Anda di halaman 1dari 16

Psikologi, Tinjauan Filsafat Ilmu

BAB I : PENDAHULUAN
Latar belakang
Semenjak manusia mulai berfikir mengenai hakikat dunia dan makna-makna kehidupannya,
sejak itulah filsafat telah lahir. Filsafat merupakan ilmu tertua dan merupakan sumber dari
seluruh ilmu pengetahuan yang ada kini. Maka tidak salah bila filsafat dikatakan sebagai induk
dari ilmu pengetahuan.
Pada dasarnya ilmu-ilmu pengetahuan kini berkembang dari dua cabang utama filsafat, yakni
filsafat alam dan filsafat moral. Filsafat alam berkembang menjadi cabang-cabang ilmu alam
(natural science) sedangkan filsafat moral berkembang menjadi cabang-cabang ilmu sosial
(sosial science). Perkembangan ilmu alam senantiasa pesat sehingga menghasilkan banyak
cabang ilmu alam yang membuahkan teknologi mutakhir.
Perkembangan ilmu sosial berkembang lebih lamban jika dibandingkan dengan perkembangan
ilmu alam. Namun pada dasarnya cabang utama ilmu-ilmu sosial terdiri dari ilmu antropologi,
psikologi, ekonomi, sosiologi dan ilmu politik. (Suriasumantri, 2003 : 93-94)
Pada makalah ini, saya akan membahas mengenai ilmu psikologi ditinjau dari kelahirannya
sebagai ilmu, terpisah dari induk ilmu yakni filsafat dan bagaimana relasi ilmu psikologi dengan
ilmu asalnya tersebut.

BAB II : PEMBAHASAN
1.

A. Pengertian Filsafat

Istilah filsafat dapat ditinjau dari dua segi yakni segi semantic (bahasa) atau segi praktis.
Dilihat dari segi semantik, istilah filsafat berasal dari kata Arab falsafah yang berasal dari bahasa
Yunani, yaitu Philosophia. Kata philosophia terdiri dari unsur philos yang artinya cinta (love),
dan

unsur

sophia

yang

berarti

bijak

(wisdom).

Maka

philosophia

berarti

cinta

pada

kebijaksanaan. Maksudnya setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana.


Sedangkan filsafat dilihat dari segi praktis berarti alam berfikir atau alam fikiran. Berfilsafat
artinya berfikir. Namun tidak semua berfikir berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah berfikir secara

mendalam dan sungguh-sungguh mengenai hakikat segala sesuatu. Dengan kata lain, filsafat
adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.
(Poerwantana, 1994 : 1)
Hal yang mendasari manusia berfilsafat adalah karena adanya dorongan rasa ingin tahu dan
ingin menyelesaikan segala persoalan serta ingin memahami makna dari semua persoalan yang
menyangkut hidupnya. (Suhandi, 2004 : 15) Oleh karena itu tujuan dari filsafat ialah
pemahaman (understanding) mengenai dunia dalam hal makna dan nilai-nilainya, sehingga
mendapatkan kebijaksanaan (wisdom). (Tim Dosen UGM, 1996 : 1)
1.

B. Cabang-Cabang Filsafat

Ada tiga jenis persoalan filsafat yang utama, yaitu persoalan tentang keberadaan, persoalan
tentang pengetahuan dan persoalan mengenai nilai-nilai. Persoalan keberadaan (being) atau
eksistensi ini bersangkutan dengan cabang filsafat yaitu metafisika. Persoalan pengetahuan
(knowledge) atau kebenaran dapat dilihat dari dua sisi. Dari sisi isi pengetahuan maka hal ini
bersangkutan dengan cabang filsafat epistemologi. Sedangkan kebenaran ditinjau dari segi
bentuknya bersangkutan dengan cabang filsafat logika. Untuk persoalan nilai-nilai dibedakan
menjadi dua, nilai kebaikan tingkah laku dan nilai-nilai keindahan. Nilai kebaikan tingkah laku
bersangkutan dengan cabang filsafat etika. Sedangkan nilai-nilai keindahan bersangkutan
dengan cabang estetika. Untuk lebih jelas mengenai cabang-cabang filsafat dapat dijelaskan
dibawah ini :
1. Metafisika
Metafisika didefinisikan sebagai studi atau pemikiran tentang sifat yang terdalam dari kenyataan
atau kebenaran. Persoalan yang dibahas oleh metafisika berhubungan dengan persoalan
ontologis, kosmologis dan manusia. Persoalan ontologis berputar pada masalah keberadaan, apa
itu eksistensi, bagaimana penggolongannya sera sifat dari keberadaan. Persoalan kosmologi
berkaitan dengan asal mula, perkembangan, struktur atau susunan alam. Sedangkan persoalan
manusia berkaitan dengan hubungan jiwa dan badan, kesadaran serta kebebasan manusia.
2. Epistemologi
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur,
metode dan validitas pengetahuan. Dalam metafisika pertanyaan pokoknya adalah apakah ada
itu?, maka dalam epistemologi pertanyaan pokoknya adalah apa yang dapat saya ketahui?
3. Logika

