sinus ethmoidalis, sinus frontalis dan sinus sfenoidalis). Sinusitis berdasar atas
dasar lamanya dapat dibagi tiga klasifikasi yaitu sinusitis akut selama beberapa
hari hingga tiga minggu, sinusitis subakut selama sekitar tiga minggu dan sinusitis
kronik selama lebih dari tiga minggu.
Sinusitis akut patogenesisnya dimulai akibat penyumbatan ostium ataupun
fokal infeksi gigi. Etiologi bakteriologinya bisa Streptococcus pneumoniae
dan Haemophillus influenza. Etiologi penyakitnya yaitu bisa akibat rinitis
akut, faringitis, infeksi gigi, berenang atau menyelam dan trauma maksilla.
Gejala yang terjadi ada dua yaitu untuk gejala sistemik dan gejala
lokalnya. Gejala sistemik yang terjadin yaitu demam, lesu dan pusing.
Gejala lokalnya yaitu ingus kental dapat berbau, postnasal drips, obstruksi
hidung, nyeri sinus terkena dan bengkak daerah muka.
Sinusitis kronik dapat terjadi akibat etiologi bakteriologi juga seperti
sinusitis akut. Gejala yang terjadi post nasal drips, rasa tak enak
tenggorokan, serak berulang, pernafasan dapat terganggu, nyeri kepala,
gejala pegal mata dan batuk.
4. Epistaksis adalah perdarahan yang terjadi pada hidung. Epistaksis dibagi
dua yaitu epistaksis anterior dan epistaksis posterior. Epistaksis anterior
terjadi akibat perdarahan pada pembuluh darah yang berada di anterior
nasi. Perdarahan yang sering terjadi biasanya pada Plexus Kisselbach.
Penyebab yang memicu epistaksis anterior bisa akibat mengupil atau
mencongkel-congkel hidung.
Epistaksis posterior terjadi pada pembuluh darah pada posterior nasi.
Biasanya terjadi akibat hipertensi, trauma, arteriosklerosis dan tumor.
5. Pada skenario diperkirakan yang terjadi adalah rinitis kronika alergen
dilihat dari gejala-gejala yang terjadi. Gejala-gejala yang terjadi yaitu
bersin terus menerus jika terpapar dingin dan tidak kunjung sembuh setelah
Rinitis akut biasanya akan sembuh dengan sendirinya dalam 5-10 hari jadi
dapat dibiarkan selama jangka waktu tersebut. Rinitis hipertrofi terapinya
dengan kausal, cari dan obati faktor dan operatif bisa dengan kauterasi
konka misalnya. Tata laksana untuk rinitis dapat ditunjang dengan
pemeriksaan penunjang in vivo dan in vitro. Untuk sinusitis tata laksananya
dapat dilakukan terapi medika mentosa. Untuk sinusitis subakut, terapi
medika mentosa dapat ditambahkan pencucian sinus. Untuk sinusitis kronik
terpinya ditambah dengan steroid intranasal dan juga FESS.
Step 5: Menentukan Tujuan Pembelajaran (LO)
1. Diagnosis rinitis, sinusitis, epistaksis
2. Polip hidung
3. Farmakoterpi rinitis, sinusitis dan epistaksis
4. Tata laksana epistaksis anterior dan posterior
5. Penggunaan dekongestan
7
DAFTAR PUSTAKA
Adams, George L. Boieis, Lawrence R. Higler, Peter A. Boieis: Buku Ajar
Penyakit THT Edisi 6. Jakarta: EGC. 1997.
Djaafar, Zainul A. Helmi. Restuti, Ratna D. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam. Jakarta: FK UI.2007.