Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan sistem pernapasan ringan yang umum seringkali berhasil
diobati dengan fitoterapi dan dapat bermanfaat sebagai tindakan suportif
untuk penyakit yang lebih serius seperti bronnkitis, emfisema, dan
pneumonia.
Obat dari bahan alam yang dimasukkan dalam golongan ini adalah
yang dapat menekan batuk, yang berfungsi sebagai ekspektoran dan
antiekspektoran, sekretolitik, bronkolitik atau bronkodilator, maupun yang
termasuk dalam rinologika (yang bersifat antialergi).
Obat yang termasuk golongan ini digunakan untuk mencegah
maupun untuk mengobati batuk dengan mekanisme menekan pusat batuk,
mengurangi sekresi bronkial, atau merangsang mukosa lambung dan secara
refleks merangsang saluran napas sehingga menurunkan viskositas dan
mempermudah

pengeluaran

dahak.

Pada

umumnya,

obat

golongan

inidigunakan untuk berbagai macam obat batuk, termasuk yang disebabkan


oleh influenza, alergi, atau asma (Wiryowidagdo, 2007).
B. Tujuan
1. Mengetahui deskriptif tanaman.
2. Mengetahui klasifikasi tanaman.
3. Mengetahui kandungan kimia tanaman.
4. Mengetahui farmakologi tanaman.
5. Mengetahui data klinik dari tanaman.

6.
7.
8.
9.

Mengetahui keamanan penggunaan tanaman.


Mengetahui interaksi obat dari tanaman.
Mengetahui reaksi yang tidak diinginkan pada tanaman.
Mengetahui dosis penggunaan tanaman sebagai obat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Bronkodilator Dan Dekongestan


1. Obat Sistemis
Teofilin

Meskipun merupakan senyawa xantin alami, teofilin yang terdapat


dalam kokoa (Theobroma cacao), kopi (Coffea spp.) dan teh (Camelia
sinensis), hampir selalu digunakan sebagai senyawa tunggal (Heinrich, M., et
al, 2009).
a. Deskriptif Tanaman
Camellia sinensis merupakan perdu atau pohon kecil yang
biasanya dipangkas bila dibudidayakan untuk dipanen daunnya. Ia
memiliki akar tunggang yang kuat. Bunganya kuning-putih berdiameter
2,54 cm dengan 7 hingga 8 petal.
Biji Camellia sinensis serta biji Camellia oleifera dapat di pres
untuk mendapatkan minyak teh, suatu bumbu yang agak manis sekaligus
minyak masak yang berbeda dari minyak pohon teh, suatu minyak atsiri
yang dipakai untuk tujuan kesehatan dan kecantikan dan berasal dari
dedaunan tumbuhan yang berbeda.
Daunnya memiliki panjang 415 cm dan lebar 25 cm. Daun
segar mengandung kafein sekitar 4%. Daun muda yang berwarna hijau
muda lebih disukai untuk produksi teh; daun-daun itu mempunyai
rambut-rambut pendek putih di bagian bawah daun. Daun tua berwarna
lebih gelap. Daun dengan umur yang berbeda menghasilkan kualitas teh
yang berbeda-beda, karena komposisi kimianya yang berbeda (Anonim,
2015).
b. Klasifikasi
Kingdom
Subkingdom
Super Divisi
Divisi
Kelas
Sub Kelas
Ordo
Famili

: Plantae (Tumbuhan)
: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
: Dilleniidae
: Theales
: Theaceae

