Makalah Pap Compile - Ada Contoh
Makalah Pap Compile - Ada Contoh
Puji syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga saya dapat
menyelesaikan penulisan makalah ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi
sebagian persyaratan akademis dalam memenuhi mata kuliah Perancangan Alat
Proses. Dalam penyusunan makalah ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Orang tua penulis, atas seluruh dukungan dan doa yang telah diberikan ;
2. Ir. Yuliusman, M.Eng. selaku dosen pengampu yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan kami dalam penyusunan
makalah ini;
3. Seluruh dosen Departemen Teknik Kimia UI yang telah mengajar dan
memberi wawasan sebagai mahasiswa Teknik Kimia ;
4. Pihak-pihak lain yang telah mendukung dan membantu saya baik langsung
maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Terima kasih atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan. Dalam
penulisan makalah ini mungkin masih terdapat kesalahan-kesalahan yang tidak
disadari ataupun belum diketahui, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan seminar ini.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca, serta dapat menjadi kontribusi nyata
bagi dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan, terutama di Indonesia.
Depok, 12 Maret 2015
Penulis
i
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
Pendahuluan ............................................................................................. 3
1.2.
1.2.1.
1.2.2.
1.2.3.
1.2.4.
1.3.
1.4.
ii
Universitas Indonesia
BAB I
INTRO, SELEKSI, DAN KLASIFIKASI HEAT EXCHANGER
1.1.Pendahuluan
Heat exchanger atau yang biasa kita kenal dengan sebutan alat penukar
kalor adalah suatu macam alat proses yang berguna untuk menukarkan energi
termal antara dua buah fluida atau lebih yang memiliki perbedaan temperatur.
Serupa dengan energi potensial, energi kinetik, dan energi dalam, energi termal
adalah energi yang dimiliki oleh suatu zat yang dikarenakan suhunya. Dapat
dikatakan zat yang memiliki suhu pasti memliki energi termal. Perbedaan antara
energi termal yang dimiliki oleh suatu fluida dengan fluida lain dapat
dikarakterisasi dari adanya perbedaan suhu antara kedua fluida tersebut. Adanya
perbedaan suhu mengindikasikan adanya perbedaan energi termal yang dikandung
oleh setiap fluida. Tujuan diciptakannya alat penukar kalor adalah untuk
mentransferkan energi termal yang dimiliki oleh suatu fluida ke fluida lain yang
memiliki energi termal yang lebih rendah. Adanya peristiwa perpindahan panas
yang dialami oleh fluida melalui alat penukar kalor akan menyebabkan adanya
kenaikan temperatur bagi fluida yang menerima transfer energi termal, sedangkan
untuk fluida yang mentransferkan energi termalnya akan mengalami penurunan
suhu.
Alat penukar kalor atau yang dapat disingkat dengan sebutan HE (heat
exchanger) merupakan suatu alat proses yang pasti ada pada setiap industri
industri, baik itu industri pengilangan, petrokimia, ataupun industri industri yang
menyangkut proses liquifikasi gas. Karena kegunaannya yang luas pada setiap
industri, oleh sebab itu terdapat cukup banyak klasifikasi HE yang ada, menyangkut
adanya perbedaan tipe konstruksi, tipe perpindahan panas, arah aliran fluida, serta
tipe pass fluida yang dimiliki dari setiap HE yang ada. Namun demikian terdapat
syarat umum yang harus dipenuhi oleh HE agar alat tersebut dapat menjalankan
fungsinya untuk menukarkan kalor, yaitu:
Nozzle
Nozzle disini tentunya berfungsi sebagai sarana masuk dan keluarnya fluida
proses yang telah mengalami proses perpindahan kalor di dalam HE. Tanpa
adanya bagian ini maka tidak akan ada fluida yang dapat mempertukarkan
kalornya di dalam HE.
berdasarkan tipe konstruksinya, proses perpindahan panas yang terlibat, arah aliran
fluida, serta tipe pass fluida.
1.2.1. Klasifikasi Berdasarkan Tipe Konstruksi
Berdasarkan tipe konstruksinya, HE dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
proses
perpindahan
panas
menjadi
negatif,
dimana
hal
ini
semakin rendahnya efektivitas HE yang ada, maka suhu keluaran fluida panas
akan semakin meningkat, sedangkan suhu keluaran fluida dingin akan semakin
menurun. Melalui hal tersebut maka masalah mengenai temperature cross dapat
diselesaikan.
