Anda di halaman 1dari 20

PERTUMBUHAN DAN HASIL VARIETAS KEDELAI (Glycine max L.

) DI
LAHAN GAMBUT PADA BERBAGAI TINGKAT NAUNGAN
JUSNIATI
Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Tamansiswa

ABSTRAK
Pengembangan tanaman kedelai sebagai tanaman sela atau tumpangsari di
lahan gambut merupakan alternatif untuk meningkatkan produksi kedelai. Penelitian
ini bertujuan untuk mendapatkan varietas kedelai yang dapat tumbuh dan berproduksi
baik pada naungan di lahan gambut. Percobaan disusun dalam Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan faktorial. Faktor pertama adalah naungan (N), terdiri dari
tanpa naungan (N0), naungan1 lapis daun sawit = intensitas naungan rendah (N1),
naungan 2 lapis daun sawit = intensitas naungan sedang (N2) dan 3 lapis daun sawit =
intensitas naungan tinggi (N3). Faktor kedua adalah varietas (V), terdiri dari varietas
Lokal (V1), varietas Burangrang (V2) dan varietas Anjasmoro (V3) dengan 3
ulangan. Data yang diperoleh disidikragam dengan uji f dan apabila F hitung besar
dari F tabel dilanjutkan dengan Duncans Multiple Range Test (DMRT) 5%. Hasil
percobaan menunjukkan bahwa varietas Anjasmoro memiliki respon yang baik
terhadap intensitas naungan tinggi dibandingkan dengan varietas Burangrang dan
Lokal.
Kata kunci : Naungan, Kedelai, Gambut
PENDAHULAN
Kedelai merupakan salah satu

dapat dimanfaatkan bijinya karena biji

komoditi pangan yang memegang

kedelai kaya protein dan lemak serta

peranan

bahan

beberapa bahan gizi penting seperti

makanan utama disamping beras dan

karbohidrat, Kalium, Fosfor, Besi,

jagung, karena merupakan salah satu

Vitamin A dan Vitamin B serta air. Biji

sumber gizi yang tinggi yaitu protein

kedelai mengandung 42-45% protein

nabati (Adisarwanto, 2009). Kedelai

(Departemen Pertanian, 2004).

penting

Produksi
menunjukkan

sebagai

kedelai
perkembangan

yang

meningkat, namun laju peningkatan

yang

produksi belum mampu mengimbangi

laju

permintaan

konsumen

dan

luas

panen

adalah

622.254

ha,

kenyataan di lapangan bahwa produksi

produktivitas adalah 13.68 ton/ha dan

kedelai Indonesia belum mampu untuk

produksi adalah 851.286 ton/tahun

mencukupi kebutuhan dalam negeri,

sedangkan tahun 2012 total kebutuhan

sehingga

kedelai nasional 2.2 juta ton (Badan

untuk

mencukupinya

Indonesia mengimpor kedelai. Impor

Pusat Statistik, 2012).

kedelai mencapai 2.08 juta ton/tahun,


Upaya yang dapat dilakukan
meningkatkan

produksi

kedelai

produksi kedelai dalam negeri terus


diupayakan yaitu dengan program

melalui perluasan areal. Penambahan

ekstensifikasi.

luas areal penanaman kedelai yang

dihadapkan

dilakukan di lahan tegakan yang

berkurangnya lahan-lahan produktif,

berusia muda. Tanaman kedelai dapat

untuk itu diperlukan pembukaan lahan

ditanam disela-sela tanaman karet atau

baru yang umumnya merupakan lahan

tanaman kelapa sawit (Soverda dkk.,

marginal salah satunya tanah gambut

2009). Selain itu usaha peningkatan

(Noor, 2001).

Tanah

gambut

Usaha

ekstensifikasi

pada

semakin

merupakan

Pemanfaatan potensi lahan gambut

lahan alternatif sebagai lahan bukaan

yang ditanami tanaman perkebunan

baru baik untuk pertanian maupun

yang

tanaman perkebunan. Lahan gambut

peningkatan produksi kedelai antara

mempunyai potensi yang cukup besar

lain

mengingat

luas

penanaman kedelai sebagai tanaman

tersebar di Indonesia (Triana, 2001).

sela, diantaranya penanaman kedelai

arealnya

cukup

tersedia

dapat

untuk

mendukung

dilakukan

dengan

secara tumpang sari, pemanfaatan di

rendahnya intensitas cahaya akibat

lahan seperti ini terkendala oleh

faktor naungan yang tinggi.