Logika mempelajari mengenai kegiatan berfikir. Logika sendiri merupakan ilmu, kecakapan atau
alat untuk berfikir lurus. Persoalan logika berpusar pada pengertian, putusan, penyimpulan,
aturan penyimpulan, silogisme dan kesesatan berfikir.
4. Etika
Etika adalah cabang filsafat yang berhubungan dengan moral. Objek material etiak adalah
tingkah laku manusia yang dilakukan secara sadar dan bebas. Sedangkan objek formal etika
dalah kebaikan dan keburukan atau bermoral dan tidak bermoral dari tingkah laku manusia
tersebut.
5. Estetika
Estetika adalah cabang filsafat yang berhubungan dengan keindahan atau kejelekan. Estetika
membahas mengenai apa itu keindahan, bagaimana sifat keindahan, ukuran keindahan, peranan
keindahan dalam kehidupan manusia serta hubungan keindahan dengan kebenaran. (Tim Dosen
UGM, 1996 : 16-19)
1.

C. Pengertian Filsafat Ilmu

Salah satu persoalan manusia yang menjadi pembahasan filsafat adalah mengenai pengetahuan.
Manusia menyadari bahwa pengetahuan manusia itu terbatas. Demikian juga pengetahuan
manusia seringkali tidak benar. Oleh karena itu manusia perlu mengetahui hakikat dari
pengetahuan. Cabang epistemologilah yang membahas mengenai persoalan ini.
Letak dari filsafat ilmu adalah merupakan bagian dari epistemologi yang secara spesifik mengkaji
hakikat ilmu pengetahuan ilmiah. Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri
khusus. Secara metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu sosial atau ilmu alam.
Pembedaan ini terbentuk karena adanya permasalahan-permasalahan teknis yang bersifat khas
sehingga dibagi menjadi dua cabang utama ilmu. (Suriasumantri, 2003 : 33)
Pada mulanya ilmu yang pertama kali muncul adalah filsafat dan ilmu-ilmu khusus menjadi
bagian darii filsafat. Sehingga filsafat seringkali dikatakan sebagai induk ilmu. Dikarenakan objek
material filsafat sangat umum yaitu seluruh kenyataan, padahal ilmu-ilmu membutuhkan objek
material yang khusus menyebabkan berpisahnya ilmu-ilmu tersebut dari filsafat.
Meskipun dalam perkembangannya masing-masing ilmu memisahkan diri dari filsafat, ini tidak
berarti hubungan filsafat dengan ilmu-ilmu khusus itu menjadi terputus. Dengan ciri kekhususan
yang dimiliki setiap ilmu menimbulkan batas-batas yang tegas diantara masing-masing ilmu.
Dengan kata lain tidak ada bidang pengetahuan yang menjadi penghubung ilmu-ilmu yang

terpisah. Disinilah filsafat berusaha untuk menyatupadukan ilmu-ilmu. (Tim Dosen UGM,
1996 : 9)
Jujun Suriasumantri berpendapat bahwa semua ilmu pada dasarnya memiliki tiga landasan
yang sama, yaitu ontologis, epistemologis dan aksiologis. Ketiga landasan inilah yang
merangkum beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Filsafat ilmu tidak lain berupaya
menelaah mengenai hakikat ilmu ini melalui usaha berfikir filsafat dalam rangka menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut. Untuk lebih jelas dipaparkan dibawah ini :
1. Landasan Ontologis
Ontologi membahas tentang apa yang ingin diketahui atau dengan kata lain merupakan suatu
pengkajian mengenai teori tentang ada. Dengan kata lain, ontologi membahas apa yang dikaji
oleh suatu ilmu. Dasar ontologi dari ilmu berhubungan dengan materi yang menjadi objek
penelaahan ilmu. Ontologis berupaya menjawab beberapa persoalan seperti :
1.

Objek apa yang ditelaah ilmu ?

2.

Bagaimana ujud hakiki dari objek tersebut ?

3.

Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berfikir,
merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan?

2. Landasan Epistemologis
Epistemologi membahas secara mendalam segenap proses yang terlihat dalam usaha untuk
memperoleh pengetahuan. Dengan kata lain, epistemologi mencari jawaban mengenai proses
mendapatkan ilmu. Epistemologi berupaya menjawab beberapa persoalan seperti :
1.

Bagaimana proses memperoleh pengetahuan berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya?

2.

Hal-hal yang apa yang harus diperhatikan untuk mendapatkan pengetahuan yang benar ?

3.

Apa yang disebut benar itu sendiri dan apa kriterianya ?

4.

Cara/teknik/sarana yang membantu mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?

3. Landasan Aksiologis
Aksiologi membahas mengenai manfaat yang diperoleh manusia dari pengetahuan yang
didapatkannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa ilmu telah memberikan kemudahan-kemudahan
bagi manusia dalam mengendalikan kekuatan-kekuatan alam. Aksiologi berupaya menjawab
beberapa persoalan seperti :

1.

Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan?

2.

Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral?

3.

Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?

4.

Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah
dengan norma-norma moral/profesional?

(Suriasumantri, 2003 : 33-35 dan Tim Dosen UGM, 1996 : 60)


1.