Genus
: Camellia
Spesies
: Camellia sinensis (L.)O.K
(Plantamor, 2012)
c. Kandungan Kimia
Bahan awal ditemukan mengandung 191 g katekin/ kg, 36 g
kafein/ kg dan 5,2 g flavonoid/ kg pada massa kering. Kandungan katekin
dalam ekstrak teh hijau bervariasi dari sekitar 280-580 g/ kg ekstrak
kering. Kandungan kafein dalam ekstrak adalah di kisaran 75 g/ kg (A.
Perva-Uzunalic et al, 2006).
d. Farmakologi
Senyawa ini diindikasikan untuk obstruksi jalan napas yang
reversibel, terutama dalam asma akut (Heinrich, dkk, 2009). Daun teh
digunakan

dalam

pengobatan

tradisional

Tionghoa

serta

sistem

pengobatan lainnya untuk mengobati asma (berfungsi sebagai pelebar


bronkus), angina pektoris, penyakit vaskuler perifer, dan penyakit jantung
koroner (Anonim, 2015).
Ekstrak teh telah

menjadi

perhatian

karena

diketahui

mempunyai aktivitas antibakteri. Pengawetan makanan organik yang


diproses serta pengobatan infeksi bakteri yang menetap sedang diselidiki.
Daun teh hijau dan ekstraknya telah ditunjukkan efektif terhadap bakteri
yang menyebabkan napas buruk.
Komponen kimia teh yang disebut epikatekin galat sedang
diteliti karena eksprerimen in-vitro menunjukkan bahwa ia dapat
membalikkan kekebalan bakteri terhadap antibiotik metisilin pada bakteri
seperti Staphylococcus aureus. Dikonfirmasi bahwa jika dikombinasikan
meminum bersama ekstrak teh yang mengandung komponen ini akan

meningkatkan efektifitas pengobatan dengan metisilin terhadap bakteri


yang kebal (Anonim, 2015).
e. Data Klinik
Teh merupakan sesuatu yang populer, diterima secara sosial,
minuman ekonomis dan aman menyenangkan yang awalnya sebagai obat,
kemudian sebagai minuman dan sekarang terbukti serta potensi masa
depan menjadi bahan baku industri dan farmasi yang penting.
Dalam satu studi yang membandingkan orang dengan dan tanpa
kanker kandung kemih, peneliti menemukan bahwa wanita yang minum
teh hitam dan teh hijau bubuk lebih kecil kemungkinannya menderita
penyakit tersebut. Sebuah studi tindak lanjut oleh kelompok yang sama
peneliti mengungkapkan bahwa pasien kanker kandung kemih (terutama
laki-laki) yang minum teh hijau memiliki tingkat kelangsungan hidup
lima tahun jauh lebih baik daripada mereka yang tidak.
f. Keamanan
Karena batas antara dosis terapeutik dan dosis toksik sempit,
serta adanya fakta bahwa waktu paruh sangat bervariasi antar pasien,
terutama pada perokok dan penderita gagal jantung atau pada pasien yang
menerima obat lain secara bersamaan, penggunaan senyawa ini harus
hati-hati (Heinrich, dkk, 2009).
g. Reaksi yang Tidak Diinginkan
Efek samping Teofilin meliputi takikardia dan palpitasi, mual
dan gangguan gastrointestinal lainnya. Efek samping ini dapat diredakan
dengan menggunakan sediaan lepas terkendali, dan bentuk tersebut
merupakan bentuk lazim produk teofilin (Heinrich, dkk, 2009).
h. Dosis
Dosis lazimnya adalah 125-250 mg untuk dewasa, tiga kali
sehari, dan untuk anak separuh dari dosis dewasa (Heinrich, dkk, 2009).

2. Inhalasi
Minyak Kayu Putih (Eucalypti aetheroleum)
a. Deskriptif Tanaman
Eucalypti folium adalah daun yang dikeringkan dari tanaman
Eucalyptus globulus Labill., E. fruticetorum F.v. Mueller ex Miquuel
(Sinonim: E. polybractea) dan E. smithii R.T Baker dari suku Myrtaceae.
Minyak kayu putih adalah minyak atsiri yang mengandung sineol
yang diperoleh dengan destilasi uap air dan rektifikasi dari daun segar
atau ujung cabang segar dari berbagai spesies Eucalyptus.
Pohon blue gum (Eucalypti polybracteata R.T Baker, E. smithii
R.T Baker dan spesies lain, Myrtaceae) menghasilkan minyak yang sangat
khas dan banyak digunakan sebagai dekongestan dan pelarut. Daun
tumbuhan ini berbentuk pedang, memiliki panjang 10-15 cm dan lebar
sekitar 3 cm, tangkainya pendek dan pangkal daun membulat, dengan
sejumlah besar kelenjar minyak transparan (Heinrich, dkk, 2009).
b. Kandungan Kimia
Daun Eucalyptus mengandung minyak atsiri 2%

