Anda di halaman 1dari 22

III.

10 Uraian Obat
1. Infus NaCl 0,9%
a. Komposisi
Setiap liter larutan mengandung Natrium Klorida (NaCl) 9,0 g
b. Indikasi
Untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi.
c. Dosis dan aturan pakai
Infus IV 2,5 ml/kgBB/jam atau 60 tts/70 kg BB/mnt atau 180 mL/70
kg BB/ jam atau disesuaikan dengan kondisi pasien.
d. Efek Samping
Panas, infeksi pada tempat penyuntikan, trombosis vena atau
flebitis yang meluas dari tempat penyuntikan, ekstravasasi.
e. Kontraindikasi
Hipernatremia, asidosis, hipokalemia.
f. Perhatian
Perhatian pada gagal jantung kongestif, gangguan fungsi ginjal,
hipoproteinemia, udem perifer, udem paru. Anak, usia lanjut,
hipertensi dan toksemia pada kehamilan. Lakukan tes ionogram
serum perodik pada terapi jangka panjang.
2. Dextrosa 5%
a. Komposisi
Tiap 100 ml mengandung dextrosa 5 gram
b. Indikasi
Rehidrasi, penambah kalori secara parenteral, basic solution
c. Dosis
Dosis bersifat individual, kecepatan infus 3 ml/kgBB/jam

d. Kontraindikasi
Hiperhidrasi, DM, gangguan toleransi glukosa pasca operasi,
sindroma malabsorbsi glukosa-galaktosa
e. Efek samping
Demam, iritasi atau infeksi pada tempat injeksi, trombosis atau
flebitis
3. Ranitidin
a. Komposisi
Setiap ml mengandung Ranitidin HCl setara dengan ranitidine 25
mg.
Ranitidin 150 mg tablet salut selaput mengandung ranitidin HCl
setara dengan ranitidin 150 mg.
b. Indikasi
Pengobatan jangka pendek tukak usus 12 jari aktif, tukak

lambung aktif, mengurangi gejala refluks esofagitis.


Terapi pemeliharaan setelah penyembuhan tukak usus 12 jari,

tukak lambung.
Pengobatan keadaan hipersekresi patologis (misal : sindroma

Zollinger Ellison dan mastositosis sistemik).


Ranitidine injeksi diindikasikan untuk pasien rawat inap di rumah
sakit dengan keadaan hipersekresi patologis atau ulkus 12 jari
yang sulit diatasi atau sebagai pengobatan alternatif jangka
pendek pemberian oral pada pasien yang tidak bisa diberi

Ranitidine oral.
c. Mekanisme kerja
Suatu antagonis histamin pada reseptor H2 yang menghambat
kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi
sekresi asam lambung. Kadar dalam serum yang diperlukan untuk
menghambat 50% perangsangan sekresi asam lambung adalah 36

94 mg/ml. kadar tersebut bertahan selama 6 8 jam setelah


pemberian dosis 50 mg IM/IV.
d. Dosis dan aturan pakai
Injeksi i.m. : 50 mg (tanpa pengenceran) tiap 6 8 jam.
Injeksi i.v. : intermittent.
Intermittent bolus : 50 mg (2 mL) tiap 6 8 jam. Encerkan injeksi
50 mg dalam larutan NaCl 0,9% atau larutan injeksi i.v. lain yang
cocok sampai diperoleh konsentrasi tidak lebih dari 2,5 mg/mL
(total volume 20 mL). Kecepatan injeksi tidak lebih dari 4

mL/menit (dengan waktu 5 menit).


Intermittent infusion : 50 mg (2 mL) tiap 6 8 jam. Encerkan
injeksi 50 mg dalam larutan dekstrosa 5% atau larutan i.v. lain
yang cocok sampai didapat konsentrasi tidak lebih besar dari 0,5

mg/mL (total volume 100 mL).


Kecepatan infus tidak lebih dari 5 7 mL/menit (dengan waktu

15 20 menit).
Infus kontinyu : 150 mg Ranitidine diencerkan dalam 250 mL
dekstrosa atau larutan i.v. lain yang cocok dan diinfuskan dengan
kecepatan 6,25 mg/jam selama 24 jam. Untuk penderita sindrom
Zollinger-Ellison atau hipersekretori lain, Ranitidine injeksi harus
diencerkan dengan larutan dekstrosa 5% atau larutan i.v. lain
yang cocok sehingga diperoleh konsentrasi tidak lebih dari 2,5
mg/mL. Kecepatan infus dimulai 1 mg/kg BB/jam dan harus
disesuaikan dengan keadaan penderita.