Tanaman

kedelai

termasuk

mengakibatkan

penurunan

jumlah

tanaman yang membutuhkan sinar

buku, cabang, diameter cabang, jumlah

matahari

polong, dan hasil biji serta kadar

penuh

karena

kedelai

merupakan tanaman Heliofit yaitu

protein.

tanaman

yang

jika

dinaungi atau ditumpangsarikan akan

terkena

cahaya

penuh.

mengalami penurunan hasil 6-52%,

Intensitas cahaya dan lama penaungan

pada tumpangsari kedelai dan jagung

mempengaruhi pertumbuhan dan hasil

2-56% pada tingkat naungan 33%

kedelai. Penurunan intensitas cahaya

(Asadi dkk., 2000).

tumbuh

baik

matahari

Tanaman

kedelai

yang

menjadi 40% sejak perkecambahan


Untuk memperoleh produksi
kedelai
naungan

yang
tinggi

optimal

di

atau

lahan

bawah

Berdasarkan uraian di atas,


maka

penulis

telah

melakukan

yang

percobaan yang berjudul Pertumbuhan

rendah

dan Hasil Varietas Kedelai (Glycine

diperlukan upaya untuk memperoleh

max L.) di Lahan Gambut Pada

varietas

Berbagai

intensitas

cahayanya

yang

relatife

berproduksi

Tingkat

Naungan

yang

tinggi dan tahan terhadap penaungan.

bertujuan untuk mendapatkan varietas

Varietas kedelai yang mempunyai

kedelai

produktivitas tinggi antara lain: Wilis,

berproduksi baik pada naungan di

Anjasmoro, Kipas Putih, Lokon, Tidar

lahan gambut.

dan Unggul Lokal (Asadi, 2000).

yang

dapat

tumbuh

dan

BAHAN DAN METODE


Percobaan

telah

Beremas Kabupaten Pasaman Barat

dilaksanakan di lahan gambut Nagari

yang di mulai pada bulan April-Juli

Aia

2013.

Bangih

ini

Kecamatan

Sungai

Bahan yang di gunakan dalam

yang di gunakan adalah alat pengolah

percobaan ini adalah benih kedelai

tanah cangkul, ajir, label, ember,

varietas

meteran,

Lokal,

Anjasmoro,

dan

pisau,

sprayer,

parang,

varietas Burangrang (deskripsi pada

timbangan, seperangkat tulis, naungan

Lampiran 4 dan 5), pupuk Urea, SP-

yang terbuat dari daun sawit, kayu atau

36, KCl, insektisida Decis. Peralatan

bambu untuk tiang, tugal.

Percobaan ini menggunakan

Varietas

Lokal

(V1),

Varietas

pola faktorial dalam Rancangan Acak

Burangrang

(V2),

dan

Varietas

Lengkap

pertama

Anjasmoro (V3). Kombinasi dari ke

adalah naungan (N), terdiri dari tanpa

dua faktor tersebut adalah 4 x 3 = 12

naungan (N0), naungan 1 lapis daun

perlakuan masing-masing diulang 3

sawit = intensitas naungan rendah

kali, sehingga jumlah petak perlakuan

(N1), naungan 2 lapis daun sawit =

36 plot. Masing-masing plot terdiri

intensitas naungan sedang (N2), dan

dari 42 tanaman. Data yang diperoleh

naungan 3 lapis daun sawit = intensitas

disidikragam dengan uji f dan apabila

naungan tinggi (N3). Faktor kedua

berbeda

adalah varietas kedelai (V) terdiri dari

DMRT 5 %.

(RAL).

Faktor

3:

nyata

dilanjutkan

dengan

Pelaksanaan

percobaan

meliputi

persegi panjang yang empat sudutnya

pengolahan tanah, pembuatan naungan

ditancapkan kayu atau bambu yang

atau

berukuran 1.6 m. Setelah itu daun

perlakuan,

penanaman,

pemupukan, pemeliharaan dan panen.

sawit

Pengolahan

meliputi

ujung ke ujung di atas kerangka sesuai

gulma,

dengan perlakuan. Tinggi naungan 1.6

kemudian dibajak sekitar sedalam 20

m dari permukaan tanah. Penanaman

cm dan dibuat plot ukuran 1.5 m x 1.5

dilakukan secara tugal dengan 3

cm dengan jarak antar plot 50 cm.

biji/lobang dengan jarak tanam 20 cm

Pembuatan naungan atau perlakuan

x 25 cm, kemudian ditutup dengan

meliputi membuat kerangka berbentuk

tanah dan dilakukan pemasangan label.

Pemupukan

seminggu

100 kg KCl atau setara dengan 0.225

setelah tanam yaitu pupuk di berikan

g/plot. Pemupukan dilakukan dengan

100 kg Urea/hektar atau setara dengan

cara dilarik pada barisan tanaman

0.225 g per plot, 75 kg SP-36/hektar

dalam plot.

pembersihan

tanah
lahan

dari

dilakukan

diletakkan

memanjang

dari

atau setara dengan 0.168 g/plot dan

Pemeliharaan meliputi penyiraman,

telah terlihat

penjarangan,

rontok,

pengendalian
Panen

penyiangan,
hama

dilakukan

dan
setelah

dan

daun menguning dan

polong

berwarna

kuning

penyakit.

sampai cokelat dan bila di tekan sudah

polong

keras, batang telah mengering dan

sempurna masak yaitu tanaman kedelai

berwarna

kecoklatan.

