bagian besar yaitu debu dengan ukuran lebih dari 10 m disebut dengan debu jatuh
(dust-fall) sedang debu yang ukuran partikulatnya kurang dari 10 m disebut dengan
Suspended Partikulate Matter (SPM). Debu yang ukurannya kurang dari 10 m ini
bersifat melayang-layang di udara (Achmad, 2004).
Peralatan yang digunakan untuk pengukuran debu SPM (melayang-layang) yaitu :
1. HVAS (High Volume Air Sampler)
Cara ini dikembangkan sejak tahun 1948 menggunakan filter berbentuk segi empat
seukuran kertas A4 yang mempunyai porositas 0,3 0,45 m dengan kecepatan
pompa berkisar 1.000 1.500 lpm. Pengukuran berdasarkan metode ini untuk
penentuan sebagai TSP (Total Suspended Partikulate). Alat ini dapat digunakan
selama 24 jam setiap pengambilan contoh.

2. MVS (Middle Volume Sampler).


Cara ini menggunakan filter berbentuk lingkaran (Bulat) dengan porositas 0,3 0,45 m, kecepatan pompa yang dipakai untuk pengangkapan Suspended
Particulate Matter ini adalah 50 - 500 lpm. Operasional alat ini sama dengan High
Volume Sampler, hanya yang membedakan dari ukuran filter membrannya. HVS
ukuran A 4 persegi panjang, sedang MVS ukuran bulat diameter 12 cm.
3. LVS (Low Volume Sampler)
Cara ini menggunakan filter berbentuk lingkaran (Bulat) dengan porositas 0,3 - 0,45
m, kecepatan pompa yang dipakai untuk pengangkapan Suspended Partikulate
Matter ini adalah 10 - 30 lpm (Wardhana, 2001).

2.2 Pencemaran Udara


Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi
di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan mahkluk hidup,
mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti. Pencemaran udara adalah
masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam atmosfir yang dapat
mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, gangguan pada kesehatan manusia
secara umum serta menurunkan kualitas lingkungan (Wardhana, 2001).
Macam bahan pencemar udara dapat dilasifikasikan dalam beberapa kelompok antara
lain :
a. Klasifikasi menurut bentuk asal
1. Bahan pencemar uadara primer, yaitu: polutan yang apabila menyebar dengan
keadaan tetap pada keadaan semula. Misal: partikel halus, senyawa sulfur,
nitrogen, karbon, senyawa organik.
2. Bahan pencemar udara sekunder, yaitu: bahan pencemar udara primer yang
mengalami reaksi dengan senyawa lain setelah keluar dari sumbernya. Misal:
SO + HO

HSO

b. Klasifikasi menurut keadaan fisika


1. Partikel (misal: aerosol, mist, smoke dan fog)
2. Gas (misal: true gas dan vapor)
c. Klasifikasi menurut susunan kimia bahan pencemar

1. Inorganik (misal: CO dan SO)


2. Organik (misal: metan, benzen dan etilen)
(Achmad, 2004)

2.3 Partikulat Debu


Partikulat debu melayang (Suspended Particulate Matter/SPM) merupakan campuran
yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang terbesar di udara
dengan diameter yang sangat kecil, mulai dari < 1 - 500. Yang dimaksud dengan
partikulat adalah berupa butiran-butiran kecil zat padat dan tetes-tetes air. Partikulatpartikulat ini banyak terdapat dalam lapisan atmosfer dan merupakan bahan pencemar
udara yang sangat berbahaya. Sejenis partikulat yang umum ditemukan di atmosfer
adalah aerosol (Wardhana, 2001).
Secara alamiah partikulat debu dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa
oleh angin atau berasal dari muntahan letusan gunung berapi. Pembakaran yang tidak
sempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa karbon akan murni atau
bercampur dengan gas-gas organik seperti halnya penggunaan mesin disel yang tidak
terpelihara dengan baik. Partikulat debu melayang (SPM) juga dihasilkan dari
pembakaran batu bara yang tidak sempurna sehingga terbentuk aerosol kompleks dari
butir-butiran tar (Wardhana, 2001).
Dibandingkan dengan pembakaraan batu bara, pembakaran minyak dan gas pada
umunya menghasilkan SPM lebih sedikit. Kepadatan kendaraan bermotor dapat
menambah asap hitam pada total emisi partikulat debu. Demikian juga pembakaran
sampah domestik dan sampah komersial bisa merupakan sumber SPM yang cukup
penting. Berbagai proses industri seperti proses penggilingan dan penyemprotan, dapat
menyebabkan abu berterbangan di udara, seperti yang juga dihasilkan oleh emisi
kendaraan bermotor (Wardhana, 2001).
Pengaruh partikulat debu bentuk padat maupun cair yang berada di udara sangat
tergantung kepada ukurannya. Ukuran partikulat debu bentuk padat maupun cair yang
berada diudara sangat tergantung kepada ukurannya. Ukuran partikulat debu yang
membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1-10 (Achmad, 2004).

