Anda di halaman 1dari 5

Opportunity (kesempatan)

Dalam aspek rule(hukum/peraturan) sudah dijelaskan adanya peraturan perundang-undangan


yang jelas yg telah ditetapkan pemerintah Indonesia sehubungan dengan perubahan iklim. Setiap
individu mempunyai kesempatan untuk menaati ataupun melanggar peraturan tersebut. Semakin
marak dan bertambah parahnya perubahan iklim yang ada, menandakan bahwa disini, setiap
individu yang ada bukan berusaha menaati peraturan tentang perubahan iklim yang ada, malah
sebaliknya.
Contoh sederhana saja, kita di Indonesia yang merupakan negara berkembang, pengeluaran gas
emisi yang berlebihan masih terjadi dimana-mana. Penggunaan kendaraan(mobil,motor,bus,dll)
yang makin meningkat tiap harinya adalah contoh nyata dari peningkatan gas emisis yg ada. Hal
ini secara tidak langsung akan meningkatkan temperatur panas bumi yang akan menimbulkan
perubahan iklim yang nantinya akan berdampak ada tingginya permukaan laut, banjir besar di
setiap negara kepulauan,menipisnya lapisan ozon,dan masih banyak lagi. Penggunaan steroform,
botol plastik, plastik makanan,pendingin ruangan, dan hal-hal kecil lainnya yang biasa kita
lakukan sehari-hari merupakan perbukan dari kondisi perubahan iklim yang ada saat ini. Saat ini
penggurangan gas rumah kaca tidaklah cukup untuk mencegah perubahan iklim yang ada.
Kematian,kerusakan alam,dan bencana terjadi di mana-mana karena perubahan iklim dan ketidak
bertanggung jawabnya sikap manusia.
Capasity
Undang-undang mengenai Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim akan memperkuat agenda
penanganan perubahan iklim di Indonesia. Akan tetapi saat ini produk hukum yang mengatur
agenda perubahan iklim di Indonesia masih bersifat lemah dan tidak mengikat secara hukum.
Tidak ada sanksi yang tegas apabila suatu pelanggaran dilakukan. Harus diakui, undang-undang
memang bukan jaminan terlaksananya suatu hukum meskipun undang-undang itu bersifat
mengikat dan memiliki sanksi bagi para pelanggarnya.
Selain itu pergantian presiden juga memungkinkan untuk bertambah minimnya
pengawasan terhadap pelanggaran UU selagi proses revisi-revisi terhadap UU yang sudah ada
sebelumnya. (Contoh PERPES 61/2011 yang sudah ditandatangani SBY berkemungkinan untuk
direvisi oleh Jokowi).
Dilihat dari segi konstitusi, sebenarnya tidak ada individu atau golongan tertentu dengan
jabatan setinggi apapun yang dapat melanggar setiap UU yang ada. Hal tersebut dilihat dari
makna konstitusi itu sendiri. Konstitusi adalah hukum tertinggi di dalam suatu negara dan
landasan fundamental terhadap segala bentuk hukum atau peraturan perundang-undangan, maka
sebagai prinsip hukum yang berlaku secara universal, bentuk hukum dan peraturan perundangundangan tersebut tidak boleh bertentangan dengan konstitusi. Dilihat dari segi kedudukannya,
konstitusi adalah kesepakatan umum atau persetujuan bersama dari seluruh rakyat mengenai hal-

hal dasar yang terkait dengan prinsip dasar kehidupan dan penyelenggaran negara, serta struktur
organisasi suatu negara.

Interest
Terdapat berbagai kepentingan-kepentingan mengapa UU perubahan iklim itu sangat
diperlukan. Dari UU Mitigasi dan Adaptasi perubahan Ikim saja sudah didapati 2 tujuan, yaitu:
(1) Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Saat ini sudah puluhan pulau kecil
di Indonesia tenggelam akibat kenaikan air laut. Dari aspek kehutanan, hutan di Indonesia saat
ini terancam punah. Kota-kota besar di Indonesia juga terancam lumpuh. Jakarta dan Surabaya
akan mengalami kerugian ekonomi yang luar biasa akibat naiknya air laut. (2) Indonesia
berpotensi untuk mendapatkan puluhan bahkan ratusan triliunan rupiah dari negara maju yang
telah berkomitmen untuk memobilisasi dana untuk kepentingan negara berkembang di dalam
penangan masalah perubahan iklim.
Dilihat dari dampak apabila penanganan perubahan iklim ini telah teratasi adalah
bertambahnya nilai ekonomi pada setiap sektor pembangunan akibat rendahnya jejak karbon.
Observasi lapangan dari stasiun meteorologi di Kutub Utara telah menunjukan adanya
peningkatan temperatur suhu tahunan hingga 1C dalam satu generasi terakhir. Dampak buruk
dari meningkatnya suhu tersebut adalah melelehnya gletser (melting of glaciers) dan
tenggelamnya bongkahan es di wilayah Alaska dan Siberia, sehingga dapat menyebabkan
naiknya permukaan laut hingga mampu menenggelamkan pulau-pulau dan menimbulkan banjir
besar di berbagai wilayah dataran rendah.