Oral : 150 mg 2 kali sehari (pagi dan malam) atau 300 mg sehari
sekali sesudah makan malam atau sebelum tidur, selama 4-8
minggu.
e. Efek samping
Sakit kepala
Susunan saraf

pusat,

jarang

terjadi

malaise,

pusing,

mengantuk, insomnia, vertigo, agitasi, depresi, halusinasi.


Kardiovaskular, jarang dilaporkan : aritmia seperti takikardia,

bradikardia, atrioventricular block, premature ventricular beats.


Gastrointestinal : konstipasi, diare, mual, muntah, nyeri perut.

Jarang dilaporkan : pankreatitis.


Muskuloskeletal, jarang dilaporkan : artralgia dan mialgia.
Hematologik : leukopenia, granulositopenia, pansitopenia,
trombositopenia (pada beberapa penderita). Kasus jarang terjadi
seperti agranulositopenia, trombositopenia, anemia aplastik

pernah dilaporkan.
Lain-lain, kasus hipersensitivitas
bronkospasme,

demam,

yang

eosinofilia),

jarang

(contoh

anafilaksis,

edema

angioneurotik, sedikit peningkatan kadar dalam kreatinin serum.


f. Kontra indikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap Ranitidine.
g. Peringatan
Umum : pada penderita yang memberikan respon simptomatik
terhadap Ranitidine, tidak menghalangi timbulnya keganasan

lambung.
Karena Ranitidine dieksresi terutama melalui ginjal, dosis
Ranitidine harus disesuaikan pada penderita dengan gangguan
fungsi ginjal.

Hati-hati pemberian pada gangguan fungsi hati karena Ranitidine

di metabolisme di hati.
Hindarkan pemberian pada penderita dengan riwayat porfiria

akut.
Hati-hati penggunaan pada wanita menyusui.
Khasiat dan keamanan penggunaan pada anak-anak belum

terbukti.
Waktu penyembuhan dan efek samping pada usia lanjut tidak

sama dengan penderita usia dewasa.


h. Interaksi Obat
Ranitidine tidak menghambat kerja dari sitokrom P450 dalam

hati.
Pemberian

bersama

warfarin

dapat

meningkatkan

atau

menurunkan waktu protrombin.


i. Penyimpaan
Ranitidine injeksi disimpan di tempat sejuk dan kering suhu 425 oC,
terlindung dari cahaya, harus dengan resep dokter.
4. Dexamethasone
a. Komposisi
Tiap ml mengandung dexamethasone natrium fosfat 5,465 mg
setara dengan dexamethasone fosfat 5 mg.
Tiap tablet mengandung dexamethasone 0,5 mg
b. Indikasi
Dexamethasone digunakan sebagai antialergi, antiinflamasi dan
penyakit-penyakit atau keadaan yang memerlukan terapi dengan
glukokortikoid, seperti reaksi alergi akut, arthritis rheumatoid, asma
bronkhial, demam rematik, radang dan alergi pada kulit.
c. Dosis
a. Injeksi
Dosis antara 4 sampai 20 mg/hari diberikan secara i.v atau i.m
tergantung keparahan penyakit.

Dianjurkan digunakan pada keadaan akut dan serius dengan


rentang dosis 0,4 sampai 6 mg diberikan secara intrasinovial

atau pada jaringan halus.


b. tablet
Dosis awal : 0,75 9 mg sehari tergantung pada berat
ringannya penyakit. Dosis pemeliharaan : dikurangi sesuai
kondisi pasien. Pada penyakit ringan : < 0,75 mg/hari. Pada
penyakit yang berat mungkin dibutuhkan > 9 mg/hari.
d. Kontraindikasi
Dexamethasone tidak dapat diberikan kepada pasien dengan tukak
gastrointestinal, sindroma cushing, mikosis sistemik, herpes okuler,
osteoporosis parah, varicella, amebiasis dan tidak lama sebelum
maupun setelah vaksinasi. Penderita yang sensitif terhadap obat ini
dan komponennya.
e. Efek samping
Penggunaan dexamethasoine jangka lama dapat mengakibatkan
tukak lambung, hipokalemia, mudah kena infeksi, osteoporosis,
kelainan mata, atropi kulit, melambbatnya menyembuhan luka,
kelemahan otot, menstruasi tidak teratur dan sakit kepala. Supresi
pertumbuhan

anak,

penembahan

nafsu

makan,

gangguan

keseimbangan tubuh dan cairan elektrolit.