yang

mengandung komponen 70% 1,8-sineol. Komponen utama minyak


atsirinya adalah 1,8-sineol (1-3%) yang disebut eukaliptol.
Selain minyak atsiri dengan kandungan sineol tinggi yang
terdapat di perdagangan, ada juga yang berasal dari Eucalyptus lain yang
selain mengandung (40-50%) juga mengandung banyak piperiton dan
felandrena (masing-masing 40-50% dan 20-30%). Minyak-minyak ini
digunakan di dalam industri dan untuk produksi parfum.
c. Efek Farmakologi dan Khasiat Klinis
Minyak kayu putih dan sineol memiliki khasiat antiseptik,
sekretolitik, dan sekretomotorik; digunakan sebagai ekspektoran.
Minyak kayu putih bersifat antiseptik, antispasmodik,
ekspektoran, stimulan dan penolak serangga. Minyak ini merupakan obat

tradisional suku Aborigin di Australia untuk batuk, pilek, bronkitis.


Minyak dapat ditelan dalam dosis kecil, sebagai salah satu bahan
campuran obat batuk, pemanis dan pastiles, atau sebagai suatu inhalasi;
minyak dipakai secara eksternal dalam bentuk linimen, salep atau minyak
gosok. Ekstrak daun dan minyak telah diketahui memiliki efek antiseptik
terhadap berbagai jenis bakteri dan ragi. Minyak eukaliptus juga
merupakan penolak serangga dan membasmi larva, dan digunakan dalam
produk farmasetik karena memiliki sifat-sifatnya tersebut dan juga
sebagai antiseptik dan pemberi aroma dalam pasta gigi dan kosmetik.
minyak ini dijual secara luas sebagai inhalasi Mentol dan Kayu Putih BP
untuk inhalasi uap sebagai dekongestan (Heinrich, dkk, 2009).
d. Reaksi yang Tidak Diinginkan
Minyak eukaliptus bersifat iritan dan meskipun aman sebagai
inhalasi, pemakaian secara internal harus diawasi secara sangat hati-hati
(Heinrich, dkk, 2009).
e. Dosis
Jika minyak ini ditujukan untuk minum, dosisnya sekitar 0,05 0,2 mL (Heinrich, dkk, 2009).
B. ANTIALERGI
1. Butterbur, Petasites hybridus L.
a. Deskriptif Tanaman
Petasites hybridus (sin. P. Vulgaris, Tussilago petasites,
Compositae) merupakan tumbuhan perenial berbulu halus, umumnya
terdapat di tempat-tempat lembab di seluruh Eropa, dengan daun sangat
besar berbentuk jantung dan bunga seperti sikat berwarna ungu-merah