Pemanenan

dilakukan

dengan

cara

menyabit

seluruh tanaman kedelai


Parameter yang diamati meliputi :

efektif, bobot brangkasan kering, umur

tinggi tanaman, jumlah cabang primer,

berbunga,

jumlah bintil akar, jumlah bintil akar

bobot 1000 biji, produksi/plot.

jumlah

polong/tanaman,

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Tinggi Tanaman

juga dengan pemberian naungan secara

Hasil sidik ragam tinggi tanaman

tunggal tidak berpengaruh, sedangkan

kedelai

varietas

menunjukkan

bahwa

pemberian naungan dan varietas secara

kedelai

secara

tunggal

menunjukkan pengaruh nyata.

interaksi tidak berpengaruh, begitu


Tabel 1. Tinggi tanaman pada berbagai tingkat naungan dan beberapa varietas
kedelai.
Lokal
Burangrang
Anjasmoro
Naungan
Rata-Rata
Tinggi Tanaman (cm)
N0
65.10
61.27
69.68
65.35
N1
64.47
68.22
70.77
67.82
N2
57.42
67.94
64.63
63.33
N3
62.77
66.01
66.49
65.09
Rata-Rata
62.44 b
65.86 ab
67.89 a
KK = 0.57%
Angka sebaris diikuti huruf kecil sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%
Perbedaan

tinggi

tanaman

tumbuh yang menyebabkan tanaman

diduga akibat sifat genetik masing-

mengalami

pertumbuhan

masing varietas. Hal ini merupakan

perkembangan

bahwa varietas Anjasmoro (V3) lebih

Pertumbuhan tanaman, termasuk tinggi

toleran terhadap kondisi lingkungan

tanaman dipengaruhi oleh sifat bawaan

yang

lebih

dan
baik.

(gen) dan lingkungan. Lingkungan

bahwa

yang

naungannya

kekurangan

cahaya

tinggi

dapat

tanaman

mengakibatkan

perbedaan

tinggi

tanaman lebih tinggi dan lemah.

tanaman,

ini

disebabkan

oleh

Bentuk tanaman yang lebih tinggi

rendahnya

intensitas

yang

(etiolasi)

cahaya

diterima oleh tanaman (Zhamal, 2008).

menyebabkan

pada

ini

disebabkan

bentuk

aktivitas

hormone pertumbuhan, yakni auksin.

Harjadi dan Yahya (2007) menyatakan


Varietas yang mengalami peningkatan

berbagai proses dalam pertumbuhan

tinggi tanaman merupakan varietas

dan perkembangan tanaman terutama

yang cenderung dapat beradaptasi

adalah fotosintesis yang diungkapkan

dengan lingkungan yang ternaungi,

oleh Asadi dkk., (2000). William dkk.,

begitu juga dengan varietas yang

(2005)

mengalami peningkatan tinggi lebih

berkurangnya cahaya yang diterima

tinggi merupakan varietas yang peka

oleh

terhadap lingkungan yang ternaungi

mempengaruhi

karena

pertumbuhan

akar,

menunjukkan

gejala

intensitas

mempengaruhi
tanaman
intensitas

cahaya

matahari

pertumbuhan

kedelai.
naungan

Hal

ini

tinggi
karena

mempengaruhi

menyatakan

tanaman

bahwa

akan

dapat

pengurangan
serta

tanaman

etiolasi

yaitu

dengan pertumbuhan panjang batang


pada intensitas naungan tinggi.

B. Jumlah Cabang Primer


Hasil sidik ragam cabang primer

tidak berpengaruh. Perbedaan varietas

menunjukkan bahwa tingkat naungan

secara tunggal dan tingkat naungan

dan beberapa varietas secara interaksi

secara tunggal menunjukkan pengaruh

antar

ruas

pada

batang)

akibat

nyata.

kekurangan cahaya. Tanaman yang

Tabel 2 memperlihatkan N0 tidak

tumbuh di bawah intensitas naungan

berbeda dengan N1 dan N3 tetapi

tinggi cenderung sedikit bercabang,

berbeda dengan N2. Uchimiya (2001)

tanaman

menyatakan

menaikkan aspek batangnya menuju ke

tanaman

mengalami

pemanjangan di buku batang (jarak

lebih

banyak

untuk

puncak kanopi.

