BAB V
PENGELOLAAN PEMBELAJARAN KIMIA PADA
SMAN 1 SINGARAJA DAN SMAN 1 GIANYAR
132
133
Dengan memerhatikan beberapa informasi di atas, jika dilihat dari sisi proses
penyusunan silabus dan produk perangkat pembelajaran, sudah dilakukan dengan
baik dan terprogram secara teratur. Hal ini berarti bahwa proses perencanaan
pembelajaran sudah dilakukan dengan baik. Kegiatan perencanaan pembelajaran
yang dilakukan oleh guru kimia, melalui kegiatan workshop, dilanjutkan dengan
diskusi di dalam kelompok mata pelajaran. Workshop dan diskusi yang dilakukan
dalam rangka membuat silabus, melalui standar kompetensi dan kompetensi dasar,
kemudian dilanjutkan dengan membuat rencana pelaksanaan pembelajaran yang di
134
dalamnya berisi indikator, tujuan pembelajaran, media yang direncanakan, dan alat
evaluasi dengan berbagai pengembangannya menjadi sebuah produk perangkat
pembelajaran. Kegiatan perencanaan yang dilakukan oleh guru kimia, dilihat dari
Permendiknas No. 41, Tahun 2007 tentang standar proses, maka untuk kegiatan
perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru kimia sudah memenuhi standar
yang ditetapkan. Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar
kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan
pembelajaran, materi
pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar (Permendiknas No. 41,
Tahun 2007).
Pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru
kimia sesuai dengan pedoman implementasi kurikulum. Menurut Mulyasa
(2008:153--154) menyatakan, bahwa perencanaan merupakan bagian penting yang
harus diperhatikan dalam implementasi KTSP, yang akan menentukan kualitas
pembelajaran secara keseluruhan dan menentukan kualitas pendidikan serta kualitas
SDM, baik di masa sekarang maupun di masa depan. Dalam implementasi KTSP,
guru diberikan kewenangan secara leluasa untuk menganalisis standar kompetensi
dan kompetensi dasar (SKKD) sesuai dengan karakteristik dan kondisi sekolah, serta
kemampuan guru itu sendiri dalam menjabarkan menjadi silabus dan RPP.
Kegiatan perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru kimia di
SMAN 1 Singaraja dan SMAN 1 Gianyar, sejalan dengan prinsip implementasi
135
kurikulum KTSP. Guru kimia membuat penjabaran dan pengembangan silabus dan
RPP sesuai dengan kondisi sekolah dalam status RSBI saat itu. Pengembangan yang
dilakukan adalah dengan mengadopsi dan mengadaptasi kurikulum dari luar dan
mengembangkan model-model evaluasi yang diambil dari model tes di perguruan
tinggi terkemuka di Indonesia. Pengembangan silabus dan RPP yang dilakukan
tersebut sesuai dengan pernyataan informan sebagai berikut.
Kalau pembuatan perangkat kita juga adaptasi pada kurikulum Cambridge
ya, jadi kita sesuaikan dari kurikulum nasional, kalau ada yang perlu diadopsi
dari Cambridge, kita ambil (wawancara GS, tanggal 4 Oktober 2011)
Informasi tentang pengembangan kurikulum diperkuat lagi oleh guru lain
yang menuturkan sebagai berikut.
RSBI itu kan kurikulum nasional plus kan gitu, kita mengadopsi, yang sudah
ada kita adaptasi, yang belum ada kita kembangkan kita adaptasi dari
Cambridge, ada juga dari Singapura. Memang juga disarankan adopsi dari
kurikulum perguruan tinggi yang favorit, misalnya UI, ITB, UGM, dilihat dari
soal-soal, oo ini soal yang dikeluarkan, kalau ITB begini tesnya, kalau UGM
begini tesnya, kita adopsi kemudian kita berikan pengayaan di sore itu
(wawancara GG, tanggal 18 Oktober 2011).
Kemampuan guru membuat RPP merupakan langkah awal yang wajib
dimiliki guru, dan sebagai muara dari segala pengetahuan, keterampilan dasar, dan
pemahaman yang mendalam tentang objek belajar dan situasi pembelajaran. RPP
merupakan suatu perkiraan atau proyeksi guru mengenai seluruh kegiatan yang akan
dilakukan baik oleh guru maupun siswa, terutama kaitannya dengan pembentukan
kompetensi dan pencapaian tujuan pembelajaran.
136
Taksonomi
mengandung
pengertian
prinsip
pengklasifikasian
objek.
137
dan
pelaksanaan
pembelajaran,
evaluasi
hasil
belajar,
dan
138
materi
ajar,
alokasi
kegiatan
139
dilihat dari komponen-komponen yang ada sudah sesuai dengan standar. Hubungan
antara komponen yang satu dan yang lain yaitu standar kompetensi, kompetensi
dasar, indikator, dan tujuan pembelajaran sudah tepat. Demikian juga dengan
komponen materi pembelajaran, sumber dan alat, metode, langkah-langkah
pembelajaran, dan penilaian sudah sesuai, tepat, dan lengkap. Beberapa perencanaan
pembelajaran ada yang sudah melebihi standar karena dilengkapi dengan lembar
diskusi siswa, ada juga dengan lembar kerja siswa, dan ada yang dilengkapi dengan
petunjuk praktikum.
Silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang disusun oleh guru sudah
benar sangat sesuai dengan yang diharapkan. Contoh silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran dapat dilihat pada Lampiran 4. Jadi, perangkat perencanaan
pembelajaran oleh guru kimia pada SMAN 1 Singaraja dan SMAN 1 Gianyar telah
dilakukan dengan baik sesuai dengan standar yang ditetapkan. Perangkat
pembelajaran yang lengkap dan sesuai dengan standar ini dibuat oleh guru karena
adanya tuntutan kelengkapan administrasi sekolah. Kelengkapan perangkat
pembelajaran ini sebagai persyaratan penilaian administrasi dalam rangka
mendapatkan sertifikat manajemen ISO di samping sebagai kelengkapan administrasi
guru. Kondisi ini yang menyebabkan pihak sekolah mengharuskan guru untuk
membuat perangkat pembelajaran yang lengkap sesuai dengan standar, dan
diharapkan berkualitas.
