Anda di halaman 1dari 9

Skenario

Rinitas bersin terus....


Ny. Rinitas, 25 tahun datang ke polokilinik THT dengan keluhan bersinbersin menerus jika terpapar dingin, keluhan ini disertai juga dengan batuk pilek,
rinore dengan sekret berwarna putih, bening, kental, berbau amis dan hidung
terasa gatal. Pernah karena ia terus menggosok hidungnya karena gatal, ia
mengalami epistaksis. Sejak 3 bulan terakhir ini, ia sering mengalami pusing,
pusing dirasakan seperti ditusuk-tusuk, pipi terasa pegal dan penuh. Kepala terasa
sakit dan terasa ada cairan yang turun dari beakang hidung ke tenggorokan sejak 1
bulan ini. Ia pernah berobat ke puskesmas dan diberikan obat batuk pilek dan
antibiotik namun keluhannya belum berkurang.

Step 1 : Identifikasi Kata Asing


1. Rinore : Sekret bebas dari mukus hidung, tipis.
2. Epistaksis : Perdarahan hidung, biasanya akibat pecahnya pembuluh darah
kecil yang terletak di bagian anterior septum nasal kartilaginosa.

Step 2 :Menetapkan Masalah


1. Jelaskan mengenai anatomi hidung?
2. Jelaskan mengenai rinitis?
3. Jelaskan mengenai sinusitis?
4. Jelaskan mengenai epistaksis?
5. Pada skenario, apakah penyakit yang diperkirakan terjadi?
6. Bagaimana diagnosis rinitis, sinusitis, dan epistaksis?
7. Bagaimana tatalaksana rinitis, sinusitis, dan epistaksis?

Step 3 :Mendiskusikan Masalah


1. Struktur penting dari hidung yaitu dorsum nasi, septum nasi, dan cavum
nasi.
2. Rinitis adalah peradangan yang terjadi pada membran mukosa hidung. Ada
rinitis akut dan rinitis kronik.
3. Sinusitis adalah peradangan yang terjadi pada mukosa sinus paranasal. Ada
sinusitis akut, sinusitis subakut dan sinusitis kronik.

4. Epistaksis adalah perdarahan yang terjadi pada hidung. Ada epistaksis


anterior dan epistaksis posterior.

5. Pada skenario diperkirakan yang terjadi adalah rinitis kronika alergen


dilihat dari gejala-gejala yang terjadi.

6. Diagnosis rinitis sinusitis dan epistaksis secara umum dapat dilakukan


dengan anamnesa, pemeriksaan fisik, endoskopi dan pemeriksaan
penunjang.

7. Tatalaksana rinitis dan sinusitis dilakukan disesuaikan berdasarkan kausal


atau klasifikasinya masing-masing. Tatalaksana epistaksis dilakukan
dengan menghentikan perdarahan dan berdasarkan sumber perdarahannya.

Step 4 : Merumuskan Penjelasan Hasil Step 3


1. Struktur penting dari hidung yaitu dorsum nasi, septum nasi, dan cavum
nasi. Struktur yang membangun dorsum nasi yaitu bagian kaudal dorsum nasi
dan bagian kranial dorsum nasi. Bagian kaudal dorsum nasi merupakan bagian
yang lunak dari dorsum nasi sedangkan bagian yang kranial dari dorsum nasi
merupakan bagian yang keras dari dorsum nasi.
Untuk septum nasi, fungsi utama dari septum nasi adalah untuk menopang
dorsum nasi (batang hidung) dan membagi kedua cavum nasi (rongga
hiodung). Struktur yang membangun septum nasi adalah dua tulang dan dua
kartilago yaitu bagian anterior septum nasi dan bagian posterior septum nasi.
Cavum nasi atau rongga hidung berbentuk terowongan dari depan ke belakang
dan dilapisi dua mukosa yaitu mukosa olfaktori dan mukosa repiratori.
2. Rinitis dapat dibagi menjadi rinitis akut dan rinitis kronik. Rinitis aakut yaitu
radang akut pada mukosa hidung disebabkan oleh virus atau bakteri. Nama
lain rinitis akut adalah rinitis simpleks. Etiologinya dapat berupa rhinovirus,
myxovirus dan virus ECHO. Ini terjadi dapat pada saat keadaan kekebalan
tubuh menurun, kelelahan dan kedinginan. Tanda klinisnya mukosa hidung
hiperemi, sekeretnya encer jernih dan sumbatan hidung biasanya hebat.
Rinitis kronik dibagi lagi menjadi rinitis hipertrofi, rinitis sika dan rinitis
spesifik. Rinitis hipertrofi etiologinya yaitu akibat infeksi hidung berulang,
lanjutan rinitis alergen atau lanjutan rinitis vasomotor. Rinitis sika biasanya
terjadi pada orang tua, lingkungan berdebu, panas, kering, anemia, alkoholik
dan gizi buruk. Rinitis spesifik dapat dikelompokkan lagi menjadi rinitis
difteri, rinitis atrofi, rinitis sfilis, rinitis tuberkulosa dan rinitis mikose.
3.