D. Definisi Ilmu Psikologi

Secara umum psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku dan proses mental
manusia. Psikologi juga seringkali dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari tentang gejalagejala jiwa manusia. Jiwa manusia sendiri merupakan suatu daya hidup yang bersifat abstrak
yang menjadi penggerak dan pengatur perilaku.
Jika dibandingkan dengan ilmu-ilmu yang lain, seringkali ilmu mengenai jiwa manusia dikatakan
sebagai ilmu yang kurang tegas. Hal ini berkaitan dengan jiwa manusia yang tidak tampak,
bersifat abstrak dan kompleks sehingga tidak mudah mempelajari dan memahami jiwa manusia
secara objektif. Oleh karena itu banyak ahli membatasi ilmu psikologi pada bahasan tingkah
laku, bukan jiwa. Asumsi dasarnya adalah satu-satunya cara memahami jiwa adalah melalui
manifestasi jiwa yakni tingkah laku yang dapat terobservasi langsung. (Sobur, 2003 : 19-20)
1.

E. Sejarah Ilmu Psikologi

Perkembangan lahirnya ilmu psikologi dapat kita bagi menjadi 3 fase perkembangan ilmu. Fase
pra-ilmu, fase lahirnya ilmu psikologi, fase perkembangan aliran-aliran psikologi. Berikut ini
penjelasan masing-masing fase :
1. Fase pra-ilmu
Sejak dahulu, para filsuf dan masyarakat secara umum berusaha untuk mengerti mengapa
manusia bertingkah laku. Salah satu persoalan yang sering diajukan sebagai pertanyaan filosofis
manusia yang sering dicari jawabannya melalui berfikir filsafat adalah mengenai apakah itu
manusia. Bagaimana manusia berbeda daripada hewan? Siapa aku ini? Apakah jiwa dan badan
itu? Bagaimana hubungan antara jiwa dan badan? Serta apa tujuan hidup manusia itu sendiri?.
(Suhandi, 2004 : 19-20)
Sejarah munculnya ilmu psikologi sebenarnya dapat ditelusuri semenjak jaman Yunani Kuno,
saat filsuf Aristoteles tertarik memikirkan bagaimana pikiran manusia bekerja. Aristoteles

meyakini bahwa pikiran atau jiwa manusia terpisah dari tubuh. Pikiran atau jiwa ini dalam
bahasa Yunani disebut psyche. Istilah psikologi (psychology) berasal dari kata psyche dan logia
yang berarti ilmu.
Pada masa pertengahan, para ilmuwan lebih mempelajari tingkah laku dari sudut pandang
agama dibandingkan dari sudut pandang ilmiah. Namun pemikiran para filsuf abad 17 dan 16
membantu perkembangan ilmu psikologi. Salah satu filsuf yang cukup berpengaruh adalah Ren
Descartes. Ia mengungkapkan tubuh dan jiwa merupakan unsur yang terpisah namun saling
mempengaruhi satu sama lain. Descartes juga mempercayai bahwa setiap manusia dilahirkan
dengan potensi berfikir dan menalar.
Pandangan ini didukung oleh para filsuf lain seperti Thomas Hobbes, John Locke, David
Hume dan George Berkeley. Mereka meyakini bahwa pikiran manusia asalnya kosong. Pikiran
diisi oleh lingkungan melalui penginderaan manusia dan pengalaman yang ia lalui selama hidup.
(Tim Penulis, 1995 : P-830) Hingga saat ini dapat kita lihat bahwa sampai disini psikologi
belum menjadi ilmu yang terpisah dari filsafat. Pembahasan mengenai tingkah laku manusia
masih berada dalam bahasan metafisika khususnya mengenai hakikat manusia.
2. Fase Lahirnya Ilmu Psikologi
Pada

pertengahan

abad

ke-19,

dua

ilmuwan

asal

Jerman

yakniJohannes

P.

Mller dan Herman L. F. von Helmholtz mulai mempelajari sensasi dan persepsi manusia
secara sistematis. Mereka membuktikan bahwa aktivitas mental manusia dapat dipelajari secara
ilmiah.
Namun baru pada akhir abad ke-19 psikologi dikatakan sebagai ilmu yang mampu berdiri sendiri.
Lahirnya psikologi sebagai ilmu adalah berkat jasa ilmuwan bernama Wilhelm Wundt yang
mendirikan

laboratorium

Amerika William

James,

psikologi
Wundt

pertama

di

membangun

Jerman

tahun

1879.

penelitian-penelitian

Bersama

filsuf

eksperimental

yang

memisahkan psikologi dari induknya, yakni filsafat.


Namun saat itu psikologi masih merupakan bayi ilmu beraliran struktualisme yang berupaya
untuk mendeskripsikan, menganalisa dan menjelaskan pengalaman sadar, khususnya perasaan
dan sensasi. Mereka mempelajari sensasi pada indera manusia serta mengenali perasaan
manusia melalui metode introspeksi yakni menjelaskan kembali peristiwa kejiwaan yang
dirasakan seseorang sebagaimana hal itu dihayati. Metode ini kini tidak lagi dipakai karena
dianggap terlalu banyak kelemahannya dari sisi metodologis. (Ahmadi, 2003 : 12)

