Anda di halaman 1dari 7

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi kecacingan yang sering terjadi adalah Soil Transmitted
Helminth (STH) yang merupakan infeksi cacing usus yang ditularkan
melalui tanah. Tanah tergolong habitat perantara atau tuan rumah sementara,
tempat perkembangan telur-telur atau larva cacing sebelum dapat menular dari
seorang kepada orang lain. Penularannya sebagian dapat melalui mulut
menyertai makanan atau minuman, sebagian lagi larvanya menembus kulit
memasuki tubuh. Cacing STH antara lain Ascaris lumbricoides (cacing
gelang), Trichuris trichiura (cacing cambuk), Ancylostoma duodenale dan
Necator americanus (cacing tambang) (Gandahusada, 2006).
Secara kumulatif infeksi kecacingan dapat mengakibatkan kekurangan
zat gizi berupa kalori dan protein serta kehilangan darah pada penderitanya.
Akibat dari gizi yang buruk dapat menghambat perkembangan fisik,
kecerdasan dan produktifitas kerja, serta menurunkan ketahanan tubuh
sehingga mudah terkena penyakit. Hampir semua golongan umur dan jenis
kelamin dapat terserang infeksi kecacingan, namun paling sering ditemukan
pada anak usia pra sekolah. Infeksi Ascaris dan Trichuris sudah di temukan
pada bayi yang berumur kurang dari satu tahun. Pada umur satu tahun A.
lumbricoides dapat ditemukan pada 80-100% di antara kelompok anak
tersebut, untuk T. trichiura angkanya lebih rendah, yaitu 70%. Usia anak

termuda mendapat infeksi A. lumbricoides adalah 16 minggu, sedangkan


untuk T. trichiura adalah 41 minggu (PPMPL, Depkes RI, 2007). Ini terjadi di
lingkungan tempat kelompok anak berdefekasi di saluran air terbuka dan di
halaman sekitar rumah (door yard infection). Karena kebiasaan seperti
defekasi sekitar rumah, makan tanpa cuci tangan, bermain-main di tanah
sekitar rumah yang tercemar telur cacing tanpa alas kaki, maka khususnya
anak akan terus menerus mendapat reinfeksi (Waris & Rahayu, 2009).
World Health Organization (WHO) memperkirakan ada sekitar 350
sampai 500 juta orang yang terinfeksi nematoda usus, dikarenakan tanah yang
telah tercemar dengan tinja penderita merupakan faktor utama yang
menyebabkan tingginya prevalensi kecacingan terutama penderita yang
berusia 5 sampai 15 tahun (Sandjaja, 2007).
Epidemiologi penyakit kecacingan selalu berhubungan erat dengan
keterbelakangan dalam pembangunan sosial ekonomi dan erat kaitannya
dengan sindroma kemiskinan. Tanda-tanda dari sindroma ini antara lain
berupa penghasilan yang sangat rendah. Keadaan ini menyebabkan tidak dapat
mencukupi kebutuhan sandang, pangan dan perumahan, kuantitas dan kualitas
makanan yang rendah, sanitasi lingkungan yang buruk dan sumber air bersih
yang kurang, pelayanan kesehatan yang terbatas, serta jumlah anggota
keluarga yang besar. Pemberantasan infeksi cacing tidak dapat dilakukan
hanya dengan menggunakan pendekatan medis. Dibutuhkan juga dukungan
pendekatan kesehatan masyarakat seperti penataan kesehatan lingkungan,
status gizi, higiene, perilaku, sanitasi dan sosial ekonomi keluarga.

Di wilayah Kalimantan Selatan terutama Kota Banjarbaru, kasus


infeksi kecacingan merupakan bagian dari kasus penyakit menular, dimana
penderita infeksi kecacingan banyak ditemukan di Kecamatan Cempaka.
Dilihat dari kondisi lingkungan Kecamatan Cempaka yang sebagian besar
adalah area pertambangan dan perkebunan, dimana disekitar area tersebut
jarang tersedia sarana sanitasi untuk membuang tinja, sehingga pekerja
tambang atau perkebunan berdefekasi secara sembarangan, akibatnya tanah
sekitar menjadi tercemar oleh tinja, hal ini menjadi salah satu faktor yang
mendukung perkembangbiakan dan penularan nematoda usus kepada manusia
(Ilmi & Putera, 2008).
Kecamatan Cempaka mencakup beberapa kelurahan, diantaranya
Kelurahan Sungai Tiung, Cempaka, Bangkal, dan Palam. Dari data sekunder
Puskesmas Rawat Inap Cempaka, penderita infeksi kecacingan lebih banyak
berdomisili di Kelurahan Sungai Tiung yaitu terdapat 35 penderita kecacingan
dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. Berdasarkan ketersediaan sarana sanitasi
di Kelurahan Sungai Tiung dari 1513 rumah berpenghuni,

rumah yang

memiliki jamban sebanyak 1263 rumah, dan rumah yang memiliki sumur
sebanyak 1033 rumah (Puskesmas Rawat Inap Cempaka, 2013).
Berdasarkan survei pendahuluan kondisi lingkungan di Kelurahan
Sungai Tiung, tingginya infeksi kecacingan dapat dipengaruhi dari kondisi
pekarangan rumah yang kurang sehat, pembuangan limbah rumah tangga
secara sembarangan, dan kondisi jamban yang tidak memenuhi persyaratan.