Sinusitis merupakan radang mukosa sinus paranasal (sinus maksillaris,

sinus ethmoidalis, sinus frontalis dan sinus sfenoidalis). Sinusitis berdasar atas

dasar lamanya dapat dibagi tiga klasifikasi yaitu sinusitis akut selama beberapa
hari hingga tiga minggu, sinusitis subakut selama sekitar tiga minggu dan sinusitis
kronik selama lebih dari tiga minggu.
Sinusitis akut patogenesisnya dimulai akibat penyumbatan ostium ataupun
fokal infeksi gigi. Etiologi bakteriologinya bisa Streptococcus pneumoniae
dan Haemophillus influenza. Etiologi penyakitnya yaitu bisa akibat rinitis
akut, faringitis, infeksi gigi, berenang atau menyelam dan trauma maksilla.
Gejala yang terjadi ada dua yaitu untuk gejala sistemik dan gejala
lokalnya. Gejala sistemik yang terjadin yaitu demam, lesu dan pusing.
Gejala lokalnya yaitu ingus kental dapat berbau, postnasal drips, obstruksi
hidung, nyeri sinus terkena dan bengkak daerah muka.
Sinusitis kronik dapat terjadi akibat etiologi bakteriologi juga seperti
sinusitis akut. Gejala yang terjadi post nasal drips, rasa tak enak
tenggorokan, serak berulang, pernafasan dapat terganggu, nyeri kepala,
gejala pegal mata dan batuk.
4. Epistaksis adalah perdarahan yang terjadi pada hidung. Epistaksis dibagi
dua yaitu epistaksis anterior dan epistaksis posterior. Epistaksis anterior
terjadi akibat perdarahan pada pembuluh darah yang berada di anterior
nasi. Perdarahan yang sering terjadi biasanya pada Plexus Kisselbach.
Penyebab yang memicu epistaksis anterior bisa akibat mengupil atau
mencongkel-congkel hidung.
Epistaksis posterior terjadi pada pembuluh darah pada posterior nasi.
Biasanya terjadi akibat hipertensi, trauma, arteriosklerosis dan tumor.
5. Pada skenario diperkirakan yang terjadi adalah rinitis kronika alergen
dilihat dari gejala-gejala yang terjadi. Gejala-gejala yang terjadi yaitu
bersin terus menerus jika terpapar dingin dan tidak kunjung sembuh setelah

diberi antiniotik mengindikasikan bahwa penyakit besar kemungkinan


bukan karena infeksi.
6. Diagnosis rinitis sinusitis dan epistaksis secara umum dapat dilakukan
dengan anamnesa, pemeriksaan fisik, endoskopi dan pemeriksaan
penunjang. Anamnesi sangat penting karena pada penyakit tersebut gejala
bisa terjadi tidak pada saat bertemu dokter. Ditanyakan penyebab-penyebab
terkait penyakit yang terjadi. Setelah anamnesa dilakukan pemeriksaan
fisik. Lalu, dilakukan endoskopi pada penyakit sinusitis dan rinitis untuk
mengetahui apakah terjadi infeksi atau tidak. Kemudian untuk pemeriksaan
penunjang dapat dilakukan CT-Scan ataupun MRI misalnya.

7. Tatalaksana rinitis dan sinusitis dilakukan disesuaikan berdasarkan kausal


atau klasifikasinya masing-masing. Tatalaksana epistaksis dilakukan
dengan menghentikan perdarahan dan berdasarkan sumber perdarahannya.

Rinitis akut biasanya akan sembuh dengan sendirinya dalam 5-10 hari jadi
dapat dibiarkan selama jangka waktu tersebut. Rinitis hipertrofi terapinya
dengan kausal, cari dan obati faktor dan operatif bisa dengan kauterasi
konka misalnya. Tata laksana untuk rinitis dapat ditunjang dengan
pemeriksaan penunjang in vivo dan in vitro. Untuk sinusitis tata laksananya
dapat dilakukan terapi medika mentosa. Untuk sinusitis subakut, terapi
medika mentosa dapat ditambahkan pencucian sinus. Untuk sinusitis kronik
terpinya ditambah dengan steroid intranasal dan juga FESS.
Step 5: Menentukan Tujuan Pembelajaran (LO)
1. Diagnosis rinitis, sinusitis, epistaksis
2. Polip hidung
3. Farmakoterpi rinitis, sinusitis dan epistaksis
4. Tata laksana epistaksis anterior dan posterior
5. Penggunaan dekongestan
7

6. Pemeriksaan penunjang sinusitis dan rinitis


7. Minum es bisa pilek (rinore) terutama pada anak-anak
8. Indikasi antibiotik rinitis
Step 6 : Mengumpulkan Informasi (Secara Mandiri)
Step 7 : Berbagi Informasi Mengenai LO

DAFTAR PUSTAKA
Adams, George L. Boieis, Lawrence R. Higler, Peter A. Boieis: Buku Ajar
Penyakit THT Edisi 6. Jakarta: EGC. 1997.
Djaafar, Zainul A. Helmi. Restuti, Ratna D. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam. Jakarta: FK UI.2007.

Anda mungkin juga menyukai