5. Cefotaxime Injeksi
a. Komposisi
Setiap vial mengandung cefotaxime sodium setara dengan
cefotaxime 1 g
b. Indikasi
Infeksi berat yang disebabkan oleh pathogen-patogen yang
sensitif terhadap cefotaxime seperti:

Infeksi

saluran

pernapasan,

termasuk

hidung

dan

tenggorokan
Infeksi pada telinga
Infeksi kulit dan jaringan lunak
Infeksi tulang dan sendi
Infeksi genitalia, termasuk gonore non-komplikata
Infeksi abdominal
c. Mekanisme kerja
Cefotaxime adalah antibiotik sefalosporin generasi ke 3 dan bersifat
bakterisidal cefotaxime aktif terhadap bakteri gram negatif seperti
E.coli, H. influenza, klebsiella sp, proteus sp,. (indole positif dan
negatif), serratia sp . Neisseri sp. dan Bacteroides sp. Bakteri gram
positif yang peka antara lainStaphylococci, Stretococi aerob dan
anaerob,

Streptococci

aerob

dan

anaerob,

Streptococcus

pneumonia, Clostridium sp.


d. Dosis dan aturan pakai
Dewasa dan anak >12 tahun : 1 gram setiap 12 jam, pada infeksi
berat dosis 2 kali 2 gram/hari biasanya cukup. Jika diperlukan dosis
yang lebih besar, interval pemberiaan obat dapat diperpendek
menjadi setiap 6-8 jam. Cara pemberiaan obat sebaiknya melalui
intravena, walaupun pemberiaan dapat pula dilakukan secara
intramuscular. Tiap 1 g cefotaxime memerlukan aquades/ aqua pro
injeksi paling sedikit 4 ml dan larutan injeksi harus disuntikkan
perlahan-lahan selama 3-5 menit. Pada pemberiaan intramuskular
injeksi harus disuntikkan dalam-dalam pada otot gluteal.
e. Efek samping
Gastrointestinal: Colitis, diare, mual, muntah,

abdomen.
Susunan saraf pusat: sakit kepala, pusing.

nyeri

Hati: kenaikan sementara pada serum kreatindan ureum,


parestesia, perubahan nilai parameter laboratorium seperti
peningkatan SGOT, SPGT, LDH, dan alkalifosfatase dapat

terjadi.
f. Kontraindikasi
Penderita dengan

riwayat

hipersensitif

terhadap

antibiotik

sefalosporin.Penderita ginjal yang berat.


g. Interaksi
Penggunaan bersamaan dengan diuretik kuat misalnya

Furasemid dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal.


Melalui
penghambatan
eksresi
ginjal,
pemberiaan
bersamaan probenesid meningkatkan dan memperpanjang

lamanya kadar cefotaxime di serum.


Pasien yang mendapatkan obat-obat yang berpotensi
nefrotoksik ( misal, Aminoglikosid) secara berbarengan atau

berikutnya, harus dipantau ketat fungsi ginjalnya


Efek pada parameter laboratorium
Walaupun jarang, hasil test Coombspositif palsu dapat

dihasilkan pada pasien yang diberi cefotaxime


h. Peringatan dan perhatian
Pada pasien yang hipersensitif terhadap penisilin ada

kemungkinan terjadi sensitivitas silang


Hati-hati pemberiaan pada wanita hamil.
Hati-hati bila diberikan pada penderita dengan riwayat

penyakit gastrointestinal terutama colitis


Cefotaxime dieksresikan dalam air susu ibu, hati-hati
penggunaanya pada ibu menyusui