muda, yang terdapat pada awal musim semi sebelum daun bermunculan.
Baik akar maupun herba, keduanya digunakan (Heinrich, dkk, 2009).
b. Kandungan Kimia
Tumbuhan ini mengandung lakton seskuiterpen (eremofinolida),
termasuk sejumlah petasin dan isopetasin, neopetasian, petasalbin,
furanopetasin, petasinolida A dan B, serta flavonoid termasuk glikosida
isokuersetin. Namun, alkaloid pirolizidin yang toksik (senesionin,
integerimin, senkirkin, petasitin dan neopetasitin) juga dapat muncul,
biasanya terdapat dalam jumlah yang lebih banyak di dalam akar
(Heinrich, dkk, 2009).
c. Efek Farmakologis dan Khasiat Klinis
Butterbur secara tradisional digunakan sebagai obat untuk asma,
pilek, sakit kepala dan gangguan saluran kemih. Tumbuhan ini digunakan
sebagai antihistamin untuk rinitis alergi musiman, dan belakangan ini,
suatu penelitian acak tersamar ganda komparatif menggunakan 125 pasien
selama 2 minggu pengobatan menunjukkan bahwa ekstrak butterbur sama
potennya dengan setirizin. Pemakaiannya sebagai senyawa profilaktik
untuk migrain juga telah disarankan. Ekstraknya menghambat sintesis
leukotrien dan bersifat spasmolitik. Aktivitas antiradang terutama
ditimbulkan oleh kandungan petasin (Ko et al 2000, Schapowal 2002,
Thomet et al 2000).
d. Reaksi yang tidak diinginkan
Penggunaan internal tidak dianjurkan kecuali alkaloid tersebut
terdapat dalam jumlah yang dapat diabaikan atau telah dihilangkan dari
sediaan (Heinrich, dkk, 2009).
e. dosis

Asupan maksimum alkaloid tidak boleh lebih dari 1g sehari


selama tidak lebih dari 6 minggu. Dosis lazimnya adalah ekstrak yang
setara dengan 5-7 g herba atau akar (Heinrich, dkk, 2009).

C. EKSPEKTORAN DAN MUKOLITIK


1. Timi dan timi liar, Thymus vulgaris L. dan Thymus serpyllum L. (Thymi
herba dan serpylli herba)
a. Deskriptif Tanaman
Thymus vulgaris (dikenal sebagai timi kebun atau biasa) dan timi
liar (T. serpyllum, induk timi atau serpilum, Lamiaceae) merupakan
tanaman asli Eropa, terutama di wilayah Mediterania, dan dibudidaya
secara luas. Herba ini berukuran kecil, bersemak, dengan daun kecil
berbentuk elips, berwarna hijau kebiruan dan bertangkai pendek. Daun
timi memiliki panjang sekitar 6 mm dan lebar 0,5-2 mm, dengan seluruh
tepi daun melengkung ke depan. Daun timi liar sedikit lebih lebar dan
tepinya tidak melengkung; tanaman ini memiliki daun dengan trikoma
yang panjang di pangkalnya. Jika dilihat secara mikroskopik, herba ini
mirip, keduanya memiliki ciri trikoma glandula Lamiaceae. Perbedaan
kecil dijelaskan dalam Eur. Ph. Keduanya memiliki aroma khas timol dan
digunakan sebagai bumbu masakan.
b. Kandungan Kimia
Senyawa aktif tanaman ini adalah minyak atsiri, yang memiliki
kandungan utama timol, dan sedikit karvakrol, 1,8-sineol, borneol, metil
eter timol dan -pinen. Meskipun demikian, senyawa flavonoid (apigenin,