Jika dilihat dari unsur perencanaan proses pembelajaran yang merupakan
salah satu bagian dari standar proses, perencanaan pembelajaran sudah dilaksanakan
140
Guru
kimia
diwawancarai
karena
mereka
yang
melaksanakan
karena
mereka
memiliki
kewajiban
melakukan
pengawasan
141
142
dengan temannya nyambung dia, namun di kelas lain jika dikasi LKS, masih
aja ngobrol dia. Kalau dikasi praktikum nyambung, jadi yang jelas berbeda
cara mengajar kita (wawancara GS, tanggal 4 Oktober 2011).
Pembelajaran yang dilakukan guru dengan mengurangi metode ceramah
dikemukakan pula oleh guru yang lain dengan tuturan sebagai berikut.
Kalau di kelas yang saya ajar, siswanya lumayan bagus aktivitasnya, karena
input nya bagus dan agar anak itu aktif, kita buat work sheet, walaupun belum
sempat kita print, dalam bentuk soft copy kita tayangkan, anak-anak yang
mencari lebih lanjut, kemudian dia presentasi. Siswanya aktif pak, karena saya
lebih sering diskusi kelompok, sehingga anak-anak yang menemukan konsep,
dan lebih cenderung praktikum, sehingga saya jarang memberikan ceramah,
anak-anak aktif, ini rasanya yang lebih bagus.
Seperti biasanya Pak, pagi jam 7.30 sampai jam 13.15 program reguler,
kemudian ada lagi program akselerasi (penguatan pendalaman materi)
dilakukan setiap hari Senin sampai Rabu,dijadwalkan jam 13.30 sampai jam
15.00, untuk pelajaran yang di-UN- kan (wawancara GG, tanggal 18 Oktober
2011).
143
Nah terkait dengan ini, dari hasil observasi saya melihat antara apa yang
ditulis dalam perencanaan dengan apa yang dilakukan di kelas itu berbeda, dia
jarang melihat perencanaannya, jadi tidak match, memang pada saat ada
evaluasi, pengawasan memang dilihat perencanaannya sudah oke, tapi saya
tidak hanya melihat itu, kesehariannya seperti apa? Bukan hanya ketika di
awasi tapi agar alami, itu yang saya harapkan. Jadi, kurang match antara apa
yang dipersiapkan dengan apa yang dilakukan (wawancara KS, tanggal 11
Januari 2011).
144
Kebetulan saya tim dengan Pak Madra, setelah praktikum juga diberikan
diskusi sesuai dengan karakteristik materi. Kasi tugas kita berikan ramburambunya. Begitu diumumkan akan praktikum anak-anak senang sekali, kalau
dulu labnya masih gabung dengan biologi sehingga berbagi dengan biologi,
tapi sekarang sudah ada lab kimia tersendiri, kita hanya berbagi dengan kimia
saja (wawancara GG, tanggal 18 Oktober 2011).
Informasi dari siswa diperoleh bahwa pernah praktikum hanya beberapa kali
sampai dia duduk di kelas XII (atau tahun ke 3), sementara itu ada siswa yang
menyatakan belum pernah praktikum. Pernyataan siswa dari petikan wawancara
sebagai berikut.
Waktu di kelas 1 juga sama praktik perubahan kimia dan perubahan fisika,
mencari moralitas, di kelas 2 juga sudah praktikum. Untuk kelas 3 karena
sudah akan persiapan ujian kita tidak praktikum di lab, langsung ke
masyarakat, misalnya tentang penyepuhan, oleh Ibu Oka kita disuruh datang
ke pengrajin penyepuhan, untuk membuat laporan, direkam juga, bagaimana
145
sih fungsi penyepuhan, apa tujuannya, apa alatnya, apa yang mempengaruhi,
kita mengamati, membuat laporan, kemudian kita presentasi dengan power
point, beserta videonya. Praktikum sudah pernah, mencari perubahan kimia,
dan perubahan fisika, kemudian mencari molaritas (wawancara SS, tanggal
27 Oktober 2011).
Ungkapan siswa mengenai pelaksanaan praktikum yang sangat terbatas
dilakukan dengan tuturan sebagai berikut.
Kalau kami belum pernah praktikum Pak. Kalau saya sudah pernah pak
sekali praktikum minggu lalu. Kalau saya pernah hanya beberapa kali
praktikum sampai kelas tiga (wawancara SG, tanggal 12 Oktober 2011)
Hasil wawancara dengan kepala sekolah juga menyatakan hal yang senada
bahwa memang dalam praktikum ada masalah, dan kepala sekolah masih melakukan
evaluasi mengenai praktikum yang bermasalah. Adapun pernyataan kepala sekolah
adalah sebagai berikut.
Dari bukti fisik yang saya terima, dan fokus di IPA saya melihat temanteman masih kurang di praktikum, kita lihat dari kompetensi anak, ketika dia
mengikuti lomba-lomba, anak-anak itu kalahnya di praktikum, seluruh
pengalaman seperti itu (wawancara KSG tanggal 11 Januari 2012).
146
147
diakhiri dengan pemberian tugas rumah. Situasi belajar yang terjadi cukup akrab,
siswa antusias, aktif, dan disiplin mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru.
Motivasi belajar dan kesiapan belajar siswa cukup baik dengan rasa ingin tahu yang
tinggi.
Penelusuran lebih mendalam pada tiap-tiap pembelajaran yang dilakukan
dicermati dengan saksama. Pada saat observasi pembelajaran salah satu guru yang
menjelaskan konsep koloid, guru pada saat itu menggunakan perencanaaan
pembelajaran yang ada di dalam laptop. Strategi pembelajaran yang dilakukan lebih
didominasi dengan metode ceramah, dan disertai dengan teknik tanya jawab.