Agar dilakukan pemeriksaan hitung darah pada penderitaan


yang mendapatkan pengobatan lebih dari 10 hari dan

pengobatan dihentikan jika timbul neutropenia


Pemberiaan jangka panjang menyebabkan pertumbuhan
mikroorganisme yang resisten, oleh karena itu kondisi

pasien harus dicek selama waktu tertentu


6. Spironolakton
a. Komposisi
Tiap tablet mengandung spironolactone 25 mg
b. Indikasi
Spironolactone diindikasikan untuk penatalaksanaan :
Hiperaldosteronisme primer : untuk diagnosis dan pengobatan
pada hiperaldosteronisme primer
Kondisi- kondisi edematosa untuk pasien dengan : gagal jantung
kongestif, sirosis hati disertai dengan edema dan/atau asites,
sindrom nefrotik.
c. Mekanisme kerja
Spironolakton adalah

antagonis

farmakologis

spesifik

dari

aldosteron, berperan terutama melalui pengikatan kompetitif


reseptor-reseptor pada tempat pertukaran natrium-kalium yang
tergantung pada aldosteron pada distal convoluted renal tubule.
Spironolaktone menyebabkan peningkatan jumlah natrium dan air
untuk

diekskresi,

sedangkan

kalium

ditahan

(retensi).

Spironolactone dapat diberikan tunggal atau kombinasi dengan


obat diuretik lainnya yang bekerja pada tubulus ginjal yang lebih
proksimal.
d. Dosis
1. Diagnosa dan pengobatan hiperaldosteronisme primer
Bila waktu test lama diberikan dosis 400mg/hari selama 3-4
minggu

Bila waktu test singkat diberikan dosis 400 mg/hari selama 4 hari
2. Edema jantung
Dewasa : 50 mg- 100 mg/hari dalam dosis tunggal atau terbagi
Edema akibat sirosis hati (dengan atau tanpa ascites) : Dewasa :
300 mg-600 mg/hari
Edema akibat sindrom nefrotik : biasanya 100-200 mg/hari
3. Hipertensi esensial
Dewasa : dosis awal 25 mg/hari, kemudian dinaikkan menjadi
100 mg/hari dalam dosis tunggal atau terbagi dua.
Dosis diatur sesuai dengan tekanan darah dan kadar
kalium serum.
e. Efek samping
Pencernaan : perdarahan lambung, tukak, gastritis, diare dan kram
Endokrin

perut, mual, muntah


: ginekomastia, amenorrhea,

perdarahan

pasca

menopause
Hipersensitivitas : demam, urtikariareaksi anafilaksis, vaskulitis
Ginjal
: gangguan fungsi
f. Kontraindikasi
Spironolaktone dikontraindikasikan pada pasien dengan anuria,
gangguan ginjal akut, gangguan fungsi ekskresi ginjal yang
signifikan, hiperkalemia, sensitif terhadap spironolactone, atau
kehamilan.
7. Furosemide
a. Komposisi
Tiap tablet mengandung furosemid 40 mg
b. Indikasi
Udema yang disebabkan oleh payah jantung, sirosis hati, penyakit
ginjal termasuk sindrom nefrotik. Hipertensi ringan sampai sedang
dfalam bentuk tunggal atau kombinasi.
c. Mekanisme kerja
Furosemid menghambat reabsorbsi air dan elektrolit sebagai hasil
utama kerjanya pada simpul Henle. Furosemid memperlihatkan

efek diuresis (natrium) tergantung dari besarnya dosis yang


diberikan.
d. Dosis
1. Untuk udema
Dewasa : dosis awal : 20-80 mg sebagai dosis tunggal, jika
diperlukan dapat diulang dengan dosis sama 6-8 jam
kemudian. Dosis dapat ditingkatkan 20- 40 mg, setiap 6 8
jam, sampai tercapai diuresis yang diharapkan. Kemudian
dosis diberikan 1-2 kali/hari. Dosis dapat ditingkatkan sampai
600 mg/hari pada pasien dengan keadaan udema yang parah.
Anak- anak : dosis awal : 1-2 mg/kg BB sebagai dosis tunggal

jika respon yang diharapkan tidak tercapai, dosis dapat


ditingkatkan 1-2 mg/kg, setiap 6-8 jam sampai tercapai
diuresis yang diharapkan. Dosis maksimal 6 mg/kg BB. Untuk
pemeliharaan, dosis dikurangi sampai tingkat minimum efektif
untuk pemeliharaan.
2. Untuk hipertensi
Dewasa : 40 mg, 2 kali sehari, dosis disesuaikan dengan
keadaan penderita
e. Efek samping
Gangguan pada saluran pencernaan seperti : mual, diare,
pankreatitis, jaundice, anoreksia, iritasi oral dan gaster,

muntah, kejang dan konstipasi.