Tabel 2. Jumlah cabang primer pada berbagai tingkat naungan dan beberapa varietas
kedelai
Lokal
Burangrang
Anjasmoro
Naungan
Rata-Rata
Jumlah Cabang Primer
N0
6.67
7.75
8.33
7.58 A
N1
6.75
7.91
8.50
7.72 A
N2
6.08
7.33
7.91
7.11 B
N3
6.58
7.50
8.00
7.36 AB
Rata-Rata
6.52 c
7.62 b
8.18 a
KK = 2.71%
Angka sebaris diikuti huruf kecil sama dan angka sekolom diikuti huruf besar sama
berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%
Banyaknya jumlah cabang primer pada

terjadi karena cabang primer tumbuh

varietas

diduga

pada batang utama (Elva, 2003).

karena jumlah cabang yang dihasilkan

Jumlah cabang pada tanaman kedelai

berhubungan dengan tinggi tanaman.

tergantung pada varietas dan kondisi

Dalam hal ini terdapat kecendrungan

tanah, tetapi terdapat pula varietas

semakin tinggi batang tanaman kedelai

kedelai

maka jumlah cabang primer yang

(Adisarwanto, 2007).

Anjasmoro

(V3)

dihasilkan juga semakin meningkat, ini

yang

tidak

bercabang

C. Jumlah Bintil Akar


Hasil sidik ragam jumlah bintil akar

berpengaruh, tetapi perlakuan varietas

pada tingkat naungan secara tunggal

secara tunggal menunjukkan pengaruh

tidak berpengaruh, perlakuan naungan

sangat nyata.

dan varietas secara interaksi juga tidak


Tabel 3. Jumlah bintil akar pada berbagai tingkat naungan dan beberapa varietas
kedelai.
Lokal
Burangrang
Anjasmoro
Naungan
Rata-rata
Jumlah Bintil Akar (Buah)
N0
7.50
15.17
28.75
17.14
N1
7.17
13.25
28.75
16.39
N2
9.08
13.18
25.33
15.86
N3
7.33
13.00
23.17
14.50
Rata-Rata
7.77 c
13.65 b
26.50 a
KK = 1.40%
Angka sebaris diikuti huruf kecil sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%.
Banyaknya bintil akar yang

dan di udara. Faktor lingkungan

dihasilkan varietas Anjasmoro (V3)

terutama

cahaya

bahwa setiap varietas memberikan

pembentukan

respon yang berbeda pada kondisi

(2006) menjelaskan intensitas naungan

lingkungan yang berbeda sehinggga

rendah dapat meningkatkan jumlah

setiap varietas kedelai memiliki bintil

bintil

akar yang berbeda tergantung kepada

naungan

sifat genetis varietas tanaman itu

jumlah bintil akar dimana dengan

sendiri dan tersedianya N dalam tanah

intensitas naungan yang rendah akan

akar

bintil

penting

akar. Yuwono

sedangkan

tinggi

bagi

akan

intensitas
menurunkan

menyebabkan
meningkat

fotosintesis
sehingga

semakin
translokasi

fotosintat ke seluruh bagian tanaman


berlangsung dengan baik.

D. Jumlah Bintil Akar Efektif


Hasil sidik ragam jumlah bintil akar

berpengaruh sangat nyata sedangkan

efektif pada tingkat naungan secara

perlakuan

tunggal menunjukkan pengaruh nyata.

kedelai

Perbedaan varietas secara tunggal

menunjukkan pengaruh nyata.

naungan
secara

dan

varietas

interaksi

juga

Tabel 4. Jumlah bintil akar efektif pada berbagai tingkat naungan dan beberapa
varietas kedelai.
Lokal
Burangrang
Anjasmoro
Naungan
Jumlah Bintil Akar Efektif (Buah)
N0
4.08 Aa
10.42 Bb
25.50 Cc
N1
3.58 Aa
9.00 Bb
24.08 Cc
N2
5.42 Aa
10.08 Bb
21.58 Cc
N3
3.75 Aa
9.08 Bb
17.42 Dc
KK = 1.35%
Angka sebaris diikuti huruf kecil sama dan angka sekolom diikuti huruf besar sama
berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%.
Setiap

varietas

memberikan

tinggi akan menekan jumlah dan

respon yang berbeda pada kondisi

ukuran bintil akar termasuk bintil akar

lingkungan yang berbeda sehinggga

efektif dimana semakin berkurangnya

setiap varietas kedelai memiliki bintil

cayaha dengan intensitas naungan

akar yang berbeda tergantung kepada

tinggi

sifat genetis varietas tanaman itu

fotosintesis

sendiri. Faktor lingkungan

fotosintat terhambat ke seluruh bagian

terutama

cahaya penting bagi pembentukan


bintil akar efektif. Bila naungan terlalu

akan

menghambat
sehingga

tanaman (Yuwono, 2006).