luteolin, timonin, dll) dan asam polifenolat (labiatat, rosmarinat, dan


kafeat) diharapkan memberikan efek antiradang dan antimikroba.
c. Efek Farmakologis dan Khasiat Klinis
Timi, dan minyak timi, bersifat karminatif, antiseptik, antitusif,
ekspektoran dan spasmolitik, serta bahan-bahan ini digunakan untuk
batuk, bronkitis, sinusitis, batuk rejan dan keluhan pernapasan sejenis.
Sebagian besar aktivitas diduga disebabkan adanya timol, yang bersifat
ekspektoran dan antiseptik kuat. Timol dan karvakrol bersifat spasmolitik
dan fraksi flavonoid memiliki efek kuat pada otot polos trakea dan ileum
marmut. Timol merupakan bahan yang populer digunakan dalam obat
kumur dan pasta gigi karena bersifat antiseptik dan penghilang bau tak
sedap.
d. Reaksi yang tidak diinginkan
Timol bersifat iritan, dan toksik jika overdosis sehingga harus
digunakan secara hati-hati.
e. Dosis
Minyaknya dapat digunakan secara internal dalam dosis kecil
hingga 0,3 mL, kecuali untuk digunakan sebagai obat kumur karena tidak
dimaksudkan untuk ditelan dalam jumlah banyak.
2. Balsamum tolutanum (Balsam tolu)
a. Deskriptif Tanaman
Resin tanaman ini, diperoleh dari torehan kulit kayu dan kayu
lembut bagian dalam Myroxylon balsamum (Fabaceae), merupakan resin
berbalsam, berbau wangi dan berwarna coklat terang, melunak jika cuaca
hangat dan menjadi rapuh jika cuaca dingin. Resin ini beraroma
menyenangkan, manis, aromatik, mirip vanili (Heinrich, dkk, 2009).
b. Kandungan Kimia

Asam sinamat dan asam benzoat, ester-esternya seperti benzil


benzoat dan sinamil sinamat, serta ester dengan resin alkohol, termasuk
koniferil benzoat dan hidrokoniferil benzoat (Heinrich, dkk, 2009).
c. Efek Farmakologi dan Khasiat Klinis
Balsam tolu merupakan ekspektoran, stimulan, dan antiseptik.
Tanaman ini digunakan dalam campuran obat batuk dan pastiles, serta
untuk basis tablet isap. Meskipun tidak ada bukti klinis modern, banyak
balsam digunakan untuk tujuan yang sama dan biasanya disepakati
memilki peran terapeutik yang bermanfaat sebagai ekspektoran, antiseptik,
dan demulsen. Balsam tolu merupakan bahan balsam Friar, yang
digunakan sebagai inhalasi uap, dan juga sebagai pelindung dalam sediaan
kulit. Aktivitas antimikroba berasal dari kandungan benzil benzoat dan
benzil sinamat (Heinrich, dkk, 2009).
d. Reaksi yang Tidak Diinginkan
Balsam tolu, seperti resin balsam lainnya, dapat menyebabkan reaksi alergi
(Heinrich, dkk, 2009).

3. Akar Manis (Glycyrrhizae radix)


a. Deskriptif Tanaman
Glycyrrhizae radix adalah akar dan batang di bawah tanah yang
tidak dikupas dan dikeringkan dari tanaman Glycyrrhiza glabra L. beserta
varietasnya , G. glabra L. var. typica Reg. et Herd. (jenis Spanyol), G.
glabra L. var. Glandulifera Waldst. et Kit. (jenis Rusia) dan G. glabra L.
var. -violacea Boiss. (jenis Persia), dari suku Fabaceae (Leguminosae).
Simplisia yang juga diberi nama liquorice, licorice root, atau
glycyrrhiza ini juga diambil dari G. Uralensis yang menghasilkan jenis

Manchuria, sedangkan di Rusia juga dikenal jenis G. hirsuta, G. echinata,


G. macedonia, dan G. pallidiflora (Wiryowidagdo, 2007).
Tanaman akar manis ini merupakan tanaman sejenis polongpolongan yang berasal dari Eropa Selatan dan beberapa bagian wilayah
Asia. Akar manis termasuk tanaman tahunan berbentuk terna dan dapat
tumbuh sampai satu meter dengan daun yang tumbuh seperti sayap yang
panjangnya 7 sampai 15 cm. Daunnya berjumlah 9-17 helai dalam satu
cabang. Bunga akar manis tersusun secara inflorescens (berkelompok
dalam satu cabang), warnanya berkisar dari keunguan sampai putih kebirubiruan serta berukuran panjang 0,8-1,2 cm. Buah akar manis berpolong
dan berbentuk panjang sekitar 2-3 cm, dan mengandung biji. Akarnya
bercabang-cabang dengan panjang sampai 1 m dan diameter 0,5 cm
sampai 3 cm. Kulit berwarna abu-abu kecoklatan sampai coklat tua dengan
goresan memanjang, terdapat berkas akar kecil (WHO Monograph, 1999).
Sedangkan sari akar manis yang diperoleh dari tanaman akar manis
memiliki organoleptis berupa serbuk berwarna coklat, bau lemah khas,
rasa manis khas (Silvian, 2011).
b. Klasifikasi
Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas
: Rosidae
Ordo
: Fabales
Famili
: Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus
: Glycyrrhiza
Spesies
: Glycyrrhiza glabra L.
(Plantamor, 2012)
c. Kandungan Kimia