Reaksi hipersensitivitas : sistemik vaskulitis, interstisial

nefritis alergi
Reaksi saluran

saraf

pusat

tinitus

dan

gangguan

pendengaran, parestesia, vertigo, pusing, dan sakit kepala

Reaksi hematologi : trombositopenia, anemia hemolitik,

leukopenia dan anemia


f. Kontraindikasi
Anuria, hipersensitif terhadap furosemid atau sulfonamid
8. Ondansentron
a. Komposisi
Injeksi 4mg/2ml, tiap ml mengandung : ondansentron HCl.2H 2O
setara dengan ondansentron 2 mg
b. Indikasi
Penanggulangan mual dan muntah karena kemoterapi sitotoksik
dan radioterapi serta setelah operasi.
c. Mekanisme kerja
Ondansentron suatu antagonis reseptor 5HT 3 yang bekerja secara
selektif dan kompetitif dalam mencegah maupun mengatasi mual
dan muntah akibat pengobatan dengan kemoterapi sitotoksik dan
radioterapi.
d. Dosis
Untuk mual dan muntah setelah operasi :
Untuk pencegahan ondansentron dapat diberikan secara oral
dengan dosis 8 mg diberikan 1 jam sebelum anestesi diikuti 2 dosis
8 mg lagi dengan interval. Untuk pengobatan mual dan muntah
setelah operasi, 4 mg dosis tunggal dapat diberikan secara IM atau
IV perlahan.
Pencegahan mual dan muntah karena kemoterapi :
Dewasa :
untuk pasien yang mendapat kemoterapi yang

sangat

emetogenik misalnya ciplastin. Mula-mula diberikan injeksi 8 mg


ondansentron IV secara lambat atau diinfuskan selama 15 menit
segera sebelum diberikan kemoterapi, diikuti dengan infus 1 mg
ondansentron/jam terus menerus selama kurang dari 24 jam
atau 2 injeksi 8 mg IV secara lambat atau diinfuskan selama 15

menit dengan selang waktu 4 jam, atau bisa juga diikuti dengan
pemberian 8 mg peroral 2 kali sehari hingga 5 hari setelah

pengobatan.
Untuk pasien yang mendapat kemoterapi atau radioterapi yang
kurang emetogenik, misalnya cyclospamide. Injeksi IV 8 mg
ondansentron secara lambat atau diinfuskan selama 15 menit
segera sebelum diberikan kemoterapi, diikuti dengan 8 mg

peroral 2 kali sehari hingga 5 hari setelah pengobatan.


Anak- anak > 4 tahun :
Dapat diberikan dalam 5 mg/ml dosis tunggal IV segera sebelum
kemoterapi, diikuti 4 mg secara oral 12 jam, kemudian dilanjutkan 4
mg secara oral dua kali sehari hingga 5 hari setelah pengobatan.
Untuk usia lanjut :
Ditoleransi dengan baik pada pasien > 65 tahun dan tidak perlu
penyesuaian dosis, frekuensi pemberian atau cara pemberian.
Untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal :
Tidak perlu adanya perubahan dosis harian, frekuensi pemberian
atau cara pemberian.
Untuk pasien dengan gangguan fungsi hati :
Dosis total perhari tidak boleh lebih dari 8 mg
e. Efek samping
Sakit kepala, konstipasi rasa panas atau hangat di kepala dan
epigastrum, sedasi dan diare.
f. Kontraindikasi
Dikontraindikasikan untuk pasien dengan hipersensitivitas terhadap
komponen obat ini.
9. Prednison
a. Komposisi
Tiap tablet mengandung 5 mg
b. Indikasi
Artritis reumatoid, asma bronkhial, bursitis erimatosus, nefrosis,
radang dan alergi
c. Dosis