Oleh karenanya, negara-negara kepulauan seperti Indonesia inilah yang nantinya akan dengan
sangat mudah menerima efek dahsyat akibat meningkatnya ketinggian air laut dan munculnya
topan badai. Lebih parahnya lagi, Indonesia sebagai negara yang menggunakan sebagian wilayah
garis pantainya sebagai kunci aktivitas perekonomian, seperti misalnya di bidang pariwisata,
perikanan bagi para nelayan, pertanian berbasis air, sistem pengendalian banjir, serta ekstrasi
dan pengeboran minyak bumi-gas, sudah pasti akan menerima dampak negatif yang lebih besar
akibat perubahan iklim apabila dibandingkan dengan negara-negara lainnya di dunia.

Konsekuensi masa depan terhadap perubahan iklim juga diprediksi akan lebih dramatis lagi dan
menggangu kehidupan umat manusia, seperti terancamanya distribusi vegetasi alami dan
keanekaragaman hayati, erosi dan badai yang akan memaksa relokasi penduduk di sepanjang
pantai, beban biaya yang sangat besar untuk rekonstruksi infrastruktur pembangunan,
meningkatnya alokasi dana untuk pengendalian potensi kebakaran dan beragam penyakit, serta
investasi yang sangat besar untuk pelayanan kesehatan. Ketika menyadari sepenuhnya akan

dampak buruk perubahan iklim bagi negara-negara dunia dan khususnya Indonesia, maka sudah
seyogyanya diambil langkah-langkah penting dan strategis dengan cara mitigasi dan adaptasi
guna mencegah kerusakan yang lebih besar.
Jadi dilihat dari semua dampak positif dan negatif diatas, menunjukkan bahwa UU yang dibentuk
bukan untuk kepentingan individu atau golongan tertentu. Namun untuk satu kesatuan bangsa
Indonesia.

Process
Dalam hal usaha pengurangan dampak climate change, negara Indonesia jauh dari kata berhasil.
Meskipun sudah diatur dalam UU yang sah, masih saja banyak pelanggaran yang terjadi. Serta
peraturan yang belum bisa terlaksana secara sempurna, seperti membuang sampah di tempatnya.
Banyak warga Indonesia yang masih belum sepenuhnya mengaplikasikan peraturan tersebut.
Ataupun peraturan-peraturan yang lain, salah satunya adalah peraturan mengenai kehutanan.
Namun, bukan berarti pemerintah Indonesia tinggal diam saja dalam menanggapi isu ini. Banyak
usaha yang dilakukan pemerintah untuk memperkecil kemungkinan global warming yang mana
termasuk dalam climate change. Salah satu yang dilakukan adalah kampanye ONE MAN ONE
TREE yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan RI. Selain itu, pada tahun 2008 lalu
Departemen Kehutanan juga mengkampanyekan penanaman 79 juta pohon. Yang kemudian juga
disusul dengan Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara 10 juta Pohon serta Gerakan
Penanaman Serentak 100 juta pohon di tahun yang sama. Gerakan-gerakan ini bukan hanya
menjadi kewajiban pemerintah ataupun rimbawan saja, namun juga merupakan kewajiban
seluruh masyarakat.
Sekarang ini sudah banyak rumah-rumah yang menanam pepohonan di pekarangan mereka.
Entah hanya satu buah pohon; tanaman di pot kecil; atau bahkan sekadar rerumputan untuk
memberikan ruang serap lebih bagi air hujan.
Akan tetapi, hal ini harus kita anggap sebagai sesuatu yang positif dan berpotensi. Karena dari
hal-hal kecil inilah perubahan dimulai. Diharapkan kedepannya, gerakan-gerakan kecil seperti ini
dapat lebih dikembangkan demi pengurangan efek climate change yang semakin menjadi di
Indonesia dan seluruh dunia.
Rule _ Climate Change
Tata kelola dan mekanisme secara terintegrasi, telah mencapai hasil signifikan. Di
antaranya Perpres 46/2008 tentang Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), lembaga di bawah
pimpinan Presiden untuk mengoordinasikan kebijakan perubahan iklim serta menjadi focal point
Indonesia dalam perundingan perubahan iklim global di bawah lembaga UNFCCC (United