Gambar 1.3. Instalasi Fin sebagai Area Kontak Sekunder pada Double Pipe Heat Exchanger
dimana hal ini terjadi sebab mayoritas penggunaan HE yang ada adalah berjenis
shell and tube. Heat exchanger jenis ini pada umumnya digunakan untuk proses
transfer panas antara fluida liquid liquid.
Salah satu kelemahan yang dimiliki oleh HE jenis ini adalah besarnya lahan
yang diperlukan untuk peletakan HE ini. Besarnya lahan disini bukan
dikarenakan HE jenis ini menempati lahan yang besar untuk peletakannya,
melainkan hal ini lebih menyangkut pada alasan proses perawatannya.
Mengingat proses pembersihan HE jenis ini, dimana tube bundle (kumpulan
tube yang ada di dalam shell) harus dikeluarkan dari shell untuk dibersihkan.
Mengingat ukuran tube bundle yang cukup besar dan harus dikeluarkan secara
simultan (tidak bisa satu satu), maka diperlukan lahan ekstra untuk dapat
melakukan hal tersebut. Disamping itu HE jenis ini tidak cocok untuk
digunakan menyangkut fluida proses yang memiliki tendensi tinggi untuk
membentuk fouling, karena proses pemberihan secara mekanik tidak bisa
dilakukan pada HE jenis ini, terutama pada bagian bagian tube yang ada di
dalam shell.
Gambar 1.4. Konstruksi Internal dari Shell and Tube Heat Exchanger
exchanger jenis ini seringkali digunakan pada proses liquifikasi gas. Material
yang dapat digunakan untuk proses konstruksi ini biasanya adalah alumunium
alloy untuk suhu operasi kriogenik, serta stainless steel untuk suhu operasi yang
berkisar 700oC 800oC. Jarang sekali di dalam industri selain untuk proses
liquifikasi gas, HE jenis ini digunakan, mengingat harga HE ini yang sangat
mahal dibandingkan dengan jenis jenis HE yang berada di dalam kelompok
tubular heat exchanger. Kelemahan dari HE jenis ini adalah sulitnya untuk
membersihkan deposit deposit yang mungkin terjadi di dalam tube-nya secara
mekanik, maka dari itu HE jenis ini tidak dapat digunakan untuk proses
pertukaran kalor yang melibatkan fluida tersuspensi ataupun fluida yang
memiliki tendensi fouling yang tinggi.
9
Universitas Indonesia
10
Universitas Indonesia
Kelemahan dari HE jenis ini adalah kisaran suhu operasi yang dapat
diaplikasikan pada HE jenis ini. Suhu operasi maksimum yang dapat
dibebankan pada HE jenis ini hanya sampai pada suhu 160oC (sampai 200oC
dengan menggunakan gasket spesial), sedangkan untuk tekanan operasinya
maksimum hanya dapat menahan tekanan hingga 25 bar. Rendanya kisaran
suhu dan tekanan operasi dari HE jenis ini dikarenakan adanya limitasi dari
material yang digunakan dalam proses konstruksi gasket yang digunakan.
Disamping itu resiko kebocoran juga tinggi pada HE jenis ini, mengingat fluida
dialirkan di sepanjang tumpukan gasket.
11
Universitas Indonesia
diaplikasikan pada HE jenis ini dapat dikatakan cukup beragam, dimana suhu
yang dapat dioperasikan pada HE ini berkisar dari suhu kriogenik hingga suhu
600oC, sedangkan untuk tekanan dapat dioperasikan dari tekanan vaccum
hingga 15 bar. Heat exchanger tipe ini dapat digunakan untuk menukarkan
fluida yang berfasa gas gas ataupun liquid liquid.
13
Universitas Indonesia
Kontak Langsung
Heat exchanger yang digolongkan ke dalam kontak langsung adalah HE
yang melibatkan adanya proses pencampuran antara fluida yang terlibat dalam
proses perpindahan panasnya. Dengan begitu pada HE jenis ini kita tidak akan
menemukan adanya luas permukaan transfer panas yang memisahkan antara
fluida panas dan fluida dingin yang akan dipertukarkan panasnya. Pada proses
transfer panas yang terjadi pada HE jenis ini selain terjadi proses perpindahan
kalor biasanya juga diikuti dengan peristiwa transfer massa. Salah satu contoh
HE yang bekerja dengan kontak langsung adalah cooling tower. Seperti yang
kita ketahui bahwa tujuan adanya cooling tower adalah untuk mendinginkan
fluida keluaran kondensor yang memiliki suhu tinggi, dimana untuk
menurunkan suhu fluida keluaran kondensor, maka fluida ini akan dikontakan
secara langsung dengan udara yang memiliki arah aliran yang berlawanan
dengan fluida panas yang di spray kan kearah bawah kolom.