Informasi yang disampaikan dalam pembelajaran datar, kurang mengajak siswa untuk
belajar yang lebih bermakna mengenai konsep koloid. Pembelajaran yang dilakukan
kurang memberikan tantangan untuk pemecahan masalah yang berkaitan dengan
materi. Padahal, kalau dilihat dari pokok bahasan koloid sesuai dengan kurikulum
mestinya ada eksperimen yang harus dilakukan ketika membahas sifat koloid.
Demikian pula konsep koloid sangat banyak berkaitan dengan kehidupan sehari-hari
yang sifatnya kontekstual. Pembelajaran dilakukan hanya menjelaskan hal-hal yang
tertera di dalam buku, kebermaknaan belum tampak.
Pencermatan pada pembelajaran yang dilakukan oleh guru kimia yang lain
pada saat menjelaskan materi tentang kimia unsur. Guru melakukan alur
pembelajaran dengan membuka pembelajaran melalui eksplorasi. Kemudian kegiatan
inti dengan berceramah dan teknik tanya-jawab, dilanjutkan dengan diskusi
kelompok. Pada saat menutup pembelajaran dengan penguatan-penguatan konsep
148
yang sudah dijelaskan serta pemberian tugas rumah. Di dalam kegiatan inti
penjelasan lebih menekankan pada konsep-konsep yang sering muncul di dalam ujian
nasional seperti yang disampaikan oleh guru bersangkutan. Pembelajaran yang
dilakukan belum terlihat memberikan pemaknaan untuk konsep tersebut dan tidak
memberikan tantangan kepada siswa. Padahal, jika dilihat dari pokok bahasan yang
disajikan, dapat diperdalam dengan manfaat dari penguasaan konsep tersebut dan
kaitannya dengan konsep-konsep yang lain. Usaha mengaktifkan siswa dilakukan
dengan memberikan beberapa pertanyaan yang dikerjakan melalui diskusi kelompok.
Pada pembelajaran di kelas yang lain tentang konsep stoikiometri atau
hitungan kimia, alur pembelajaran sesuai dengan standar, tidak jauh berbeda dengan
pembelajaran yang dilakukan oleh guru kimia yang lain. Dalam kegiatan inti guru
menjelaskan konsep, kemudian memberikan contoh soal untuk dibahas bersama,
disertai dengan kegiatan tanya-jawab. Kegiatan selanjutnya adalah diskusi kelompok
untuk mengerjakan latihan soal-soal hitungan. Guru memberikan bimbingan pada
setiap kelompok secara bergilir. Siswa yang sudah berhasil menjawab soal latihan,
diberikan kesempatan untuk mengerjakan jawabannya di papan tulis. Latihan soal
seperti ini dilakukan berulang-ulang, sampai pada saat akan mengakhiri pembelajaran
diberikan soal untuk dikerjakan di rumah. Kegiatan pembelajaran dengan latihan soal
seperti ini menjadikan siswa aktif karena disibukkan oleh latihan soal-soal, dengan
berbagai variasi soal yang dibuat oleh guru. Guru, dalam pembelajaran mengenai
hitungan kimia, selain memberikan pendalaman dengan latihan soal-soal, juga
melakukan bimbingan pada setiap kelompok. Namun, tidak diperdalam dengan
149
menjelaskan
manfaat
dan
aplikasi
dari
konsep-konsep
tersebut
sehingga
dengan
membuka
pembelajaran
mulai
dengan
penataan
kelas,
150
151
Jika dipotret dari standar proses (Permendiknas No. 41 Tahun 2007), ternyata
pelaksanaan pembelajaran di kelas tampak sesuai dari sisi alur pembelajaran, yakni
ada pembukaan, kegiatan inti, dan penutup dengan berbagai komponennya sudah
muncul di dalam pembelajaran yang dilakukan. Di dalam kegiatan inti pembelajaran,
sesungguhnya ada banyak peluang yang bisa dilakukan oleh guru untuk melakukan
kreasi untuk menjadikan pembelajaran tersebut inovatif dan bermakna. Ada beberapa
pengembangan informasi dan pendalaman materi semestinya dapat dilakukan oleh
guru, misalnya mengaitkan konsep yang sedang dibahas dengan manfaatnya atau
mengaitkan konsep dengan aplikasi di masyarakat sehingga kebermaknaan materi
yang sedang dipelajari dipahami oleh siswa. Di dalam pembelajaran, ketika makna
dari informasi yang diperoleh itu dipahami oleh siswa, maka rasa ingin tahu
(curiosity) muncul yang mengakibatkan aktivitas belajar meningkat. Melaksanakan
pembelajaran yang inovatif diperlukan pemahaman mengenai pedagogik, penguasaan
materi yang diajarkan, kreativitas, dan kemauan atau motivasi guru.
Jika dicermati proses pembelajaran yang dilakukan oleh beberapa guru kimia
di kelas, ternyata dasar teori belajar yang digunakan adalah kombinasi dari teori
belajar perilaku, sosial, dan kognitif. Teori belajar perilaku diterapkan ketika guru
berusaha memberikan stimulus berupa pertanyaan atau menuliskan soal di papan tulis
agar diberikan respons oleh pebelajar. E.L. Thorndike (dalam Nasution, 1982)
meyatakan stimulus-stimulus dapat mengeluarkan respons-respons. Sementara itu
ketika guru berusaha untuk menarik perhatian dengan kalimat tertentu atau peristiwa
atau contoh kejadian tertentu yang dirasakan penting yang perlu diingat dan untuk
152
membangkitkan motivasi, hal ini berarti guru menerapkan prinsip dari teori belajar
sosial. Konsep utama teori belajar sosial menurut Bandura (dalam Crain, 2007)
adalah pemodelan. Dalam pemodelan ada empat fase belajar, yaitu fase perhatian,
fase retensi, fase reproduksi, dan fase motivasi. Penerapan teori belajar kognitif juga
terjadi dalam proses pembelajaran terutama ketika guru menjelaskan konsep-konsep
baru yang diawali dengan mengingatkan kembali konsep-konsep yang mendahului
yang berhubungan dengan konsep baru yang akan dijelaskan. Demikian juga, ketika
guru memberikan latihan untuk pemecahan masalah (problem solving), tergolong
dalam penerapan teori belajar kognitif. Menurut Robert M. Gagne (dalam Nasution,
1982), ada beberapa tipe belajar, di antaranya adalah concept learning (belajar
konsep), dan problem solving (pemecahan masalah). Pandangan belajar menurut
Piaget (dalam Dimyati, 1994), sebagai tokoh teori belajar kognitif bahwa
pengetahuan dibangun dalam pikiran. Belajar pengetahuan meliputi tiga fase, yaitu
fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Dalam fase eksplorasi siswa
mempelajari gejala dengan bimbingan. Dalam fase pengenalan konsep, siswa
mengenal konsep yang ada hubungannya dengan gejala, sementara itu dalam fase
aplikasi konsep, siswa menggunakan konsep untuk meneliti gejala lebih lanjut.