Apabila ditemukannya telur atau larva nematoda usus pada tanah


permukaan, hal ini dapat memberikan indikasi bahwa tanah tersebut telah
tercemar oleh tinja manusia, maka berarti pula bahwa penggunaan jamban
tidak dilakukan dengan saniter. Dengan demikian peneliti menganggap perlu
adanya

pemeriksaan

tanah

untuk

dilakukan

penelitian

berdasarkan

permasalahan tersebut, dalam karya tulis ilmiah yang berjudul Studi Tentang
Pencemaran Tanah Oleh Nematoda Usus di Kelurahan Sungai Tiung
Kecamatan Cempaka Banjarbaru Tahun 2014.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah Bagaimanakah gambaran pencemaran tanah oleh
Nematoda usus di Kelurahan Sungai Tiung Tahun 2014?
C. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah peneliti hanya melakukan
identifikasi telur dan larva cacing pada rumah warga dan gambaran sikap
warga yang mempengaruhi terjadinya infeksi kecacingan di Kelurahan
Sungai Tiung Tahun 2014.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitain dibagi menjadi dua yaitu:
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pencemaran tanah oleh nematoda usus di
Kelurahan Sungai Tiung Tahun 2014.

2. Tujuan Khusus
a. Diketahui jumlah rumah warga yang tanah sekitar rumahnya tercemar

telur nematoda usus di Kelurahan Sungai Tiung Tahun 2014.


b. Diketahui jenis telur atau larva nematoda usus yang mencemari tanah
di Kelurahan Sungai Tiung Tahun 2014.
c. Diketahui gambaran sikap warga yang mempengaruhi terjadinya
infeksi kecacingan di Kelurahan Sungai Tiung Tahun 2014.
E. Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi kepada pihak Puskesmas Rawat Inap Cempaka dan
Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru tentang jenis nematoda usus yang
mencemari tanah rumah warga di Kelurahan Sungai Tiung.
2. Sebagai informasi kepada penduduk Kelurahan Sungai Tiung agar lebih
memperhatikan higiene perorangan dan penggunaan fasilitas sanitasi
untuk mencegah terjadinya infeksi kecacingan.
3. Sebagai bahan pustaka di Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik
Kesehatan Banjarmasin untuk penelitian lanjutan mengenai pencemaran
tanah oleh nematoda usus di Kelurahan Sungai Tiung.
4. Sebagai media belajar dalam rangka menerapkan ilmu pengetahuan dan
wawasan di mata kuliah parasitologi, yang diperoleh selama masa
pendidikan.

F. Keaslian Penelitian
Penelitian sejenis yang sudah dilakukan antara lain:
1. Penelitian

oleh Sugimin

dengan judul Hubungan Antara Pola

Pembuangan Tinja dengan Tingkat Kontaminasi Tanah yang Disebabkan


oleh Telur Ascaris lumbricoides di Desa Sei. Tanjung Kecamatan Cerbon
Kabupaten Barito Kuala Tahun 2000. Penelitian tersebut bertujuan untuk

mengetahui tingkat kontaminasi tanah oleh telur Ascaris lumbricoides


sebagai akibat dari pola pembuangan tinja yang dilakukan masyarakat
serta faktor yang mempengaruhinya.
2. Penelitian oleh Zubair Usman dengan judul Kontaminasi Tanah Oleh
Telur Cacing Usus Di Pendulangan Intan Sungai Parit Kelurahan Cempaka
Tahun 2002. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat
kontaminasi tanah oleh telur cacing usus di lokasi Pendulangan Intan
Sungai

Parit

Kelurahan

Cempaka

dan

faktor-faktor

yang

mempengaruhinya.
Perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah
lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, serta variabel penelitian.
G. Sistematika Penulisan
BAB I
: PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang penelitian, rumusan
maslah, batasan masalah, tujuan umum, tujuan khusus,
manfaat penelitian, keaslian penelitian, dan sistematika
BAB II

penulisan.
: TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang tanah, pencemaran tanah oleh Soil
Transmitted Helminth, penyakit cacingan, cara penularan
penyakit, macam-macam Nematoda usus, faktor-faktor yang
mempengaruhi

BAB III

terjadinya

cacingan,

pencegahan

infeksi

kecacingan, dan kerangka konsep.


: METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang jenis penelitian, desain penelitian, tempat
dan waktu penelitian, populasi dan sampel penelitian, variabel

penelitian dan definisi operasional, metode pengumpulan data,


BAB IV

BAB V

serta pengolahan dan analisis data.


: HASIL PENELITIAN
Bab ini dijelaskan mengenai keadaan umum dan khusus dari
hasil penelitian.
: PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang analisi masalah dan pemecahan masalah
dari hasil penelitian.

BAB VI

: PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan hasil penelitian dan saran
sebagai masukan yang berkenaan dengan penelitian.

Anda mungkin juga menyukai