1-4 tablet sehari


d. Efek samping
Retensi cairan dan garam, edema, hipertensi, amenore (tidak haid)
Hiperhidrosis, kelainan mental, pankreatitis akut, osteonekrosis
aseptik, kelemahan otot, Cushingoid state, meningkatnya tekanan
dalam mata, gangguan penglihatan dan atropi lokal.
e. Kontraindikasi
Ulkus peptikum, osteoporosis, psikosis atau psikoneurosis berat,
tuberkulosa aktif, infeksi akut.
10. Parasetamol tablet
a. Komposisi
Tiap tablet mengandung 500 mg
b. Indikasi
Menghilangkan rasa sakit dan penurun panas
c. Dosis
Dewasa : 3 4 kali sehari 1 2 tablet
Anak berusia 6 12 tahun : - 1 tablet tiap 4 6 jam
Anak berusia 2 5 tahun : tablet tiap 4 6 jam
d. Efek samping
Reaksi kulit, hematologis, reaksi alergi yang lain.
e. Kontraindikasi
Gagal ginjal dan hati
11. Aspar K
a. Komposisi
Tiap tablet mengandung kalium L-aspartat 300 mg
b. Indikasi
Sebagai suplemen kalium pada penyakit dan gejala yang disertai
keseimbangan abnormal dari elektrolit, penyakit jantung, penyakit
hati, tetraplegigi periodik karena hipokalemia, hipokalemia yang
disebabkan pemberian jangka panjang obat antihipertensi diuretika,
adrenokortikosteroid, digitalis, insulun, gangguan metabplisme
kalium (sebelum dan sesudah operasi, diare, muntah).
c. Dosis
Tablet 300 mg 1- 3 tablet 3 kali sehari atau lebih, jika dibutuhkan.
d. Efek samping
Anoreksia, gangguan lambung, perasaan berat pada bagian
precordial.

e. Kontraindikasi
Pasien dengan penyakit Addisonb yang tidak diobati, pasien
dengan hiperkalemia,hipersensitif terhadap salah satu komponen
obat.
12. Vitamin C
a. Komposisi
Tiap tablet mengandung 50 mg
b. Indikasi
Mencegah dan mengobati kekurangan vitamin C
c. Dosis
Untuk pencegahan terhadap kekurangan vitamin C : sehari 2 4
tablet.
13. Kalsium Laktat
a. Komposisi
Tiap tablet mengandung 500 mg
b. Indikasi
Suplemen pada hipokalsemia ataukebutuhan kalsium meningkat
seperti masa kehamilan dan menyusui
c. Dosis
Sehari 4 x 1 kaplet
d. Kontraindikasi
Penderita dengan pengobatan glikosida jantung
14. New Diatab
a. Komposisi
Tiap tablet mengandung 600 mg atalpulgit aktif
b. Indikasi
Pengobatan gejala gejala diare akibat keracunan makanan dan
zat racun dari bakteri dan virus.
c. Dosis
Dewasa dan anak > 12 tahun : 2 tablet setelah setiap kali diare,
maksimum sehari 12 tablet
Anak 6 12 tahun : 1 tablet setelah setiap kali diare, maksimum
sehari 6 tablet.
15. Sohobion
a. Komposisi
Tiap ampul (3 ml) mengandung :
Vit B1 HCl
: 100 mg
Vit B6 HCl
: 100 mg
Vit B12
: 5000 mcg

b. Indikasi
Untuk pengobatan penyakit karena kekurangan vitamin B 1, B6, dan
B12 seperti polyneuritis.
c. Mekanisme kerja
Vitamin B1 berperan sebagai koenzim pada dekarboksilasi asam
alfa-keto dan berperan dalam metabolisme karbohidrat.
Vitamin B6 di dalam tubuh berubah menjadi piridoksal fosfat dan
piridoksamin fosfat yang dapat membantu dalam metabolisme
protein dan asam amino.
Vitamin B12 berperan dalam sintesis asam nukleat dan berpengaruh
pada pematangan sel dan memelihara integritas jaringan saraf.
d. Dosis
Dalam keadaan sakit yang parah Sohobin 5000 injeksi diinjeksikan
secara intra muskular (intra gluteal) 1 ampul sehari.
e. Efek samping
Penggunaan vitamin B6 dosis besar dalam jangka waktu lama
dapat menimbulkan sindroma neuropati.
f. Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap komponen obat ini.

BAB IV
PEMBAHASAN
Sindrom Nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas glomelurus terhadap protein plasma, yang

menimbulkan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema.


Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomelural akan berakibat
pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria.
Lanjutan dari proteinuria akan menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan
menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga ciran
intravaskuler berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan cairan tersebut
menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan
jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi. Karena terjadi penurunan
aliran darah ke renal, maka ginjal akan melakukan kompensasi dengan
merangsang produksi renin-angiotensi dan peningkatan sekresi anti
diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi
retensi kalium dan air, dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan
edema. Pada sindrom nefrotik terjadi peningkatan kolesterol dan
trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein
karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma.
Studi kasus pasien dengan diagnosa sindrom nefrotik dan anemia
diambil dari unit pelayanan dan perawatan ruang interna Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Makassar. Data yang diperoleh diambil berdasarkan
medical record pasien. Pasien yang bernama Tn. AP umur 21 tahun,
masuk rumah sakit pada tanggal 19 Agustus 2014 di unit Gawat Darurat
RSUD Kota Makassar, dengan keluhan rasa lemas dialami sejak 1 minggu
terakhir, demam, muntah, BAB encer, nyeri ulu hati, sakit perut dialami
sejak 2 hari yang lalu. Riwayat berobat dengan sindrom nefrotik tapi tidak

tuntas. Selama perawatan di ruang interna pasien mendapatkan 19 terapi


pengobatan yaitu, Infus NaCl 0,9 %, infus Dextrosa 5 %, infus asering,
ranitidin Inj dan tablet, ondansentron Inj, Cefotaxim Inj, Dexamethasone
Inj dan tablet, Sohobion drips, Tramadol Inj, Paracetamol tab, Furosemid
tab, spironolakton tab, prednison tab, Aspar K tab, Vit. C tab, kalsium
laktat tab, dan New Diatab tab.
Penanganan awal pasien saat masuk ke rumah sakit pada tanggal
19 Agustus 2014 yaitu pemberian infus Nacl 0,9 % : Dextrosa 5 % 500 ml
sebanyak 16 tetes per menit, digunakan untuk mengatasi dehidrasi serta
kehilangan

dan

ketidakseimbangan

cairan

dan

elektrolit

plasma.

Pemberian infus selama 10 hari dari tanggal 19 28 Agustus 2014. Pada


hari yang sama, pasien juga diberikan Ranitidin Inj guna untuk mengatasi
keluhan pasien yaitu nyeri ulu hati dan nyeri perut dan juga untuk
mengatasi efek samping obat yang terjadi pada pencernaan. Ranitidin Inj
diberikan mulai tanggal 19 25 Agustus 2014 kemudian dilanjutkan
dengan pemberian ranitidin tablet dari tanggal 26 31 Agustus 2014.
Ranitidin merupakan suatu histamin antagonis reseptor H 2 yang
menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H 2 dan
mengurangi asam lambung. Ondansentron Inj juga diberikan pada pasien
untuk mengatasi keluhan mual dan muntah yang dialami pasien, yang
diberikan sampai tanggal 25 Agustus 2014. Selanjutnya Cefotaxim Inj
diberikan sebagai antibiotik untuk mencegah adanya infeksi yang ditandai
pada hasil laboratorium dengan adanya peningkatan sel darah putih

(WBC) dan monosit. Pasien dengan sindrom nefrotik mengalami


penurunan daya tahan tubuh yang mengakibatkan mudah terkena infeksi.
Dexamethason Inj diindikasikan untuk terapi inisial pada sindrom nefrotik
yang termasuk dalam golongan obat kortikosteroid, diberikan sampai
tanggal 26 Agustus 2014 kemudian dilanjutkan dengan dexamethason
tablet 0,5 mg 2 x 1 selama 2 hari dan digantikan dengan golongan obat
kortikosteroid yang lain yaitu prednison tab 5 mg 2 x 1 diberikan mulai
tanggal 29 Agustus 2014 04 September 2014. Deksametason dapat
menurunkan manifestasi peradangan berupa penurunan kadar leukosit
dalam darah. Efek lainnya meliputi penurunan konsentrasi basofil,
eusinofi, dan monosit. Setelah penggunaan beberapa hari dosis harus
diturunkan secara bertahap untuk menghindari komplikasi yang mungkin
timbul. Penggunaan deksametason dalam jangka waktu lama dapat
menyebabkan peningkatan kadar glukosa, kolesterol, dan natrium dan
juga dapat menyebabkan penurunan kadar kalium dan kalsium dalam
darah. Oleh sebab itu harus dipantau nila-nilai laboratorium pada pasien
ini. Selain itu penggunaan prednison juga perlu dipantau karena dapat
menyebabkan hipertensi.
Pada tanggal 20 Agustus 2014 dokter melakukan visite, pasien
mengeluhkan kedua kaki bengkak, dan kondisi pasien sangat lemas.
Dokter meresepkan obat diuretik kuat yaitu furosemid tab 40 mg 1 x 1
untuk mengatasi udema yang terjadi pada pasien. Setelah melihat kondisi
pasien yang hipokalemia yang ditunjukkan pada hasil pemeriksaan