Pembelajaran yang dilakukan oleh guru cenderung seperti yang dikemukakan
di atas mengalir sedemikian rupa tanpa dipahami dengan pasti teori belajar yang
melandasi pembelajaran yang dilakukan. Pemahaman guru tentang teori belajar
sangat penting agar dalam penerapannya tepat sesuai dengan situasi dan kondisi,
sesuai dengan konsep yang dijelaskan serta sarana dan prasarana yang ada sebagai
153
media pembelajaran. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Nasution (1982)
bahwa untuk suatu aspek tertentu salah satu teori belajar lebih bermanfaat, sementara
itu, untuk aspek lain penggunaan teori belajar yang lain lebih sesuai.
Pelaksanaan pembelajaran kimia di kelas yang dilakukan oleh guru belum
sepenuhnya mengikuti teori belajar yang mengarah pada pembelajaran inovatif.
Pembelajaran inovatif pada intinya menampakkan kebaruan dalam arti bahwa
aktivitas belajar lebih terpusat pada siswa dan bermakna. Pembelajaran yang
berorientasi pada aktivitas siswa sesuai dengan teori belajar kognitif. Menurut teoriteori belajar kognitif (teori-teori Gestalt-field), belajar merupakan suatu proses
perolehan atau perubahan insait-insait (insight), pandangan-pandangan (outlooks),
harapan-harapan, atau pola berpikir. Dalam teori belajar kognitif dikatakan juga
terjadi proses elaborasi. Elaborasi ialah suatu proses penambahan pengetahuan yang
berhubungan pada pengetahuan baru. Penambahan-penambahan ini menyediakan
cara-cara lain untuk pemanggilan dan informasi tambahan untuk konstruksi. Di
samping proses elaborasi juga terjadi proses organisasi (pengorganisasian).
Pengorganisasian merupakan suatu proses menempatkan deklaratif ke dalam sub-sub
himpunan untuk menolong dalam pengingatan informasi (Dahar, 1989).
Belajar bermakna menurut Ausubel (dalam Dahar, 1989) ada dua dimensi
belajar,
yaitu
dimensi
belajar
penerimaan/penemuan
dan
dimensi
belajar
154
Belajar bermakna akan terjadi apabila informasi baru dapat dikaitkan pada subsumer
yang ada dalam struktur kognitif. Sebaliknya, belajar hafalan terjadi bila informasi
baru tidak dapat dikaitkan pada konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif
karena konsep-konsep ini tidak mirip dengan informasi baru tersebut. Faktor yang
berpengaruh terjadinya belajar bermakna, yaitu struktur kognitif yang ada serta
kesiapan dan niat anak untuk belajar bermakna dan kebermaknaan materi pelajaran
secara potensial.
Observasi yang dilakukan di dalam pembelajaran praktikum, ternyata guru
telah menyiapkan petunjuk kerja, kemudian siswa membentuk kelompok. Guru
mengawali praktikum dengan memberikan petunjuk, pengarahan, dan penjelasan
mengenai materi praktikum yang akan dikerjakan. Peralatan praktikum dan bahan
sudah disiapkan di atas meja oleh laboran atas petunjuk guru. Pada saat siswa akan
memulai mengerjakan tugas dengan penuntun praktikum yang sudah mereka bawa,
ternyata ada keraguan untuk melakukan, seperti tidak percaya diri. Hasil observasi
perilaku siswa dan keadaan dalam praktikum yang diperoleh bahwa keterampilan
anak dalam hal memegang alat, melakukan pengamatan, dan pencatatan data sangat
kurang. Penataan meja kerja praktikum belum ditata dengan baik karena masih ada
buku dan tas siswa yang diletakkan di atas meja kerja, yang membuat keleluasaan
bekerja kurang nyaman dan ada risiko tidak aman, misalnya terbakar atau tertumpah
zat kimia yang berbahaya. Siswa dalam praktikum tidak menggunakan jas
laboratorium atau baju untuk praktik. Guru yang mendampingi siswa praktikum tidak
memerhatikan keadaan itu. Guru lebih memfokuskan agar hal-hal yang direncanakan
155
dalam praktikum tercapai, mengharapkan hasil pengamatan anak sesuai dengan data
yang diharapkan.
Pada observasi kegiatan praktikum di laboratorium pada kesempatan berbeda,
diperoleh gambaran yang relatif sama dengan hasil pengamatan praktikum
sebelumnya. Penataan meja kerja praktikum kurang karena masih ada buku dan tas
siswa berada di atas meja kerja. Siswa tidak menggunakan jas laboratorium sebagai
baju praktikum. Guru tidak melakukan penataan awal kelas sehingga kesan yang
diperoleh tidak nyaman dan tidak aman untuk praktikum. Guru lebih banyak
memfokuskan
perhatiannya
pada
materi
dan
langkah-langkah
kerja
yang
direncanakan agar dapat dikerjakan oleh siswa dengan benar dan hasil yang
diharapkan sesuai dengan yang direncanakan. Pada saat akan memulai praktikum
siswa tampak kebingungan, suasana kelas agak ribut karena siswa tidak paham
dengan hal-hal yang harus dikerjakan. Pada saat siswa mulai bekerja dengan
mengikuti petunjuk yang ada, ternyata keterampilan memegang alat, menggunakan
alat, keterampilan melakukan percobaan, keterampilan mengamati hasil percobaan
sangat rendah.