Pada umunya ukuran partikulat debu sekitar 5 merupakan partikulat udara yang dapat
langsung masuk kedalam paru-paru dan mengendap di alveoli. Keadaan ini bukan
berarti bahwa ukuran partikulat yang lebih besar dari 5 tidak berbahaya, karena
partikulat yang lebih besar dapat mengganggu saluran pernafasan bagian atas dan
menyebabkan iritasi. Keadaan ini akan lebih bertambah parah apabila terjadi reaksi
sinergistik dengan gas SO2 yang terdapat di udara juga. Selain itu partikulat debu yang
melayang dan berterbangan dibawa angin akan menyebabkan iritasi pada mata dan
dapat menghalangi daya tembus pandang mata (visibility) (Wardhana, 2001).
Adanya ceceran logam beracun yang terdapat dalam partikulat debu di udara merupakan
bahaya yang terbesar bagi kesehatan. Pada umumnya udara yang tercemar hanya
mengandung logam berbahaya sekitar 0,01 % - 3 % dari seluruh partikulat debu di
udara. Akan tetapi logam tersebut dapat bersifat akumulatif dan kemungkinan dapat
terjadi reaksi sinergistik pada jaringan tubuh, Selain itu diketahui pula bahwa logam
yang terkandung di udara yang dihirup mempunyai pengaruh yang lebih besar
dibandingkan dengan dosis sama yang besaral dari makanan atau air minum. Oleh
karena itu kadar logam di udara yang terikat pada partikulat patut mendapat perhatian
(Wardhana, 2001).

2.4 Nitrogen Oksida (NOx)


Nitrogen oksida (NOx) adalah senyawa gas yang terdapat di udara bebas (atmosfer)
yang sebagian besar terdiri atas nitrit oksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO 2) serta
berbagai jenis oksida dalam jumlah yang lebih sedikit. Kadar NOx di udara daerah
perkotaan yang berpenduduk padat akan lebih tinggi dibandingkan di pedesaan karena
berbagai macam kegiatan manusia akan menunjang pembentukan NOx, misalnya
transportasi, generator pembangkit listrik, pembuangan sampah, dan lain-lain. Namun,
pencemar utama NOx berasal dari gas buangan hasil pembakaran bahan bakar gas alam
(Wardhana, 2004).
Udara yang mengandung gas NO dalam batas normal relatif aman dan tidak berbahaya,
kecuali bila gas NO yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada sistem saraf yang