14
Universitas Indonesia
Gambar 1.10. Mekanisme Perpindahan Panas secara Kontak Langsung pada Unit Cooling Tower
Cross Flow
Heat exchanger yang menggunakan arah aliran cross flow memiliki nilai
efektivitas termal yang berkisar antara aliran paraller flow dan counter flow.
Heat exchanger yang menggunakan tipe aliran ini pada umumnya adalah HE
yang berada pada golongan compact heat exchanger.
Gambar 1.11. Profil Perubahan Suhu Untuk Tipe Aliran Cross Flow
15
Universitas Indonesia
Parallel Flow
Heat exchanger yang menggunakan arah aliran parallel flow memiliki nilai
efektivitas yang paling rendah dibandingkan HE dengan tipe aliran yang lain
untuk flowrate, capacity rate, serta luas permukaan kontak yang sama. Hal ini
terjadi sebab HE dengan arah aliran paralel akan mempertemukan fluida dengan
delta temperatur yang maksimal dibandingkan dengan tipe aliran yang lainnya.
Untuk HE dengan tipe aliran ini maka akan mempertemukan inlet fluida panas
dan inlet fluida dingin pada titik yang sama, begitu juga untuk titik outletnya.
Adanya delta perbedaan suhu yang besar antara fluida dingin dan fluida panas
akan menyebabkan tingginya nilai thermal stress pada bagian dinding / luas
permukaan pada titik tersebut. Tingginya nilai thermal stress pada dinding
dapat meneybabkan rendahnya nilai efektivitas termal dari HE yang ada.
Meskipun demikian arah aliran parallel flow cocok untuk digunakan
menyangkut fluida dengan viskositas yang tinggi. Hal ini terjadi sebab dengan
adanya delta suhu yang tinggi pada bagian inlet HE, maka hal ini dapat
menurunkan viskositas dari fluida yang akan mengalami proses perpindahan
panas. Dengan adanya penurunan viskositas yang besar, maka boundary layer
yang terbentuk pada dinding akan semakin tipis, sehingga hal ini dapat
mempermudah terjadinya proses perpindahan panas agar berlangsung secara
lebih efektif.
Counter Flow
Heat exchanger yang menggunakan arah aliran counter flow memiliki nilai
efektivitas yang paling tinggi dibandingkan HE dengan tipe aliran yang lain
untuk flowrate, capacity rate, serta luas permukaan kontak yang sama. Hal ini
terjadi sebab HE dengan arah aliran counter akan mempertemukan fluida
dengan delta temperatur yang minimal dibandingkan dengan tipe aliran yang
16
Universitas Indonesia
Single Pass
Heat exchanger dikatakan memiliki single pass apabila hanya diperlukan satu
kali aliran saja untuk suatu fluida melewati seluruh panjang heat exchanger.
Multi Pass
Heat exchanger dikatakan memiliki multi pass apabila diperlukan dua atau tiga
kali aliran untuk suatu fluida untuk melewati seluruh panjang heat exchanger.
Seringkali suatu HE dibuat menjadi multi pass untuk meningkatkan efektivitas
termal dari suatu HE, sehingga nilai temperature approach yang dicapai dapat
menjadi semakin rendah.