Saat psikologi lahir menjadi ilmu, psikologi telah terlepas dari filsafat dikarenakan telah melalui
fase epistemologis ilmu. Artinya psikologi mampu memiliki metode dalam mempelajari perilaku
secara sistematis serta teknik-teknik menggali data psikologis manusia yang dapat dibuktikan
melalui penelitian eksperimen-eksperimen di laboratorium.
3. Fase Perkembangan Aliran-aliran Psikologi
Semenjak psikologi lahir sebagai ilmu, muncul berbagai penelitian-penelitian mengenai perilaku
manusia. Aliran behaviorisme muncul dan diperkenalkan oleh psikolog Amerika bernama John B.
Watson tahun 1913. Watson beranggapan bahwa satu-satunya sumber informasi mengenai
jiwa adalah perilaku yang terobservasi langsung. Watson menentang metode introspeksi. Para
behavioris memandang pentingnya hubungan perilaku manusia yang muncul dengan stimulus
yang ada di lingkungan.
Penelitian mengenai saliva anjing oleh Ivan P. Pavlov, tikus-tikusB.F Skinner serta penelitianpenelitian behavioris lainnya menyimpulkan bahwa perilaku manusia dapat berubah tergantung
keadaan lingkungan. Behaviorisme memandang bahwa seluruh perilaku manusia dapat dikontrol
melalui perubahan lingkungan (conditioning).
Aliran lain yang menentang strukturalisme adalah gerakan psikologi Gestalt. Istilah Gestalt
berasal dari bahasa Jerman yang artinya pola atau bentuk. Aliran ini didirikan tahun 1912 oleh
psikolog Jerman bernama Max Wertheimer.
Psikologi Gestalt memandang bahwa manusia dan hewan merupakan makhluk yang senaniasa
menghayati dunia dalam suatu pola yang terorganisir bukan dalam bentuk perilaku terpisah
seperti yang dipahami oleh behaviorisme dan strukturalisme. Penelitian-penelitian psikologi
Gestalt membuktikan bahwa manusia senantiasa memiliki pola dalam bertingkah laku,
menghayati dan mempelajari dunia tempat ia bernaung. (Boeree, 2000 : 419)
Aliran psikologi lain yang sangat mengejutkan kehadirannya dan hampir menguasai seluruh
praktek psikologi awal adalah aliran psikoanalisa. Aliran psikoanalisa ini ditemukan pada awal
abad 20 oleh dokter Austria bernama Sigmund Freud. Psikoanalisa memandang bahwa perilaku
manusia didasari oleh adanya dorongan internal yang kebanyakan terkubur dalam alam
ketidaksadaran manusia yang terkadang menyebabkan konflik yang berujung pada gangguan
kepribadian. Freud mengembangkan teknik free association untuk menggali alam ketidaksadaran
dan konflik bawah sadar sehingga akhirnya manusia mampu memahami dan menerima perasaan
konflik serta menyelesaikannya. Aliran psikoanalisa ini terus dikembangkan melalui teknik-teknik
hipnosis dan proyektifa serta menjadi terapi-terapi psikoanalisa yang berkembang subur pada
abad 20.

Pada pertengahan akhir abad 20, banyak ilmuwan yang semakin tidak puas pada aliran-aliran
psikologi yang ada. Banyak dari mereka yang meragukan kevalidan aliran psikoanalisa dan lelah
dengan kekakuan aliran behaviorisme. Berkembanglah aliran baru yaitu psikologi humanistik.
Aliran ini dikembangkan oleh psikolog Amerika Abraham H. Maslow dan Carl R. Rogers.
Para humanistik memandang bahwa manusia memiliki kendali atas perilakunya, tidak tergantung
oleh lingkungan (sebagaimana pandangan behavioristik) dan tidak pula tergantung pada alam
ketidaksadaran psikoanalisa. Psikologi humanistik memandang bahwa manusia memiliki potensi
untuk mengembangkan dirinya dan berfungsi secara optimal sebagai pribadi yang unik. (Tim
Penulis, 1995 : P 831-832)
Di penghujung abad 20 dan awal abad 21, perkembangan aliran psikologi cukup pesat. Hal ini
didukung oleh pandangan-pandangan linguistik dan penemuan-penemuan neuroscience. Muncul
aliran psikologi kognitif yang memandang perilaku manusia banyak dipengaruhi oleh faktor
pikiran (kognisi). Gerakan kognitif digawangi oleh Norbert Wiener, Alan Turing dan Ludwig
von Bertalanffy. Mereka menekankan pada proses mental kognitif manusia yang menentukan
suatu perilaku terbentuk, baik perilaku konstruktif maupun destruktif. Muncul pula dari gerakan
ini berupa terapi-terapi kognitif, salah satunya adalah Cognitive Behavior Therapy. (Sobur, 2003
:121 dan Boeree, 2000 : 467)
Pada fase ketiga ini, psikologi sebagai ilmu mulai bergerak masif menancapkan diri sebagai ilmu
yang tidak hanya memiliki metodologis dalam mendapatkan ilmu, namun juga melebarkan sayap
aksiologisnya dengan teknik-teknik terapi psikologis (psikoterapi).
1.