proses

translokasi

E. Bobot Brangkasan Kering


Sidik ragam bobot brangkasan kering

berpengaruh. Interaksi antara tingkat

pada

naungan dan beberapa varietas kedelai

beberapa

menunjukkan

tingkat

naungan

pengaruh

nyata.

juga tidak berpengaruh

Perbedaan varietas menunjukkan tidak


Tabel 5. Bobot brangkasan kering pada berbagai tingkat naungan dan beberapa
varietas kedelai
Lokal
Burangrang
Anjasmoro
Naungan
Rata-rata
Bobot Brangkasan Kering (g)
N0
11.77
12.70
9.28
11.25 A
N1
10.05
10.49
10.06
10.20 A
N2
7.55
8.38
5.49
7.50 B
N3
8.42
4.71
9.60
7.17 B
Rata-Rata
9.45
9.07
8.61
KK = 2.23%
Angka sekolom diikuti huruf besar sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%.
Tingginya bobot brangkasan

mengakibatkan

tertekannya

kering intensitas tanpa naungan (N0)

pertumbuhan kedelai dan mengalami

diduga kedelai dapat memanfaatkan

penurunan berat bobot seperti yang

cahaya dengan baik untuk kenaikan

diungkapkan Wirnas (2005) tanaman

bobot

yang

brangkasan

kering

karena

menerima

intensitas

cahaya

tanaman kedelai akan tumbuh baik jika

rendah (intensitas naungan tinggi)

terkena cahaya penuh dan semakin

mengakibatkan

rendahnya bobot brangkasan pada

cenderung kecil dibanding kondisi

intensitas

intensitas

naungan

tinggi

(N3)

batang

naungannya

tanaman

rendah,

disebabkan

oleh

kurang

penurunan berat bobot pada beberapa

berkembang karena pembesaran sel

varietas karena pada setiap varietas

pada batang terhambat sehingga terjadi

memiliki respon yang berbeda dalam

penurunan

Selain

mekanisme penyesuaian atau toleransi.

Hasil sidik ragam umur berbunga

Interaksi antara tingkat naungan dan

menunjukkan bahwa tingkat naungan

varietas kedelai menunjukkan tidak

tidak berpengaruh. Perbedaan varietas

berpengaruh.

berat

xilem

bobot.

F. Umur Berbunga

kedelai menunjukkan pengaruh nyata.


Tabel 6. Umur berbunga pada berbagai tingkat naungan dan beberapa varietas
kedelai.
Lokal
Burangrang
Anjasmoro
Naungan
Rata-rata
Umur Berbunga (Hari)
N0
45.75
38.58
39.42
41.25
N1
44.17
36.83
36.75
39.25
N2
42.42
35.62
35.17
37.74
N3
43.08
35.92
39.50
39.50
Rata-Rata
43.85 a
36.74 b
37.71 b
KK = 0.64%
Angka sebaris diikuti huruf kecil sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%.
Soverda

(2009)

tanaman di dalam naungan membuat

menyatakan tanaman yang ditanam di

tanaman kurang melakukan transpirasi.

dalam naungan akan menghasilkan

Selanjutnya

fotosintat yang lebih sedikit dibanding

proses respirasi yakni perombakan

tanaman

timbunan

yang

pencahayaan

dkk.,

ditanam
penuh.

pada
Namun,

kurangnya cahaya yang diterima oleh

adalah

pati

berkurangnya

karena

tanaman

memerlukan energi bertahan yang


lebih

kecil.

Akibatnya,

simpanan

energi pada tubuh tanaman yang

ditanam di dalam naungan lebih cepat


terkumpul untuk pembentukan bunga.

Umur

berbunga

berkaitan

tanaman

kedelai

lebih

besar

dengan pertumbuhan tinggi tanaman

peranannya dalam menentukan umur

dan jumlah cabang primer. Varietas

berbunga. Semakin cepat memasuki

Anjasmoro

fase

(V3)

kecendrungan

memperlihatkan

tentu

akan

lebih

menambah peluang suatu varietas

tinggi dan jumlah cabang lebih banyak

untuk dapat membentuk polong lebih

sehingga periode berbunga lebih cepat.

banyak (Hasnah, 2003).