Simplisia ini khas dengan rasa manis yang disebabkan oleh


kandungan komponen glisirizin yang merupakan campuran garam kalium
dan kalsium serta asam glisirizinat. Selanjutnya, sebagai hasil kerja
peneliti Rusia dan Italia, telah dapat diisolasi juga asam-asam
deoksitriterpenoid yang merupakan turunan asam glisiretat.
Warna khas kuning pada akar manis disebabkan oleh kandungan
komponen flavonoid yang baru memperoleh perhatian para ahli setelah
diketahui mempunyai efek antigastritis (Shibata et al, 1978). Senyawa
flavonoid

tersebut

adalah

likuiritin,

isolikuertin

(suatu

kalkon).

Ramnolikuiritin telah diisolasi pada tahun 1968, dan selanjutnya telah


diisolasi juga berbagai 2-metil-isoflavon dari akar yang berasal dari India
bersama-sama dengan senyawa kumarin (likumarin) yang tidak lazim,
yaitu 6-asetil-hidroksi-4-metilkumarin.
Komponen lain yang ditemukan di dalam akar manis adalah gula
5-15% (glukosa, sukrosa), 1-2% asparagin, -sitosterol, amilum, protein,
dan zat pahit glisiramarin yang banyak terdapat di dalam jaringan kulit
luar sehingga tidak ditemukan pada simplisia yang dikupas kulitnya.
Kadar glisirizin di dalam simplisia bervariasi antara 6% dan 13%
yang bukan hanya disebabkan oleh perbedaan varietas, tetapi juga karena
metode penetapan kadar yang digunakan (Wiryowidagdo, 2007).
d. Farmakologi
Kandungan utama yang terkandung dalam akar manis adalah
saponin (asam glisirizinat) yang berkhasiat sebagai ekspektoran dengan
mengurangi kekentalan mukus sehingga memudahkan pengeluaran dahak.
Asam glisirizinat juga mempunyai aktivitas sebagai bakteriostatik dan
antivirus. Kandungan isoflavonoidnya yaitu glabridin dan hispaglabiridin

mempunyai aktivitas antioksidan, sedangkan licobenzofuran dan glabrol


mempunyai sifat antimikroba (Bisset, 1994 dalam Silvian, 2011).
Akar manis telah lama dikenal di dalam pengobatan sebagai
demulsen dan ekspektoran. Gibson (1978) mengumpulkan bermacammacam penggunaan simplisia ini sejak 2100 SM dan menyimpulkan
bahwa bahan ini merupakan obat yang memiliki spektrum luas dan perlu
memperoleh perhatian dalam farmakologi modern. Pada dekade terakhir,
ditemukan khasiat ekstrak dan asam glisiretinat yang mirip dengan efek
deoksikortikosteron dan digunakan untuk obat artritis rematoid dan
penyakit Addison, serta untuk menyembuhkan inflamasi. Yang juga
menarik, senyawa flavonoid yang memiliki efek antimikroba, juga
memilki aktivitas antispasmolitik dan menghilangkan rasa sakit pada
radang usus besar (peptic ulcer). Akhir-akhir ini juga dilaporkan bahwa gel
glisirizinat dapat digunakan sebagai medium untuk berbagai sediaan untuk
obat luar. Hal ini bukan hanya karena efek antiinflamasi dan antivirus
glisirizinat saja, tetapi juga karena zat ini mempermudah penetrasi obat ke
dalam jaringan tubuh.
Selain digunakan dalam bentuk akar kering atau serbuk, simpisia
ini juga digunakan dalam bentuk liquiritae extract siccum yang dibuat
secara perkolasi, glycyrrhizae succus (ekstrak akar manis) (FI IV), dan
succus liquiritiae inspissum sebagai hasil ekstraksi dengan air panas, serta
pulvis liquiritiae compositum yang merupakan campuran dengan Sennae
folium dan Foeniculi fructus (Wiryowidagdo, 2007).
e. Data Klinik