menyebabkan kejang-kejang. Bila keracunan ini terus berlanjut akan dapat


menyebabkan kelumpuhan. Gas NO akan menjadi lebih berbahaya apabila gas itu
teroksidasi oleh oksigen sehingga menjadi gas NO2. Di udara nitrogen monoksida (NO)
teroksidasi sangat cepat membentuk nitrogen dioksida (NO2) yang pada akhirnya
nitrogen dioksida (NO2) teroksidasi secara fotokimia menjadi nitrat (Yunita, 2010).
Dari seluruh jumlah oksigen nitrogen (NOx) yang dibebaskan ke udara, jumlah yang
terbanyak adalah dalam bentuk NO yang diproduksi oleh aktivitas bakteri. Akan tetapi
pencemaran NO dari sumber alami ini tidak merupakan masalah karena tersebar secara
merata sehingga jumlah nya menjadi kecil. Yang menjadi masalah adalah pencemaran
NO yang diproduksi oleh kegiatan manusia karena jumlahnya akan meningkat pada
tempat-tempat tertentu (Yunita, 2010).
Kadar NOx diudara perkotaan biasanya 10 - 100 kali lebih tinggi dari pada di udara
pedesaan. Kadar NOx diudara daerah perkotaan dapat mencapai 0,5 ppm (500 ppb).
Seperti halnya CO, emisi NOx dipengaruhi oleh kepadatan penduduk karena sumber
utama NOx yang diproduksi manusia adalah dari pembakaran dan kebanyakan
pembakaran disebabkan oleh kendaraan bermotor, produksi energi dan pembuangan
sampah. Sebagian besar emisi NOx buatan manusia berasal dari pembakaran arang,
minyak, gas, dan bensin (Yunita, 2010).
Kadar NOx di udara dalam suatu kota bervariasi sepanjang hari tergantung dari
intensitas sinar mataharia dan aktivitas kendaraan bermotor. Produk akhir dari
pencemaran NOx di udara dapat berupa asam nitrat, yang kemudian diendapkan sebagai
garam-garam nitrat didalam air hujan atau debu (Wardhana, 2001).

Penelitian menunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih beracun daripada NO. Selama ini
belum pernah dilaporkan terjadinya keracunan NO yang mengakibatkan kematian.
Diudara ambient yang normal, NO dapat mengalami oksidasi menjadi NO 2 yang
bersifat racun. Penelitian terhadap hewan percobaan yang dipajankan NO dengan dosis
yang sangat tinggi, memperlihatkan gejala kelumpuhan sistem syarat dan kekejangan.
Penelitian lain menunjukkan bahwa tikus yang dipajan NO sampai 2500 ppm akan

hilang kesadarannya setelah 6-7 menit, tetapi jika kemudian diberi udara segar akan
sembuh kembali setelah 4-6 menit. Tetapi jika pemajanan NO pada kadar tersebut
berlangsung selama 12 menit, pengaruhnya tidak dapat dihilangkan kembali, dan semua
tikus yang diuji akan mati (Achmad, 2004).
NO2 bersifat racun terutama terhadap paru. Kadar NO2 yang lebih tinggi dari 100 ppm
dapat mematikan sebagian besar binatang percobaan dan 90 % dari kematian tersebut
disebabkan oleh gejala pembengkakan paru (edema pulmonari). Kadar NO2 sebesar
800 ppm akan mengakibatkan 100% kematian pada binatang-binatang yang diuji dalam
waktu 29 menit atau kurang. Pemajanan NO 2 dengan kadar 5 ppm selama 10 menit
terhadap manusia mengakibatkan kesulitan dalam bernapas (Wardhana, 2001).
Proses oksidasi di atmosfer mengakibatkan gas-gas tersebut berubah menjadi H 2SO4 dan
HNO3 meningkatkan keasaman air hujan. Smog fotokimia timbul sebagai akibat terjadi
reaksi fotokimia antara pencemar-pencemar udara, khususnya pencemar HC dan NO x
dengan bantuan sinar matahari (Achmad, 2004).
Udara yang tercemar oleh gas nitrogen dioksida tidak hanya berbahaya bagi manusia
dan hewan saja, tetapi juga berbahaya bagi kehidupan tanaman. Pengaruh gas NO 2 pada
tanaman antara lain timbulnya bintik-bintik pada permukaan daun. Pada konsentrasi
lebih tinggi, gas tersebut dapat menyebabkan nekrosis atau kerusakan pada jaringan
daun, dalam keadaan seperti ini daun tidak dapat berfungsi sempurna (Wardhana, 2001).

