Anda di halaman 1dari 2

Kisah Sahabat Nabi: Ali bin Abi Thalib

Dia adalah khalifah pertama dari kalangan Bani Hasyim. Ayahnya adalah
Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Abdu Manaf, dan ibunya bernama
Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Abdu Manaf.
Ali dilahirkan di dalam Ka'bah dan mempunyai nama kecil Haidarah. Untuk
meringankan beban Abu Thalib yang mempunyai anak banyak, Rasulullah
SAW merawat Ali. Selanjutnya Ali tinggal bersama Rasulullah di rumahnya
dan mendapatkan pengajaran langsung dari beliau. Ia baru menginjak usia
sepuluh tahun ketika Rasulullah menerima wahyu yang pertama.
Sejak kecil Ali telah menunjukkan pemikirannya yang kritis dan brilian.
Kesederhanaan, kerendah-hatian, ketenangan dan kecerdasannya yang
bersumber dari Al-Qur'an dan wawasan yang luas, membuatnya menempati
posisi istimewa di antara para sahabat Rasulullah SAW lainnya. Kedekatan
Ali dengan keluarga Rasulullah SAW kian erat, ketika ia menikahi Fathimah,
anak perempuan Rasulullah yang paling bungsu.
Dari segi agama, Ali bin Abi Thalib adalah seorang ahli agama yang faqih di
samping ahli sastra yang terkenal, antara lain lewat bukunya "Nahjul
Balaghah".
Ketika Rasullullah Saw. mulai menyebarkan Islam, Ali saat itu berusia 10 tahun. Namun ia
mempercayai Rasullullah Saw. dan menjadi orang yang pertama masuk Islam dari golongan
anak-anak. Masa remajanya banyak dihabiskan untuk belajar bersama Rasullullah sehingga Ali
tumbuh menjadi pemuda cerdas, berani, dan bijak. Jika Rasullullah Saw. adalah gudang ilmu,
maka Ali ibarat kunci untuk membuka gudang tersebut.
Saat Rasullullah Saw. hijrah, beliau menggantikan Rasullullah tidur di tempat tidurnya sehingga
orang-orang Quraisy yang hendak membunuh Nabi terpedaya. Setelah masa hijrah dan tinggal di
Madinah, Ali dinikahkan Nabi dengan putri kesayangannya Fatimah az-Zahra.
Ali tidak hanya tumbuh menjadi pemuda cerdas, namun juga berani dalam medan perang.
Bersama Dzulfikar, pedangnya, Ali banyak berjasa membawa kemenangan di berbagai
medanperang seperti Perang Badar, Perang Khandaq, dan Perang Khaibar.
Setelah wafatnya Rasullullah, timbul perselisihan perihal siapa yang akan diangkat menjadi
khalifah. Kaum Syiah percaya Nabi Muhammad telah mempersiapkan Ali sebagai khalifah.
Tetapi Ali dianggap terlalu muda untuk menjabat sebagai khalifah. Pada akhirnya Abu Bakar
yang diangkat menjadi khalifah pertama.
Syahidnya Utsman bin Affan membuat kursi kekhalifahan kosong selama dua
atau tiga hari. Banyak orang, khususnya para pemberontak, mendesak Ali
untuk menggantikan posisi Utsman. Para sahabat Rasulullah SAW juga
memintanya, akhirnya dengan sangat terpaksa Ali menerima jabatan
sebagai khalifah keempat.
Mungkin karena suasana peralihan kekhalifahan kini penuh dengan
kekacauan, para pemberontak yang menyebabkan syahidnya usman masih
bercokol dan membuat onar. Sementara ada banyak orang yang menuntut
ditegakkannya hukum bagi pembunuh Utsman. Situasi saat itu membuat Ali
sulit untuk memulai penataan pemerintahan baru yang bermasa depan
cerah. Usahanya membuat penyegaran dalam pemerintahan dengan
memberhentikan seluruh gubernur yang pernah diangkat Utsman, malah
memicu konflik dengan Muawiyah.

Di sisi lain, muncul konflik antara Ali dan beberapa orang sahabat yang
dikomandani oleh Aisyah, Ummul Mukminin. Puncak konflik ini menyebabkan
meletusnya Perang Jamal (Perang Unta). Dinamakan demikian karena Aisyah
mengendarai unta. Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam yang
berada di pihak Aisyah gugur, sedangkan Aisyah tertawan.
Pertentangan politik antara Ali dan Muawiyah mengakibatkan pecahnya
Perang Shiffin pada 37 H. Pasukan Ali yang berjumlah sekitar 95.000 orang
melawan 85.000 orang pasukan Muawiyah. Ketika peperangan hampir
berakhir, pasukan Ali berhasil mendesak pasukan Muawiyah. Namun
sebelum peperangan dimenangkan, muncul Amr bin Ash mengangkat
mushaf Al-Qur'an menyatakan damai.
Terpaksa Ali memerintahkan pasukannya untuk menghentikan peperangan,
dan terjadilah gencatan senjata. Akibat kebijakan Ali itu, pasukannya pecah
menjadi tiga bagian. Kelompok Syiah dengan segala resiko dan pemahaman
mereka tetap mendukungnya. Kelompok Murjiah yang menyatakan
mengundurkan diri. Dan kelompok Khawarij yang memisahkan diri serta
menyatakan tidak senang dengan tindakan Ali.
Kelompok ketiga inilah yang akhirnya memberontak, dan menyatakan
ketidaksetujuan mereka terhadap Ali sebagai khalifah, Muawiyah sebagai
penguasa Suriah dan Amr bin Ash sebagai penguasa Mesir. Mereka
berencana membunuh ketiga pemimpin itu.
Untuk mewujudkan rencana tersebut, mereka menyuruh Abdurrahman bin
Muljam untuk membunuh Ali bin Abi Thalib di Kufah; Amr bin Bakar bertugas
membunuh Amr bin Ash di Mesir; dan Hujaj bin Abdullah ditugaskan
membunuh Muawiyah di Damaskus.
Hujaj tidak berhasil membunuh Muawiyah lantaran dijaga ketat oleh
pengawal. Sedangkan Amr bin Bakar tanpa sengaja membunuh Kharijah bin
Habitat yang dikiranya Amr bin Ash. Saat itu Amr bin Ash sedang sakit
sehingga yang menggantikannya sebagai imam shalat adalah Kharijah.
Akibat perbuatannya, Kharijah pun dibunuh pula.
Sedangkan Abdurrahman bin Muljam berhasil membunuh Ali yang saat itu
tengah menuju masjid. Khalifah Ali wafat pada tanggal 19 Ramadhan 40 H
dalam usia 63 tahun. Syahidnya Ali bin Abi Thalib menandai berakhirnya era
Khulafaur Rasyidin.

Anda mungkin juga menyukai