Pelaksanaan proses pembelajaran praktikum diabadikan dalam gambargambar berikut.
156
157
158
disiplin, rapi, dan terampil. Penjelasan awal tentang cara menggunakan alat, cara
mengambil zat kimia, jenis alat yang harus digunakan sangat penting diberikan
kepada siswa untuk membangkitkan rasa percaya dirinya. Gambaran umum praktik
yang akan dilakukan, tujuan praktik, serta beberapa kemungkinan yang akan terjadi
mestinya dikemukakan untuk memberikan arah dan memantapkan konsep materi
praktikum yang akan dilakukan. Kegiatan seperti yang dikemukakan di atas tidak
muncul. Dari hal seperti ini dapat diindikasikan bahwa keterampilan guru dalam
pengelolaan praktikum rendah. Keterampilan sangat erat hubungannya dengan
pembiasaan. Jika kegiatan yang berkaitan dengan psikomotor sering dilakukan atau
dibiasakan, maka keterampilan akan semakin baik. Pembelajaran praktikum sangat
banyak memerlukan aspek keterampilan. Oleh karena itu diperlukan intensitas
kegiatan yang sering dilakukan.
Pembelajaran ilmu kimia sebagai bagian dari IPA tidak bisa lepas dari
kegiatan praktikum untuk mengenal gejala alam yang sebenarnya. Di dalam
kurikulum dan silabus kimia yang disusun guru, sudah dicanangkan konsep-konsep
yang harus dilakukan dengan praktikum. Namun, dalam kenyataannya pelaksanaan
praktikum tidak bisa dilaksanakan optimal sesuai dengan yang direncanakan. Di
dalam Permendiknas No. 22, Tahun 2006 tentang standar isi, dalam hal pelajaran
kimia di SMA/MA disebutkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan
dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis sehingga IPA bukan
hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep,
atau prinsip-prinsip saja, melainkan juga merupakan suatu proses penemuan.
159
Disebutkan juga bahwa ada dua hal yang berkaitan dengan kimia yang tidak
terpisahkan, yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta,
konsep, prinsip, hukum, dan teori) temuan ilmuwan dan kimia sebagai proses (kerja
ilmiah). Oleh sebab itu, pembelajaran kimia dan penilaian hasil belajar kimia harus
memerhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk. Penjelasan di atas
mengisyaratkan bahwa pembelajaran praktikum dalam belajar ilmu kimia tidak bisa
diabaikan karena merupakan hal yang sangat prinsip sesuai dengan karakteristik ilmu
kimia sebagai proses.
Secara teoretis semestinya kegiatan praktikum yang tertera di dalam silabus
dilakukan dengan sesungguhnya untuk memberikan pengalaman belajar kepada siswa
dan sekaligus merupakan hak peserta didik untuk memeroleh layanan belajar yang
benar. Namun, dalam kenyataan di lapangan kegiatan praktikum tidak diberikan
seperti yang diharapkan oleh kurikulum. Hal ini diakui, baik oleh guru, pengawas,
kepala sekolah maupun siswa sesuai dengan pernyataan yang diambil dari petikan
wawancara berikut.
160
Guru itu harus pintar-pintar apakah program itu bisa dilaksanakan atau tidak,
sesuaikan dengan waktu, apalagi kelas tiga, Januari ini sudah habis waktu
sudah mulai untuk mengejar, untuk kegiatan pemantapan, yaa kita masih
prioritasnya ke tes Pak/ ke ujian secara umum, tidak bisa semua dilakukan
eksperimen (wawancara PWS, tanggal 18 Januari 2012).
161
Keadaan ini menandakan bahwa ada kekuatan yang lebih besar yang memengaruhi
sistem yang lebih kecil. Jadi, berdasarkan fakta-fakta yang disebutkan di atas berarti
pelaksanaan proses pembelajaran kimia di SMAN 1 Singaraja dan SMAN 1 Gianyar
dalam status RSBI kualitasnya rendah belum optimal.
Pedagogik kritis menekankan kepada pembentukan kemampuan analisis serta
kemajuan yang dicapai melalui berpikir reflektif. Berpikir kritis tidak bisa menerima
status quo, tetapi perubahan yang terus menerus, Sehingga antara pribadi dan
lingkungannya terjadi suatu dialog yang dinamis. Dialog yang dinamis hanya terjadi
di dalam pengalaman. Oleh sebab itu, kelompok pendidikan progresif menekankan
kepada mencari pengalaman, belajar dari pengalaman. Proses pendidikan bukanlah
suatu proses menghafal fakta-fakta atau membiasakan diri untuk menempuh ujian
akhir, ujian negara. Akan tetapi, merupakan suatu pengalaman hidup yang nyata
dengan menghadapi masalah-masalah riil serta memecahkannya yang diikuti dengan
tindakan learning by doing (Tilaar, 2006).
Pembelajaran praktikum dilaksanakan dengan intensitas yang rendah, tidak
sesuai dengan yang direncanakan oleh guru, padahal merupakan amanat kurikulum.
Pengalihan pembelajaran lebih banyak menekankan pada persiapan menghadapi ujian
nasional. Ini berarti bahwa guru telah mengingkari kurikulum, mengebiri hak siswa
dalam hal perolehan pengalaman praktikum. Sikap kritis, kemandirian, dan
profesionalisme guru, mengalami degradasi hanya untuk memenuhi harapan
penguasa dalam motif mempertahankan status quo.
162
163
Guru melakukan penilaian dengan maksud melihat apakah usaha yang dilakukan
melalui pembelajaran sudah mencapai tujuan. Penilaian dilakukan oleh guru terhadap
hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik. Di
samping itu, juga digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil
belajar dan memperbaiki proses pembelajaran. Kualitas proses penilaian pembelajaran
kimia mengacu pada Permendiknas No 41, Tahun 2007 tentang standar proses pada
unsur penilaian proses pembelajaran.