2.5 Sulfur Oksida (SOx)


Pencemaran oleh sulfur oksida terutama disebabkan oleh dua komponen sulfur bentuk
gas yang tidak berwarna, yaitu sulfur dioksida (SO2) dan Sulfur trioksida (SO3), dan
keduanya disebut sulfur oksida (SOx). Sulfur dioksida mempunyai karakteristik bau
yang tajam dan tidak mudah terbakar diudara, sedangkan sulfur trioksida merupakan
komponen yang tidak reaktif. Pembakaran bahan-bahan yang mengandung Sulfur akan
menghasilkan kedua bentuk sulfur oksida, tetapi jumlah relative masing-masing tidak
dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang tersedia. Di udara SO2 selalu terbentuk dalam
jumlah besar. Jumlah SO3 yang terbentuk bervariasi dari 1 sampai 10 % dari total SOx
(Wardhana, 2001).

Mekanisme pembentukan SOx dapat dituliskan dalam dua tahap reaksi sebagai berikut:
S + O2 SO2
2SO2 + O2 2SO3
SO3 di udara dalam bentuk gas hanya mungkin ada jika konsentrasi uap air sangat
rendah. Jika konsentrasi uap air sangat rendah. Jika uap air terdapat dalam jumlah
cukup, SO3 dan uap air akan segera bergabung membentuk droplet asam sulfat (H2SO4)
dengan reaksi sebagai berikut :
SO2 + H2O2 H2SO4
Komponen yang normal terdapat di udara bukan SO3 melainkan H2SO4 Tetapi jumlah
H2SO4 di atmosfir lebih banyak dari pada yang dihasilkan dari emisi SO 3 hal ini
menunjukkan bahwa produksi H2SO4 juga berasal dari mekanisme lainnya. Setelah
berada diatmosfir sebagai SO2 akan diubah menjadi SO3. Kemudian menjadi H2SO4
oleh proses-proses fotolitik dan katalitik Jumlah SO2 yang teroksidasi menjadi SO3
dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk jumlah air yang tersedia, intensitas, waktu
dan distribusi spektrum sinar matahari, jumlah bahan katalik, bahan sorptif dan alkalin
yang tersedia. Pada malam hari atau kondisi lembab atau selama hujan SO 2 di udara
diaborpsi oleh droplet air alkalin dan bereaksi pada kecepatan tertentu untuk
membentuk sulfat di dalam droplet (Wardhana, 2001).
Sepertiga dari jumlah sulfur yang terdapat di atmosfir merupakan hasil kegiatan
manusia dan kebanyakan dalam bentuk SO2. Dua pertiga hasil kegiatan manusia dan
kebanyakan dalam bentuk SO2. Dua pertiga bagian lagi berasal dari sumber-sumber
alam seperti vulkano dan terdapat dalam bentuk H2S dan oksida. Masalah yang
ditimbulkan oleh bahan pencemar yang dibuat oleh manusia adalah ditimbulkan oleh
bahan pencemar yang dibuat oleh manusia adalah dalam hal distribusinya yang tidak
merata sehingga terkonsentrasi pada daerah tertentu. Sedangkan pencemaran yang
berasal dari sumber alam biasanya lebih tersebar merata. Tetapi pembakaran bahan
bakar pada sumbernya merupakan sumber pencemaran SOx, misalnya pembakaran
arang, minyak bakar gas, kayu dan sebagainya Sumber SOx yang kedua adalah dari
proses-proses industri seperti pemurnian petroleum, industri asam sulfat, industri
peleburan baja dan sebagainya (Wardhana, 2001).