F. Psikologi sebagai Ilmu

Untuk menguraikan dan menunjukkan bahwa psikologi adalah suatu ilmu bukan suatu hal yang
mudah. Namun psikologi dapat dikatakan sebagai ilmu bila memenuhi persyaratan ilmu. Syarat
keilmuan yang umum dinyatakan ada 4 syarat yaitu ilmu memiliki objek tertentu, mempunyai
metode tertentu, sistematis serta universal. Mari kita telaah psikologi berdasarkan keempat
syarat tersebut.
1. Objek Psikologi
Ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang memiliki objek material dan objek formal untuk dikaji.
Objek material adalah suatu pokok persoalan yang dikahi oleh suatu ilmu sedangkan objek
formal adalah cara meninjau objek material dari ilmu tersebut. Maka objek material atau objek
yang dikaji oleh psikologi adalah manusia. Sedangkan objek formal atau sudut pandang
keilmuan psikologi adalah segi tingkah laku manusia. Objek tersebut bersifat empiris.

2. Metode Psikologi
Metode yang dimaksud disini adalah suatu cara dalam mendalami objek yang dipelajari. Metode
dapat diterima dan dikatakan ilmiah bila memenuhi ciri-ciri yakni objektif, adekuat, reliabel,
valid, sistematis dan akurat. Metode-metode psikologi yang mampu diuji syarat keilmiahannya
meliputi metode eksperimen, metode studi kasus, metode klinis dan konseling, metode
korelasional, metode komparatif, metode survei, metode observasi dan interview. (Atkinson,
2004:31)
3. Sistematika Psikologi
Psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia merupakan ilmu
yang akhir-akhir ini semakin berkembang dan meluas cakupannya. Sebagai gambaran mengenai
pembagian dan sistematika dalam psikologi dapat dilihat dalam ikhtisar dibawah ini :
4. Universalitas Psikologi
Ilmu pengetahuan mengenal apa yang disebut ilmiah universal, yaitu dalil pengertian atau
aksioma yang berlaku umum. Sebagai ilmu, psikologi harus memiliki sifat ini dan berarti
psikologi harus mempelajari manusia dalam pengertian-pengertian yang berlaku umum di
samping mempelajari individu sebagai totalitas kepribadian yang unik.
Teori-teori psikologi yang mampu diterapkan dimana pun merupakan bukti bahwa psikologi
merupakan ilmu yang universal. Misalnya teori perkembangan manusia, teori motivasi, teori
kepribadian, persepsi dan kemampuan berfikir manusia merupakan contoh teori yang universal
dari psikologi yang dapat diterapkan di mana pun, kapan pun dan pada siapa pun.
Dalam memandang psikologi sebagai ilmu, kita perlu mendalami hakikat ilmu psikologi. Kita
dapat membedah hakikat ilmu psikologi ini melalui pandangan 3 landasan ilmu, yaitu ontologi,
epistemologi dan aksiologi. Penjelasannya adalah sebagai berikut :
1. Ontologis Psikologi
Dasar ontologi dari ilmu berhubungan dengan materi yang menjadi objek penelaahan ilmu. Oleh
karena itu ontologis dari ilmu psikologi berhubungan dengan objek penelaahan psikologi yakni
perilaku manusia. Ilmu pengetahuan menghendaki objeknya dapat diamati, diukur dan dicatat
secara objektif. Ilmu psikologi mendasari objek penelaahan ilmunya adalah tingkah laku manusia
dikarenakan perilaku dianggap lebih mudah diamati, diukur dan dicatat dengan sistematis serta
dapat terhindari dari subjektifitas. (Irwanto, 1989 : 3-4)

Pada dasarnya perilaku manusia mencakup dua jenis perilaku, yakni perilaku yang kasat mata
dan tidak kasat mata. Perilaku yang tampak langsung seperti makan, berbicara, berjalan,
menangis dan sebagainya. Sedangkan perilaku yang tidak tampak langsung misalnya motivasi,
emosi, proses berfikir, dan proses-proses mental lainnya. Kedua perilaku ini dapat diamati,
diukur dan dicatat dengan pertimbangan bahwa perilaku-perilaku yang kasat mata merupakan
manifestasi dari perilaku yang tidak tampak.
Kita dapat mengetahui perilaku tidak kasat mata melalui observasi perilaku yang kasat mata.
Sebagai contoh, perilaku tidak kasat mata yang kita perhatikan adalah emosi dilihat dari
berbagai indikator perilaku tampak seperti berbicara, berjalan, menangis/tersenyum, dan
perilaku makan. Asumsinya seorang yang sedang mengalami emosi negatif akan berbeda
perilaku kasat matanya dengan seorang yang sedang mengalami emosi positif. Kita perhatikan
tampilan perilaku orang dengan kedua emosi berbeda. Maka hasilnya orang beremosi negatif
misalnya cenderung berbicara pelan, berjalan lambat, mudah menangis atau tidak nafsu makan.
Sedangkan tampilan perilaku orang beremosi positif misalnya cenderung berbicara lebih keras
dan berirama, berjalan dengan cepat dan semangat, mudah tersenyum serta tertawa dan ia
akan mudah untuk makan.
Berdasarkan sedikit pengamatan pada beberapa indikator perilaku tampak, kita akan mampu
membedakan perilaku tidak tampak (dalam hal ini proses mental) yang dialami seseorang.
Sebagai objek ilmu psikologi, perilaku manusia memiliki beberapa ciri-ciri mendasar yaitu :
1.