Untuk mengetahui aspek penilaian pembelajaran kimia dilakukan dengan
pencermatan/penilaian dokumen, wawancara, dan observasi. Pencermatan dokumen
dilakukan dengan cara mencermati, dan menilai dokumen rencana pelaksanaan
pembelajaran yang berkaitan dengan aspek evaluasi dan rubrik penilaian. Wawancara
dilakukan kepada guru, kepala sekolah, pengawas, dan siswa dengan pertimbangan
bahwa guru sebagai pelaksana penilaian pembelajaran, kepala sekolah sebagai
pengawas internal di sekolah, pengawas adalah petugas yang mengawasi dan
membina guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, dan siswa sebagai subyek
yang menghadapi proses penilaian tersebut. Observasi di kelas atau di laboratorium
dimaksudkan untuk melihat guru melakukan asesmen proses pembelajaran.
Guru dalam melakukan proses penilaian sudah berusaha melakukan dalam
tiga domain, yakni kognitif, afektif, dan psikomotor. Proses penilaian dilakukan
dalam bentuk tes harian, tes tengah semester dan tes akhir semester. Guru juga
melakukan penilaian portofolio. Hal yang diuraikan tersebut di atas seperti
pernyataan guru berikut yang diambil dari hasil wawancara.
164
Kalau saya, penilain itu dikategorikan menjadi dua, yaitu selama proses
pembelajaran dan setelah proses pembelajaran. Selama proses pembelajaran
kita lebih banyak ke ranah kognitif dan psikomotor, kalau setelah proses
pembelajaran baru penilaian kognitifnya. Jenisnya seperti ulangan harian,
ulangan tengah semester, kuis, pretes, postes, kalau bentuknya, ada tes dan
nontes seperti observasi dan bertanya langsung (wawancara GS1, tanggal 4
Oktober 2011 dan wawancara GG2, tanggal 18 Oktober 2011).
Pernyataan tersebut di atas diperkuat lagi dengan hasil wawancara dengan
guru lain yang menuturkan sebagai berikut.
Penilaian ada tiga, yakni penilaian kognitif, afektif, dan psikomotor. Untuk
kognitif kita gunakan tes tulis, ada ulangan harian, ada ulangan blok, ada
ulangan semester. Penilaian afektif dilihat dalam keseharian, minatnya,
responsnya. Kalau psikomotor, kita gunakan rubrik penilaian psikomotor dan
pembuatan laporan, dalam praktikum (wawancara GG1, tanggal 18 Oktober
2011).
Berkaitan dengan jenis penilaian guru menyatakan dari petikan wawancara
sebagai berikut.
Kalau penilaian proses pembelajaran, melalui pengamatan, aktivitasnya.
Pertama aktivitas di kelas, kemudian dari tugas-tugas dan hasil tes. Kalau
ulangan harian, kita pakai tes esei, kalau tes tengah semester, tes obyektif
(pilihan). Kadang-kadang kita ambil juga tes-tes pendalaman yang menggali
pada nalar atau mungkin yang berkaitan dengan aplikasi (wawancara GS3,
tanggal 4 Oktober 2011).
Hal senada juga dikemukakan oleh kepala sekolah dan pengawas mengenai
proses penilaian yang dilakukan di sekolah. Penilaian untuk bidang studi sepenuhnya
diberikan kepada guru. Pernyataan yang disampaikan sebagai berikut.
Tes di sekolah ada tes harian diserahkan sepenuhnya kepada guru kemudian
ada tes tengah semester dan tes akhir semester (wawancara KSG, tanggal 11
Januari 2012).
Kalau dari segi penilaian sudah dilakukan baik tes maupun nontes, ada tes
tengah semester, tes akhir semester, dan sifatnya komplit ada kognitif,
165
166
buku khusus kumpulan tugas siswa. Hasil penilaian digunakan sebagai pedoman
untuk melaksanakan remedi, perbaikan pembelajaran, dan laporan hasil studi peserta
didik.
Pencermatan terhadap dokumen yang terkait dengan penilaian, di antaranya
rencana pelaksanaan pembelajaran adalah sebagai berikut. Di dalam rencana
pelaksanaan pembelajaran, ada bagian yang memaparkan alat evaluasi dan rubrik
penilaian. Secara teoretis soal-soal yang tertera di dalam alat evaluasi tersebut harus
terkait dan merupakan alat ukur tercapainya standar kompetensi dan kompetensi
dasar, yang diturunkan dalam bentuk indikator hasil belajar dan tujuan pembelajaran.
Soal-soal yang dipaparkan dalam alat evaluasi tersebut sesuai dengan konsep materi
pelajaran. Hasil pencermatan terhadap dokumen perangkat pembelajaran yang terkait
dengan penilaian, ternyata bahwa alat penilaian yang dibuat oleh guru sudah sesuai
dengan apa yang mestinya dinilai. Soal-soal yang dibuat telah mencerminkan alat
ukur tercapai tidaknya tujuan pembelajaran. Keseluruhan soal yang dibuat sudah
sesuai dan dapat dipakai mengukur tercapainya kompetensi dasar, dalam pokok
bahasan yang dibelajarkan.
Penilaian
domain
afektif
yang
direncanakan
di
dalam
perangkat
pembelajarannya antara guru yang satu dan guru lain beragam, baik dari segi format
maupun aspek-aspek yang dinilai. Aspek-aspek yang dinilai pada salah satu rencana
pelaksanaan pembelajaran, yaitu aspek disiplin, aktivitas, kerja sama, kejujuran, dan
etika. Di dalam rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat oleh guru lain aspekaspek yang dinilai adalah aspek kerja sama kelompok (pengelolaan), prakarsa dalam
167
yang
positif
(penghayatan),
dan
mempresentasikan
hasil
praktikum
(penanggapan).