Hal

ini

pertumbuhan

pembungaan

disebabkan

sifat

genetis

G. Jumlah Polong/Tanaman
Jumlah polong/tanaman secara sidik

pengaruh

ragam pada beberapa tingkat naungan

tingkat naungan dan varietas kedelai

menunjukkan

tidak berpengaruh.

pengaruh

nyata.

nyata. Interaksi antara

Perbedaan varietas juga menunjukkan


Tabel 7. Jumlah polong/tanaman pada berbagai tingkat naungan dan beberap varietas
kedelai
Lokal
Burangrang
Anjasmoro
Naungan
Rata-rata
Jumlah Polong/Tanaman (Polong)
N0
29.42
42.17
44.58
38.72 A
N1
32.84
41.84
43.75
39.48 A
N2
27.67
40.17
37.58
35.15 B
N3
29.25
36.17
40.17
35.20 B
Rata-Rata
29.79 b
40.08 b
41.52 a
KK = 0.59%
Angka sebaris diikuti huruf kecil yang sama dan angka sekolom diikuti huruf besar
sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%.

Intensitas

tanpa

(N0)

tinggi mengalami penurunan jumlah

memiliki jumlah polong yang berbeda

polong perbatang dan jumlah polong

dengan intensitas naungan sedang (N2)

isi. Apabila intensitas naungan tinggi

dan intensitas naungan tinggi (N3).

di berikan mulai awal pengisian

Selanjutnya antara intensitas naungan

polong, maka jumlah polong dan hasil

sedang (N2) dan intensitas naungan

biji lebih rendah dibandingkan dengan

tinggi (N3) memiliki hasil yang tidak

tanaman

berbeda. Afriani (2003) menyatakan

disebabkan dengan turunnya kadar

bahwa naungan berpengaruh sangat

karbohidrat daun yang disebabkan oleh

nyata terhadap jumlah polong hampa

turunnya proses fotosintesa (Ogren dan

dan polong isi, intensitas naungan

Rinne, 2002).

Banyaknya

naungan

polong

yang

tanpa

meningkatkan

naungan.

produksi

Hal

ini

tanaman

dihasilkan varietas Anjasmoro (V3)

sebaliknya sedikitnya jumlah cabang

diduga karena erat kaitannya dengan

yang dihasilkan akan menurunkan

jumlah

produksi jumlah polong yang terlihat

cabang

yang

dihasilkan

semakin banyak jumlah cabang dapat


Perbedaan

pada varietas Lokal (V1).

jumlah

dapat dipertahankan oleh tanaman.

akibat

Jumlah biji/polong ditentukan saat

adanya variasi dalam jumlah bunga

pembuahan, yaitu ketika sel serbuk

pada

dan

sari membuahi sel telur di dalam ovari,

tingkat keguguran organ reproduksinya

sementara untuk bobot dan ukuran

sehingga

biji/polong tergantung pada varietas

polong/tanaman

awal

merupakan

pembentukannya

hasil

panen

terutama

ditentukan oleh jumlah polong yang

kedelai yang ditanam (Mimbar, 2004).

H. Bobot 1000 Biji


Hasil sidik ragam bobot 1000

tunggal menunjukkan pengaruh nyata.

biji pada beberapa tingkat naungan

Beberapa tingkat naungan dan varietas

secara tunggal

kedelai

Perbedaan

tidak berpengaruh.

varietas

kedelai

secara

secara

interaksi

tidak

berpengaruh terhadap bobot 1000 biji.

Tabel 8. Bobot 1000 biji pada berbagai tingkat naungan dan beberapa varietas
kedelai.
Lokal
Burangrang
Anjasmoro
Naungan
Rata-rata
Bobot 1000 Biji (g)
N0
39.11
53.54
58.68
50.44
N1
35.82
50.26
53.53
46.54
N2
33.79
47.57
52.68
44.68
N3
31.25
44.95
51.08
42.43
Rata-Rata
34.99 c
49.08 b
53.99 a
KK = 1.82%
Angka sebaris diikuti huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%.
Perbedaan bobot 1000 biji

genetis yang berbeda-beda sehingga

diduga karena sifat genetik tanaman.

setiap varietas memiliki produksi yang

Sifat genetik tanaman salah satunya

berbeda-beda pula, tergantung kepada

adalah ukuran biji, semakin besar biji

sifat varietas tanaman itu sendiri

maka semakin besar bobot 1000 biji

(Soegito dan Arifin, 2004). Sedangkan

serta

penurunan produksi pada lingkungan

kemampuan

tanaman

mengabsorbsi hara dari lingkungan.

yang

ternaungi

disebabkan

Kenaikan bobot 1000 biji disebabkan

kurangnya

faktor genetik dari varietas kedelai.

diterima oleh tanama. Tanaman yang

Setiap varietas memiliki keunggulan

tumbuh di bawah intensitas naungan

intensitas

cahaya

oleh
yang

tinggi akan terjadi penurunan aktifitas

menyebabkan ukuran biji menjadi

fotosintesis, sehingga alokasi fotosintat

lebih kecil sehingga bobot biji menjadi

ke

lebih ringan seperti yang terjadi pada

organ

reproduksi

menjadi

berkurang (Osumi dkk., 2002), hal ini

varietas Lokal (V1).