Pabrik peleburan baja merupakan industri terbesar yang menghasilkan SOx. Hal ini
disebabkan adanya elemen penting alami dalam bentuk garam sulfida misalnya tembaga
(CUFeS2 dan CU2S), zink (ZnS), Merkuri (HgS) dan Timbal (PbS). Kebanyakan
senyawa logam sulfida dipekatkan dan dipanggang di udara untuk mengubah sulfida
menjadi oksida yang mudah tereduksi. Selain itu sulfur merupakan kontaminan yang
tidak dikehandaki didalam logam dan biasanya lebih mudah untuk menghasilkan sulfur
dari logam kasar dari pada menghasilkannya dari produk logam akhirnya. Oleh karena
itu SO2 secara rutin diproduksi sebagai produk samping dalam industri logam dan
sebagian akan terdapat di udara (Achmad, 2004).
Pencemaran SOx menimbulkan dampak terhadap manusia dan hewan, kerusakan pada
tanaman terjadi pada kadasr sebesar 0,5 ppm. Pengaruh utama polutan SOx terhadap
manusia adalah iritasi sistem pernafasan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
iritasi tenggorokan terjadi pada kadar SO2 sebesar 5 ppm atau lebih bahkan pada
beberapa individu yang sensitif iritasi terjadi pada kadar 1-2 ppm. SO 2 dianggap
pencemar yang berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap orang tua dan penderita
yang mengalami penyakit khronis pada sistem pernafasan kadiovaskular (Wardhana,
2001).
Pencemar udara seperti SO2 dan NO2 bereaksi dengan air hujan membentuk asam dan
menurunkan pH air hujan. Dampak dari hujan asam ini antara lain: mempengaruhi
kualitas air permukaan, merusak tanaman, melarutkan logam-logam berat yang terdapat
dalam tanah sehingga mempengaruhi kualitas air tanah dan air permukaan. Kadar sulfur
dioksida yang tinggi di udara telah diketahui dapat mengakibatkan kerusakan bangunan.
Namun meskipun kadar SO2 rendah, kerusakan bangunan masih terjadi (Achmad,
2004).
.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat

3.1.1 Waktu Pelaksanaan


Praktikum Sampling Udara Ambien dilaksanakan pada hari Senin, 23 Maret 2015 pada
pukul 13.24 WITA - 14.24 WITA.
3.2.1 Tempat Pelaksanaan
Praktikum Sampling Udara Ambien dilakukan di area parkir Fakultas Teknik
Universitas Mulawarman.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
1. Midget impinge
2. Tabung Penyerap
3. High Volume Air Sampler (HVAS)
4. Pompa penghisap udara (Vacum pump)
5. Flow meter
6. Anemometer
7. Stopwatch
8. Hand Tally Counter
9. Desikator
10. Botol/wadah sampel dan penutupnya
11. Plastic polietile
12. Pinset
13. Spektrofotometer UV VIS
14. Kuvet
15. Pipet
16. Labu ukur 100 ml
17. Kompas
3.2.2 Bahan
1. Larutan adsorben NO2 10 ml
2. Larutan adsorben SO2 10 ml
3. Larutan adsorben CO 10 ml
4. Aquadest
5. Larutan Iodium Pentoksida
6. Larutan Pararosanilin hidroklorida (C18H17N3HCl)
7. Larutan Formaldehyde (HCHO)
8. Larutan asam sulfanilic
9. Larutan induk nitrit (NO2-)
10. Larutan standar nitrit
11. Larutan natrium metasulfit (N2S2O5)

3.3 Cara Kerja


3.3.1 Sampling Udara Ambien (Partikulat Debu /TSP)
1. Ditentukan titik lokasi pengukuran kemudian pasang tripod setinggi 1 1,5 m.
2. Diletakkan alat High Volume Air Sampler di atas tripod, searah dengan arah mata
angin.
3. Dipasang kertas filter pada alat High Volume Air Sampler.
4. Dihidupkan alat High Volume Air Sampler dan diatur laju alirannya menjadi 20
L/menit.
5. Dicatat kecepatan aliran udara setelah 5 menit dan biarkan sampling berlangsung
selama 1 jam.
6. Dimatikan alat High Volume Air Sampler setelah 1 jam.
7. Dikeluarkan kertas filter menggunakan pinset lalu dimasukkan ke dalam plastik.
8. Dilakukan uji kadar partikulat debu yang terjerap di laboratorium (dimasukkan ke
dalam oven selama 1 jam, lalu dipindahkan ke dalam desikator selama 24 jam.
Selanjutnya ditimbang untuk mengetahui kadar partikulat debu yang terjerap).
3.3.2 Sampling Udara Ambien (NOx, SOx dan COx)
1. Ditentukan titik lokasi pengukuran kemudian pasang tripod setinggi 1 1,5 m.
2. Diletakkan rak tabung impinger di atas tripod.
3. Diisi tabung impinger dengan larutan penjerap sesuai dengan parameter gas yang
akan diukur.
4. Dihidupkan vacum pump dan diatur laju aliran udara sesuai dengan yang
dikehendaki
5. Dilakukan sampling selama 1 jam
6. Diatur panel vacum pump pada posisi off setelah 1 jam berlalu.
7. Dipindahkan masing-masing tabung impinger yang berisi cairan adsorben kedalam
botol film.
8. Diberi label pada botol film lalu disimpan dalam termos yang telah diisi es batu.
9. Dibawa sampel ke laboratorium untuk dianalisis.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengujian
REKAMAN DATA PENGAMBILAN
SAMPEL LINGKUNGAN
1.
2.
3.
4.