Revers (1956) adalah peneliti pertama yang menulis tentang


khasiat ekstrak akar manis sebagai pengobatan untuk ulkus. Penelitian
dilakukan terhadap 45 pasien dengan riwayat tukak lambung diberikan
serbuk ekstrak akar manis 10 g/ hari (durasi tidak diketahui). Pada 17
kasus ditemukan bahwa luka (tukak) dinyatakan sembuh dari 22 kasus,
dan 6 kasus tidak ada perubahan. Pasien dengan riwayat tukak dua belas
jari ternyata memberikan hasil yang tidak menyenangkan. Hampir 20 %
mengalami edema, beberapa diantaranya mengalami komplikasi seperti
sakit kepala berat, pusing, dada sesak dan tekanan darah meningkat
(hipertensi). Pengurangan dosis menjadi 3 g/ hari mengurangi munculnya
edema walaupun terjadi tidak pada semua kasus. Senyawa glisirhizin
merupakan kemungkinan penyebab efek samping yang ditimbulkan.
Sehingga tidak disarankan untuk pemberian pada tukuk usus dua belas jari
(tukak duodenum) (Isbrucker, 2006). Beberapa proses pembentukan
derivat lain dari Glycyrrhiza terus dilakukan dan ditentukan senyawa baru
yaitu deglisirhizinat (DGL) yang merupakan penghilangan glisirhizin yang
ternyata dapat mengurangi resiko efek samping hipertensi pada pemberian
untuk tukak dua belas jari (Alternative Medicine Review, 2005).
f. Reaksi yang Tidak Diinginkan
Salah satu efek samping yang paling sering dilaporkan dalam
penggunaan akar manis adalah meningkatnya tekanan darah. Hal tersebut
dikarenakan efek akar manis yang bekerja pada sistem rennin-angiotensin.
Kandungan saponin dari akar manis diasumsikan dapat menstimulasi efek
alsoteron saat berikaatan dengan reseptor mineralkortikoid di ginjal.

Fenomena

ini

dikenal

dengan

pseudoaldosteronim

(Alternative

Medicine Review, 2005)


g. Dosis
Takaran untuk radix adalah 1,0-2,0 g dan untuk succus liquiritiae
adalah 0,5-1,0 g.
D. PENEKAN BATUK
1. Kodein
a. Reaksi yang tidak diinginkan
Kodein menimbulkan sedasi dan konstipasi. Dalam dosis tinggi,
senyawa ini dapat menyebabkan depresi pernapasan dan tidak boleh
digunakan pada pasien yang menderita gangguan hati atau ginjal. Kodein
juga dapat disalahgunakan dan hanya boleh diambil melalui resep di
beberapa negara.
b. Dosis
Meskipun ditemukan dalam opium (Papaver somniverum),
kodein biasanya digunakan sebagai isolat alkaloid, dalam bentuk garam
(biasanya fosfat) yang diformulasi sebagai cairan kental (linctus), pada
dosis 5-10 mg tiap 4 jam sekali, untuk mengobati batuk. Dosis untuk
mengobati diare dan nyeri jauh lebih tinggi (hingga 240 mg sehari dalam
dosis terbagi).

Anda mungkin juga menyukai