Perilaku pada dasarnya tampak dan dapat diamati namun penyebab perilaku mungkin tidak
dapat diamati secara langsung.

2.

Perilaku mengenal berbagai tingkatan. Ada perilaku sederhana dan stereotipe seperti perilaku
refleks. Namun ada juga perilaku yang kompleks seperti perilaku sosial manusia.

3.

Perilaku bervariasi menurut jenis-jenis tertentu. Klasifikasi perilaku yang umum dikenal adalah
kognitif, afektif dan konatif (psikomotor) yang masing-masing merujuk pada perilaku dengan sifat
rasional, emosional dan gerak-gerak fisik dalam berperilaku.

4.

Perilaku bisa disadari dan tidak disadari. Walaupun sebagian besar perilaku sehari-hari kita
sadari, tetapi kadang-kadang kita bertanya pada diri sendiri mengapa kita berperilaku seperti itu.
(Irwanto, 1989 : 4-5)

2. Epistemologi Psikologi
Epistemologi membahas secara mendalam segenap proses yang terlihat dalam usaha untuk
memperoleh pengetahuan. Oleh karena itu epistemologi psikologi membahas proses yang
terlibat dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan mengenai perilaku manusia.

Sebagai disiplin ilmu, psikologi dipandang memiliki syarat keilmuan dimana objek studi psikologi
dipelajari

secara

sistematik

menggunakan

metode-metode

yang

menjamin

objektifitas

pengambilan kesimpulannya. Artinya, metode yang digunakan mampu mengamati, mencatat dan
mengukur perilaku seperti apa adanya. Meskipun demikian, psikologi mengalami adanya sumber
kesalahan yang berasal dari subjek penelitian, alat yang dipakai dan peneliti itu sendiri. Untuk itu
telah dikembangkan metode-metode penelitian yang lebih halus dan teliti sehingga lebih valid
dan reliabel. Pengembangan metode-metode psikologi senantiasa mengikuti syarat-syarat
keilmuan dan kebenaran ilmiah. Berikut ini beberapa metode umum yang sering dipakai dan
telah teruji kebenarannya dalam ilmu psikologi :
1.

Metode Eksperimen, suatu metode ilmiah yang biasa digunakan penelitian-penelitian ilmiah.
Tujuan metode eksperimen psikologi adalah untuk melihat hubungan-hubungan yang jelas antara
variabel-variabel yang diteliti. Umumnya hubungan yang diteliti bersifat kausalitas (sebab akibat).
Oleh karena itu dalam metode eksperimen, terdapat usaha yang keras dalam mengendalikan semua
variabel diluar perilaku yang ingin diteliti sehingga didapat dengan benar hubungan antar variabel
tersebut.

2.

Metode Observasi, metode ini dilakukan dengan mengamati perilaku manusia tanpa peneliti
membuat pengkondisian tertentu. Tujuan observasi psikologi adalah untuk mempelajari dan
mendapatkan

data

mengenai

perilaku

dalam

situasi

dan

kondisi

yang

sebenarnya

tanpa

mengganggu terjadinya perilaku tersebut. Observasi dilakukan dengan sistematik. Informasi atau
data dari perilaku yang diamati dicatat secara metodologis, diklasifikasi dan akhirnya ditarik
kesimpulan logis. Selain sistematik, observasi juga dilakukan dengan tetap memperhatikan
objektifitas pengamatan. Artinya, peneliti tidak memasukkan perasaan, prasangka dan anggapananggapan pribadinya.
3.

Metode Survei, dalam metode ini subjek penelitian diamati secara sistematik dan sekaligus
ditanya baik menggunakan kuesioner maupun pertanyaan-pertanyaan langsung yang bebas dan
sudah direncanakan peneliti.

Pertanyaan ini dirancang berdasarkan indikator-indikator perilaku dari teori psikologi yang
merumuskan variabel psikologis yang ingin diteliti. Umumnya metode ini menggunakan teknik
sampling.
1.

Metode Klinis, metode ini mencakup wawancara mendalam, penggunaan alat-alat tes
diagnosa psikologis dan studi kasus. Tujuannya ialah untuk mengetahui sebab-sebab timbulnya
perilaku dan kecenderungan-kecenderungan umum lainnya dalam diri individu. Bila metode-metode
lain dilakukan untuk mengambil kesimpulan berdasarkan perilaku sekelompok orang (nomothetik),
maka metode klinis justru ingin menjelaskan perilaku individu sebagai pribadi yang unik (idiografik).

3. Aksiologi Psikologi
Aksiologi membahas mengenai manfaat yang diperoleh manusia dari pengetahuan yang
didapatkannya. Oleh karena itu aksiologi dari ilmu psikologi dapat terlihat dari spesialisasi ilmu
psikologi yang diterapkan melalui profesi psikologi. Tujuan dari ilmu psikologi sendiri adalah
mampu memahami, menjelaskan, memprediksi serta mengendalikan perilaku itu sendiri. Hal ini
dilakukan agar manusia dapat bertingkah laku menyesuaikan diri (adjustment) dalam rangka
kesejahteraan psikologisnya (well-being) di dalam situasi dan lingkungan manapun.
Kegunaan ilmu psikologi yang dapat dimanfaatkan langsung oleh manusia dalam berbagai
macam aspek kehidupan diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Psikologi di bidang Industri dan Organisasi.
Ilmu

psikologi

mengembangkan

banyak
sumber

diterapkan
daya

di

manusia

bidang
di

industri

dalamnya.

dan

organisasi

Psikologi

berguna

dalam
dalam

rangka
proses

pengembangan sumber daya manusia yang efektif dan efisien sehingga memberikan keuntungan
untuk semua pihak. Psikologi banyak berperan dalam proses seleksi, recruitment dan
penempatan karyawan yang sesuai dengan kemampuan dan bakatnya. Selain itu ilmu psikologi
berperan dalam pengembangan keterampilan interpersonal, bimbingan karir serta penciptaan
iklim perusahaan yang lebih kondusif.
b. Psikologi di bidang Pendidikan.
Psikologi berperan penting dalam bidang pendidikan, khususnya dalam memahami dan
menyusun metode pendidikan yang sesuai dengan perkembangan dan keadaan psikologis
peserta didik. Psikologi berguna dalam penelusuran kemampuan, bakat serta minat siswa
sehingga mampu mengarahkan jenis dan bagian pendidikan yang sesuai. Selain itu psikologi
memberikan pandangan penting mengenai cara belajar, berfikir, mengingat dan atensi yang
menjadi faktor penting dalam proses belajar mengajar. Saat ini psikologi membantu dalam
pengembangan kurikulum serta metode pendidikan yang sesuai dengan kapasitas siswa
sehingga membantu bermacam-macam kesulitan belajar atau meningkatkan kemampuan belajar
siswa. Jasa psikologi kini
c. Psikologi di bidang Hukum dan Peradilan
Psikologi banyak berperan dalam menjelaskan keadaan kejiwaan seseorang saat melakukan
suatu tindak kriminal. Selain itu psikologi, khususnya psikologi kriminal membantu memahami

motif dan status kesehatan mental seorang pelaku kejahatan sehingga membantu dalam
membuat keputusan yang tepat di pengadilan.
d. Psikologi di bidang kesehatan
Psikologi klinis dan kesehatan berperan penting dalam membantu kesembuhan para pasien.
Gangguan kesehatan dapat diakibatkan tidak hanya virus atau bakteri namun dapat pula
disebabkan adanya gangguan pada psikis seseorang, misalnya stres. Psikologi membantu pasien
untuk menyelesaikan permasalahan psikis seseorang sehingga mempercepat kesembuhan
pasien. Penjaringan data psikologis seseorang juga membantu para dokter atau psikiater dalam
memahami sebab psikologis mendalam dari penyimpangan psikis pasien sehingga dapat
membuat diagnosa, prognosa dan terapi penyembuhan yang tepat. Psikologi juga berperan
penting dalam terapi psikologis yang berkenaan dengan gangguan kepribadian, gangguan
perilaku dan penyimpangan-penyimpangan psikologis lainnya melalui psikoterapi dan konseling.
e. Psikologi di bidang Ekonomi
Psikologi berperan penting dalam memahami perilaku konsumen. Ilmu psikologi banyak berperan
dalam mengembangkan ilmu manajemen dan pemasaran. Psikologi memberikan masukan dalam
mengenali pangsa pasar, bagaimana menarik perhatian mereka dan mengembangkan perilaku
membeli.
f. Psikologi di bidang Politik
Psikologi berperan khusus dalam membantu mengenali perilaku-perilaku individu, kelompok,
organisasi atau massa. Ilmu psikologi berperan dalam mengerahkan dan menggerakkan massa.
g. Psikologi di bidang keluarga dan anak
Ilmu psikologi sangat berperan dalam mengembangkan hubungan psikologis yang sehat antara
pasangan suami-istri, keluarga serta hubungan orang tua-anak sehingga masing-masing individu
berkembang

menjadi

individu

yang

sehat

mental.

Psikologi

banyak

berguna

dalam

memasyarakatkan pola asuh yang sehat pada orang tua sehingga anak mereka tumbuh menjadi
pribadi yang matang dan cemerlang. Masalah dalam keluarga, pasangan dan anak dapat dibantu
melalui jasa terapi keluarga, perkawinan dan terapi perkembangan anak.
(Disarikan dari Atkinson, 2004 dan Ahmadi, 2003)
1.