Nama Pengambilan Sampel


Tanggal Pengambilan Sampel
Jam Pengambilan Sampel
Lokasi Pengambilan Sampel

Pengambilan sampling udara ambien


Senin, 23 Maret 2015
13.24 WITA - 14.24 WITA
Area Parkir Fakultas Teknik Universitas

Mulawarman
: S 000 28 04,4 E 1170 09 30,3
: Partikulat debu, NOx, SOx dan COx
:

5. Koordinat
5. Uraian Sampel
6. Tipe Sampel
Kontinyu

:
:
:
:

Sesaat

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Udara Ambien Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

No
1
2
3
4
5

Parameter
A. Udara Ambien
Suhu
Kelembaban
Kecepatan angin rata-rata
Arah angin
Sulfur dioksida, SO2

Satuan

Baku Mutu

Hasil

Spesifikasi Metode

0C
%
m/s
o
g/Nm3

***
***
***
***
900

32
67
1,1
130
2,3682

ASTM Standar 1977


ASTM Standar 1977
Anemometer
Kompas
SNI.19-7119.7-2005

6
7
8

Nitrogen dioksida, NO2


Karbon monoksida, CO
Debu, TSP

g/Nm3
g/Nm3
g/Nm3

400
30.000
230

0,9310
SNI.19-7119.2-2005
1500,3683 Iodium Pentoksida
61,3889 SNI.19-7119.3-2005

Catatan: Tanda (***) tidak mempunyai baku mutu

4.2 Pembahasan
Sampling udara terbagi menjadi dua yaitu: sampling kontinyu dan sampling sesaat.
Pada praktikum sampling udara ambien yang dilakukan di area parkir Fakultas Teknik
Universitas Mulawarman metode yang digunakan adalah metode sampling sesaat.
Adapun alat yang digunakan yaitu High Volume Air Sampler (HVAS) untuk mengukur
kadar patikulat debu (TSP) dan tabung impinger untuk mengukur konsentrasi dari gas
NOx, SOx dan COx. Menurut PP No. 41 Th. 1999 pengukuran parameter udara ambient
seharusnya dilakukan selama 24 jam, namun pada praktikum kali ini hanya dilakukan
selama 1 jam sebagai percontohan.
Prinsip kerja dari High Volume Air Sampler (HVAS) ini mirip dengan vacum cleaner
yaitu: menghisap udara melalui fiber glass dengan kecepatan aliran udara (flow rate) 20
L/menit. Dengan rentang kecepatan tersebut partikulat yang berukuran < 10 m akan
tertahan dan menempel pada permukaan filter. Volume udara yang terhisap akan dapat
diketahui dengan menghitung selisih flow rate awal dan akhir.
Prinsip pengukuran konsentrasi dari gas NOx, SOx dan COx dengan menggunakan
tabung impinger adalah udara dihisap oleh vacum pump dengan laju aliran tertentu yang
menyebabkan tekanan udara di tabung impinger lebih rendah dari tekanan udara luar.
Perbedaan tekanan tersebut menyebabkan terjadinya gelembung udara yang melewati
adsorben. Penyerapan zat pencemar menyebabkan perbedaan warna pada larutan
adsorben. Pada umumnya, gas NOx dan SOx akan berwarna bening. Sedangkan untuk
COx akan berwarna merah muda. Metode yang digunakan untuk pengukuran
konsentrasi NO2 di udara adalah metode Saltman, untuk pengukuran konsentrasi SO2 di
udara adalah metode Pararosanilin dan pengukuran konsentrasi CO di udara adalah
metode Iodopentaksida (I2O5).