Material Konstruksi
Terdapat berbagai macam material yang dapat digunakan untuk keperluan
konstruksi heat exchanger. Material material yang digunakan untuk
konstruksi heat exchanger dapat berbeda beda antara satu jenis HE dengan
HE yang lain. Seperti pada HE jenis shell and tube, terdapat berbagai macam
material konstruksi yang dapat digunakan untuk membangun HE jenis ini, sebut
saja mulai dari material non logam seperti teflon, grafit, kaca, hingga material
17
Universitas Indonesia
Arah Aliran
Untuk dapat memperoleh nilai temperature approach yang semakin rendah,
maka kita dapat menggunakan arah aliran counter flow, sebab arah aliran
counter flow dapat memberikan nilai efektivitas termal yang paling tinggi
dibandingkan dengan HE jenis lain untuk flowrate, capacity rate, serta luas
18
Universitas Indonesia
Perawatan
Dalam hal kemudahan perawatan, maka kelompok plate heat exchanger
merupakan kelompok HE yang paling mudah proses perawatannya, mengingat
HE jenis ini hanya menggunakan tumpukan pelat pelat sebagai media
perpindahan panasnya. Disamping itu kelompok tubular heat exchanger seperti
double pipe dan shell and tube juga tergolong sebagai HE yang mudah proses
perawatannya, namun jika dibandingkan dengan plate heat exchanger, maka
proses perawatan tubular heat exchanger dapat dikatakan lebih sulit. Meskipun
demikian kedua golongan HE yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu tubular
heat exchanger dan plate heat exchanger, dibandingkan dengan mereka, maka
compact heat exchanger merupakan tipe HE yang paling sulit proses
perawatannya. Tidak seperti tubular heat exchanger dan plate heat exchanger
yang mudah untuk dirawat setiap bagiannya, kerusakan pada suatu bagian
compact heat exchanger sulit untuk direparasi selain dengan cara mengganti
satu unit full dari bagian yang rusak tersebut.
temperature approach yang dapat dicapai oleh suatu HE. Temperature approach
sendiri merupakan selisih antara suhu keluaran fluida panas dengan suhu keluaran
fluida dingin. Semakin rendah nilai temperature approach nya maka dapat
dikatakan kinerja proses transfer panas yang terjadi di dalam HE tersebut berjalan
secara optimal. Oleh sebab itu efektivitas suatu HE dapat juga diketahui dari nilai
temperature approach yang dapat dicapainya. Secara umum terdapat dua metode
yang dapat digunakan untuk mengevaluasi efektivitas suatu HE, yaitu NTU method
dan LMTD method.
NTU Method
Pada metode ini, efektivitas suatu unit heat exchanger merupakan suatu
fungsi yang dipengaruhi oleh tiga buah variabel, yaitu NTU (number of transfer
unit), C* (rasio antara laju kapasitas panas minimum / laju kapasitas panas
maximum), dan tipe arah aliran yang digunakan. Untuk mengaplikasikan
metode NTU ini guna mendapatkan nilai efektivitas termal suatu HE, maka kita
akan meninjau sistem yang dapat dilihat pada gambar 14 di bawah. Pada
gambar 14 dapat kita lihat bahwa tahanan termal yang ada pada sistem terdiri
dari proses perpindahan panas konveksi, lapisan fouling, dinding area kontak
transfer panas, lapisan fouling, dan proses perpindahan panas konveksi kembali.
Gambar 1.14. Sistem Perpindahan Panas yang Umum Terjadi pada Suatu Heat Exchanger
Untuk dapat mengetahui nilai NTU total yang ada pada sistem yang terdapat
pada gambar 14, maka kita harus mengetahui berapa besarnya nilai konduktasi
total yang ada pada sistem tersebut. Nilai konduktansi termal total besarnya
21
Universitas Indonesia
akan sama dengan invers dari besarnya nilai tahanan termal total. Tahanan
termal total yang ada pada gambar 14 diatas adalah:
karena nilai tahanan termal total sama dengan invers dari nilai konduktansi
termal total (UA), maka diperoleh:
Nilai Rw (tahanan termal dari dinding) untuk bentuk tubular dapat dicari dengan
persamaan:
Dari semua persamaan diatas, maka kita dapat mengetahui besarnya nilai NTU
yang ada dari sistem tersebut, dimana nilai NTU adalah rasio antara nilai
konduktansi termal total dengan nilai laju kapasitas kalor minimum (nilai laju
kapasitas kalor dari aliran fluida yang memiliki nilai specific heat lebih kecil
dibandingkan fluida lainnya), dimana nilai NTU total adalah:
Setelah diperoleh nilai NTU total dari suatu sistem HE, maka selanjutnya
dengan mengetahui nilai C* (rasio Cmin/Cmax) dan tipe aliran fluida yang
digunakan, maka nilai efektivitas suatu HE dapat diketahui dengan
menggunakan representasi grafis. Sebagai contoh berikut adalah grafik yang
22
Universitas Indonesia
Gambar 1. 15. Grafik yang Digunakan untuk Mengetahui Nilai Efektivitas Suatu Heat
Exchanger dengan Aliran Cross Flow
LMTD Method
Analisis efektivitas suatu HE dengan menggunakan metode LMTD (log
mean temperature difference) bertujuan untuk mengetahui nilai transfer panas
optimum yang mungkin terjadi dari suatu unit HE. LMTD sendiri
mengindikasikan suhu rata rata yang ada di sepanjang unit heat exchanger,
dimana pada suhu LMTD inilah suatu HE akan memiliki efektivitas yang paling
tinggi. Untuk mencari besarnya nilai LMTD dari suatu unit HE yang
menggunakan aliran counter flow, maka kita dapat mencarinya dengan
menggunakan persamaan:
dimana nilai delta t1 dan delta t2 masing masing dapat dilihat pada gambar 16
di bawah.