I. Produksi/Plot
Hasil sidik ragam produksi/plot

tunggal juga menunjukkan pengaruh

dan produksi/hektar pada beberapa

nyata.

tingkat

beberapa

naungan

menunjukkan
Perbedaan

Pemberian

tunggal

pengaruh

nyata.

interaksi tidak berpengaruh terhadap

secara

produksi/plot.

kedelai

kedelai

dan

secara

varietas

varietas

naungan

secara

Tabel 9. Produksi/plot pada berbagai tingkat naungan dan beberapa varietas kedelai
Lokal
Burangrang
Anjasmoro
Naungan
Rata-rata
Produksi/plot (g)
N0
501.05
536.05
552.63
529.91 A
N1
484.84
515.42
537.89
512.72 A
N2
464.58
488.53
513.94
489.02 B
N3
418.53
473.05
483.37
458.32 C
Rata-Rata
467.25 c
503.26 b
521.96 a
KK = 22.30%
Angka sebaris diikuti huruf kecil sama dan angka sekolom diikuti angka besar sama
berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%
Table 10. Produksi/hektar pada berbagai tingkat naungan dan beberapa varietas
kedelai
Lokal
Burangrang
Anjasmoro
Naungan
Rata-rata
Produksi/hektar (ton)
N0
2.23
2.38
2.46
2.36 A
N1
2.15
2.29
2.39
2.28 A
N2
2.06
2.17
2.28
2.17 B
N3
1.86
2.10
2.15
2.04 C
Rata-Rata
2.07 c
2.23 b
2.32 a
KK = 1.50%

Angka sebaris diikuti huruf kecil sama dan angka sekolom diikuti angka besar sama
berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%
Tingginya intensitas naungan

peran penting dalam proses pengisian

akan mengakibatkan jumlah polong isi

biji. Penurunan polong isi dan hasil

dan

rendah

biji ini akibat menurunnya karbohidrat

dibandingkan dengan tanaman tanpa

daun hasil proses fotosintesis tanaman

naungan. Intensitas naungan memiliki

(Karamoy, 2009).

hasil

biji

lebih

Tingginya

produksi

oleh

fosintesis

terganggu

varietas Anjasmoro (V3) dan tanpa

mengakibatkan

naungan (N0) karena semua cahaya

menjadi sedikit. Pengaruh intensitas

yang

cahaya yang rendah terhadap hasil

masuk

mendukung
sehingga

ke

tanaman

pertumbuhan
mampu

dapat

tanaman

berbagai

jumlah

yang

komoditi

polong

sudah

isi

banyak

meningkatkan

dilaporkan. Kedelai yang berada di

sedangkan

bawah naungan menyebabkan jumlah

rendahnya produksi varietas Lokal

polong berisi sedikit serta persentase

(V1) dan intensitas naungan tinggi

polong hampa yang tinggi, sehingga

(N3) diduga karena berkurangnya

produksi biji kedelai rendah (Sopandie

intensitas cahaya yang masuk diterima

dkk, 2003).

produktivitas

oleh

tanaman

kedelai

sehingga

proses

KESIMPULAN
Berdasarkan

hasil

percobaan

disimpulkan . Varietas Anjasmoro

memiliki respon yang paling baik


dibandingkan

dengan

varietas

Burangrang

dan

varietas

Lokal.

naungan (N0) memberikan respon

Terdapat interaksi antara pemberian

terbaik

dan

varietas

naungan dan perbedaan varietas. Tanpa

memberikan respon.

Anjasmoro

DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T. dan R. Wudianto.
2005. Meningkatkan Hasil Panen
Kedelai di
Lahan Sawah-KeringPasang Surut. Penebar Swadaya,
Bogor. 244 hal.
Adisarwanto, T. 2007. Kedelai. Cetakan
ke-3. Penebar Swadaya. Jakarta. 108
hal.

Adisarwanto, T. 2009. Kedelai


Budidaya Dengan Pemupukan Yang
Efektif dan
Pengoptimalan Bintil
Akar. Penebar Swadaya. Bogor. 86 hal.
Afriana. 2003. Adaptasi Morfologi,
Anatomi dan Fisiologi Kedelai
(Glicyne max .L. Merr) pada Kondisi
Cekaman Naungan. Skripsi. Program
Studi Agronomi, IPB, Bogor. 56 hal.
Afrizal
Elva.
2003.
Pengaruh
Pemberian Pupuk Kandang dan SP-36
Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil
Kedelai (Glicyne max .L. Merr).
Skripsi Fakultas
Pertanian
Jurusan Agroteknologi Tamansiswa,
Padang. 48 hal.
Andrianto,T dan N. Indarto. 2004.
Budidaya dan Analisis Usaha Tani
Kedelai,
Kacang Hijau, Kacang
Panjang. Cetakan Pertama. Penerbit
Absolut,
Yogyakarta. Hlm: 205
hal.