Berdasarkan hasil pengukuran dilapangan yang selanjutnya dianalisis di laboratorium


Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Kota Samarinda maka dapat diketahui
bahwa area parkir Fakultas Teknik Universitas Mulawarman memiliki konsentrasi NO2
sebesar 0,9310 g/Nm3, SO2 sebesar 2,3682 g/Nm3, CO sebesar 1500,3683 g/Nm3 dan
debu/TSP sebesar 61,3889 g/Nm3. Nilai baku mutu untuk partikulat debu, NOx, SOx
dan COx menurut PP No. 41 Th. 1999 masing-masing adalah 230 g/Nm3, 400 g/Nm3,
900 g/Nm3, dan 30.000 g/Nm3.
Dari perbandingan antara hasil pengujian di laboratorium dengan baku mutu yang
ditetapkan oleh pemerintah dapat disimpulkan bahwa kualitas udara ambien di area
parkir Fakultas Teknik Universitas Mulawarman masih dibawah baku mutu. Hal ini
disebabkan karena pada saat melalukan sampling udara kendaraan yang parkir pada area
tersebut dalam keadaan mati sehingga kandungan udara ambien yang mengandung
parameter SO2, NO2, CO, debu atau TSP berada dibawah baku mutu. Pada lokasi
tersebut tidak terdapat area industri sehingga kadar SO 2, NO2, CO, debu atau TSP tidak
dalam skala besar. Selain itu terdapat beberapa pohon yang tumbuh disekitar area parkir
tersebut. Pohon berfungsi sebagai penyerap dan penjerap bahan pencemar dan debu di
udara yang dihasilkan kendaraan bermotor.
ASTM (American Standard Testing Material) Standard1977 merupakan spesifikasi
metode untuk refraktori untuk incenerator dan boiler.
SNI 19-7119.2-2005 merupakan standar yang digunakan untuk penentuan nitrogen
dioksida (NO2) di udara ambien dimana menggunakan metode Griess Saltzman.
Lingkup pengujian meliputi:
a. Cara pengambilan contoh gas nitrogen dioksida (NO2) mengunakan larutan penjerap
b. Cara perhitungan contoh uji gas yang dijerap
c. Cara penentuan gas nitrogen dioksida (NO2) di udara ambein menggunakan
metoda griess saltzman secara spektrofotometri pada panjang gelombang 550 nm
dengan kisaran konsentrasi 0,005 ppm sampai 5 pmm udara atau 0,01 g/l sampai
dengan 10 g/l.

SNI 19-7119.3-2005merupakan standar yang digunakan untuk penentuan partikel


tersuspensi total menggunakan Alat High Volume Air Sampler (HVAS). Lingkup
pengujian meliputi:
a. Cara pengambilan contoh uji dalam jumlah volume udara yang besar di atmosfer,
dengan nilai rata-rata laju alir pompa vakum 1,13 sampai 1,70 m 3/menit. Dengan
laju alir ini, maka diperoleh partikel tersuspensi kurang dari 100 m (diameter
ekivalen) yang dapat dikumpulkan. Adapun untuk efesiensi partikel berukuran lebih
besar dari 20 m akan berkurang sesuai dengan kenaikan ukuran partikel, sudut dari
angin, atap sampler, dan kenaikan kecepatan.
b. Penggunaan filter serat kaca dapat mengumpulkan partikel dengan kisaran diameter
100 m sampai 0,1 m (efesiensi 99,95 % untuk ukuran partikel 0,3 m).
c. Jumlah minimum partikel yang terdeteksi oleh metode ini adalah 3 mg (tingkat
kepercayaan 95%). pada saat alat dioperasikan dengan laju alir rata-rata 1,7
m3/menit selama 24 jam,maka berat massa yang didapatkan antara 1 sampai 2
g/m3.
SNI 19-7119.7-2005 merupakan standar yang digunakan untukpenentuan sulfur
dioksida (SO2) di udara ambien mengunakan spektrofotometer dengan mengunakan
metode pararosanilin. Lingkup pengujian meliputi:
a. Cara pengambilan contoh uji gas sulfur dioksida dengan mengunakan larutan
penyerap.
b. Cara penghitungan volume contoh uji gas yang dijerap.
c. Cara penentuan gas sulfur dioksida (SO2) di udara ambien dengan metode
pararosanilin mengunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm
dengan kisaran konsentrasi 0,01 ppm sampai 0,4 ppm udara atau 25g/m3 sampai
1000g/m3
Anemometer adalah sebuah alat pengukur kecepatan angin yang banyak dipakai dalam
bidang Meteorologi dan Geofisika atau stasiun prakiraan cuaca. Selain mengukur
kecepatan angin, alat ini juga dapat mengukur besarnya tekanan angin itu. Anemometer
harus ditempatkan di daerah terbuka. Pada saat tertiup angin, baling-baling yang
terdapat pada anemometer akan bergerak sesuai arah angin.