23
Universitas Indonesia
Gambar 1. 16. Representasi Grafis yang Dapat digunakan Untuk Mencari Nilai LMTD suatu Heat
Exchanger
25
Universitas Indonesia
BAB II
DESAIN SHELL AND TUBE HEAT EXCHANGER
Pada dasarnya, shell and tube heat exchanger (STHE) sama dengan doublepipe heat exchanger, yaitu terdapatnya pipa di dalam pipa di mana kedua pipa dialiri
fluida yang mentransfer panas satu sama lain. Bedanya, STHE memiliki luas
perpindahan panas yang lebih luas daripada double-pipe heat exchanger. Dengan
area kontak yang lebih luas, maka perpindahan panas yang terjadi lebih baik.
STHE merupakan jenis heat exchanger yang paling umum digunakan di
seluruh industri. Oleh karena itu, memahami cara mendesain heat exchanger
menjadi penting.
2.1. Langkah Mendesain Shell and Tube Heat Exchanger
Berikut langkah-langkah mendesain STHE,
1. Hitung laju perpindahan panas menggunakan neraca energi dan tentukan laju
alir masing-masing aliran, baik shell maupun tube.
= , (, , ) = , (, , )
2. Lakukan pemilihan mekanik STHE, seperti tipe front-end, tipe shell, dan tipe
rear-end sesuai dengan yang biasa digunakan di industri tersebut.
3. Estimasi koefisien perpindahan panas overall (U) dengan Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Nilai koefisien panas overall
Dengan nilai,
= =
1 2
ln (1 )
2
1 = , ,
26
Universitas Indonesia
2 = , ,
Dengan asumsi
= 0.8
5. Menentukan diameter, panjang, pitch, dan susunan tube
=
(0.78)
2 ]
[
1 2
Dengan nilai
C1 = 0.86 untuk tp = 30o
C1 = 1 untuk tp = 45o dan 90o
Rasio Lti dan Dctl diasumsikan bernilai 8
Lti adalah panjang tube, m
=
Dotl adalah jarak dari tengah tube bundle ke pipa diameter pipa terluar pada tube
bundle. Gambar 2.1. mengilustrasikan susunan tube bundle dalam shell.
27
Universitas Indonesia
Aliran leakage J2. Aliran ini terjadi karena adanya celah yang sangat
kecil antara baffle dengan dinding shell bagian dalam serta tube dengan
baffle. Aliran ini ditunjukkan oleh huruf A dan E pada gambar 2.2.
28
Universitas Indonesia
Aliran bypass J3. Aliran ini terjadi karena pergerakan fluida dalam
shell tegak lurus terhadap baffle (aliran bypass). Aliran ini ditunjukkan
oleh huruf C dan F pada gambar 2.3.
yang
digunakan
untuk
perhitungan
koefisien
CONTOH SOAL
Sebuah shell and tube heat exchanger didesain untuk menukar panas
antara dua fluida. Fluida panas adalah air yang mengalir di tube,
sementara fluida dingin adalah air yang mengalir di shell. Berikut ini
adalah data sifat fluida yang dibutuhkan untuk desain
Properties
Tube
Shell
(Densitas fluida)
1000 kg/m3
1000 kg/m3
Cp (Kapasitas panas)
4.187 kJ/kg K
4.187 kJ/kg K
(Viskositas)
0.00086 Ns/m2
0.00088 Ns/m2
k (Konsuktivitas fluida)
0.00098 kJ/s-m K
0.00098 kJ/s-m K
29
Universitas Indonesia
Nilai
0.2 m
0.01924 m
pt (Tube pitch)
0.03 m
(Panjang shell)
0.8 m
(Panjang tube)
0.825 m
0.2 m
Nb (Jumlah baffle)
(Jumlah tube)
18
(Clearance)
0.01076 m
Lbb (Bundle-to-shell)
0.028 m
(Shell-to-baffle)
0.0254 m
(Tube-to-baffle)
0.0005 m
0.0267 kg/s
30
Universitas Indonesia
= [ +
( )]
,
=
, =
= 1 untuk 30o and 90o
= 1 untuk 45o
= 0.2 [0.028 +
0.15276
(0.03 0.01924)] = 0.0165 2
0.03
Lbc
Lbb
Dctl
shell
Dotl
: Jarak antara titik tengah tube dengan tube (tube pitch) (m)
do
: diameter
31
Universitas Indonesia
=
=
0.0267 /
= 1.618 /2
0.0165 2
(0.01924 ) (1.618 2 )
=
= 13.51
0.00088 2
(4.187
) (0.00088 2 )
=
= 3.76
0.00098
=
Gs
ms
Cps
ks
0.14
)
( )0.25 ()
{
()
Tw
Ts
liquid.
32
Universitas Indonesia
Gambar 4.4. Colburn factor dan friction factor untuk susunan tube 90o (fig 17.55 Rosenhow)
33
Universitas Indonesia
Gambar 4.5. Colburn factor dan friction factor untuk susunan tube 45o (fig 17.56 Rosenhow)
Gambar 4.5. Colburn factor dan friction factor untuk susunan tube 30o (fig 17.57 Rosenhow)
Setelah nilai faktor colburn didapat, bisa dilakukan perhitungan nilai hideal.
34
Universitas Indonesia
Karena fluida yang mengalir di bagian shell adalah air dingin, maka
diasumsikan masalah fouling sangat minimum. Dengan minimumnya fouling, maka
maintenance pada sisi shell tidak terlalu rumit. Untuk itu dipilih susunan tube yang
mengakomodasi perpindahn panas yang paling baik, yaitu susunan tube 30o. Dari
grafik tersebut, didapatkan faktor colburn 0.22. (Lihat Gambar 4.5.)
= 3
= (0.22) (4.187
360
2
= 2 1 [
(1 2
)]
100
=
= 2 1 [
0.2
25
(1 2
)]
0.15276
100
= 98.22
=
98.22 (98.22 )
35
Universitas Indonesia
360
=
2
360
= 2 1 [1 2
]
100
= [( + )2 2 ] (1 )
4
Amb
: Luas
Atb
: Luas
Asb
Nt
2
= [((0.01924 ) + (0.0005 )) (0.01924 )2 ] (18)(1 0.11548)
4
= 2.44 . 104 2
= 2 1 [1 2
25
] = 120
100
(5.32 . 103 2 )
= 0.956
(5.32 . 103 2 ) + (2.44 . 104 2 )
1
2
1
3 = { [1 (2 + )3 ]} ; + <
1
2
= 1.35 ; 100
= 1.25 ; > 100
+ =
(1 2
)
100
=
= [( ) + ]
0
1
={
2
Aba
Nss
Ntcc
: Jumlah
rb
Xl
0.0165 2
=
0.2
25
(1 2
) = 3.33
0.03
100
= 1
+ =
= 0.3
= +
= 0.8
Lcp
Ntcw
Nc
1 + ( + )
+ ( + )(1)
5 =
1 + + + +
+ =
+ =
= 0.6
Lbi
Lbc
Lbo
Nb
) (1.104)(0.48656)(0.93)(1)(1) = 0.499 2
2
aliran window, bagian yang tidak terkena baffle (pw), pressure drop aliran
di inlet dan outlet (pi-o). Dengan perhitungan ini, nilai pressure drop
terhitung jauh lebih rendah daripada perhitungan yang tanpa koreksi.
2.2.4. Perhitungan Pressure Drop
LANGKAH 1. Menghitung pc
= ( 1)
=
= 2
= { [1 (2 + )
1
3
gc
: friction factor
= {(4.5)(0.34) [1 (2(0.3))
1
3
]} = 1.68
39
Universitas Indonesia
2
)
2
(1) = 0.0216
= 2(2)(3.33)
(1) (1000 3 )
(1.618
= [26
2
; 100
2
2
(
+ 2 ) + 2(103 )
] ; < 100
2
=
( )
1
2
=
2
sin
(
)
4
360
2
2
=
4
4
+ 360
2
2
= ( )
+( )
= 1 ;
= 0.2
= (
21
21
)
+( )
40
Universitas Indonesia
41
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Rohsenow, Warren M. 1998. Handbook of Heat Transfer. United States: John
Wiley & Sons
Thulukkanam, Kuppan. 2013. Heat Exchanger Design Handbook. United States:
CRC Press
42
Universitas Indonesia