elektrolit dengan kadar kalium yang sangat rendah, obat furosemid diganti
dengan golongan diuretik hemat kalium yaitu spironolakton 25 mg 2 x 1
diberikan sampai pasien pulang.
Pada saat dokter melakukan visite selanjutnya tanggal 21 Agustus
pasien mengeluhkan rasa mual, lemah, dan pusing. Pemberian terapi
masih dilanjutkan seperti pada terapi hari pertama. Demikianpun pada
tanggal 22 Agustus 2014 pasien masih dalam keadaan lemah.
Pada tanggal 23 Agustus dokter melakukan visite, pasien
mengeluhkan lemah, kurang darah (anemis). Dokter meresepkan
sohobion drips 1amp/24 jam. Penggunaan sampai tanggal 01 september
2014 dengan melihat kondisi pasien yang lemah sehingga perlu asupan
vitamin dan mineral.
Pada tanggal 25 Agustus 2014 dokter melakukan visite, pasien
mengeluhkan pusing, anemis, sakit seluruh badan, dan lemah. Pemberian
terapi dilanjutkan. Pada tanggal 26 Agustus 2014 pasien mengeluhkan
sakit kepala tapi dokter tidak meresepkan obat untuk sakit kepalanya.
Pada tanggal 27 Agustus 2014 dokter melakukan visite, pasien
mengeluhkan nyeri pinggang tembus belakang. Dokter meresepkan obat
tramadol inj. 100mg/2ml. Dan pada tanggal 28 Agustus 2014 nyeri
pinggang yang dikeluhkan pasien sudah berkurang sehingga penggunaan
tramadol dihentikan.
Pada tanggal 29 Agustus 2014 dokter melakukan visite, pasien
mengeluhkan badan kaku, kedua tangan kaku dan tidak bisa digerakkan.

Dokter meresepkan obat Aspar K 300 mg 2 x 1, vitamin C 500 mg 2 x 1


dan kalsium laktat 500 mg 2 x 1. Aspar K mengandung kalium L-aspartat
digunakan sebagai suplemen kalium pada penyakit dan gejala yang
disertai keseimbangan abnormal dari elektrolit atau hipokalemia dengan
gejala badan kaku, pusing dan lemah. Pada hari yang sama, dokter
menyuruh untuk menghentikan semua obat injeksi dan dilanjutkan dengan
obat oral.
Pada tanggal 30 Agustus 2014 dokter melakukan visite pasien
mengeluhkan masih dalam kondisi lemas dan terapi tetap dilanjutkan.
Pada tanggal 31 Agustus 2014 pasien mengeluh BAB encer 5 x, tetapi
karena hari minggu dokter tidak melakukan visite dan diarenya belum
teratasi.
Pada tanggal 1 September 2014, dokter kembali melakukan visite,
pasien mengeluhkan BAB encer, anemis, dan sakit ulu hati, dokter
kembali meresepkan infus asering : dextrosa 5 % 1:1 sebanyak 20 tetes
per menit. Dan pada tanggal 2 september 2014 dokter baru meresepkan
obat New diatab untuk mengatasi diarenya.
Pada tanggal 3 september dokter melakukan visite, tampak semua
keluhan dari pasien mulai membaik, dokter menyuruh aff infus dan pasien
bisa pulang.
Dari hasil pemantauan selama proses terapi yang dilalui pasien
semua pengobatan sudah tepat atau rasional. Dari hasil penilaian yang
telah dilakukan terhadap pengobatan yang diterima oleh pasien, maka

terlihat bahwa peran apoteker sangat berpengaruh terhadap keberhasilan


terapi. Peran seorang apoteker yang utama yaitu menjamin pasien
menggunakan obat secara tepat dan benar. Hal itu dapat dilakukan
melalui kegiatan berupa konseling dan monitoring penggunaan obat
pasien.

Kegiatan

konseling

merupakan

salah

satu

cara

untuk

meningkatkan kepatuhan pasien, melalui pemberian informasi kepada


pasien dan mencari tahu hambatan yang menyebabkan ketidakpatuhan
pasien. Keberhasilan terapi juga sangat dipengaruhi oleh komunikasi
dengan tim kesehatan yang lainnya

Anda mungkin juga menyukai