Nations Framework on Climate Change Convention). Perpres 61/2011 tentang Rencana Aksi
Nasional Penurunan Emisi GRK serta Perpres 71/2011 tentang Sistem Pemantauan dan Evaluasi
yang Terukur, Terlaporkan dan Terverifikasi menjadi dua tonggak institusi berikutnya.
Keberadaan UU Perubahan Iklim memiliki tiga hal esensial. Pertama, sebagai pondasi
kerangka pengaturan penetapan target jangka panjang dan implementasinya secara sistemik
jangka pendek menuju green economy. Kedua, sebagai tata kelola mekanisme pelembagaan yang
terukur, terlaporkan dan terverifikasi. Ketiga, mendorong berbagai pihak memobilisasi potensi
sumber daya dalam dan luar negeri.
Pentingnya di buat UU Perubahan Iklim. Memberikan signal jangka panjangmengenai
arah kebijakan,komitmen maupun engagementbaik sektor publik maupun privat, Kepastian
investasi dalammendorong green economy, Ketahanan nasional jangka panjang, Menciptakan
peluang baru yangmemiliki nilai tambah yang tinggidan peluang lapangan pekerjaanyang luas
(green jobs, greenindustry, green consumerism, dll).
RUU Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim (Legal Framework) adalah Langkah
langkah nasional untuk mengurangi tingkat emisi gas rumah kaca dan serta adaptasi terhadap
perubahan iklim. RUU Mitigasi juga perlu didukung oleh perubahan peraturan sektoral
(misalnya energi, kehutanan, pertambangan, perairan, transportasi, kesehatan, keuangan dan
perpajakan dll). Langkah langkah mitigasi dan adaptasi perubahan iklim mempengaruhi sektor
sektor nasional yang bersifat strategis, sehingga memerlukan landasan normatif setingkat UU
Pengaturan mengenai perubahan iklim dalam UU 32 / 2009 terlampau sumir UU No. 17
Tahun 2004 tentang Ratifikasi UNFCC tidak dapat dijadikan sebagai landasan normatif untuk
mengambil langkah langkah kongkrit untuk melakukan mitigasi dan adaptasi terhadap
perubahan iklim. Langkah langkah mitigasi dan adaptasi tersebut merupakan komitmen
nasional yang bersifat jangka panjang perlu diwujudkan dalam suatu instrumen hukum yang
memadai menjamin predictibility dan sustainability pelaksanaan langkah langkah tersebut.
Keberadaan UU tersebut akan memperkuat dan menjamin pelaksanaan komitmen komitmen
Pemerintah yang tertuang dalam Perpres No 61 tahun 2011 dan Rencana Aksi Nasional
pengurangan emisi gas rumah kaca. Indonesia telah memiliki komitmen untuk kurangi emisi
26 % - 41% dapat dilakukan secara efektif apabila direfleksikan secara tegas dalam UU.
Mekanisme baru Bilateral Offset Credit Mechanism carbon trading yang melibatkan
private dan negara tidak ada peraturan perundangan nasional yang mengaturnya
memerlukan sui generis regime di hukum nasional.
Isi RUU Perubahan Iklim : (1) Elemen-elemen yang perlu diatur di dalam RUU
Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim (1): Strategi Nasional tentang pengurangan emisi serta
pengintegrasian upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dalam rencana pembangunan
nasional. Prinsip prinsip Green Economy, Green Energy, Green Industries. Pengaturan
tentang cap and trade system. Pembangunan sistem manajemen informasi yang terintegrasi
mengenai penghitungan emisi gas rumah kaca Pengaturan kelembagaan di tingkat pusat

maupun daerah, (2) Mobilisasi sumber daya (mobilisation of resources) Penguatan upaya
riset dan pengembangan tentang isu perubahan iklim Mengintegrasikan aspek manajemen
penanganan bencana (risk and disaster management) Strategi kerjasama internasional (contoh:
capacity building) Penegakan hukum (tanggung jawab pidana, perdata dan administratif)
Pendidikan dan peningkatan kesadaran masyarakat.
Undang- undang nomer 32 (perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup), Undangundang 17 tahun 2004 (kerangka kerja PBB mengenai perubahan iklim), Perpres 61 tahun 2011 (
rencana nasional penurunan emisi gas rumah kaca)
Sebagai contoh, Perda no. 5 tahun 1988 ( kebersihan lingkungan dalam wilayah DKI
Jakarta) . pada pasal 3 berisi : (1) Setiap penduduk wajib memelihara kebersihan lingkungan., (2)
Setiap pemilik/penghuni/penanggung jawab bangunan wajib memelihara kebersihan lingkungan,
(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal inimeliputi kebersihan sampai batas
bahu jalan di sekitar pekarangan masing-masing.
Dimana kemudian pada pasal 30 tertuang : (1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam
Pasal 3, 4, S, 6, 8, 9, 11, 12 dan 13 Peraturan Daerah ini, diancam pidana kurungan selamalamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak- banyaknya Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah).

Anda mungkin juga menyukai