Penilaian domain psikomotor di dalam perangkat pembelajarannya antara
guru yang satu dan guru lain beragam, baik dari segi format maupun aspek-aspek
yang dinilai. Aspek-aspek yang dinilai pada salah satu format penilaian psikomotor,
yaitu aspek menggunakan alat dan bahan, penggunaan prosedur kerja, cara
melakukan pengamatan, cara mengakhiri proses, mengembalikan alat dan bahan. Di
dalam rencana pembelajaran yang dibuat oleh guru lain, aspek-aspek psikomotor
dalam kegiatan diskusi kecil, yaitu melakukan diskusi dengan aktif, berani
mengemukakan pendapat, tidak mengganggu jalannya diskusi, mempresentasikan
hasil diskusi secara terstruktur, ilmiah, dan terbuka.
Pada saat dilakukan observasi pembelajaran di kelas penilaian domain afektif
tidak dilakukan dan guru juga tidak membawa pedoman penilaian. Penilaian domain
afektif semestinya berlangsung, baik ketika dalam proses pembelajaran di kelas
maupun tidak dalam keadaan di kelas. Guru ketika melakukan penilaian domain
afektif seharusnya menggunakan pedoman atau rubrik penilaian yang dikembangkan
sendiri sesuai dengan persepsi setiap guru.
Beberapa guru yang diobservasi pada saat melaksanakan praktikum tidak
melakukan penilaian domain psikomotor. Penilaian domain psikomotor semestinya
dilakukan, pada saat pembelajaran di laboratorium. Ketika melakukan penilaian
domein psikomotor guru seharusnya menggunakan pedoman atau rubrik penilaian
168
yang dikembangkan sendiri sesuai dengan persepsi setiap guru. Namun, dalam
kenyataan di kelas tidak dilakukan, tetapi nilai psikomotor di dalam raport siswa ada.
Secara konseptual yang ada dalam pikiran guru tentang kegiatan penilaian
sudah bagus dan sesuai dengan standar yang ditetapkan, tetapi hal tersebut baru
terlihat dalam perencanaan pembelajaran. Dalam kenyataan praktik penilaian, baik di
kelas maupun di laboratorium, tidak semua jenis asesmen dan penilaian yang
direncanakan dapat dilakukan dengan baik. Guru belum melakukan asesmen sikap
dan kinerja seperti yang direncanakan. Namun, guru telah melakukan asesmen hasil
belajar dengan baik untuk menilai domain kognitif siswa.
Di dalam Permendiknas No. 41, Tahun 2007 disebutkan bahwa penilaian
dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian
kompetensi peserta didik. Di samping itu, digunakan sebagai bahan penyusunan
laporan kemajuan hasil belajar dan memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian
dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram dengan menggunakan tes dan
nontes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap,
penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, portofolio, dan penilaian
diri.
Kunandar (2007) mengemukakan bahwa penilaian dalam pembelajaran
meliputi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ranah kognitif
berhubungan dengan kemampuan berpikir, termasuk di dalamnya kemampuan
menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan
mengevaluasi. Ranah afektif mencakup watak perilaku, seperti perasaan, minat,
169
sikap, emosi, dan nilai. Kompetensi siswa pada ranah afektif terkait dengan
kemampuan menerima, merespon, menilai, mengorganisasi, dan memiliki karakter.
Kompetensi siswa pada ranah psikomotor menyangkut kemampuan melakukan
gerakan refleks, gerakan dasar, gerakan persepsi, gerakan berkemampuan fisik,
gerakan terampil, gerakan indah dan kreatif. Dalam hubungannya dengan penilaian
psikomotor, Leighbody (dalam Mulyasa, 2008) mengemukakan elemen-elemen
keterampilan yang dapat diukur yaitu, (1) kualitas penyelesaian pekerjaan, (2)
keterampilan
menggunakan
alat-alat,
(3)
kemampuan
menganalisis
dan
170
menghargai peran, menerima kekurangan dan kelebihan diri, memiliki karakter yang
ditunjukkan dengan rajin, tepat waktu, disiplin, mandiri, objektif dalam melihat dan
memecahkan masalah. Indikator dalam kompetensi ranah psikomotorik disesuaikan
dengan jenis pembelajaran/kegiatan yang dilakukan, seperti olahraga, menari, kerja
bengkel atau kerja laboratorium. Keterampilan dasar bermain bola berbeda dengan
menari atau kerja laboratorium. Oleh karena itu, indikatornya dapat dikembangkan
sesuai dengan kegiatan yang dilakukan yang menyangkut gerakan refleks, gerakan
dasar, gerakan terampil, gerakan indah dan kreatif (Kunandar, 2007).
Mengomparasi antara yang dituangkan di dalam standar penilaian dan teori,
dengan kegiatan penilaian yang dilakukan oleh guru, diinterpretasi bahwa kalau
dilihat dari sisi bentuk penilaian, program penilaian, jenis alat evaluasi, dan tujuan
penilaian dalam penilaian ranah kognitif, sudah dilakukan dengan baik sesuai dengan
standar. Namun, penilaian pada ranah afektif dan psikomotor belum dilakukan secara
maksimal. Jadi, dapat dikatakan bahwa penilaian pembelajaran pada domain kognitif
yang dilakukan guru kualitasnya baik, tetapi penilaian pembelajaran pada domain
afektif dan psikomotor kualitasnya masih rendah. Pernyataan guru berikut ini sebagai
pertanda belum optimalnya penilaian afektif dan psikomotor dilakukan.
Ada 18 karakter, sebenarnya sudah ada di dalamnya sekarang cuma diekspos
keluar, oleh pengawas juga masih berbeda yang mana yang benar, ada yang
menulis dalam kurung setelah indikator, ada yang dibuat dalam kolom
tersendiri. Penilaian praktikum pasti dengan karakter, tidak mungkin tanpa
karakter, kami ada kesulitan dalam membuat rubriknya. Untuk psikomotor
juga ada p1, p2, p3 kita juga belum paham (wawancara GS1, GS2, tanggal 4
Oktober 2011).