Kompas adalah alat penunjuk arah yang bekerja berdasarkan gaya medan magnet. Pada
kompas selalu terdapat sebuah magnet sebagai komponen utamanya. Magnet tersebut
biasanya berbentuk sebuah jarum penunjuk. Saat magnet penunjuk tersebut berada
dalam keadaan bebas, maka akan mengarah ke utara-selatan magnet bumi. Inilah yang
dijadikan dasar dalam pembuatan kompas dan alat navigasi berbasis medan magnet
yang lain. Umumnya kompas terdiri dari 3 komponen kompas, yaitu badan kompas,
jarum magnet, dan skala arah mata angin. Badan kompas berfungsi sebagai
pembungkus dan pelindung komponen utama kompas. Jarum magnet dipasang
sedemikian rupa agar bisa berputar bebas secara horizontal. Skala penunjuk umumnya
berupa lingkaran 360 dan arah mata angin.
Pada metode Iodine Pentoxide gas CO di udara akan bereaksi dengan Iodin Pentoksida
pada suhu 135 - 1500oC, membentu gas CO2 dan uap Iodin. Senyawa yang terbentuk
akan ditangkap oleh larutan potassium iodide. Kadar gas CO di udara dapat ditentukan
dengan menganalisis kadar gas CO2 atau Iodin yang dihasilkan dengan cara analisis
menggunakan alat spektrofotmeter. Pembacaan dilakukan pada panjang gelombang 352
nm.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Teknik sampling kualitas udara dilihat lokasi pemantauannya terbagi dalam dua
kategori yaitu teknik sampling udara emisi dan teknik sampling udara ambien.
Sampling udara emisi adalah teknik sampling udara pada sumbernya seperti
cerobong pabrik dan saluran knalpot kendaraan bermotor. Teknik sampling kualitas
udara ambien adalah sampling kualitas udara pada media penerima polutan
udara/emisi udara.
2. Prinsip kerja dari High Volume Air Sampler (HVAS) mirip dengan vacum cleaner
yaitu menghisap udara melalui fiber glass dengan kecepatan aliran udara (flow rate)
20 L/menit. Dengan rentang kecepatan tersebut partikulat yang berukuran < 10 m
akan tertahan dan menempel pada permukaan filter. Volume udara yang terhisap akan
dapat diketahui dengan mneghitung selisih flow rate awal dan akhir.
3. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai konsentrasi NO2 sebesar 0,9310 g/Nm3,
SO2 sebesar 2,3682 g/Nm3, CO sebesar 1500,3683 g/Nm3 dan debu/TSP sebesar
61,3889 g/Nm3. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas udara ambien di area parkir
Fakultas Teknik Universitas Mulawarman cukup baik karena nilainya kurang dari
baku mutu.

5.2 Saran
1. Sebaiknya pada praktikum sampling udara selanjutnya parameter yang diukur dapat
diperbanyak. Misalnya dengan mengikutsertakan pengukuran parameter kebisingan.
2. Sebaiknya praktikum sampling udara selanjutnya dilakukan tidak hanya di satu titik/
satu lokasi tetapi diberbagai titik agar dapat memperoleh hasil yang berbeda sehingga
dapat dibuat perbandingan antar lokasi praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

1. Achmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Andi: Yogyakarta.

2. Wardhana, W. A., 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset:


Yogyakarta.

3. Yunita, E. dan. Nita.R. 2010. Penuntuk Praktikum Kimia Lingkungan. Pusat Lab
Terpadu UIN: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai