Anda di halaman 1dari 9

KEBIJAKAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP) UNTUK MUTU PENDIDIKAN; (PP NO

19 TAHUN 2005 DIGANTI PP NO 32 TAHUN 2013 TENTANG SNP)


KEBIJAKAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP) UNTUK MUTU PENDIDIKAN; (PP NO 19 TAHUN 2005
DIGANTI PP NO 32 TAHUN 2013 TENTANG SNP)
Oleh : M. Lukmanul Hakim S.Pd.I
A. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu proses yang bertujuan. Setiap proses yang bertujuan tentunya mempunyai ukuran
sudah sampai dimana perjalanan pendidikan kita dalam mencapai suatu tujuan tersebut. Berbeda dengan tujuan fisik
seperti jarak suatu tempat atau suatu target produksi, tujuan pendidikan merupakan suatu yang intangible dan terus
menerus berubah dan meningkat. Tujuan pendidikan selalu bersifat sementara atau tujuan yang berlari. Hal ini
berarti tujuan pendidikan setiap saat perlu direvisi dan disesuaikan dengan tuntutan perubahan. Dalam konteks
pendidikan nasional Indonesia diperlukan standar yang perlu dicapai di dalam kurun waktu tertentu di dalam rangka
mewujudkan tujuan pendidikan. Hal ini berarti perlu perumusan yang jelas dan terarah dan fisiblemengenai tujuan
pendidikan. Rumusan tujuan pendidikan dapat berupa tujuan ideal, tujuan jangka panjang, tujuan jangka menengah
dan rencana strategis yang terlihat dengan keadaan dan waktu tertentu.
Rumusan tujuan pendidikan tersebut mendapat legal formal dengan adanya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) dimana implementasinya dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara
lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 yang sekarang diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang
perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: standar isi, standar proses, standar
kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan,
standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Oleh karena itu dalam makalah ini pemakalah mencoba memaparkan sedikit terkait latar belakang lahirnya
kebijakan Standar Nasional Pendidikan, pentingnya standar nasional pendidikan, perlunya Standar Nasional
Pendidikan untuk mutu pendidikan di Indonesia, dan pro kontra terhadap Standar Nasional Pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Lahirnya Kebijakan Standar Nasional Pendidikan
Pendidikan memiliki peran yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia suatu
bangsa. Dalam rangka untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa tersebut maka
diselenggarakan suatu sistem pendidikan nasional. Negara memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap
warga Negara untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Dengan pendidikan dan pengajaran itu diharapkan
akan memperoleh pengetahuan dan kemampuan dasar sebagai bekal untuk dapat berperan serta dalam kehidupan
masyarakat, berbangsa, dan bernegara.[1]
Selain itu, pendidikan nasional juga harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan
mutu pendidikan, peningkatan relevansi pendidikan, dan peningkatan efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan
kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar sembilan tahun. Peningkatan mutu pendidikan
diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati, olahpikir, olahrasa dan
olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan
dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya
alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis
sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.[2] Oleh
karena itu demi mewujudkan semuanya dan demi tercapainya mutu atau kualitas pendidikan yang baik maka
delapan Standar Nasional Pendidikan yang telah ditetapkan oleh kemendiknas dengan PP no 19 tahun 2005
sekarang diganti PP no 32 tahun 2013 yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar

pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiyaan, dan
standar penilaian pendidikan perlu diterapkan dan dilaksanakan secara hati-hati dan berdaya guna bagi mutu
pendidikan secara merata.[3]
Menurut penjelasan PP no.19 tahun 2005 sekarang PP no 32 tahun 2013 tentang SNP, pendidikan di Indonesia
dalam konteks pembangunan nasional pada hakekatnya mempunyai tiga fungsi yaitu: Pertama, sebagai pemersatu
bangsa.Kedua, sebagai penyamaan kesempatan. Ketiga, sebagai pengembangan potensi diri. Dari ketiga fungsi
tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan diharapkan dapat memperkuat keutuhan bangsa dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), memberi kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk
berpartisipasi dalam pembangunan, dan memungkinkan setiap warga negara untuk mengembangkan potensi yang
dimilikinya secara optimal. Sehingga dari hakekat pendidikan dalam konteks pembangun nasional diharapkan PP no.
19 tahun 2005 sekarang PP no 32 tahun 2013 tentang SNP ini bisa selaras dengan fungsi pembangunan nasional
dan tidak sepatutnya keluar dari frame fungsi pembangunan nasional tersebut.
Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan
berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang
berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Sedangkan misi pendidikan nasional adalah: (1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan
memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; (2) meningkatkan mutu pendidikan yang
memiliki daya saing di tingkat nasional, regional, dan internasional; (3) meningkatkan relevansi pendidikan dengan
kebutuhan masyarakat dan tantangan global; (4) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa
secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (5) meningkatkan
kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;
(6) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu
pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan global; dan
(7) mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam
konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Terkait dengan visi dan misi pendidikan nasional tersebut di atas, ada empat strategi mayor reformasi pendidikan
yaitu:[4]
1.

2.
3.
4.

Akuntabilitas berbasis standar maksudnya adalah penetapan standar keluaran yang jelas dan pengujian secara
sistematik atas kemajuan siswa, berupa statemen kepercayaan dimana guru dan siswa akan didorong pada fokus
usaha pembelajaran dan arah yang benar.
Reformasi sekolah secara menyeluruh merupakan jawaban balik atas tradisionalitas reformasi sekolah yang bersifat
serabutan, kebijakan yang sebatas memacu target spesifik, struktur dan metode-metode instruksional yang rijid.
Strategi pasar maksudnya pendidikan merupakan pranata social yang menawarkan jasa layanan yang bersifat
intelektual, afeksi, psikomotorik, emosional, dan bahkan spiritual.
Strategi keputusan partisipatif yaitu sebuah strategi sistematis yang berfokus pada pemberdayaan guru dan
administrator di tingkat sekolah.
Sebagai peraturan pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan melaksanakan ketentuan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 35 ayat (4): ketentuan mengenai standar nasional
pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.[5]
Pasal 36 ayat (4): Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, ayat 2,
dan ayat 3 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.; Pasal 37 ayat (3): Ketentuan mengenai kurikulum
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.; Pasal 42 ayat (3):
Ketentuan mengenai kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.; Pasal 43 ayat (2): Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki
program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.; Pasal 59 ayat (3): Ketentuan mengenai evaluasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.; Pasal 60 ayat (4):

Ketentuan akreditasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.; dan Pasal 61 ayat (4): ketentuan mengenai sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, ayat 2, dan
ayat 3 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.[6]
Dari ketentuan pasal per pasal tersebut di atas, Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 sekarang PP no 32
tahun 2013 tentang SNP dibentuk sebagai standar minimum sebagaimana pada UU nomor 20 tahun 2003 tentang
SISDIKNAS pasal 1 ayat 17, bahwa standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di
seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
PP nomor 19 tahun 2005 sekarang PP no 32 tahun 2013 tentang SNP ini berfungsi sebagaimana tertera pada
pasal 3, bahwa Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. [7]Dalam penjelasan pasal 3
ini, pendidikan nasional yang bermutu diarahkan untuk pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berbagai paparan latar belakang yang melahirkan PP nomor 19 tahun 2005 sekarang PP no 32 tahun 2013
untuk mencapai tujuan sebagaimana pada pasal 4, bahwa Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu
pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat.
B. Pentingnya Standar Nasional Pendidikan
Harus diakui pendidikan nasional kita kedodoran terengah-engah mengikuti berbagai perubahan baik di tingkat
nasional maupun internasional. Reformasi pendidikan masih jalan di tempat. Reformasi, reposisi, dan rekonstruksi
pendidikan jelas harus melibatkan penilaian kembali secara kritis berbagai pencapaian dan masalah-masalah yang
dihadapi pendidikan nasional. Secara garis besar pencapaian pendidikan nasional masih jauh dari harapan apalagi
untuk bersaing secara kompetitif dengan perkembangan pendidikan pada tingkat global. Baik secara kuantitatif
maupun kualitatif pendidikan nasional masih memiliki banyak kelemahan. Bahkan sekarang pendidikan nasional
menurut banyak kalangan bukan hanya belum berhasil meningkatkan keserdasan dan keterampilan anak didik,
tetapi juga gagal dalam membentuk karakter dan kepribadian.[8]
Oleh karena itu lembaga pendidikan nasional yang sampai sekarang merupakan suatu institusi publik untuk
mewujudkan suatu tujuan bersama yaitu mencerdaskan kehidupan manusia Indonesia tentunya harus akuntabel,
berarti transparan, terbuka, dan dapat dinilai oleh anggota masyarakat. Dengan kata lain performance lembaga
pendidikan tersebut haruslah mempunyai indikator-indikator akan keberhasilan atau kegagalannya. Lahirnya PP No.
19 tahun 2005 yang sekarang diganti PP no 32 tahun 2013 tentang standar nasional pendidikan menjadi salah satu
reformasi dan rekonstruksi dalam memperbaiki pendidikan di Indonesia guna mencerdaskan kehidupan bangsa. Ada
enam alasan mengapa standar nasional pendidikan itu diperlukan yaitu:[9]
1.

Indonesia sebagai negara berkembang


Sebagai suatu negara berkembang Indonesia tergolong negara yang masih miskin. Oleh sebab itu pula tidak
mengherankan apabila tingkat pendidikannya belum mencapai sesuai yang diinginkan oleh masyarakat modern.
Masyarakat demokrasi menuntut anggotanya yang cerdas dalam mengambil keputusan-keputusan yang intelegen
untuk memajukan taraf hidupnya. Masyarakat yang miskin tentunya tidak dapat diharapkan para anggotanya dapat
menyumbangkan saran-saran yang intelegen dalam mewujudkan kemajuan masyarakat. Kemampuan deliberasi,
berpartisipasi, menimbang-nimbang hal yang terbaik untuk masyarakat belum dapat terlaksana dengan sempurna di
dalam suatu masyarakat yang masih rendah tingkat pendidikannya. Tidak mengherankan apabila masyarakat yang
demikian mudah terperangkap di dalam struktur kekuasaan yang otoriter yang terikat kepada kekuasaan pemerintah.
Hal ini pula barangkali yang menjadi alasan mengapa negara-negara berkembang ada yang memilih jalan diktator
dalam memacu perkembangan masyarakatnya. Negara-negara berkembang pasca komunisme ada yang masih
tetap memilih pemerintahan otoriter dalam pengembangan masyarakatnya. Hasilnya memang sangat signifikan di
dalam perkembangan ekonomi yang tinggi. Ada pula negara seperti India yang memilih jalan demokrasi di dalam
perkembangannya. Tampak di sini yang memilih jalan demokrasi perkembangan ekonominya agak lambat

2.

dibandingkan dengan negara-negara yang memilih jalan otoriter. Ada pakar yang berpendapat perkembangan
negara-negara berkembang belum matang untuk berdemokrasi sehingga terjadi demokrasi kebablasan. Jalan yang
ditempuh oleh negara-negara berkembang tentunya tergantung kepada kondisi dari masing-masing negara.
Jalannya ialah mempercepat investasi di dalam pengembangan SDM sehingga dapat dipercepat pembinaan warga
negara yang cerdas. Dengan kata lain investasi pendidikan perlu ditingkatkan serta disusun suatu rencana
pengembangan SDM yang mantap dan terarah.
Sebagai negara kesatuan diperlukan suatu penilaian dari kinerja sistem pendidikan nasional
UU No. 20 tahun 2003 sebagai suatu sistem tentunya diperlukan suatu patokan atau ukuran sampai dimana
sistem tersebut. Adanya satu sistem pendidikan nasional termasuk di dalam evaluasinya merupakan salah satu
sarana untuk meningkatkan kohesi sosial. Tanpa adanya suatu sistem lebih-lebih dalam negara Indonesia yang
bhineka, maka tujuan untuk mempersatukan bangsa Indonesia akan menemui kesulitan. Ambillah misalnya
kebutuhan untuk memiliki, menjaga, mengembangkan dan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan nasional. Demikian pula setiap kelompok mempunyai kebutuhan untuk menghayati kebersamaan di dalam
perjalanan hidup suatu bangsa. Sejarah nasional dan geografi nasional merupakan pengetahuan yang harus dimiliki
oleh setiap warga negara Indonesia.[10]

3.

Anggota masyarakat global


Sebagai anggota masyarakat global, negara Indonesia berada di dalam pergaulan antar bangsa lebih-lebih
dalam kemajuan teknologi komunikasi dan informasi dewasa ini. Di dalam pergaulan global tersebut tentunya tidak
dapat dihindari pengenalan antar budaya, pengenalan masyarakat negara-negara lain. Di dalam pergaulan global
inilah tentunya orang akan melihat persamaan ataupun perbedaan dengan bangsa-bangsa yang lain. Dalam
pergaulan global yang terbuka itu dapat saja terjadi arus pertukaran manusia, arus SDM sehingga memerlukan
kualitas SDM yang tinggi yang dapat bersaing dengan bangsa-bangsa yang lain. Selain daripada itu untuk
dapat survive dalam dunia dunia yang terbuka ini kualitas bangsa Indonesia harus dapat bersaing sehingga tidak
menjadi budak dari bangsa lain. Kualitas SDM dalam dunia ekonomi yang sangat kompetitif harus dapat bersaing
dengan bangsa-bangsa lain. Kualitas pendidikan merupakan indikator mutlak di dalam persaingan internasional itu.
Dalam rangka ini di samping standar nasional diperlukan pula standar regional bahkan standar internasional.
Tentunya standar-standar ini hanya dapat dicapai secara bertahap dan bukan secara sekuensial.[11]

4.

Fungsi standar nasional pendidikan


Fungsinya adalah untuk pengukuran kualitas pendidikan. Standar tersebut tentunya bukan merupakan ukuran
yang statis yang tidak berubah, tetapi semakin lama semakin ditingkatkan. Kita bedanya antara Standar Ideal
dengan Standar Operasional Temporal. Standar ideal dapat ditentukan setiap 5 tahun atau 10 tahun sedangkan
standar operasional temporal dapat ditentukan setiap tahun. Standar ideal juga bertahap untuk dicapai seperti
standar isi yaitu kurikulum sekolah perlu direvisi setiap sekurang-kurangnya 5-10 tahun. Standar nasional pendidikan
adalah standar yang bergerak maju.[12]

5.

Fungsi standar adalah pemetaan masalah pendidikan


Hal ini banyak kali dilupakan di dalam suatu sistem nasional. Standar seakan-akan telah menjadi milik monopoli
dari birokrasi pendidikan sehingga peserta didik semata-mata menjadi objek dari kekuasaan birokrasi. Akibatnya
sangat jauh oleh karena proses belajar dapat terarah kepada hanya mempersiapkan ujian yang telah ditentukan oleh
birokrasi pendidikan dan bukan merupakan suatu proses belajar yang berkesinambungan yang diadakan secara
berkala oleh guru di depan kelas. Kelulusan seseorang dari sistem pendidikan bukanlah ditentukan semata-mata
oleh Ujian Nasional yang biasanya terpusat dan anonim, tetapi merupakan suatu proses yang integratif di dalam
pendidikan yang mempunyai banyak segi.
Fungsi standar nasional pendidikan
Fungsi standar nasional pendidikan adalah penyusunan strategi dan rencana pengembangan sesudah diperoleh
data-data dari evaluasi belajar secara nasional seperti Ujian Nasional.[13]

6.

C. Standar Nasional Pendidikan sebagai Acuan Mutu Pendidikan

Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan standar-standar lain yang disepakati oleh kelompok masyarakat adalah
acuan mutu yang digunakan untuk pencapaian atau pemenuhan mutu pendidikan. Standar nasional pendidikan
adalah standar yang dibuat oleh pemerintah, sedangkan standar lain adalah standar yang dibuat oleh satuan
pendidikan dan/atau lembaga lain yang dijadikan acuan oleh satuan pendidikan. Standar-standar lain yang
disepakati oleh kelompok masyarakat digunakan setelah SNP dipenuhi oleh satuan pendidikan sesuai dengan
kekhasan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. SNP sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan peraturan perundangan lain yang relevan yaitu kriteria minimal
tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. SNP dipenuhi oleh
satuan atau program pendidikan dan penyelenggara satuan atau program pendidikan secara sistematis dan
bertahap dalam kerangka jangka menengah yang ditetapkan dalam rencana strategis satuan atau program
pendidikan.[14]

1. Standar Isi
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang
kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus
dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang
dan jenis pendidikan tertentu. Setiap jenjang memiliki kompetensi yang berbeda, mulai dari sekolah dasar hingga
sekolah menengah. Dan dalam standar isi termuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum
tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik yang berguna untuk pedoman pelaksanan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[15]

2. Standar Proses
Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada
satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. [16] Proses pembelajaran seharusnya
dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Hal tersebut sangatlah membantu dalam pekembangan akal dan
mental peserta didik.[17]

3. Standar Kompetensi Lulusan


Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan
peserta didik dari satuan pendidikan.
Setiap jenjang pendidikan memiliki kompetisi dasar yang berberda. Mulai dari pendidikan dasar yang hanya
bertujuan meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup
mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Sampai ke jenjang petguruan tinggi yang bertujuan mempersiapkan
peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berakhlak mulia, memiliki pengetahuan, keterampilan, kemandirian,
dan sikap untuk menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu, teknologi, dan seni, yang bermanfaat bagi
kemanusiaan.

4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan


Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakn proses
pembelajaran, menilai hasil nilai pembelajaran, memberi pelajaran, serta melakukan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Sedangkan tenaga kependidikan bertugas
melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang
proses pendidikan pada satuan pendidikan.[18]
Standar pendidik dan kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental,
serta pendidikan dalam jabatan. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi bagi para pendidik diantarnya :

a. kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1)
b. latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan
c. sertifikat profesi guru untuk jenjang yang dia geluti.

5. Standar Sarana dan Prasarana


Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal
tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat
bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
Setiap lembaga pendidikan wajib memiliki sarana dan prasarana yang telah ditentukan. Ada pun sarana
tersebut antara lain meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya,
bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan.
Sedangkan prasarananya antara lain lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik,
ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin,
instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat
lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

6. Standar Pengelolaan
Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar
tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen
berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
Sadangkan pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi menerapkan otonomi perguruan tinggi
yang dalam batas-batas yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku memberikan kebebasan
dan mendorong kemandirian dalam pengelolaan akademik, operasional, personalia, keuangan, dan area fungsional
kepengelolaanlainnya yang diatur oleh masing-masing perguruan tinggi.

7. Standar Pembiayaan
Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan
yang berlaku selama satu tahun.[19] Ada tiga macam biata dalam standar ini :
a. Biaya investasi satuan pendidikan yaitu biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya
manusia, dan modal kerja tetap.
b. Biaya personal sebagaimana adalah biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa
mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
c. Biaya operasi satuan pendidikan meliputi :
1) gaji dan tunjangan pendidik dan tenaga kependidikan
2) bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
3) biaya operasi pendidikan tak langsung seperti air, pemeliharaan sarana dan prasarana, pajak, asuransi, lain
sebagainya.

8. Standar Penilaian Pendidikan


Standar penilaian pendidik adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur,
dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.Penilaian dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau
proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir
semester, dan ulangan kenaikan kelas.
Delapan SNP di atas memiliki keterkaitan satu sama lain dan sebagian standar menjadi prasyarat bagi
pemenuhan standar yang lainnya. Dalam kerangka sistem, komponen input sistem pemenuhan SNP adalah Standar
Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK), Standar Pengelolaan, Standar Sarana dan Prasarana
(Sarpras), dan Standar Pembiayaan. Bagian yang termasuk pada komponen proses adalah Standar Isi, Standar

Proses, dan Standar Evaluasi, sedangkan bagian yang termasuk pada komponen output adalah Standar Kompetensi
Lulusan (SKL). Dalam hal ini bisa dilihat pada gambar dibawah ini:[20]

D. Pro Kontra Standarisasi Pendidikan


Disamping pendapat yang optimis tentang manfaat standarisasi tidak kurang pula pendapat-pendapat yang
menentang standarisasi pendidikan atau setidak-tidaknya memberikan aba-aba untuk berhati-hati mengenai
konsekuensi standarisasi di dalam proses pendidikan. Marilah kita lihat kelompok yang pro maupun kelompok yang
kontra terhadap standarisasi pendidikan. Mengetahui pandangan kedua kelompok yang bertentangan tersebut akan
membawa kita kepada pengertian yang lebih luas dan mendalam atau memberikan perspektif yang lebih luas
terhadap nilai-nilai positif maupun nilai-nilai negative dari standarisasi. Maksudnya tidak lain ialah agar kita berhatihati di dalam mengambil keputusan untuk melaksanakan peningkatan mutu pendidikan dengan menggunakan
standarisasi pendidikan.
1. Kelompok Pro
Pada umumnya kelompok yang mempercayai standarisasi pendidikan akan meningkatkan proses belajar peseta
didik tetapi dengan kondisi tertentu. Kelompok ini menyutujui adanya standarisasi pendidikan apabila standar
tersebut memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:[21]
a.
b.

c.
d.
e.

a.
b.
c.
d.
e.
f.
2.