171
172
dilakukan, yaitu pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut. Untuk
mengetahui pengawasan pembelajaran kimia pada SMAN 1 Singaraja dan SMAN 1
Gianyar ditelusuri dengan wawancara kepada guru, kepala sekolah, dan pengawas.
Dasar pertimbangan mewawancarai guru karena guru yang dikenai objek diawasi,
sementara itu kepala sekolah dan pengawas adalah orang yang berkewajiban
melakukan pengawasan pembelajaran. Materi wawancara difokuskan pada bentuk
pengawasan, intensitas pengawasan, dan hal-hal yang terkait.
Menurut pandangan guru kimia bahwa pengawasan dari pihak luar dalam hal
ini yang ditugaskan oleh Diknas belum optimal. Pengawas lebih menekankan pada
administrasi berupa perangkat pembelajaran. Sementara itu pengawasan ke kelas
dalam proses pembelajaran sangat terbatas, hampir tidak ada. Proses pembimbingan
dilakukan secara umum yang terkait dengan aturan atau kebijakan yang baru dari
pemerintah, dan lebih banyak bersifat informasi. Ada yang sangat mengecewakan
guru ketika pengawas yang ditugaskan bukan dari bidang studi yang sesuai dengan
bidang kimia. Pernyataan guru mengenai pengawasan dari hasil wawancara sebagai
berikut.
Pengawas di sini pak Sumara, satu semester paling satu kali Pak. Lebih dulu
dia menyampaikan perangkat pembelajaran yang disiapkan, kalau ada
informasi baru, disampaikan kepada kita (wawancara GS1, tanggal 4
Oktober 2011).
Pernyataan tersebut di atas diperkuat lagi dengan ungkapan guru yang lain,
yang menyatakan sebagai berikut.
173
174
Pernyataan yang disampaikan di atas didukung juga oleh guru lain dalam
suatu wawancara dengan ungkapan sebagai berikut.
Pengawasan oleh kepala sekolah, beliau jalan-jalan keliling kelas, kadang
dilihat lewat kamera cctv layarnya ada di ruang kepala sekolah. Saat ada
pertemuan guru dengan pimpinan diberikan pengarahan, misalnya jangan
terlalu banyak ceramahnya, gurunya ngomong di depan, siswanya lain-lain.
Kalau misalnya dalam lomba-lomba mata pelajaran tertentu kita tidak masuk
final, atau kalah dengan sekolah lain, guru-guru dikumpulkan oleh kepala
sekolah ditanya kenapa dalam lomba kita tidak masuk final atau kalah dengan
sekolah lain, dilakukan pengkajian bersama, diberikan pengarahan oleh kepala
sekolah (wawancara GS, tanggal 4 Oktober 2011).
Hal senada juga diakui oleh kepala sekolah bahwa selalu berusaha memantau
dan melakukan pembinaan kepada guru, agar melaksanakan kewajiban dengan baik
dan berkualitas, seperti yang diungkapkan berikut ini.
Di awal saya melihat perencanaannya, dibantu oleh teman-teman di bagian
kurikulum, dan teman di jaminan mutu dalam observasi kelas untuk melihat
pembelajaran yang dilakukan guru. Terkait dengan proses yang lain, temanteman di jaminan mutu yang mengecek misalnya ada piket, ada hal lain, itu di
rekap oleh bagian manajemen mutu, masukan-masukan guru yang tidak
mengisi, ada jam kosong, kalau memang ada teman-teman guru yang berada
di ambang batas normal, kita sikapi dengan melakukan pembinaan khusus,
kemudian yang normal normal kita lakukan pembinaan secara umum saja
(wawancara KSG, tanggal 11 Januari 2012).
Pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh kepala sekolah seperti
pernyataan di atas diperkuat lagi dari tuturan kepala sekolah lain sebagai berikut.
Saya selalu melakukan observasi, dari hasil observasi itu saya berharap
mendapatkan profesionalisme, ketika saya menugaskan seseorang, dasar saya
adalah profesionalisme, tidak berdasarkan konsep senior maupun yunior,
memang pada awalnya agak susah, yang senior protes kenapa orang baru
kemarin sore dijadikan koordinator ini? Pelan-pelan kita tanamkan bahwa
yang dipentingkan adalah profesionalisme, bukan senioritas. Setiap saat kita
mendapat informasi, bisa dari siswa, bisa dari masyarakat, di sini kita punya
pengaduan lewat sms. Misalnya kita melihat profesionalisme dalam mengajar,
175
kimia
di
SMAN
Gianyar
dengan
bidang
keahlian
pendidikan
176
177
dan
penilaian
hasil
pembelajaran.
Supervisi
pembelajaran
diselenggarakan
dengan
cara
(a)
membandingkan
proses
178
179
satuan
pendidikan,
secara
teoretis
bertugas
melakukan
180
181
5.5 Pembahasan
Berdasarkan kajian terhadap proses pengelolaan pembelajaran kimia yang
meliputi
perencanaan
pembelajaran,
pelaksanaan
pembelajaran,
penilaian
182
Penerapan standar proses yang belum memenuhi standar dengan kualitas yang
rendah yaitu, aspek pelaksanaan proses pembelajaran, aspek penilaian dalam ranah
afektif dan psikomotor, serta aspek pengawasan eksternal. Jadi, dari empat komponen
yang tertera di dalam standar proses, yaitu perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan
pengawasan proses pembelajaran ternyata hanya dalam aspek perencanaan yang
memenuhi standar dengan kualitas yang baik. Aspek pelaksanaan pembelajaran,
penilaian pembelajaran, dan pengawasan pembelajaran belum memenuhi standar dan
kualitasnya rendah.
Dekonstruksi sebagai metode interpretasi mungkin berimplikasi bahwa teks
yang
terdekonstruksi
tersebut
sesungguhnya
menghapus
kekacauan
dan
183
184
185
fungsi
dan
program
pelayanan
bimbingan
konseling,
mengenal
dan