G. Hubungan Filsafat dengan Ilmu Psikologi

Sekalipun ilmu psikologi telah memisahkan diri dari filsafat, namun hubungan kedua ilmu ini
sangat erat dan tidak dapat dipisahkan. Salah satu alasan utama relasi kedua ilmu ini sangat
kuat adalah karena objek disiplin ilmu psikologi merupakan bahasan yang banyak dibicarakan
oleh filsafat, yakni manusia.
Filsafat adalah hasil akal manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan
sedalam-dalamnya. Dalam penyelidikannya filsafat memang berangkat dari apa yang dialami
manusia, karena tidak ada pengetahuan jika tidak bersentuhan lebih dahulu dengan indera,
sedangkan ilmu yang hendak menelaah hasil penginderaan itu tidak mungkin mengambil
keputusan dengan menjalankan pikiran, tanpa menggunakan dalil dan hukum pikiran yang tidak
mungkin dialaminya. Bahkan, ilmu dengan amat tenang menerima sebagai kebenaran bahwa
pikiran manusia itu ada serta mampu mencapai kebenaran, dan tidak pernah diselidiki oleh ilmu
sampai dimana dan bagaimana budi manusia dapat mencapai kebenaran itu.
Sebaliknya, filsafat pun memerlukan data dari ilmu. Jika filsuf manusia hendak menyelidiki
manusia itu serta hendak menentukan apakah manusia itu, ia memang harus mengetahui gejala
tindakan manusia. Dalam hal ini, ilmu psikologilah yang akan membantu filsafat melalui hasil
penyelidikannya. (Sobur, 2003 : 70) Artinya dalam membahas mengenai manusia, hubungan
filsafat dengan ilmu psikologi meliputi berikut :
a. Batasan ilmu.
Psychology sets the boundaries within which philosophy can range. Artinya filsafat memegang
peranan sebagai pengembang bahasan sedangkan psikologi adalah pihak yang menetapkan
batasan bahasan mengenai manusia. Jika filsafat membahas hingga hakikat manusia dan jiwa,
maka psikologi membatasi bahasan manusia dilihat dari perilakunya.
b. Isi ilmu
Philosophy provides most of the framework and psychology provides much of the content.
Dalam pembahasan mengenai manusia ini, filsafat berfungsi sebagai peletak pemikiran tentang
manusia, sedangkan psikologi meneliti dan mengembangkan pemahaman mengenai manusia
yang ilmiah.
c. Hasil ilmu
The result of such philosophical analysis should be consistent with the empirical result of
psychology. Artinya hasil analisis filsafat mengenai manusia harus sejalan dan searah dengan
hasil penemuan ilmiah dari ilmu psikologi. Kesimpulan filsafat tentang kemanusiaan akan sangat

pincang dan mungkin jauh dari kebenaran jika tidak menghiraukan hasil ilmu psikologi.
(http://www.modern-thinker.co.uk)

BAB III : PENUTUP

Kesimpulan
Sejak awal manusia senantiasa memikirkan mengenai dirinya
sendiri. Hakikat manusia dan keberadaannya di alam semesta.
Pemikiran filosofis ini melahirkan pengembangan ilmu psikologi.
Sebagai suatu ilmu, psikologi telah mengalami perjalanan panjang
sehingga kini dapat berdiri tegak sebagai disiplin ilmu yang
diperhitungkan di mata pengetahuan ilmiah dan memberikan nilai
guna bagi kemanusiaan.
Awalnya psikologi merupakan bagian dari bahasan mengenai manusia pada cabang filsafat
metafisika. Namun seiring penemuan-penemuan para ilmuwan mengenai manusia, perilaku dan
gejala-gejala psikisnya yang dapat diamati, dicatat dan diukur dengan sistematik dan objetif,
psikologi lahir sebagai ilmu. Psikologi telah menemukan objek disiplin ilmunya yakni perilaku
manusia dan telah mampu mengembangkan metode-metode yang teruji keabsahannya dalam
menjaring data psikologis manusia. Psikologi telah memiliki landasan epistemologis yang kuat.
Pada akhirnya psikologi terus bertumbuh dan mulai menunjukkan nilai manfaat dari keilmuannya
dengan adanya penerapan teknik-teknik terapi dan masukan ilmu yang meluas di berbagai aspek
kehidupan. Psikologi telah menemukan landasan aksiologisnya.
Sekalipun ilmu psikologi telah memisahkan diri dari filsafat, namun hubungan kedua ilmu ini
sangat erat dan tidak dapat dipisahkan. Hal ini dikarenakan filsafat akan selalu memegang
peranan sebagai pengembang bahasan, peletak pemikiran mengenai manusia dan psikologi akan
selalu menjadi ilmu yang membatasi bahasan manusia sehingga dapat memahami manusia
dengan dasar empiris yang kuat dan kebenaran akan pemahaman manusia akan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 2003. Psikologi Umum. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Atkinson, Rita, dkk. 2004. Pengantar Psikologi Edisi ke-11 Jilid Satu. Batam : Interaksara.

Boeree, George. 2000. Sejarah Psikologi : Dari Masa Kelahiran Sampai Masa Modern. Yogyakarta
: Prismasophie.
Irwanto, dkk. 1989. Psikologi Umum : Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta : PT Gramedia.
Poerwantana, dkk. 1994. Seluk Beluk Filsafat Islam. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung : CV Pustaka Setia.
Suhandi, Agraha. 2004. Filsafat Sebagai Seni Untuk Bertanya. Bandung : Fakultas Sastra
Universitas Padjadjaran.
Suriasumantri, Jujun S. 2003. Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan.
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM. 1996. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Liberty
Yogyakarta.
Tim Penulis World Book. 1995. World Book Encyclopedia. New York : World Book International.
Sumber Internet :
http://www.modern-thinker.co.uk. : Artikel Ian Heath berjudul Philosophy and Psychology
diakses 23 November 2009.

Diakses pada 8 april 2013, 9:43


http://stephanieraihana.wordpress.com/2009/12/15/psikologi-tinjauan-filsafat-ilmu/

Anda mungkin juga menyukai