Standar yang akan dilaksanakan merefleksikan kebijakan atau wisdom dari orang tua dan guru. Hal ini berarti
standar tidak ditentukan dari suatu lembaga di luar stakeholder terutama dalam pendidikan yaitu orang tua dan guru.
Penyusunan dan penetapan standar isi atau kurikulum haruslah secara berhati-hati. Penyusunannya harus
mengikutsertakan para ahli kurikulum oleh sebab penyusunan kurikulum pendidikan telah mengalami berbagai
kemajuan. Kurikulum tidak dapat disusun oleh sembarang orang, oleh para amatir atau politisi, tetapi oleh para
pakar-pakar spesialis kurikulum sehingga standar yang telah ditentukan mendapatkan kerangka yang jelas dan
terarah di dalam kurikulum.
Standar yang telah ditentukan hendaknya dapat dilaksanakan oleh guru professional.
Kemajuan akademik di sekolah tidak dapat semata-mata melalui tes akhir atau ujian akhir.
Standar haruslah memberikan kesempatan yang sama untuk semua peserta didik. Apabila standar mengadakan
diskriminasi peserta didik maka standar tersebut merupakan suatu pemerkosaan yang biadab terhadap hakikat
manusia yang sama.
Selain alasan di atas ada juga alasan dari para pakar yang setuju terhadap standarisasi pendidikan yaitu
sebagai berikut :[22]
Standarisasi berfungsi sebagai penuntun bagi guru di dalam mengadakan perubahan global.
Standarisasi berisi suatu kewajiban moral untuk memberikan kesempatan yang sama kepada semua peserta didik.
Standarisasi yang bersifat nasional akan menghindari keinginan-keinginan pribadi dan guru.
Adanya standar nasional mencegah kontrol lokal yang berlebihan.
Standarisasi pendidikan dirasakan suatu kebutuhan karena tuntunan masyarakat yang berubah dengan cepat.
Standarisasi pendidikan akan memberikan akuntabilitas pendidikan.
Kelompok Kontra
Dewasa ini standarisasi pendidikan banyak dipengaruhi oleh keputusan-keputusan bisnis dan politik. Hal ini
terbukti ketika pergantian seorang pemimpin maka akan mengalami perubahan juga dalam menetapkan kebijakankebijakannya contohnya perubahan PP no 19 tahun 2005 diganti menjadi PP no 32 tahun 2013 sesuai dengan
bergantinya tonggak kepemimpinan dalam pemegang kebijakan sampai pada bergantinya kurikulum.
Standarisasi telah menentukan suatu tujuan yang terletak di luar proses pendidikan itu sendiri. Apalagi standar
ditentukan oleh birokrasi yang tidak mengenal apa yang terjadi di dalam praksis pendidikan di sekolah. Selain itu
standarisasi pendidikan yang di atur dalam PP no 19 tahun 2005 sekarang PP no 32 tahun 2013 tentang standar
nasional pendidikan menekankan perlunya masyarakat pendidikan merujuk pada perangkat standar mutu sebagai
acuan formal dan baku dalam usaha peningkatan kualitas pendidikan. Walupun konsep dasar dari ketentuan itu

secara oprasional masih tidak jelas. PP no 19 tahun 20005 sekarang PP no 32 tahun 2013 memberikan ketentuan
kriteria minimal tentang system pendidikan yang berlaku nasional. Ini berarti bahwa setiap satuan pendidikan harus
sedikit-dikitnya memenuhi standar minimal tersebut untuk dapat dinilai berkualitas. Konsekuensinya setiap satuan
pendidikan yang tidak memenuhi standar itu adalah lemabag sub standar tidak berkualitas.[23] Sehingga hal ini
memberikan pemahaman bahwa akan terciptanya diskriminasi dan pembedaan sedangkan dalam tujuan awal
pendidikan nasional adalah untuk memberikan pemerataan dalam pendidikan tanpa ada diskriminasi.
Selain alasan-alasan di atas kelompok yang kontra terhadap standarisasi pendidikan juga menyebutkan bahwa
keberhasilan suatu pendidikan tidak dilihat hanya dari ujian akhir sebagai bahan evaluasi nasional. Namun pada PP
no 32 tahun 2013 ada perubahan terkait ujian akir nasional bahwa untuk tingkat sekolah dasar baik SD maupun MI
sudah dihapuskan.
BAB III
KESIMPULAN
Dilihat dari fungsi dan tujuannya, Standar Nasional Pendidikan memiliki fungsi sebagai dasar dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang
bermutu, dan bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Standar Nasional Pendidikan itu dapat membawa
pendidikan Indonesia lebih bermutu dan berkualitas jika delapan standar itu dilaksanakan dengan hati-hati dan tepat
guna. Delapan satndar itu adalah standar isi, standar kompetensi lulusan, standar proses, standar pendidik dan
tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar
penilaian.
Delapan SNP di atas memiliki keterkaitan satu sama lain dan sebagian standar menjadi prasyarat bagi
pemenuhan standar yang lainnya. Dalam kerangka sistem, komponen input sistem pemenuhan SNP adalah Standar
Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK), Standar Pengelolaan, Standar Sarana dan Prasarana
(Sarpras), dan Standar Pembiayaan. Bagian yang termasuk pada komponen proses adalah Standar Isi, Standar
Proses, dan Standar Evaluasi, sedangkan bagian yang termasuk pada komponen output adalah Standar Kompetensi
Lulusan (SKL)

Munculnya Peraturan Pemerintah pasti akan mendapatkan berbagai macam respon


di kalangan masyarakat. Begitu pula dengan PP no 19 tahun 2005 yang diganti
menjadi PP no 32 tahun 2013 pasti ada respon dari masyarakat baik respon itu
positif maupun negative, namun yang jelas dari respon tersebut seharusnya
memberikan inspirasi dan pelajaran tersendiri buat kita dalam memandang dan
memahami PP no 19 tahun 2005 sekarang PP no 32 tahun 2013 tentang Standar
Nasional Pendidikan.

[1] Nasarudin Anshoriy & GKR Pembayun, Pendidikan Berwawasan Kebangsaan; Kesadaran Ilmiah Berbasis
Multikulturalisme, (Yogyakarta: LKIS, 2008), hlm. 185
[2] Nana Supriyatna, Kembangakan Kecakapan Sosialmu untuk kelas I, (Bandung: Grafindo Media Pratama, 2007),
hlm. vi
[3] Soedijarto, Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita, (Jakarta : PT Kompas Media Nusantara, 2008), hlm. 474
[4] Ahli Muhdi Amnur, Konfigurasi Politik Pendidikan Nasional; Reformasi Pendidikan Sebagai Tuntutan,
(Yogyakarta: Pustaka Fahima, 2005), hlm. 192-195
[5] Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Fokus Media, Bandung, 2006)
[6] Ibid
[7] Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,(Sinar Grafika, Jakarta, 2006)
[8] Adnan Buyung Nasution dkk, Membongkar Budaya Visi Indonesia 2030 dan Tantangan Menuju Raksasa Dunia,
(Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2007), hlm. 295-296
[9] H.A.R. Tilaar. Standarisasi Pendidikan Nasional: Suatu Tinjauan Kritis. (Jakarta: PT Rineka Cipta,2006), Hlm.
106
[10] Ibid, hlm 107

[11] Ibid, hlm 108


[12] Ibid
[13] Ibid, hlm 109
[14] Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia; Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu
Pendidikan, Pedoman Pemenuhuan Standar Nasional Pendidikan Pada Sekolah Dasar (SD)/ Madrasah Ibtidaiyah (MI),
(Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2012), hlm. 11
[15] Arif Rohman, Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: LaksBang Mediatama, 2009), hlm. 232
[16] H.A.R. Tilaar, Standarisasi Pendidikan Nasional: Suatu Tinjauan Kritis, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), Hlm.
169
[17] Arif Rohman, Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: LaksBang Mediatama, 2009), hlm. 232
[18] Zainal Aqib, Menjadi Guru Profesional Berstandar Nasional, (Bandung : Yrama Widya, 2009), hlm. 19
[19] H.A.R. Tilaar, Standarisasi Pendidikan Nasional: Suatu Tinjauan Kritis, ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), Hlm.
170
[20]Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia; Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu
Pendidikan, Pedoman Pemenuhuan Standar Nasional Pendidikan Pada Sekolah Dasar (SD)/ Madrasah Ibtidaiyah (MI),
(Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2012), hlm. 11-12
[21] H.A.R. Tilaar, Standarisasi Pendidikan Nasional: Suatu Tinjauan Kritis, ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), Hlm.
132
[22] Ibid, hlm 133
[23] Winarno Surakhmad, Pendidikan Nasional Strategi dan Tragedi, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2009),
hlm. 353
Diposkan oleh M. Lukmanul Hakim di 13.07

Anda mungkin juga menyukai