Anggraeni, B.W, Jupri, Mulyana.


2010. Studi Agronomi, MorfoAnatomi dan Fisiologi
Kedelai
(Glycine max (L) Merr) pada Kondisi
Cekaman
Intensitas
Cahaya
Rendah.
Skripsi.
Departemen
Agronomi dan
Hortikultura,
Faperta, IPB. 54 hal.
Anonimous,
2008.
Menggenjot
Produksi Kedelai Dengan Teknologi.
Warta Penelitian dan Pengembangan
Pertanian 30(1):510 hal.
Asadi dan D. Arsyad, 2000. Adaptasi
varietas kedelai pada pertanaman
tumpang sari dan
naungan
buatan. Seminar Hasil Penelitian
Tanaman
Pangan, Bogor. Hal 10 15.
Badan Pusat Statistik. 2012. Data
Kedelai 2012. http://www.bps.go.id.
[28 Juni
2013].
Baharsjah, J. S. 2002. Legum. Jurusan
Budidaya
Pertanian,
Fakultas
Pertanian,
Institut
Pertanian
Bogor. Bogor. 98 hal.
Chozin
MA,
Sopandie
D.
Sastrosumojo S, Sumarno (2002)
Physiology and
genetic
of
upland rice adaptation to shade. Final
Report of Graduate Team
Research
Grant, Urge Project. Directorate
General Of higher Education,

Ministry of Education and


Culture. Pp 104-122.
Departemen Pertanian, Direktorat
Jendral
Tanaman
Pangan
dan
Hortikultura, 2003.
Budidaya
Tanaman
Palawija
Pendukung
Program Makanan
Tambahan Anak
Sekolah (PMT-AS). Jakarta. 53 hal.
Departemen Pertanian. 2004. Profil
Kedelai (Glycine max L.). Buku 1.
Direktorat
Kacang-kacangan dan
Umbi-umbian, Jakarta. Hal. 97 hal.
Fachruddin, L. 2000.
Kacang-kacangan.
Yogyakarta. 77 hal.

Budidaya
Kanisius.

Giller, K.E, dan K.E. Dashiell. 2010.


Protabase Record Display PROTA4U
Glycinemax(L.)Merr.http://www.prota
4u.org/29+Merr.
[25Desember2010].
Hakim, N. M. Y., Nyakpa, A. M.,
Lubis, S.G., Nugroho, M. R., Saul, M.
A., Diha;
G. B., Hong, H. H.,
Bailey. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.
UNILA
Press, Lampung. 486
hal.

Mimbar. 2004. Mekanisme Fisiologi


dan
Pewarisan
Sifat
Toleransi
Tanaman
Kedelai (Glycine max
(L.) Merril) Terhadap Intensitas
Cahaya Rendah.
Disertasi.
Sekolah Pascasarjana, IPB, Bogor. 103
hal.
Noor, M., 2001. Pertanian Lahan
Gambut, Potensi dan Kendala.

Hanafiah, K.A, 2005. Dasar-dasar


Ilmu Tanah. Di dalam: Rizwan., Raja
Grafindo
Persada, Jakarta. 78 hal.
Harjadi, S.S dan S. Yahya, 2007.
Fisiologi Stres Lingkungan. Pau
Bioteknologi IPB Press. Bogor. 455
hal.
Hasnah. 2003. Pengaruh naungan
terhadap pertumbahan kedelai dan
kacang
tanah. Jurnal Agromet
8(1):32-40.
http://www.warintek.bantul.go.id/web.
php?mod=basisdata, 2008. Kedelai
(glycine
max L) 20 April 2008.
Karamoy, L.T. 2009. Hubungan Iklim
dengan Pertumbuhan Kedelai (Glycine
max (L.) Merril). Soil Environment
7(1):65-68.
Kartono. 2005. Persilangan buatan
pada empat varietas kedelai. Buletin
Teknik
Pertanian 10(2):49-52.
Mangunsoekarjo, S dan H. Semangun,
2003. Manajemen Agribisnis Kelapa
Sawit. UGM Press,
Yogyakarta. 214 hal.

Penerbit
Kanisius,
Hlm: 144-145.

Yogyakarta.

Ogren, W.L. and R.W. Rinne. 2002.


Photosynthesis and Seed Meta-bolism
in
Soybeans
Improvement,
Production and Used. B.E. Cladell (ed)
American Society od Agronomy. Inc Publ., Madison. Parts 1: 2135.

Osumi, K., K. Katayama, LU., de la


Cruz, & AC. Luna. 2002. Fruit bearing
behavior
of
4
legumes

cultivated under shaded conditions.


JARQ. 32: 145151.

Anda mungkin juga menyukai